Anda di halaman 1dari 47

ILMU KEDOKTERAN GIGI DASAR I

(DASAR-DASAR FARMAKOLOGI)
Tutor : Sylvia, M.Farm, Apt

KELOMPOK 3 KELAS B

Qatrunnada Huwaida Febriyani 2020-11-038


Ni Kadek Gita Anandamaya 2020-11-039
Verena Valenzka 2020-11-040
Safira Amalia 2020-11-041
Siti Safreni Dwi Andini 2020-11-042
Almira Tertia Mahsa 2020-11-043
Raina Indriyanti 2020-11-044
Reclaudia Dian Arianti 2020-11-045

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Dasar-Dasar Farmakologi” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata kuliah
ilmu kedokteran gigi dasar I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang ilmu kedokteran gigi dasar bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu selaku dosen bidang


studi ilmu kedokteran gigi dasar I yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambahkan pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membagun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 30 Juni 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah........................................................................ 2

1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2

2.1. Pengertian Farmakologi ……………………………………..… 3

2.2. Penggolongan Obat…..………………..………………….……. 5

2.3. Cara-cara Pemberian Obat ….…………………………………. 14

2.4. Farmakokinetik Obat ………………………………………..… 27

2.5. Farmakodinamika Obat ..………………….……………............ 41

2.5.1. Pengertian Farmakodinamika Obat ……………………. 41

2.5.2. Reseptor Obat dan Faktor yang Mempengaruhi.............. 41

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 15

3.1 Ringkasan...................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Farmasi merupakan salah satu mata rantai dalam bidang Kesehatan Apotek, Toko
Obat, Rumah Sakit dan Industri Farmasi merupakan bidang usaha yang berkaitan
dengan farmasi. Ciri yang sama yang melekat pada semua bidang usaha dalam
kelompok farmasi ini adalah adanya unsur jasa/pelayanan yang melekat dan tidak dapat
dipisahkan dari produk yang dijualnya.
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat dewasa ini dan kecenderungan
pelayanan kesehatan yang makin meningkat dan kompleks, memerlukan tenaga
kesehatan yang memiliki sifat etis dan profesional. Hal tersebut sejalan dengan
kebijakan pembangunan kesehatan bahwa hanya mereka yang mempunyai latar
belakang pendidikan umum setingkat sekolah menengah tingkat atas yang dapat
mengikuti pendidikan di bidang kesehatan dan Rencana Pengembangan Tenaga
Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2015 menegaskan bahwa tenaga kesehatan
profesional adalah tenaga kesehatan tingkat ahli madya atau tingkat sarjana.
Potensi Farmasi di Indonesia sangat besar dan belum sepenuhnya dimanfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Fungsi utama usaha di bidang
farmasi ialah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat guna memberikan
informasi mengenai obat-obat. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana
suatu bahan kimia/obat berinteraksi dengan sistem biologis, khususnya mempelajari aksi
obat di dalam tubuh. Pada tahun 1985, para ilmuwan penasaran mengapa keberadaan
beberapa protein tertentu menjadi begitu tinggi pada penyakit-penyakit tertentu dan
mereka ingin tahu juga bagaimana pengaruh obat terhadap keberadaan tingginya protein.

.2 Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, dapat dirumuskan
masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini, yaitu :

1. Apa itu pengertian farmakologi?


2. Apa saja penggolongan obat?
3. Bagaimana cara-cara pemberian obat?
4. Apa itu farmakokinetik?
5. Apa itu farmakodinamika obat?

1.3 Tujuan Masalah

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan tentang dasar-dasar farmakologi.

BAB II

2
PEMBAHASAN

.1 PENGERTIAN FARMAKOLOGI

Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan).
Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya
pada sistem biologis. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-
bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat. Farmasi adalah
bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan
ilmu kimia yang mempunyai tanggung jawab memastikan efektivitas dan keamanan
penggunaan obat. Profesional bidang farmasi disebut farmasis atau apoteker.
Farmakologi Klinik adalah ilmu farmakologi yang mempelajari pengaruh kondisi
klinis pasien terhadap efikasi obat, misalkan kondisi hamil dan menyusui, neonates
dan anak, geriatrik, inefisiensi ginjal, dan hepar. Farmakologi Terapi atau sering
disebut farmakoterapi adalah ilmu yang mempelajari pemanfaatan obat untuk tujuan
terapi. Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh-pengaruh bahan kimia
yang merugikan bagi organisme hidup.1

Sekitar 80% obat diberikan melalui mulut; oleh karena itu, farmasetik (disolusi)
adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu
dilarutkan agar dapat diabsorbsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus
didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan, dan
proses ini dikenal sebagai disolusi. Obat dalam bentuk cair sudah dalam bentuk
larutan.1

Tidak 100% dari sebuah tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan
pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai
ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam
obat seperti ion kalium (K) dan Natrium (Na) dalam kalium penisilin dan natrium

3
penisilin, meningkatkan penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk di
absorbsi dalam saluran gastrointestinal, karena adanya asam lambung. Dengan
penambahan kalium atau natrium ke dalam penisilin, maka obat lebih banyak
diabsorpsi. Gaster bayi mempunyai pH yang lebih tinggi (basa) daripada orang
dewasa, sehingga bayi dapat menyerap lebih banyak penisilin.1

Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang


lebih kecil dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam
cairan gastrointestinal untuk diabsorpsi. Rate limitting adalah waktu yang dibutuhkan
oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorpsi oleh
tubuh. Obat-Obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran
gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat. Pada umumnya, obat-obat
berdisintegrasi lebih cepat dan diabsorpsi lebih cepat dalam cairan asam yang
mempunyai pH 1 atau 2 dari pada cairan basa. Orang muda dan tua mempunyai
keasaman lambung yang lebih rendah, sehingga pada umumnya absorpsi obat lebih
lambat untuk obat-obat yang diabsorpsi terutama melalui lambung.1

Obat-Obat dengan enteric-coated (selaput enterik) tidak dapat didisintegrasi


oleh asam lambung, sehingga disintegrasinya baru terjadi jika berada dalam suasana
basa di dalam usus halus. Tablet enteric-coated dapat bertahan di dalam lambung
untuk jangka waktu lama; oleh karenanya obat-obat yang demikian kurang efektif
atau efek mulanya menjadi lambat.1

Makanan dalam saluran gastrointestinal dapat mengganggu pengenceran dan


absorpsi obat-obat tertentu. Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga
cairan atau makanan diperlukan untuk mengencerkan konsentrasi obat.1

2.2 PENGGOLONGAN OBAT DAN CARA-CARA PEMBERIAN OBAT

Dalam dunia farmasi obat dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu:

