Anda di halaman 1dari 42

PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN
DENTOMAKSILOFASIAL 1
Pertumbuhan dan Perkembangan
Dentomaksilofasial
Tutor : Dr. Silva Abraham, dra., M.Si

KELOMPOK 3 KELAS B
Qatrunnada Huwaida Febriyani 2020-11-038
Ni Kadek Gita Anandamaya 2020-11-039
Verena Valenzka 2020-11-040
Safira Amalia 2020-11-041
Siti Safreni Dwi Andini 2020-11-042
Almira Tertia Mahsa 2020-11-043
Raina Indriyanti 2020-11-044
Reclaudia Dian Arianti 2020-11-045

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
pertumbuhan dan perkembangan dentomaksilofasial ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah pertumbuhan dan perkembangan dentomaksilofasial I.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
pertumbuhan dan perkembangan dentomaksilofasial bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku dosen bidang studi
pertumbuhan dan perkembangan dentomaksilofasial I yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 13 Maret 2021


Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah........................................................................ 2

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 3

2.1. Siklus Sel .................................................................................... 3

2.2. Proses Gametogenesis Pada Tubuh Manusia .............................. 5

.2.1 Gametogenesis ................................................................... 5


.2.2 Mitosis ............................................................................... 6
.2.3 Meiosis ............................................................................... 8
.2.4 Oogenesis .......................................................................... 10
.2.5 Spermatogenesis ................................................................ 12
.2.6 Spermiogenesis .................................................................. 14

2.3. Proses Fertilisasi Pada Tubuh Manusia ...................................... 15

.3.1 Oogenesis ……………………………………………….. 15


.3.2 Spermatogenesis ................................................................ 22
.3.3 Spermiogenesis .................................................................. 25

2.4. Tahap Pertumbuhan & Perkembangan Fase Embrional ............. 27

Pada Manusia .............................................................................. 27

.4.1 Siklus Ovarium .................................................................. 27


.4.2 Fertilisasi ............................................................................ 31
.4.3 Pembelahan ........................................................................ 33
.4.4 Formasi Blastosit ............................................................... 33
.4.5 Rahim Pada Saat Implantasi .............................................. 34

BAB III PENUTUP ………………………………………………………… 37

3.1 Kesimpulan................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan hingga kematangan pada manusia dalam


suatu masyarakat dapat dipelajari dengan memahami berbagai proses fisiologis.
Proses ini dapat bervariasi pada umur dan jenis kelamin, hal tersebut dapat diukur
melalui berbagai ukuran kematangan morfologi gigi dan tulang. Kematangan gigi
dapat dinilai melalui usia erupsi gigi.

Pemahaman mengenai pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal


yang penting bagi seorang dokter gigi dalam merawat pasien anak. Hal ini
berkaitan dengan rencana perawatan yang akan dilakukan (Indriyantiet al., 2006).
Waktu bayi dilahirkan, rahang atas dan rahang bawah penuh terisi oleh benih gigi
yang sedang mengalami kalsifikasi. Proses pertumbuhan rahang akan diikuti oleh
erupsi gigi-geligi dalam lengkung yang baik.

Erupsi gigi adalah gerakan gigi secara bertahap dari posisi pembentukannya
dalam ruang tulang melalui tulang alveolar menuju dataran oklusal hingga
mencapai posisi fungsional dalam rongga mulut (Praveenkumar, 2012). Erupsi
gigi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu erupsi tahap preemergent (ketika gigi
berkembang dan bergerak di dalam tulang alveolar), tahap emergence (ketika
puncak tonjol atau tepi insisal gigi pertama menembus gingiva) dan tahap
postemergent (ketika pertumbuhan gigi telah mencapai tingkat oklusal).

Erupsi gigi merupakan proses yang kompleks dan bervariasi. Hal ini
dikarenakan erupsi gigi dapat dipengaruhioleh berbagai faktor yang berbeda pada
setiap individu antara lainsosial ekonomi,gizi, jenis kelamin,ras, hormonal dan
genetik.
Jenis kelamin mempengaruhi waktu erupsi dan kalsifikasi gigi. Berdasarkan
dari beberapa studi telah disepakati bahwa erupsi gigi permanen pada wanita lebih
awal dibandingkan laki-laki dan erupsi yang lebih awal pada gigi permanen
wanita diperkirakan karena onset maturasi atau kematangan pada wanita yang
lebih awal dari laki-laki.

.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu siklus sel?

2. Bagaimana proses gametogenesis pada tubuh manusia?

3. Bagaimana proses fertilisasi pada tubuh manusia?

4. Apa saja tahap pertumbuhan & perkembangan fase embrional pada


manusia?

.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang Pertumbuhan dan


Perkembangan Dentomaksilofasial Pada Manusia
BAB II
PEMBAHASAN

.1 Siklus Sel

Siklus sel adalah rangkaian kehidupan sel dari mulai ia tumbuh hingga
membelah dan menghasilkan anak. Siklus ini bertujuan untuk perkembangan dan
pertumbuhan dari sel itu sendiri.
Siklus sel bervariasi panjangnya dalam berbagai jenis sel, tetapi terus berulang
setiap kali sel membelah. Ini tidak hanya terdiri dari rangkaian peristiwa yang
mempersiapkan sel untuk membelah menjadi dua sel anak tetapi proses
pembelahan sel juga.
Siklus sel terjadi menjadi 2 periode, yang terdiri dari interfase (interval antara
pembelahan sel) dan Fase M (mitosis, periode pembelahan sel).1

Gambar 2.1
Siklus Sel (Gartner and Hiatt, 2007)

A. Interfase

Interphase dibagi menjadi tiga fase terpisah (G1, S, dan G2) selama fase
tertentu fungsi seluler terjadi.
1. Fase G1 (presintesis) berlangsung selama berjam-jam hingga beberapa
hari.1
2. Fase S (sintesis DNA) berlangsung 8 hingga 12 jam di sebagian besar sel.1
3. Fase G2 ((post duplikasi DNA) berlangsung 2 hingga 4 jam.1