4
1. Penggolongan obat berdasarkan jenis

Penggolongan obat berdasarkan jenis tertuang dalam Permenkes RI Nomor


917/Menkes/X/1993 yang kini telah diperbaharui oleh Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/VI/2000. Penggolongan obat bertujuan untuk meningkatkan
keamanan dan ketepatan penggunaan serta keamanan distribusi. Penggolongan obat
ini terdiri atas:1

a. Obat bebas, yaitu obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter. Obat ini ter golong obat yang paling aman, dapat dibeli tanpa resep di apotek
dan bahkan juga dijual di warung-warung. Obat bebas biasanya digunakan untuk
mengobati dan meringankan gejala penyakit. Tanda khusus untuk obat bebas adalah
berupa lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh: rivanol,
tablet paracetamol, bedak salicyl, multivitamin, dan lain-lain.1

b. Obat bebas terbatas adalah segolongan obat yang dalam jumlah tertentu aman
dikonsumsi namun jika terlalu banyak akan menimbulkan efek yang berbahaya. Obat
ini dulunya digolongkan kedalam daftar obat W. Tidak diperlukan resep dokter untuk
membeli obat bebas terbatas. Disimbolkan dengan lingkaran biru tepi hitam.
Biasanya obat bebas terbatas memiliki peringatan pada kemasannya sebagai berikut:1

P No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan, memakainya ditelan

P No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dikumur, jangan ditelan

P No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan

P No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar

P No. 5: Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan

P No. 6: Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan

Contoh: obat antimabuk seperti antimo, obat anti flu seperti noza, decolgen, dan lain-
lain.1

5
c. Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker
pengelola apotek tanpa resep dokter. Obat wajib apotek dibuat bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sehingga tercipta
budaya pengobatan sendiri yang tepat, aman, dan rasional.1

d. Obat keras adalah obat yang berbahaya sehingga pemakaiannya harus di bawah
pengawasan dokter dan obat hanya dapat diperoleh dari apotek, puskesmas, dan
fasilitas pelayanan kesehatan lain seperti balai pengobatan dan klinik dengan
menggunakan resep dokter. Obat ini memiliki efek yang keras sehingga jika
digunakan sembarangan dapat memperparah penyakit hingga menyebabkan
kematian. Obat keras dulunya disebut sebagai obat daftar G. Obat keras ditandai
dengan lingkaran merah tepi hitam yang ditengahnya terdapat huruf “K” berwarna
hitam. Contoh: antibiotik seperti amoxicylin, obat jantung, obat hipertensi, dan lain-
lain.1

e. Psikotropika dan narkotika. Psikotropika merupakan zat atau obat yang secara
alamiah ataupun buatan yang berkhasiat untuk memberikan pengaruh secara selektif
pada sistem saraf pusat dan menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan
perilaku. Obat golongan psikotropika masih digolongkan obat keras sehingga
disimbolkan dengan lingkaran merah bertuliskan huruf “K” ditengahnya. Sedangkan
narkotika merupakan obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan perubahan kesadaran dari
mulai penurunan sampai hilangnya kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Narkotika disimbolkan dengan
lingkaran merah yang ditengahnya terdapat simbol palang (+).1

Tabel 1.1 Penggolongan Obat Berdasarkan Jenisnya

6
2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat

a. Obat yang bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau
mikroba. Contoh: antibiotik.

b. Obat yang bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit. Contoh: vaksin
dan serum.

c. Obat yang menghilangkan simtomatik atau gejala, seperti meredakan nyeri.


Contoh: analgesik.

7
d. Obat yang bekerja menambah atau mengganti fungsi-fungsi zat yang kurang.
Contoh: vitamin dan hormon.

e. Pemberian placebo adalah pemberian obat yang tidak mengandung zat aktif,
khususnya pada pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit.
Contoh: aqua pro injeksi dan tablet placebo.

3. Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian

a. Obat dalam yaitu obat-obatan yang dikonsumsi peroral (melalui mulut). Contoh:
tablet antibiotic dan parasetamol.

b. Obat luar yaitu obat-obatan yang dipakai secara topical atau tubuh bagian luar.
Contoh: sulfur salep, caladine, dan lain-lain.

4. Penggolongan obat berdasarkan efek yang ditimbulkan

a. Sistemik: obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.

b. Lokal: obat atau zat aktif yang hanya berefek/menyebar/mempengaruhi bagian


tertentu tempat obat tersebut berada, seperti pada hidung, mata, kulit, dan lain-lain.

5. Penggolongan obat berdasarkan asal obat dan cara pembuatannya

a. Alamiah: obat obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan, dan mineral) seperti,
jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida jantung). Dari hewan: plasenta,
otak menghasilkan serum rabies, dan kolagen.

8
b. Sintetik: merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-reaksi kimia,
contohnya minyak gandapura dihasilkan dengan mereaksikan metanol dan asam
salisilat.

Klasifikasi Obat

Klasifikasi atau penggolongan obat berdasarkan jenis seperti obat OTC (over the
counter), obat generik, obat generik berlogo, obat nama dagang, obat paten, obat mitu
(obat me-too), obat tradisional, obat jadi, obat baru, obat esensial, dan obat wajib
apotek.1

Obat OTC atau over the counter adalah sebutan umum untuk obat yang termasuk
golongan obat bebas dan obat bebas terbatas yang digunakan untuk swamedikasi
(pengobatan sendiri) atau self medication.1

a. Obat Generik (unbranded drugs). Obat generik adalah obat dengan nama generik
sesuai dengan penamaan zat aktif sediaan yang ditetapkan oleh farmakope indonesia
dan INN (International non-propietary Names) dari WHO, tidak memakai nama
dagang maupun logo produsen. Contoh amoksisilin, metformin, dan lain-lain.1

b. Obat Generik berlogo. Obat generik berlogo adalah Obat generik yang
mencantumkan logo produsen (tapi tidak memakai nama dagang), misalkan sediaan
obat generik dengan nama amoksisilin (ada logo produsen Kimia Farma).1

c. Obat Nama dagang (branded drugs). Obat nama dagang adalah obat dengan
nama sediaan yang ditetapkan pabrik pembuat dan terdaftar di departemen kesehatan
negara yang bersangkutan, obat nama dagang disebut juga obat merek terdaftar.
Contoh: amoksan, diafac, pehamoxil, dan lain-lain.1

d. Obat Paten Adalah hak paten yang diberikan kepada industri farmasi pada obat
baru yang ditemukannya berdasarkan riset industri farmasi tersebut diberi hak paten

9
untuk memproduksi dan memasarkannya, setelah melalui berbagai tahapan uji klinis
sesuai aturan yang telah ditetapkan secara internasional. Obat yang telah diberi hak
paten tersebut tidak boleh diproduksi dan dipasarkan dengan nama generik oleh
industri farmasi lain tanpa izin pemilik hak paten selama masih dalam masa hak
paten. Berdasarkan UU No 14 tahun 2001, tentang paten, masa hak paten berlaku 20
tahun (pasal 8 ayat 1) dan bisa juga 10 tahun (pasal 9). Contoh yang cukup populer
adalah Norvask. Kandungan Norvask (aslinya Norvasc) adalah amlodipine besylate,
untuk obat antihipertensi. Pemilik hak paten adalah Pfizer. Ketika masih dalam masa
hak paten (sebelum 2007), hanya Pfizer yang boleh memproduksi dan memasarkan
amlodipine. Bisa dibayangkan, produsen tanpa saingan. Harganya luar biasa mahal.
Biaya riset, biaya produksi, biaya promosi dan biaya-biaya lain, semuanya
dibebankan kepada pasien. Setelah masa hak paten berakhir, barulah industri farmasi
lain boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine dengan berbagai merek.
Amlodipine adalah nama generik dan merek-merek yang beredar dengan berbagai
nama adalah obat generik bermerek.1

e. Obat Mitu/Obat me-too. Obat mitu atau obat me-too adalah obat yang telah habis
masa patennya yang diproduksi dan dijual pabrik lain dengan nama dagang yang
ditetapkan pabrik lain tersebut, di beberapa negara barat disebut branded generic atau
tetap dijual dengan nama generik.1

f. Obat Tradisional. Obat tradisional adalah obat jadi yang berasal dari tumbuhan,
hewan, dan mineral atau sediaan galenik, obat berdasarkan pengalaman empiris turun
temurun.1

g. Obat Jadi. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam
bentuk serbuk, emulsi, suspensi, salep, krim, tablet, supositoria, klisma, injeksi dan
lain-lain yang mana bentuk obat tersebut tercantum dalam farmakope Indonesia.1

h. Obat Baru. Obat baru adalah obat yang terdiri dari satu atau lebih zat, baik yang
berkhasiat maupun tidak berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan

10
pembantu, atau komponen lainnya yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat
dan keamanannya.1

i. Obat Esensial. Obat esensial adalah obat yang paling banyak dibutuhkan untuk
pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat banyak, meliputi diagnosa, profilaksi
terapi, dan rehabilitasi, misalkan di Indonesia: obat TBC, antibiotik, vaksin, obat
generic, dan lain-lain.1

j. Obat Wajib Apotek. Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diperoleh di
apotek tanpa resep dokter, diserahkan oleh apoteker.1

Tabel 1.2 Contoh Komposisi dan Merk Dagang Obat

Perbedaan Obat dengan Racun

a. Obat

Obat merupakan suatu zat atau bahan-bahan yang berguna dalam menetapkan
diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau
gejala penyakit, luka atau kelainan fisik dan rohani pada manusia atau hewan,
termasuk mempercantik tubuh atau bagian tubuh manusia. Obat dapat
diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan:1

11
1) Obat Jadi: Obat dalam keadaan murni/campuran berbentuk serbuk, cairan, salep,
tablet, pil, suppositoria, dan lain-lain yang mempunyai teknis sesuai dengan
pemerintah.1

2) Obat Paten: Obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama pembuat/yang
dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli pabrik yang memproduksinya.1

3) Obat Baru: Obat yang terdiri atau berisi zat, baik sebagai bagian yang berkhasiat
ataupun yang tidak berkhasiat, misalnya: lapisan, pengisi, pelarut, pembantu atau
komponen lain yang belum dikenal sehingga belum diketahui khasiat dan
kegunaannya.1

4) Obat Asli: Obat yang didapat langsung dari bahan alamiah Indonesia, terolah
secara sederhana atas dasar pengalaman dan digunakan dalam pengobatan
tradisional.1

5) Obat Esensial: Obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan


masyarakat terbanyak dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial yang ditetapkan
oleh MENKES.1

6) Obat Generik: Obat dengan nama resmi untuk zat berkhasiat yang dikandungnya.1

Obat memberikan efek terapis kepada reseptor sedangkan racun akan bersifat
toksik, merusak dan menggangu fungsi tubuh. Mekanisme kerja dari obat adalah
sebagai berikut:

1) Merangsang (stimulasi) dan menekan (depresi) fungsi spesifik dari sel tubuh

2) Membunuh atau menghambat aktivitas sel-sel asing dan bakteri

3) Menimbulkan aksi spesifik maupun non spesifik

4) Mensubstitusi zat-zat tertentu yang diperlukan oleh tubuh

12
Obat dapat mempengaruhi tubuh melalui cara:

1) Obat dapat mempengaruhi baik seluruh/sebagian besar atau sebagian kecil dari
sistem tubuh.

2) Obat yang mempengaruhi sebagian besar dari sistem tubuh disebut Obat Sistemik.

3) Obat mempengaruhi sistem tubuh apabila obat direspons oleh receptors spesifik
atau dengan perkataan lain terjadi affinitas dengan sel reseptor (daya gabung) antara
obat dengan reseptor tubuh.1

b. Racun

Racun sendiri mempunyai dua pengertian, yaitu:

1) Menurut Taylor, racun adalah setiap bahan/zat yang dalam jumlah tertentu bila
masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimia yang menyebabkan penyakit
dan kematian.

2) Menurut pengertian yang dianut sekarang, racun adalah suatu zat yang bekerja
pada tubuh secara kimia dan fisiologis yang dalam dosis toksik selalu menyebabkan
gangguan fungsi dan mengakibatkan penyakit dan kematian.1

Racun masuk ke dalam tubuh melalui beberapa cara, yaitu melalui:

1) mulut (peroral dan ingesti)

2) saluran pernapasan (Inhalasi)

3) suntikan (parenteral dan injeksi)

4) kulit yang sehat/sakit

5) dubur/vagina (perektal/pervaginal)

Racun digolongkan berdasarkan tempat racun mudah didapat yaitu:

13
1) Racun di Rumah tangga, seperti: Insektisida, racun dalam makanan kaleng,
kosmetika, desinfektan, dan deterjen.

2) Racun yang ada di lapangan pertanian/perkebunan, seperti: pestisida dan herbisida.

3) Racun yang digunakan dalam dunia pengobatan, seperti: analgetika, obat


penenang, antibiotik, antidepresan, dan lain-lain.