Dalam fase G1 terjadi pembentukan makromolekul yang penting untuk


dimulainya duplikasi DNA. Selain itu, sel juga mensintesis RNA, protein
regulator yang penting untuk replikasi DNA dan enzym untuk membawa keluar
aktivitas sintesis ini serta volume sel yang berkurang karena pembelahan sel
ketika mitosis akan kembali normal. Nucleoli juga terbentuk kembali, mulai
terjadi duplikasi centrioles. Proses duplikasi centrioles ini baru sempurna pada
fase G2.1
Selama fase S (fase sintesis) siklus sel, terjadi duplikasi genome, sintesis dan
replikasi DNA.1

Semua yang diperlukan oleh nucleoprotein, termasuk histon didatangkan dan


digabungkan ke dalam molekul DNA, membentuk materi chromatin. Jumlah sel
autosom dan germinal berbeda, dimana DNA pada sel autosom adalah diploid
sedangkan sel germinal yang dihasilkan dari meiosis memiliki chromosome yang
haploid.1

Dalam fase G2, RNA dan protein yang penting untuk pembelahan sel akan
disintesis, terjadi penyimpanan energi yang diperlukan untuk mitosis, sintesis
tubulin untuk kumpulan dalam microtubule yang diperlukan untuk mitosis,
replikasi DNA dianalisa dan kesalahan yang terjadi akan diperbaiki. (1)

B. Mitosis

Mitosis berlangsung selama 1 sampai 3 jam. Fase Mitosis mengikuti fase G2


dan menyelesaikan siklus sel. Ini termasuk pemisahan kromosom yang
direplikasi, pembagian inti (kariokinesis), dan akhirnya pembagian sitoplasma
(sitokinesis), menghasilkan produksi dari dua sel anak yang identik. Ini terdiri dari
lima tahap utama, yaitu Interfase, Profase awal, Profase akhir, Prometafase,
Metafase, Anafase, Anafase akhir, Telofase.1

Tabel 2.1
Siklus Sel (Gartner and Hiatt, 2007)

.2 Proses Gametogenesis Pada Tubuh Manusia

.2.1 Gametogenesis

Gametogenesis adalah proses diploid dan haploid yang mengalami pembelahan


sel yang berdiferensiasi untuk membentuk gamet haploid dewasa. Tergantung
dari siklus hidup biologis organisme (gametogenesis) dapat terjadi pada
pembelahan meiosis gametosit diploid menjadi berbagai gamet atau pada
pembelahan mitosis sel gametogen haploid.

Gametogenesis meliputi spermatogenesis dan oogenesis. spermatogenesis


merupakan pembentukan sel kelamin jantan (inti sel sperma) dan oogenesis
merupakan pembentukan sel kelamin betina (inti sel telur/ovum). Gametogenesis
melibatkan proses pembelahan sel mitosis dan meiosis.

Ciri-ciri individu baru ditentukan oleh gen spesifik pada kromosom yang
diwarisi dari ayah dan ibu. Manusia memiliki sekitar 23.000 gen pada 46
kromosom. Gen pada kromosom yang sama cenderung diwariskan bersama dan
dikenal sebagai gen terkait. Dalam sel somatik, kromosom muncul sebagai 23
pasang homolog membentuk bilangan diploid 46. Ada 22 pasang kromosom yang
cocok, autosom, dan satu pasang kromosom seks. Jika pasangan seksnya adalah
XX, individu tersebut secara genetik adalah perempuan; jika pasangannya XY,
individu tersebut secara genetik adalah laki-laki. Satu kromosom dari setiap
pasangan berasal dari gamet ibu, oosit, dan satu lagi dari gamet ayah, sperma.
Dengan demikian, setiap gamet mengandung sejumlah haploid dari 23
kromosom()

.2.2 Mitosis

Mitosis adalah proses dimana satu sel membelah, menghasilkan dua sel anak
yang secara genetik identik dengan sel induk. Setiap sel anak menerima
komplemen lengkap dari 46 kromosom. Sebelum sel memasuki mitosis, setiap
kromosom mereplikasi asam deoksiribonukleat (DNA). Selama fase replikasi ini.
(3)
Gambar 2.2
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

Kromosom sangat panjang, menyebar secara difus melalui nukleus, dan tidak
dapat dikenali dengan mikroskop cahaya. Dengan permulaan mitosis, kromosom
mulai menggulung, berkontraksi, dan memadat; peristiwa ini menandai awal
profase. Setiap kromosom sekarang terdiri dari dua subunit paralel, kromatid yang
bergabung di wilayah sempit yang biasa disebut sentromer.

Sepanjang profase, kromosom terus memadat, memendek, dan menebal,


tetapi hanya pada prometafase, kromatid dapat dibedakan. Selama metafase,
kromosom berbaris di bidang ekuator, dan struktur ganda mereka terlihat jelas.
Masing-masing dipasang oleh mikrotubulus yang memanjang dari sentromer ke
sentriol, membentuk gelendong mitosis. Segera, sentromer setiap kromosom
membelah, menandai permulaan anafase, diikuti dengan migrasi kromatid ke
kutub berlawanan dari gelendong. Akhirnya, selama telofase, kromosom
mengurai dan memanjang, selubung inti terbentuk kembali, dan sitoplasma
membelah. Setiap sel anak menerima setengah dari semua materi kromosom yang
digandakan dan dengan demikian mempertahankan jumlah kromosom yang sama
dengan sel induk.(3)

.2.3 Meiosis 
Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi di sel terminal untuk menghasilkan
gamet jantan dan betina, sperma dan sel telur. Meiosis membutuhkan dua
pembelahan sel, meiosis I dan meiosis II, untuk mengurangi jumlah kromosom
menjadi jumlah haploid 23. Seperti pada mitosis, sel terminal jantan dan betina
(spermatosit dan oosit primer) pada awal meiosis I mereplikasi DNA mereka
sehingga masing-masing dari 46 kromosom digandakan menjadi kromatid
saudara. Berbeda dengan mitosis, bagaimanapun, kromosom homolog kemudian
menyelaraskan diri berpasangan, sebuah proses yang disebut sinapsis.
Penyandingan tepat dan titik untuk poin kecuali untuk kombinasi XY. Pasangan
homolog kemudian dipisahkan menjadi dua sel anak sehingga mengurangi jumlah
kromosom dari diploid menjadi haploid. Tak lama kemudian, meiosis II
memisahkan kromatid sister. Setiap gamet kemudian mengandung 23 kromosom.
(3)