4) Racun yang digunakan dalam bidang industri dan laboratorium, seperti: Asam–
basa dan Logam berat 5) Racun yang ada di alam bebas, seperti: opium dan ganja,
racun singkong, racun jamur, racun binatang

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan pada seseorang yaitu:

1) Jenis Racunnya

2) Dosis Racun

3) Cara masuk kedalam tubuh

4) Stabilitas racun dalam tubuh

5) Resapan racun dalam tubuh

6) Kondisi tubuh1

2.3 CARA PEMBERIAN OBAT

1. Secara Oral

Efek Farmakologi dari suatu obat dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Salah satunya adalah dengan cara pemberian obat. Obat yang biasanya beredar di
pasaran dan kita kenal secara umum adalah obat dengan pemakaian melalui mulut
dengan cara dimasukkan dengan bantuan air minum (tablet dan lainnya) atau
dilarutkan terlebih dahulu (tablet evervescent, puyer, dan lainnya).1

14
Urgensi tiap pemakaian berbeda-beda, tergantung pada kasus yang terjadi. Dalam hal
pemilihan cara pemberian obat yang sesuai, banyak hal yang harus diperhatikan,
antara lain:

1. Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau sistemik

2. Lama tidaknya masa kerja obat maupun kerja awal yang dikehendaki

3. Stabilitas obat yang melewati bagian tubuh tertentu

4. Keamanan relatif dalam penggunaan melalui berbagai macam cara

5. Cara yang tepat, menyenangkan, dan dikehendaki

6. Harga obat dan urgensi pemakaiannya

7. Keadaan Pasien dan banyak lainnya

Dewasa ini, bentuk sediaan dalam dunia kefarmasian sudah mengalami


perkembangan yang pesat. Tiap obat kemungkinan berbeda tujuan pengobatan dan
mekanisme pelepasan zat aktifnya. Ada yang dikehendaki zat aktif dilepas cepat, ada
juga yang dikehendaki lepas lambat-bertahap. Bentuk sediaan pun disesuaikan untuk
efek lokal ataupun efek sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh
tubuh melalui peredaran darah, dengan cara diminum misalnya obat penurun panas,
sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja pada tempat dimana obat itu
diberikan, misalnya salep.1

Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara pemberian:

1. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal

2. Parenteral dengan cara intravena, intra muskular, subkutan

3. inhalasi langsung kedalam paru-paru

Sedangkan efek lokal dapat diperoleh dengan cara pemberian:

15
1. Intraokular (oculer), Intranasal (nasalis), Aural (auris) dengan jalan diteteskan.

2. Intrarespiratoral, berupa gas yang masuk ke paru-paru, seperti inhalasi, tetapi beda
mekanisme

3. Rektal, Uretral, dan Vaginal dengan jalan dimasukkan.

Pada Gambar 2.2 terlihat adanya berbagai macam cara obat masuk dalam tubuh.
Cara di pilih berdasarkan tujuan dari pengobatan. Cara pemberian obat, dapat dengan
cara:

1. Melalui cara oral

2. Melalui cara parenteral

3. Melalui cara inhalasi

4. Melalui cara membran mukosa seperti mata, hidung, telinga, vagina, dan lainnya

5. Melalui kulit

Gambar 2.2

Cara pemberian obat dalam tubuh

Sumber: Nuryati. FARMAKOLOGI (Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan) 1

16
Cara oral merupakan salah satu cara pemakaian obat melalui mulut dan akan
masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan. Cara oral bertujuan untuk terapi
dan memberikan efek sistemik yang dikehendaki. Cara oral merupakan cara
mengkonsumsi obat yang dinilai paling mudah dan menyenangkan, murah serta
umumnya paling aman.1

Kekurangan dari cara pemberian obat secara oral adalah: bioavailibilitasnya


banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama
dengan penderita (tidak dapat diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat,
tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin), dan
absorpsi obat tidak teratur.

Bentuk sediaan obat oral, antara lain, tablet, kapsul, obat hisap, sirup, dan
tetesan. Salah satu cara pemberian obat oral yaitu melalui sublingual dan bukal yang
merupakan cara pemberiannya ditaruh dibawah lidah dan pipi bagian dalam.1

Obat Sublingual

Obat dapat diberikan pada pasien secara sublingual yaitu dengan cara meletakkan
obat di bawah lidah. Dengan cara ini, aksi kerja obat lebih cepat yaitu setelah hancur
di bawah lidah maka obat segera mengalami absorbsi ke dalam pembuluh darah.1

Cara ini juga mudah dilakukan dan pasien tidak mengalami kesakitan. Pasien
diberitahu untuk tidak menelan obat karena bila ditelan, obat menjadi tidak aktif oleh
adanya proses kimiawi dengan cairan lambung. Untuk mencegah obat tidak di telan,
maka pasien diberitahu untuk membiarkan obat tetap di bawah lidah sampai obat
menjadi hancur dan terserap. Obat yang sering diberikan dengan cara ini adalah
nitrogliserin yaitu obat vasodilator yang mempunyai efek vasodilatasi pembuluh
darah. Obat ini banyak diberikan pada pada pasien yang mengalami nyeri dada akibat

17
angina pectoris. Dengan cara sublingual, obat bereaksi dalam satu menit dan pasien
dapat merasakan efeknya dalam waktu tiga menit.

Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa lebih cepat karena pembuluh
darah dibawah lidah merupakan pusat dari sakit. Misal pada kasus pasien jantung.
Obat yang diberikan dibawah lidah tidak boleh ditelan.

Kelebihan dari obat sublingual adalah: obat cepat, tidak diperlukan kemampuan
menelan, kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati
dapat dihindari (tidak lewat vena porta). Namun kekurangan dari obat sublingual
adalah: absorbsi tidak adekuat, kepatuhan pasien kurang (compliance), mencegah
pasien menelan, dan kurang praktis untuk digunakan terus menerus dan dapat
merangsang selaput lendir mulut.1

Obat Bukal

Dalam pemberian obat secara bukal, obat diletakkan antara gigi dengan selaput
lendir pada pipi bagian dalam. Seperti pada pemberian secara sublingual, pasien
dianjurkan untuk membiarkan obat pada selaput lendir pipi bagian dalam sampai obat
hancur dan diabsorbsi. Kerja sama pasien sangat penting dalam pemberian obat cara
ini karena biasanya pasien akan menelan yang akan menyebabkan obat menjadi tidak
efektif.

Cara pemberian ini jarang dilakukan dan pada saat ini hanya jenis preparat
hormon dan enzim yang menggunakan metode ini misalnya hormon polipeptida
oksitosin pada kasus obstetric. Hormon oksitosin mempunyai efek meningkatkan
tonus serta motalitas otot uterus dan digunakan untuk memacu kelahiran pada kasus-
kasus tertentu Kelebihan dari obat bukal adalah: onset cepat, mencegah “first-pass
effect”, tidak diperlukan kemampuan menelan. Namun kekurangan dari obat bukal
adalah: absorbsi tidak adekuat, kepatuhan pasien kurang (compliance), mencegah
pasien menelan dan kurang praktis untuk digunakan terus menerus, dan dapat
merangsang selaput lendir mulut.1

18
2. Cara Pemberian Obat Secara Parenteral

Cara parenteral adalah memberikan obat dengan meninginjeksi ke dalam


jaringan tubuh, obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui
usus/saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan
injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Cara
parenteral biasanya digunakan untuk obat yang absorbsinya buruk melalui saluran
cerna. Pemberian parenteral juga digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak
sadar dan dalam keadaan yang memerlukan kerja obat yang cepat.1

Kelebihan dari cara obat yang diberikan secara parenteral adalah:

1) Bisa untuk pasien yang tidak sadar

2) Sering muntah dan tidak kooperatif

3) Tidak dapat untuk obat yang mengiritasi lambung

4) Dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati, bekerja cepat, dan
dosis ekonomis.

Sedangkan kekurangan dari cara obat yang diberikan secara parenteral adalah:

1) Kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan
lagi jika terjadi kesalahan

2) Tidak disukai pasien

3) Berbahaya (infeksi suntikan).

19
Gambar 2.3

Macam-macam Jenis Injeksi

Sumber: Nuryati. FARMAKOLOGI (Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan) 1

Gambar 2.3 memperlihatkan macam-macam pemberian obat secara


parenteral, untuk lebih lengkapnya berikut beberapa cara pemakaian obat dengan
parenteral:

1. Intravena (IV)

Suntikan intravena adalah cara pemberian obat parenteral yang sering


dilakukan. Untuk obat yang tidak diabsorbsi secara oral, sering tidak ada pilihan.
Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah

20
diperoleh dengan cepat, tepat, dan dapat disesuaikan langsung dengan respons
penderita.

Dengan pemberian IV, obat menghindari saluran cerna dan oleh karena itu
menghindari metabolisme first pass oleh hati. Cara ini memberikan suatu efek yang
cepat dan kontrol yang baik atas kadar obat dalam sirkulasi. Namun, berbeda dari
obat yang terdapat dalam saluran cerna, obat-obat yang disuntikkan tidak dapat
diambil kembali seperti emesis atau pengikatan dengan activated charcoal. Suntikan
intravena beberapa obat dapat memasukkan bakteri melalui kontaminasi,
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan karena pemberian terlalu cepat obat
konsentrasi tinggi ke dalam plasma dan jaringan-jaringan. Oleh karena itu, kecepatan
infus harus dikontrol dengan hati-hati. Perhatian yang sama juga harus berlaku untuk
obat-obat yang disuntikkan secara intra-arteri.1

Kelebihan obat yang diberikan secara IV adalah:

1) Cepat mencapai konsentrasi

2) Dosis tepat

3) Mudah menitrasi dosis

Sedangkan kekurangannya adalah:

1) Obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, sehingga efek toksik lebih
mudah terjadi,

2) Jika penderitanya alergi terhadap obat, reaksi alergi akan lebih cepat terjadi

3) Pemberian intravena (IV) harus dilakukan perlahan-lahan sambil mengawasi


respons penderita

4) Konsentrasi awal tinggi toksik, invasive resiko infeksi

5) Memerlukan keahlian.

21
2. Intramuskular (IM)

Suntikan intramuskular adalah pemberian obat dengan cara menginjeksikan


obat ke jaringan otot, obat-obat yang diberikan secara intramuskular dapat berupa
larutan dalam air atau preparat depo khusus sering berupa suspensi obat dalam
vechikulum nonaqua seperti etilenglikol. Absorbsi obat dalam larutan cepat
sedangkan absorbsi preparat-preparat berlangsung lambat. Setelah vechikulum
berdifusi keluar dari otot, obat tersebut mengendap pada tempat suntikan. Kemudian
obat melarut perlahan-lahan memberikan suatu dosis sedikit demi sedikit untuk waktu
yang lebih lama dengan efek terapeutik yang panjang.1

Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi.


Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat
suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap, dan tidak teratur.

Kelebihan dari cara intramuskular adalah:

1) Tidak diperlukan keahlian khusus

2) Dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak

3) Absorbsi cepat obat larut dalam air

Kekurangan cara intramuskular adalah:

1) rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time)

2) bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.1

3. Intrakutan

Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit yang dilakukan


pada lengan bawah bagian dalam atau tempat lain yang dianggap perlu. Tujuan dari
cara ini adalah melaksanakan uji coba obat tertentu (misalnya skin test penicillin),

22
memberikan obat tertentu yang pemberiannya hanya dilakukan dengan cara suntikan
intrakutan, membantu menentukan diagnose terhadap penyakit tertentu (misalnya
Tuberkulin Test).1

4. Subkutan

Suntikan subkutan mengurangi risiko yang berhubungan dengan suntikan


intravaskular. Contohnya pada sejumlah kecil epinefrin kadang-kadang
dikombinasikan dengan suatu obat untuk membatasi area kerjanya. Epinefrin bekerja
sebagai vasokonstriktor lokal dan mengurangi pembuangan obat seperti lidokain dari
tempat pemberian. Contoh-contoh lain pemberian obat subkutan meliputi bahan-
bahan padat seperti kapsul silastik yang berisikan kontrasepsi levonergestrel yang
diimplantasi untuk jangka yang sangat Panjang.1

Suntikan subkutan hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif
terhadap jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya
bertahan lebih lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk
padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat
bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya.1

Kelebihan penyuntikkan dibawah kulit adalah:

1) Diperlukan latihan sederhana

2) Absorbs cepat obat larut dalam air

3) Mencegah kerusakan sekitar saluran cerna

Namun kekurangan dari penyuntikkan dibawah kulit adalah:

1) Dalam pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit

2) Tidak dapat dipakai jika volume obat besar

23
3) Bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi

4) Efeknya agak lambat1

5. Intrathecal

Obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila


diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak atau sumbu
cerebrospinal seperti pada anestesia spinal atau pengobatan infeksi sistem saraf pusat
yang akut.1

3. Cara Pemberian Obat Secara Topikal

Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara
mengoleskan obat pada permukaan kulit atau membran area mata, hidung, lubang
telinga, vagina, dan rectum. Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal
pada kulit adalah obat yang berbentuk krim, lotion, atau salep. Hal ini dilakukan
dengan tujuan melakukan perawatan kulit atau luka atau menurunkan gejala
gangguan kulit yang terjadi (contoh: lotion). Pemberian obat topikal pada kulit
terbatas hanya pada obat-obat tertentu karena tidak banyak obat yang dapat
menembus kulit yang utuh. Keberhasilan pengobatan topikal pada kulit tergantung
pada: umur, pemilihan agen topikal yang tepat, lokasi dan luas tubuh yang terkena
atau yang sakit, stadium penyakit, konsentrasi bahan aktif dalam vechikulum, metode
aplikasi, penentuan lama pemakaian obat, penetrasi obat topikal pada kulit.1