Gambar 2.4
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

a. Crossover 
Crossover adalah peristiwa kritis di meiosis I yaitu, pertukaran segmen
kromatid di antaranya kromosom homolog berpasangan. Segmen kromatid pecah
dan dipertukarkan sebagai kromosom homolog terpisah. Saat pemisahan terjadi,
titik-titik pertukaran untuk sementara disatukan dan membentuk struktur mirip-X,
sebuah kiasma. Sekitar 30 hingga 40 persilangan (satu atau dua per kromosom)
dengan setiap pembelahan meiosis I paling sering terjadi antara gen yang
berjauhan pada sebuah kromosom. Sebagai hasil dari divisi meiosis:
 Variabilitas genetik ditingkatkan melalui: 
- Persilangan, yang mendistribusikan kembali materi genetik.
- Distribusi acak kromosom homolog ke sel anak.
 Setiap sel terminal mengandung sejumlah kromosom haploid sehingga
pada saat pembuahan jumlah diploid 46 dipulihkan.

b. Badan Kutub 
Selama meiosis, satu oosit primer menghasilkan empat sel anak, masing-
masing dengan 22 sel lebih 1 X kromosom. Hanya satu yang berkembang menjadi
gamet dewasa, bagaimanapun, oosit tiga lainnya, badan kutub, menerima sedikit
sitoplasma dan berkembang biak selama perkembangan selanjutnya. Serupa
dengan sebelumnya, satu spermatosit primer memunculkan empat sel anak, dua
dengan 22 ditambah 1 kromosom X dan dua dengan 22 ditambah 1 kromosom Y.
Berbeda dengan pembentukan oosit, bagaimanapun, keempatnya berkembang
menjadi gamat dewasa.(3)
Gambar 2.5
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

.2.4 Oogenesis

Oogenesis adalah proses di mana oogonio berdiferensiasi menjadi oosit dewasa.

Pematangan Oosit Dimulai Sebelum Kelahiran


Setelah PGCs tiba di gonad genetik perempuan, mereka berdiferensiasi
menjadi oogonia. Sedangkan semua oogonia dalam satu gugus kemungkinan
berasal dari satu sel, sedangkan sel epitel datar yang dikenal sebagai sel folikel,
berasal dari permukaan epitel yang menutupi ovarium. Mayoritas oogonia terus
membelah melalui mitosis, tetapi beberapa dari mereka menahan pembelahan sel
mereka dalam profase meiosis I dan membentuk oosit primer. Pada saat ini,
kematian sel dimulai, dan banyak oogonia serta oosit primer mengalami
degenerasi dan menjadi atretik.(3)

Gambar 2.6
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed
Gambar 2.7
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

Pematangan Oosit Berlanjut Saat Pubertas 


Mendekati waktu kelahiran, semua oosit primer telah memulai profase
meiosis I, tetapi alih-alih berlanjut ke metafase, mereka memasuki tahap diploten,
tahap istirahat selama profase yang ditandai dengan jaringan berenda kromatin.
Oosit primer tetap ditahan dalam profase dan tidak menyelesaikan pembelahan
meiosis pertamanya sebelum pubertas tercapai. Keadaan tertahan ini dihasilkan
oleh penghambat pematangan oosit (OMI), sebuah peptida kecil yang
disekresikan oleh sel folikel.(3)
Jumlah oosit primer saat lahir diperkirakan bervariasi dari 600.000 hingga
800.000. Selama masa kanak-kanak, kebanyakan oosit menjadi atretik; hanya
sekitar 40.000 yang hadir pada awal pubertas dan kurang dari 500 yang akan
mengalami ovulasi. Beberapa oosit yang mencapai kematangan di akhir
kehidupan telah tidak aktif dalam tahap iplotene dari pembelahan meiosis
pertama selama 40 tahun atau lebih sebelum ovulasi. Apakah tahap iplotene
adalah tahap yang paling sesuai untuk melindungi oosit dari pengaruh lingkungan
tidak diketahui. Fakta bahwa risiko memiliki anak dengan kelainan kromosom
meningkat seiring bertambahnya usia ibu menunjukkan bahwa oosit primer rentan
terhadap kerusakan seiring bertambahnya usia.(3)

Gambar 2.8
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

.2.5 Spermatogenesis 
Pematangan Sperma Dimulai Saat Pubertas 
Spermatogenesis yang dimulai saat pubertas, mencakup semua peristiwa di
mana spermatogonia diubah menjadi spermatozoa. Saat lahir, sel germinal pada
bayi laki-laki dapat dikenali di tali kelamin testis sebagai sel besar dan pucat yang
dikelilingi oleh sel pendukung. Sel pendukung yang berasal dari epitel permukaan
testis dengan cara yang sama seperti sel folikel menjadi sel pendukung atau sel
Sertoli.(3)
Sesaat sebelum pubertas, tali seks memperoleh lumen dan menjadi tubulus
seminiferus. Pada waktu yang hampir bersamaan, PGC memunculkan sel induk
spermatogonial. Secara berkala, sel-sel muncul dari populasi sel induk ini untuk
membentuk spermatogonia tipe A, dan produksinya menandai dimulainya
spermatogenesis. Sel tipe A menjalani sejumlah pembelahan mitosis untuk
membentuk klon sel. Pembelahan sel terakhir menghasilkan spermatogonia tipe B
yang kemudian membelah menjadi spermatosit primer.(3)
Gambar 2.9
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

Gambar 2.10
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed
Gambar 2.11
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