Keuntungan pemberian obat secara topikal adalah:

1) Untuk efek lokal : efek samping sistemik minimal, mencegah first pass efect

2) Untuk sistemik menyerupai IV infus (zero order)

24
Sedangkan kerugian dari obat yang diberikan secara topikal adalah secara kosmetik
kurang menarik.1

Gambar 2.4

Pemanfaatan Obat Topikal

Sumber: Nuryati. FARMAKOLOGI (Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan) 1

4. Pemberian Obat Topikal pada Kulit

Menyiapkan dan memberikan obat secara lokal kepada pasien pada kulit, baik
dalam bentuk padat (obat salep) maupun dalam bentuk cair (minyak, bethadine)
dengan menggosokkan pada kulit yang mengalami gangguan tertentu, ataupun
dengan bentuk serbuk dengan pertimbangan keadaan pasien. Tujuan Pemberian obat
topikal pada kulit adalah:

1) Mencegah dan mengobati penyakit.

2) Mengurangi rasa sakit daerah tertentu.

3) Mengobati dengan cepat.

4) Menghilangkan rasa nyeri.

5) Untuk memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut.1

25
5. Pemberian Obat Topikal Pada Mata

Menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien melalui mata, diberikan


dalam bentuk cair/tetes dan salep. Tujuan pemberian obat pada mata adalah:

1) Mengobati gangguan pada mata

2) Mengurangi rasa sakit, menimbulkan reaksi yang cepat

3) Mencegah dan mengobati penyakit/rasa sakit

4) Menghilangkan penyebab sakit

5) Mendilatasi pupil pada pemeriksaan struktur internal mata

6) Melemahkan otot lensa mata pada pengukuran refraksi mata

7) Mencegah kekeringan pada mata1

6. Pemberian Obat Topikal Pada Telinga

Tindakan menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien pada telinga


melalui kanal eksternal, berupa tetesan sesuai anjuran dokter, bertujuan untuk:

1) Untuk memberikan efek terapi lokal (mengurangi peradangan, membunuh


organisme penyebab infeksi pada kanal telinga eksternal).

2) Menghilangkan nyeri.

3) Untuk melunakkan serumen agar mudah untuk diambil.1

7. Pemberian Obat Topikal Pada Hidung

Sediaan obat topikal umumnya dalam bentuk tetes untuk mengobati keluhan
dari hidung. Tujuan pemberian obat untuk mengencerkan sekresi dan memfasilitasi

26
drainase dari hidung serta mengobati infeksi dari rongga hidung dan sinus.
Bentuk/sediaan obat yang dapat diberikan melalui cara topikal antara lain:

1) Lotion. Lotion ini mirip dengan shake lotion tapi lebih tebal dan cenderung lebih
emollient di alam dibandingkan dengan shake lotion. Lotion biasanya terdiri dari
minyak dicampur dengan air dan tidak memiliki kandungan alkohol. Bisanya lotion
akan cepat mengering jika mengandung alkohol yang tinggi.1

2) Shake lotion. Shake lotion merupakan campuran yang memisah menjadi dua atau
tiga bagian apabila didiamkan dalam jangka waktu tertentu. Minyak sering dicampur
dengan larutan berbasis air. Perlu dikocok terlebih dahulu sebelum digunakan.

3) Cream. Cream adalah campuran yang lebih tebal dari lotion dan akan
mempertahankan bentuknya apabila dikeluarkan wadahnya. Cream biasanya
digunakan untuk melembabkan kulit. Cream memiliki risiko yang signifikan karena
dapat menyebabkan sensitifitas imunologi yang tinggi. Cream memiliki tingkat
penerimaan yang tinggi oleh pasien. Cream memiliki variasi dalam bahan, komposisi,
pH, dan toleransi antara merek generik.

4) Salep. Salep adalah sebuah homogen kental, semi-padat, tebal, berminyak dengan
viskositas tinggi, untuk aplikasi eksternal pada kulit atau selaput lendir. Salep
digunakan sebagai pelembaban atau perlindungan, terapi, atau profilaksis sesuai
dengan tingkat oklusi yang diinginkan. Salep digunakan pada kulit dan selaput lendir
yang terdapat pada mata (salep mata), vagina, anus, dan hidung. Salep biasanya
sangat pelembab dan baik untuk kulit kering selain itu juga memiliki risiko rendah
sensitisasi akibat beberapa bahan minyak atau lemak.1

2.4 FARMAKOKINETIK OBAT


Besarnya efek obat secara langsung berkaitan dengan konsentrasi obat di
reseptor yang relevan. Namun, ketika obat diberikan kepada pasien, beberapa faktor
berkontribusi untuk mencapai konsentrasi obat di reseptor. Konsentrasi obat jarang

27
statis; mereka meningkat dan menurun seperti yang ditentukan oleh proses
penyerapan, distribusi, metabolisme, dan pengeluaran.

Gambar 3.1 Garis besar jalur utama penyerapan, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi obat

Sumber: Aslam M, Tan CK, Prayitno A. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy).


(2)

Proses Resorbsi

Absorpsi mengacu pada transfer obat dari tempat pemberiannya ke dalam


aliran darah. Rute administrasi tertentu pemilihan sangat mempengaruhi tingkat dan
mungkin tingkat obat penyerapan.2

Mekanisme Absorbsi obat melalui difusi pasif dipengaruhi oleh pKa obat, pH
tempat absorbsi dan fraksi obat yang tidak ter-ionkan. Hal-hal yang dapat
mempercepat atau memperlambat perpindahan obat dari tempat arbsorbsi ke dalam
sirkulasi sistemik juga akan mempengaruhi laju absorbsi obat; misalnya kecepatan
pengosongan lambung (apabila tempat arbsorbsinya pada saluran cerna), peningkatan
aliran darah yang disebabkan oleh pemijatan atau panas (meningkatkan laju
arbsorbsi).3

28
Sebaliknya penurunan aliran darah, misalnya disebabkan oleh obat-obat yang
mempunyai efek vasokonstriksi,syok, atau penyakit lain dapat memperlambat
arbsorbsi.3

Contoh lain yang mempengaruhi laju arbsorbsi sebagai akibat dari faktor
ionisasi adalah aspirin; aspirin bersifat asam, dalam lambung dengan pH rendah,
berada dalam bentuk yang tidak ter-ionkan sehingga arbsorbsi aspirin cepat. 3

Gambar 3.2 Proses arbsorbsi obat pada pemberian oral.