Spermatosit kemudian memasuki profase berkepanjangan (22 hari) diikuti


dengan penyelesaian meiosis I yang cepat dan pembentukan spermatosit sekunder.
Selama pembelahan meiosis kedua, sel-sel ini segera mulai membentuk spermatid
haploid. Sepanjang rangkaian peristiwa ini dari saat sel tipe A meninggalkan
populasi sel induk hingga pembentukan spermatid, sitokinesis tidak lengkap(3)
sehingga generasi sel yang berurutan bergabung dengan jembatan sitoplasma.
Dengan demikian, keturunan satu spermatogonium tipe A membentuk klon sel
germinal yang mempertahankan kontak selama diferensiasi. Selain itu,
spermatogonia dan spermatid tetap tertanam dalam relung dalam sel Sertoli
selama perkembangannya. Dengan cara ini, sel Sertoli mendukung dan
melindungi sel germinal, berpartisipasi dalam nutrisi mereka, dan membantu
pelepasan spermatozoa matang.
Spermatogenesis diatur oleh produksi LH oleh kelenjar pituitari. LH
mengikat reseptor pada sel Leydig dan merangsang produksi testosterone yang
pada gilirannya mengikat ke sel Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis.
Follicle-stimulating hormone (FSH) juga penting karena sifatnya mengikat sel
Sertoli merangsang produksi cairan testis dan sintesis protein reseptor androgen
intraseluler.(3)

.2.6 Spermiogenesis 
Rangkaian perubahan yang mengakibatkan transformasi spermatid menjadi
spermatozoa adalah spermiogenesis. Perubahan ini termasuk:
1. Pembentukan akrosom yang menutupi setengah dari permukaan inti dan
mengandung enzim untuk membantu penetrasi telur dan lapisan
sekitarnya selama pembuahan.
2. Kondensasi inti.
3. Pembentukan leher, bagian tengah, dan ekor.
4. Pelepasan sebagian besar sitoplasma sebagai badan sisa yang
difagositisasi oleh sel Sertoli. Pada manusia, waktu yang dibutuhkan
spermatogonium untuk berkembang menjadi spermatozoa dewasa kira-
kira 74 hari dan sekitar 300 juta sel sperma diproduksi setiap hari.

Saat terbentuk sempurna, spermatozoa memasuki lumen tubulus seminiferus.


Dari sana, mereka didorong ke epididimis oleh elemen kontraktil di dinding
tubulus seminiferus. Meski awalnya hanya sedikit motil, spermatozoa
memperoleh motilitas penuh di epididimis.(3)

Gambar 2.12
Langman’s Medical Embryology. 12th Ed

.3 Proses Fertilisasi Pada Tubuh Manusia


.3.1 OOGENESIS

Pematangan Oosit Dimulai Sebelum Lahir begitu sel germinal primordial telah
sampai di gonad betina genetik, mereka berdiferensiasi menjadi oogonia. Sel-sel
ini mengalami suatu angka(4)
Gambar 2.13
Hibridisasi in situ fluoresensi (IKAN) menggunakan probe untuk kromosom.
(Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.)

Dua sel interfase dan penyebaran metafase dari kromosom ditampilkan; masing-
masing punya tiga domain, ditunjukkan oleh probe, karakteristik trisomi 21
(sindrom Down)

Gambar 2.14
Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.

(Gambar 2.3.2) Diferensiasi sel germinal primordial menjadi oogonia dimulai


segera setelahnya kedatangan mereka di ovarium. Pada bulan ketiga
perkembangan, beberapa oogonia muncul ke oosit primer yang memasuki profase
dari divisi meiosis pertama. Profase ini mungkin bertahan 40 tahun atau lebih dan
selesai hanya ketika sel mulai mencapai pematangan akhirnya. Selama periode ini
membawa 46 kromosom berstruktur ganda.(4)

Gambar 2.15
Segmen ovarium pada berbagai tahap perkembangan.
(Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.)

a. Oogonia adalah dikelompokkan dalam kelompok di bagian kortikal


ovarium. Beberapa menunjukkan mitosis; orang lain punya dibedakan
menjadi oosit primer dan memasuki profase dari divisi meiosis pertama.
b. Hampir semua oogonia diubah menjadi oosit primer pada profase meiosis
pertama divisi.
c. Tidak ada oogonia. Setiap oosit primer dikelilingi oleh satu lapisan sel
folikel, membentuk folikel primordial. Oosit telah memasuki diploten
tahap profase, di mana mereka tetap sampai sebelum ovulasi. Baru setelah
itu mereka melakukannya masukkan metafase dari divisi meiosis pertama,
divisi mitosis dan, pada akhir bulan ketiga, diatur dalam kelompok
dikelilingi oleh lapisan sel epitel datar.(4)

Padahal semuanya oogonia dalam satu kelompok mungkin berasal dari satu
sel, datar sel epitel, yang dikenal sebagai sel folikel, berasal dari epitel permukaan
menutupi ovarium. Mayoritas oogonia terus membelah melalui mitosis, tetapi
beberapa di antaranya menahan pembelahan selnya dalam profase meiosis I dan
membentuk oosit primer (Gambar 1.16C dan 1.17A). Selama beberapa bulan
berikutnya, oogonia meningkat pesat dalam jumlah, dan pada bulan kelima
perkembangan prenatal, jumlah totalnya sel germinal di ovarium mencapai jumlah
maksimumnya, diperkirakan mencapai 7 juta. Saat ini waktu, kematian sel
dimulai,
dan banyak oogonia serta oosit primer menjadi atretic.