Sumber: Aslam M, Tan CK, Prayitno A. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy).


(2)

Pada awalnya proses yang terjadi adalah disintegrasi, disolusi sehingga obat
berada dalam keadaan terlarut (pada bentuk sediaan padat). Dalam lumen saluran
cerna kemungkinan obat mengalami peruraian karena pH lambung, enzim, flora pada
saluran cerna, dan komponen lainnya. Selanjutnya proses penembusan obat ke
dinding saluran cerna (arbsorbsi) menuju sirkulasi sistemik, pada tahap penembusan
ini kemungkinan obat mengalami metabolisme. Metabolisme obat pada proses
arbsorbsi ini dapat terjadi di hati melalui vena (metabolisme lintas pertama).
Berkurangnya obat selama proses arbsorbsi sehingga menyebabkan jumlah obat yang
sampai ke sirkulasi sistemik berkurang dari dosis yang diberikan, dikatakan obat
tersebut mengalami eliminasi presistemik.3

29
Proses Distribusi

Distribusi adalah tahapan farmakonetika setelah proses arbsorbsi obat


mencapai sirkulasi sistemik. Obat didistribusikan ke berbagai bagian tubuh melalui
aliran darah. Beberapa faktor yang mempengaruhi distribusi obat :

- Karakteristik jaringan (aliran darah koefisien partisi, kelarutannya dalam


lemak)
- Status penyakit yang dapat mempengaruhi fisiologi
- Ikatan obat-protein

Pada awal distribusi, obat mengikuti aliran darah menuju jaringan/organ yang
mempunyai perfusi tinggi dengan darah seperti jantung, paru-paru, ginjal, hati
sehingga cepat terjadi keseimbangan dengan sirkulasi sistemik sehingga merupakan
kompartemen yang sama dengan sirkulasi sistemik dan selanjutnya disebut
kompartemen sentral.3

Pada tahap berikutnya, obat terdistribusi ke jaringan lemak, tulang, otot, kulit,
jaringan ikat yang mempunyai perfusi lebih rendah. Obat-obat yang tidak larut dalam
lemak atau tidak sesuai karakteristiknya dengan jaringan-jaringan di atas, tidak
mengalami distribusi pada tahap ini. Obat-obat yang termasuk dalam golongan ini
adalah obat yang mempunyai sifat polar, banyak berada dalam sirkulasi sistemik,
selanjutnya di kelompokkan dalam obat yang mengikuti model kompartemen satu.
Tetapi pada obat-obat yang mempunyai kelarutan yang cukup pada lemak,
mempunyai kesesuaian karakteristiknya dengan jaringan/organ tertentu, obat akan
terdistribusi ke dalamnya selanjutnya akan terjadi keseimbangan dengan sirkulasi
sistemik; obat-obat yang termasuk dalam kelompok ini dikatakan obat mengikuti
model kompartemen dua atau tiga.3

30
Obat-obat dapat terakumulasi di dalam jaringan dengan konsentrasi yang lebih
tinggi dari pada di dalam sirkulasi sistemik, yaitu akibat perbedaan pH, ikatan dengan
komponen intrasellular, atau partisi ke dalam lemak. Obat-obat yang terakumulasi di
dalam jaringan dapat digunakan sebagai cadangan yang dapat memperpanjang lama
kerja obat. Sebagai contoh adalah tiopental intravena, obat yang kelarutannya dalam
lemak tinggi, pada pemberian dosis ganda akumulasi obat di lemak dan jaringan lain
dapat menjadi cadangan dalam jumlah besar dan cadangan ini dapat mempertahankan
konsentrasi obat dalam plasma dan otak sehingga mempunyai masa kerja lebih lama.3

Proses Metabolisme

Metabolisme adalah keseluruhan reaksi kimia biotransformasi baik pada zat-


zat endogen maupun zat-zat eksogen yang terjadi secara enzimatik. Metabolism obat
mempunyai tujuan dasar mengubah zat dari aktif menjadi tidak aktif; dari kurang
polar menjadi polar sehingga dapat dengan mudah diekskresi melalui urin. Proses
metabolisme paling besar terjadi di hati, meskipun dapat juga di kulit, jaringan, paru-
paru, saluran cerna dan ginjal; proses metabolisme tersebut terjadi di retikulum
endoplasmik, sitosol, mitokondria, nuclear envelope, dan membrane plasma.3

Ekskresi
Zat asing, termasuk obat terapeutik, dicegah dari membangun dalam tubuh
oleh tindakan gabungan metabolisme dan ekskresi. Obat-obatan dan metabolit
mereka dapat dihilangkan oleh berbagai rute termasuk urin, empedu, keringat, air liur,
sekresi gastrointestinal, ekshalasi paru, air mata, dan ASI. Pertimbangan kuantitatif
menjadikan ginjal sebagai organ utama ekskresi obat.4

 Ekskresi Ginjal

Tiga proses — filtrasi glomerular, reabsorpsi tubular, dan transportasi aktif —


mengontrol penghapusan urin obat. Meskipun semua obat tunduk pada filtrasi,

31
persentase yang disaring bervariasi secara terbalik sesuai dengan tingkat pengikatan
protein plasma dan Vd. Setelah disaring, agen cenderung diserap kembali sehubungan
dengan koefisien partisi lipid/air mereka. Pertimbangan ini mendukung ekskresi
ginjal senyawa yang sangat polar, tetapi tingkat eliminasi yang tepat juga tergantung
pada apakah transportasi aktif ke (atau, jarang, keluar dari) cairan tubular terjadi.4

a) Filtrasi glomerular

Setiap hari, ginjal menyaring sekitar 180 L plasma. Darah arteri memasuki kapsul
Bowman dialihkan melalui jumbai kapiler yang disebut glomerulus. Kapiler ini
dimodifikasi secara unik untuk filtrasi, memiliki sejumlah besar pori-pori hingga 80
Å menembus endotelium. Karena pori-pori ini cukup besar untuk memungkinkan
berlalunya semua kecuali elemen sel darah, penghalang penyaringan yang sebenarnya
disediakan oleh membran ruang bawah tanah yang tebal. Sejumlah besar
glikogenoglikan bermuatan negatif membantu mengusir albumin dan protein plasma
lainnya agar tidak memasuki nefron.4

b) Reabsorpsi tubular

Karena kemampuan ginjal untuk memusatkan cairan tubular, gradien kimia


diatur untuk difusi obat kembali ke sirkulasi sistemik. Agen dengan koefisien partisi
lipid/air yang menguntungkan mudah melintasi epitel tubular dan kembali ke aliran
darah. Untuk elektrolit, reabsorpsi dari cairan tubular ginjal tergantung pH.
Tergantung pada tingkat sekresi H+, pH uriner dapat bervariasi dari 4,5 hingga 8,0.
Asam lemah seperti aspirin diserap kembali lebih efektif dalam kondisi asam;
kebalikannya berlaku untuk dasar yang lemah seperti amfetamin dan efedrin.4

c) Sekresi aktif

Banyak anion organik dan kation secara aktif diresreskresikan ke dalam urin oleh
sel-sel tubule berbelit-belit proksimal (lihat Gbr. 2-7). Sistem transportasi anionik,