Pada bulan ketujuh, mayoritas oogonia telah merosot kecuali untuk beberapa
di dekat permukaan. Semua oosit primer yang masih hidup telah memasuki
profase meiosis I, dan kebanyakan dari mereka secara individual dikelilingi oleh
lapisan datar sel epitel. Oosit primer, bersama dengan permukaan datar di
sekitarnya sel epitel, dikenal sebagai folikel primordial.(4)

Gambar 2.16
Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.

a. Folikel primordial terdiri dari oosit primer yang dikelilingi oleh lapisan sel
epitel pipih.
b. Folikel stadium primer atau preantral awal direkrut dari kumpulan folikel
primordial. Saat folikel tumbuh, sel folikel menjadi berbentuk kuboid dan
mulai mensekresi zona pelusida, yang terlihat pada tambalan tak beraturan
di permukaan oosit.
c. Folikel primer (preantral) yang matang dengan pembentukan sel-sel folikel
lapisan sel granulosa bertingkat di sekitar oosit dan keberadaan yang
berbatas tegas zona pelusida

Pematangan Oosit Berlanjut Saat Pubertas

Menjelang waktu kelahiran, semua oosit primer telah memulai profase


meiosis I, tetapi alih-alih berlanjut ke metafase, mereka memasuki tahap diploten,
a. Tahap istirahat selama profase yang ditandai dengan jaringan berenda
kromatin

Oosit primer tetap dalam profase dan tidak selesai pembelahan meiosis
pertama mereka sebelum pubertas tercapai, tampaknya karena oocyte maturation
inhibitor (OMI), zat yang disekresikan oleh sel folikel. Itu jumlah oosit primer
saat lahir diperkirakan bervariasi dari 700.000 sampai 2 juta. Selama masa kanak-
kanak, sebagian besar oosit menjadi atretik; hanya kira-kira 400.000 hadir pada
awal pubertas, dan kurang dari 500 akan berovulasi. Beberapa oosit yang
mencapai kematangan di akhir kehidupan telah tidak aktif tahap diploten dari
pembelahan meiosis pertama selama 40 tahun atau lebih sebelumnya ovulasi.
Apakah tahap diploten merupakan tahap yang paling cocok untuk dilindungi oosit
terhadap pengaruh lingkungan tidak diketahui. Fakta bahwa risikonya memiliki
anak dengan kelainan kromosom meningkat dengan ibu usia menunjukkan bahwa
oosit primer rentan terhadap kerusakan seiring bertambahnya usia.(4)
Saat pubertas, kumpulan folikel yang tumbuh terbentuk dan terus
dipertahankan dari suplai folikel primordial. Setiap bulan, 15 hingga 20 folikel
dipilih dari kelompok ini mulai dewasa, melewati tiga tahap: 1) primer atau
preantral; 2) sekunder atau antral (juga disebut vesikuler atau Graafian); dan 3)
praovulasi. Stadium antral adalah yang terpanjang, sedangkan preovulasi Stadium
berlangsung sekitar 37 jam sebelum ovulasi. Sebagai yang utama oosit mulai
tumbuh, sel-sel folikel sekitarnya berubah dari datar menjadi kuboid dan
berkembang biak untuk menghasilkan epitel berlapis sel granulosa, dan unit

Gambar 2.17
(Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.)

a. Folikel stadium sekunder (antral). Oosit, dikelilingi zona pellucida, tidak


berada di tengah; antrum telah berkembang oleh akumulasi cairan di
antara ruang antar sel. Perhatikan susunan sel teka interna dan teka
externa.
b. Folikel sekunder (graafian) dewasa. Antrum telah membesar secara
signifikan, diisi dengan cairan folikel, dan dikelilingi oleh lapisan sel
granulosa yang bertingkat.

Oosit tertanam dalam gundukan sel granulosa, kumulus ooforus.


C.Fotomikrograf folikel sekunder matang dengan antrum berisi cairan yang
membesar (rongga, Cav) dan diameter 20 mm (× 65). CO, cumulus oophorus;
MG, sel granulosa; AF, folikel atretik. Bab 1: Gametogenesis: Konversi Sel
Kuman Menjadi Gamet Pria dan Wanita 23 disebut folikel primer. Sel granulosa
terletak pada membran basal yang memisahkannya dari sel stroma sekitarnya
yang membentuk teka folliculi. Selain itu, sel granulosa dan oosit mengeluarkan
lapisan glikoprotein di permukaan oosit, membentuk zona pelusida. Sebagai
folikel terus tumbuh, sel-sel teka folliculi mengatur menjadi lapisan dalam sel
sekretori, teka interna, dan kapsul fibrosa luar, teka tersebut externa. Juga, proses
sel folikel yang kecil dan seperti jari meluas zona pelusida dan interdigitasi
dengan mikrovili membran plasma dari oosit. Proses ini penting untuk
pengangkutan material dari sel folikel ke oosit.

Seiring perkembangan berlanjut, ruang berisi cairan muncul di antara


granulosa sel. Penggabungan ruang-ruang ini membentuk antrum, dan folikel
disebut folikel sekunder (vesikuler, Graafian). Awalnya, antrum berbentuk bulan
sabit berbentuk, tetapi seiring waktu, ia membesar. Sel granulosa mengelilingi
oosit tetap utuh dan membentuk kumulus ooforus. Saat jatuh tempo, folikel
sekunder mungkin berdiameter 25 mm atau lebih. Dikelilingi oleh teka interna,
yang tersusun atas sel-sel yang memiliki ciri-ciri sekresi steroid, kaya akan
pembuluh darah, dan teka eksterna, yang berangsur-angsur bergabung dengan
stroma ovarium.
Dengan setiap siklus ovarium, sejumlah folikel mulai berkembang, tetapi
biasanya hanya satu yang mencapai kematangan penuh. Yang lain merosot dan
menjadi atretik. Ketika folikel sekunder matang, terjadi lonjakan luteinisasi
hormon (LH) menginduksi fase pertumbuhan praovulasi. Meiosis I selesai,
menghasilkan pembentukan dua sel anak dengan ukuran yang tidak sama, masing-
masing dengan 23 kromosom berstruktur ganda. Satu sel, oosit sekunder,
menerima sebagian besar sitoplasma; yang lainnya, benda kutub pertama, secara
praktis tidak menerima. Badan kutub pertama terletak di antara zona pelusida dan
sel

Gambar 2.18
Pematangan Oosit
(Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.)

a. oosit primer menunjukkan poros dari divisi meiosis pertama.


b. Oosit sekunder dan badan kutub pertama. Membran inti tidak hadir.
c. Oosit sekunder menunjukkan gelendong pembelahan meiosis kedua.

Itu badan kutub pertama juga membelah 24 Bagian Satu: Embriologi Umum
membran oosit sekunder di ruang perivitelline.Itu sel kemudian memasuki meiosis
II tetapi penangkapan di metafase sekitar 3 jam sebelum ovulasi. Meiosis II
selesai hanya jika oosit dibuahi; jika tidak, sel akan merosot kira-kira 24 jam
setelah ovulasi. Pertama benda kutub juga mengalami divisi kedua
.3.2 SPERMATOGENESIS

Pematangan Sperma Dimulai Saat Pubertas


Spermatogenesis, yang dimulai saat pubertas, mencakup semua peristiwa yang
dengannya spermatogonia diubah menjadi spermatozoa. Saat lahir, sel germinal
dilaki-laki dapat dikenali pada tali kelamin testis sebagai sel besar dan pucat yang
dikelilingi oleh sel pendukung. Mendukung sel, yang diturunkan dari epitel
permukaan kelenjar dengan cara yang sama seperti sel folikel, menjadi sel yang
menopang, atau sel Sertoli
Sesaat sebelum pubertas, tali seks memperoleh lumen dan menjadi tubulus
seminiferus. Pada waktu yang hampir bersamaan, sel germinal primordial
memberi meningkat menjadi sel induk spermatogonial. Secara berkala, sel-sel
muncul dari sini populasi sel induk membentuk spermatogonia tipe A, dan
produksinya menandai dimulainya spermatogenesis. Sel tipe A menjalani
sejumlah pembelahan mitosis untuk membentuk klon sel. Pembelahan sel terakhir
menghasilkan spermatogonia tipe B, yang kemudian membelah menjadi
spermatosit primer. Kemudian masuk spermatosit primer dalam waktu lama

Gambar 2.21
Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.
Penampang melintang melalui tali seks primitif yang memperlihatkan bayi laki-
laki sel germinal primordial dan sel pendukung. Dua segmen seminiferus tubulus
di bagian melintang. Perhatikan tahapan spermatogenesis yang berbeda.

Gambar 1.22
Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.

Spermatogonia tipe A, yang diturunkan dari populasi sel induk


spermatogonial, merupakan sel pertama dalam proses spermatogenesis. Klon sel
adalah jembatan mapan dan sitoplasma bergabung dengan sel di setiap divisi
berikutnya sampai sperma individu dipisahkan dari tubuh sisa. Faktanya, jumlah
sel yang saling berhubungan jauh lebih banyak daripada yang digambarkan dalam
gambar ini.
Gambar 1.23
Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.
profase (22 hari) diikuti dengan penyelesaian meiosis I dan pembentukan yang
cepat dari spermatosit sekunder. Selama pembelahan meiosis kedua, sel-sel ini
segera mulai membentuk spermatid haploid. Sepanjang rangkaian kejadian ini,
dari saat sel tipe A meninggalkan populasi sel punca hingga pembentukan
spermatid, sitokinesis tidak lengkap, sehingga berturut-turut generasi sel
bergabung dengan jembatan sitoplasma.

Dengan demikian, keturunan satu spermatogonium tipe A membentuk klon


sel germinal yang mempertahankan kontak seluruh diferensiasi. Selain itu,
spermatogonia dan spermatid tetap tertanam di relung dalam sel Sertoli di seluruh
bagiannya pengembangan. Dengan cara ini, sel Sertoli mendukung dan
melindungi sel germinal, berpartisipasi dalam nutrisi mereka, dan membantu
pelepasan yang matang spermatozoa.

Spermatogenesis diatur oleh produksi hormon luteinizing (LH) oleh hipofisis.


LH mengikat reseptor pada sel Leydig dan merangsang testosteron produksi, yang
pada gilirannya mengikat ke sel Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis.
Follicle stimulating hormone (FSH) juga penting karena mengikatnya. Sel Sertoli
merangsang produksi cairan testis dan sintesis intraseluler protein reseptor
androgen.

.3.3 Spermiogenesis

Rangkaian perubahan yang mengakibatkan transformasi spermatid menjadi


spermatozoa adalah spermiogenesis. Perubahan ini termasuk
(a) pembentukan akrosom, yang menutupi setengah dari permukaan inti dan
mengandung enzim untuk membantu penetrasi telur dan lapisan sekitarnya selama
pembuahan.
(b) kondensasi inti;
(c) formasi leher, bagian tengah, dan ekor; dan
(d) pelepasan sebagian besar sitoplasma. Pada manusia, waktu dibutuhkan untuk
kira-kira sebuah spermatogonium untuk berkembang menjadi spermatozoa
dewasa 64 hari.
Saat terbentuk sempurna, spermatozoa memasuki lumen tubulus seminiferus.
Dari sana, mereka didorong ke epididimis oleh elemen kontraktil di dinding
tubulus seminiferus. Meski awalnya hanya sedikit motil, spermatozoa
memperoleh motilitas penuh di epididimis.

Gambar 2.24
Sumber: Langman’s Medical Embriology. 9th ed.
Sel Sertoli dan spermatosit yang matang. Spermatogonia, spermatosit, dan
spermatid awal menempati depresi pada aspek basal sel; spermatid terlambat
berada di relung yang dalam di dekat puncak.(4)

.4. Tahap Pertumbuhan & Perkembangan Fase Embrional Pada Manusia


.4.1 SIKLUS OVARIUM

Pada masa pubertas, betina mulai menjalani siklus bulanan reguler.


Siklus seksual ini dikendalikan oleh hipotalamus. Gonadotropinreleasing
hormon (GnRH), diproduksi oleh hipotalamus, bertindak pada sel-sel lobus
anterior (adenohypophysis) kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya
mengeluarkan gonadotropin. Hormon-hormon ini, hormon folikel-
merangsang (FSH) dan hormon luteinizing (LH), merangsang dan
mengontrol perubahan siklik dalam ovarium.

 Ovulasi

Pada hari-hari segera mendahului ovulasi, di bawah pengaruh FSH dan LH,
folikel vesiular tumbuh dengan cepat hingga diameter 25 mm untuk menjadi
folikel vesikular (graafian) dewasa. Bertepatan dengan perkembangan akhir
folikel vesicular, ada peningkatan tiba-tiba LH yang menyebabkan oocyte utama
untuk menyelesaikan meiosis I dan folikel untuk memasuki tahap vesikuler
dewasa preovulasi. Meiosis II juga dimulai, tetapi oosit ditangkap dalam metafase
sekitar 3 jam sebelum ovulasi. Sementara itu, permukaan dari ovarium mulai
menonjol secara lokal, dan di puncak, tempat avaskular, stigma, muncul.
Konsentrasi LH yang tinggi meningkatkan aktivitas kolagena, yang
mengakibatkan pencernaan serat kolagen di sekitar folikel. Tingkat prostaglandin
juga meningkat dalam menanggapi lonjakan LH dan menyebabkan kontraksi otot
lokal di dinding ovarium. Kontraksi-kontraksi itu memancarkan oocyte, yang
bersama dengan sel sel granulosa di sekitarnya dari region cumulus oophorus
membebaskan (ovulasi) dan mengapung keluar dari ovarium. Beberapa sel
cumulus oophorus kemudian mengatur ulang diri di sekitar zona pellucida untuk
membentuk radiata corona.(5)

Gambar 3.1
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

 Corpus Luteum

Setelah ovulasi, sel-sel granulosa yang tersisa di dinding folikel pecah,


bersama dengan sel-sel dari interna theca, disinkularisasi oleh pembuluh di
sekitarnya. Di bawah pengaruh LH, sel-sel ini mengembangkan pigmen
kekuningan dan berubah menjadi sel lutein, yang membentuk corpus luteum dan
mengeluarkan estrogen dan progesteron (Gbr. 3.3C). Progesteron, bersama
dengan beberapa estrogen, menyebabkan mukosa rahim memasuki tahap
progestational atau sekresi sebagai persiapan untuk implantasi dari embrio.

 Transpor Oosit

Tak lama sebelum ovulasi, fimbriae dari tabung rahim menyapu permukaan
ovarium, dan tabung itu sendiri mulai berkontraksi secara berirama. Diperkirakan
bahwa oosit, dikelilingi oleh beberapa sel granulosa (Gbr. 3.3B dan 3.4), dibawa
ke dalam tabung oleh gerakan menyapu fimbriae ini dan dengan gerakan silia
pada lapisan epitel. Setelah di tabung, sel cumulus menarik proses sitoplasma
mereka dari zona pellucida dan kehilangan kontak dengan oosit. Pada manusia,
oosit yang dibuahi mencapai lumen rahim dalam waktu sekitar 3 hingga 4 hari.(5)

Gambar 3.2
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

 Corpus Albicans

Jika pembuahan tidak terjadi, corpus luteum mencapai perkembangan


máximum sekitar 9 hari setelah ovulasi. Ini dapat dengan mudah dikenali sebagai
proyeksi kekuningan di permukaan ovarium. Selanjutnya, corpus luteum
menyusut karena degenerasi sel lutein (luteolysis) dan membentuk massa jaringan
parut berserat, Corpus albicans. Secara bersamaan, produksi progesteron
menurun, mengendapkan pendarahan menstruasi. Jika oocyte dibuahi, degenerasi
corpus luteum dicegah oleh gonadotropin chorionic manusia, hormon yang
dikresresikan oleh syncytiotrophoblast dari embrio yang berkembang. Corpus
luteum terus tumbuh dan membentuk corpus luteum kehamilan (corpus luteum
graviditatis). Pada akhir bulan ketiga, struktur ini mungkin sepertiga hingga
setengah dari ukuran total ovarium.(5)
Gambar 3.3
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

Gambar 3.4 A
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47
Gambar 3.4 B
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

.4.2 FERTILISASI

Fertilisasi, proses di mana gamet jantan dan betina menyatu, terjadi di


daerah ampullary dari tabung rahim. Ini adalah bagian terluas dari tabung
dan dekat dengan ovarium (Gbr. 3.4). Spermatozoa mungkin tetap hidup di
saluran reproduksi wanita selama beberapa hari. Hanya 1% sperma yang
disimpan di vagina memasuki leher rahim, di mana mereka dapat berjemur selama
berjam-jam. Pergerakan sperma dari leher rahim ke tabung rahim terjadi oleh
kontraksi otot rahim dan tabung rahim dan sangat sedikit dengan propulsi mereka
sendiri. Perjalanan dari leher rahim ke saluran telur dapat terjadi secepat 30 menit
atau selambat 6 hari. Spermatozoa tidak dapat membuahi oosit segera setibanya di
saluran kelamin wanita tetapi harus menjalani (1) kapasitasi dan (2) reaksi
akrobatik untuk memperoleh kemampuan ini. Kapasitasi adalah periode
mengkondisikan di saluran reproduksi wanita yang pada manusia berlangsung
sekitar 7 jam. Dengan(5) demikian, ngebut ke ampulla bukanlah keuntungan karena
kapasitasi belum terjadi dan sperma seperti itu tidak mampu membuahi telur.

1) Fase 1: Penetrasi dari Radiata Corona

Dari 200 hingga 300 juta spermatozoa biasanya disimpan di saluran genital
wanita, hanya 300 hingga 500 yang mencapai lokasi pembuahan. Hanya salah satu
dari ini yang membuahi telur. Diduga yang lain membantu pemupukan sperma
dalam menembus hambatan melindungi gamete wanita. Sperma berkapitalisasi
lewat bebas melalui sel corona (Gbr. 3.5).
2) Fase 2: Penetrasi dari Zona Pellucida

Zona adalah cangkang glikoprotein yang mengelilingi telur yang


memfasilitasi dan mempertahankan pengikatan sperma dan menginduksi reaksi
akrosom. Baik mengikat dan reaksi akrobatik dimediasi oleh ZP3 ligan, protein
zona. Pelepasan enzim akrosomal (akrosin) memungkinkan sperma menembus
zona, sehingga bersentuhan dengan membran plasma oocyte (Gbr. 3.5).
3) Fase 3: Perpaduan Membran Sel Oocyte dan Sperma

Adhesi awal sperma ke oocyte dimediasi sebagian oleh interaksi integrin pada
oocyte dan ligan mereka, disintegrin, pada sperma. Setelah adhesi, membran
plasma sperma dan sekering telur (Gbr. 3.5). Karena membran plasma yang
menutupi tutup kepala akrosomal menghilang selama reaksi akrosom, fusi aktual
dicapai antara membran oocyte dan membran yang menutupi daerah posterior
kepala sperma (Gbr. 3.5).

Pada manusia, baik kepala dan ekor spermatozoon memasuki sitoplasma


oosit, tetapi membran plasma tertinggal di permukaan oosit. Segera setelah
spermatozoon memasuki oosit, telur merespons dengan tiga cara: 1. Reaksi
kortikal dan zona. Sebagai hasil dari pelepasan butiran oosit kortikal, yang
mengandung enzim lisosomal, (1) membran oosit menjadi tidak dapat ditembus
oleh spermatozoa lainnya, dan (2) zona pellucida mengubah struktur dan
komposisinya untuk mencegah pengikatan dan penetrasi sperma.(5)
.4.3 PEMBELAHAN

Setelah zigot mencapai tahap dua sel, ia mengalami serangkaian pembagian


mitotik, meningkatkan jumlah sel. Sel-sel ini, yang menjadi lebih kecil dengan
setiap divisi pembelahan, dikenal sebagai blastomeres (Gbr. 3.5). Sampai tahap
delapan sel, mereka membentuk rumpun yang disusun secara longgar (Gbr. 3.9A).
Namun, setelah pembelahan ketiga, blastomeres memaksimalkan kontak mereka
satu sama lain, membentuk bola sel yang kompak dipegang bersama oleh
persimpangan ketat (Gbr. 3.5).

Gambar 3.5
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

.4.4 FORMASI BLASTOSIT

Tentang waktu morula memasuki rongga rahim, cairan mulai menembus


melalui zona pellucida ke ruang interseluler massa sel bagian dalam. Secara
bertahap, ruang interseluler menjadi konfluen, dan akhirnya, rongga tunggal,
biastoceie, bentuk (Gbr. 3.6).(5)

Gambar 3.6
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

.4.5 RAHIM PADA SAAT IMPLANTASI

Dinding rahim terdiri dari tiga lapisan:


1. Endometrium atau mukosa yang melapisi dinding bagian dalam
2. Myometrium, lapisan tebal otot halus
3. Perimetrium , peritoneal yang menutupi lapisan dinding luar (Gbr. 3.7)

Gambar 3.7
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

Dari pubertas (11 hingga 13 tahun) sampai menopause (45 hingga 50 tahun),
endometrium mengalami perubahan siklus o f sekitar 28 hari di bawah kontrol
hormonal oleh ovarle. Selama siklus menstruasi ini, endometrium rahim melewati
tiga tahap(5)
1. Fase folikel atau proliferatif
2. Sekretori atau progestational fase
3. Fase menstruasi (Gbr. 3.12 dan 3.13)
Gambar 3.8
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

Gambar 3.9
Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia: Wolter, 2015:
34-47

Pada saat implantasi, mukosa rahim berada dalam fase sekresi (Gbr. 3.8),
selama waktu itu kelenjar rahim dan arteri menjadi kumparan dan jaringan
menjadi sukulen. Jika oocyte tidak dibuahi, vengle dan ruang sinusoidal secara
bertahap(5) menjadi dikemas dengan sel darah, dan diapedesis darah yang luas ke
dalam jaringan terlihat. Ketika fase menstruasi dimulai, darah melarikan diri dari
arteri dangkal, dan potongan-potongan kecil stroma dan kelenjar melepaskan diri.
Selama 3 atau 4 hari berikutnya, lapisan kompak dan kenyal dikeluarkan dari
rahim, dan lapisan basal adalah satu-satunya bagian dari endometrium yang
dipertahankan (Gbr. 3.9). Lapisan ini, yang dipasok oleh arterinya sendiri, arteri
basal, fungsi sebagai lapisan regeneratif dalam membangun kembali kelenjar dan
arteri o f dalam fase proliferatif (Gbr. 3.9).(5)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Siklus sel adalah rangkaian kehidupan sel dari mulai ia tumbuh hingga
membelah dan menghasilkan anak. Siklus ini bertujuan untuk perkembangan dan
pertumbuhan dari sel itu sendiri. Siklus sel bervariasi panjangnya dalam berbagai
jenis sel, tetapi terus berulang setiap kali sel membelah. Ini tidak hanya terdiri dari
rangkaian peristiwa yang mempersiapkan sel untuk membelah menjadi dua sel
anak tetapi proses pembelahan sel juga.

Gametogenesis adalah proses diploid dan haploid yang mengalami pembelahan


sel yang berdiferensiasi untuk membentuk gamet haploid dewasa. Tergantung
dari siklus hidup biologis organisme (gametogenesis) dapat terjadi pada
pembelahan meiosis gametosit diploid menjadi berbagai gamet atau pada
pembelahan mitosis sel gametogen haploid.

Proses fertilisasi pada tubuh manusia,


a. Oogenesis
b. Spermatogenesis
c. Spermiogenesis

Tahap pertumbuhan dan perkembangan fase embryonal


a. Siklus Ovarium
b. Fertilisasi
c. Pembelahan
d. Formasi Blastosit
e. Rahim pada saat Implantasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Gartner, LP., Hiatt, JL. 2007. Nucleus. In: Gartner, LP., Hiatt, JL. Cell
Biology and Histology. 7th. Ed. Philadelphia: Saunders Elsevier.
2. Etiowati T, Furqonita D. BIOLOGI Interaktif Kls.XII IPA. Jakarta:
Ganeca Exact; 2007. 64.
3. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 12th Ed. Philadelphia:
Wolters Kluwer Health; 2012. 11-13, 21-26.
4. Sadler TW, Montana, Bridges T. Langman’s Medical Embriology. 9th
ed.Wolters Kluwers: 2004. 21-27.
5. Sadler TW. Langman’s Medical Embryology. 13th ed. Philadelphia:
Wolter, 2015: 34-47

Anda mungkin juga menyukai