32
yang bertanggung jawab atas sekresi anion amfifilik dan metabolit konjugasi
(misalnya, glucuronides, sulfat), terutama bergantung pada dua antiporter basolateral
OAT1 dan OAT3 untuk mengambil anion (dan beberapa obat netral dan bahkan
kationik) dari cairan interstisial dengan imbalan intraseluler α-ketoglutarat. Transfer
anion organik intraseluler yang sekarang menjadi urin terutama melibatkan
transporter Na +/fosfat-1 (NPT-1) dan dua transporter ABC. Karena setiap operator
transportasi tidak dipilih, persaingan obat untuk situs yang mengikat kadang-kadang
diamati.4

d) Pembersihan

Pembersihan obat-obatan dari tubuh adalah jumlah izin dari setiap organ (izin
ginjal + izin hepatik + izin dari organ lain). Ginjal adalah organ utama untuk
menghilangkan obat-obatan dari tubuh. Jumlah obat yang dihilangkan per unit waktu
sering dievaluasi sebagai fungsi air plasma yang "dibersihkan" obat, disebut sebagai
"clearance" (CL). Secara matematis, volume plasma yang dibersihkan per menit (CL)
dapat ditulis sebagai berikut:

CL=ke×Vd,

di mana ke adalah konstanta tingkat urutan pertama eliminasi dan V d adalah volume
distribusi yang jelas untuk obat. Karena konstanta tingkat urutan pertama diberikan
dalam waktu timbal balik (1/waktu), izin untuk tingkat eliminasi urutan pertama
diberikan dalam satuan volume/waktu. Dalam istilah praktis, agen yang disaring
tetapi tidak diserap kembali atau dikrestorasi menghasilkan clearance ∼130mL/menit
(dengan asumsi tidak ada protein plasma mengikat), dan mereka berfungsi sebagai
ukuran tingkat filtrasi glomerular.4

 Eksresi Biliary

33
Banyak molekul kationik, anionik, dan seperti steroid secara selektif
dikeluarkan dari darah untuk ekskresi ke empedu dan akhirnya kotoran. Umumnya,
zat-zat ini memiliki bobot molekul melebihi 500 Da. Proses transportasi adalah yang
aktif di mana zat terlarut dipindahkan dari plasma ke hepatosit dan kemudian ke
empedu, seperti yang dijelaskan sebelumnya untuk obat-obatan yang dimetabolisme.
Empedu ini juga merupakan rute ekskresi untuk obat metabolisme, terutama obat-
obatan yang telah mengalami reaksi fase II seperti glucuronidation.4

Ekskresi biliary bertanggung jawab untuk semua kecuali sebagian kecil dari
eliminasi tinja obat-obatan. Kotoran juga dapat mengandung jumlah variabel obat
yang tidak diserap. Reabsorpsi molekul yang diekskresikan melalui empedu dapat
terjadi, yang dikenal sebagai daur ulang enterohepatic. Ini dapat memperpanjang
durasi tindakan dan dapat berlanjut untuk jangka waktu yang lama sampai sistem
terganggu (misalnya, oleh metabolisme, pengurangan aliran empedu, atau konsumsi
chelator obat).4

 Rute Ekskresi Lainnya

Ekskresi paru adalah rute utama untuk menghilangkan gas dan beberapa
senyawa volatil. Eliminasi obat dengan ASI penting, bukan karena signifikansi
kuantitatif, tetapi karena mewakili potensi bahaya bagi bayi menyusui. Obat-obatan
yang menjadi perhatian khusus termasuk litium, berbagai agen antikanker, dan
isoniazid. Variabel utama yang mempengaruhi perjalanan obat ke dalam susu adalah
kelarutan lipid. Rute kecil ekskresi lainnya termasuk keringat, air mata, air liur, dan
sekresi lambung/pankreas/usus. Dalam semua kasus, ekskresi dibatasi oleh koefisien
partisi lipid/air.4

Bioavailabilitas Obat

34
Bioavailabilitas mengacu pada tingkat dan tingkat penyerapan bentuk dosis
seperti yang tercermin oleh kurva konsentrasi waktu obat yang diberikan dalam
sirkulasi sistemik. Obat bioequivalent adalah obat yang, ketika diberikan kepada
individu yang sama dalam rejimen dosis yang sama, menghasilkan bioavailabilitas
yang sebanding. Insofar sebagai tingkat penyerapan yang bersangkutan, kesetaraan
farmasi mungkin memastikan kesetaraan biologis.5

Setara dengan terapi adalah bahan kimia atau farmasi yang, ketika diberikan
kepada individu yang sama dalam rejimen dosis yang sama, pada dasarnya
memberikan kemanjuran yang sama (dan toksisitas). Kesetaraan terapeutik hanya
dapat ditunjukkan dengan uji klinis manusia yang terkontrol, yang mahal dan
memakan waktu. Dengan tidak adanya bukti klinis kontradiktif, obat-obatan yang
bioequivalent diasumsikan setara secara terapi.5

Obat yang setara dengan bahan kimia mungkin tidak berbagi bioavailabilitas
yang sebanding. Masalah bioekuivalensi dapat timbul dari banyak bidang. Pertama,
meskipun jumlah bahan terapeutik mungkin sama dalam dua bentuk dosis, persiapan
mungkin mengandung pengikat yang berbeda, pengencer, stabilisator, pengawet, dan
berbagai bahan farmakologis lainnya yang tidak aktif untuk memberi mereka bentuk
fisik mereka.5

Kedua, tekanan yang digunakan untuk mengompres campuran ke dalam


bentuk tablet atau dosis kapsul dapat bervariasi dan mengubah tingkat pembubaran.
Untuk suspensi atau solusi, metode yang digunakan untuk membubarkan,
membubarkan, atau menangguhkan obat dalam formulasi cair mungkin berbeda.
Ketiga, kontrol kualitas, usia, kemurnian, dan konsistensi fisik salah satu konstituen
kimia yang terkandung dalam formulasi yang berbeda dari produk yang setara secara
kimia dapat berbeda. Semua berbagai faktor ini dan kadang-kadang tidak terkontrol
dengan baik dapat mempengaruhi tingkat di mana produk hancur atau larut dalam
saluran pencernaan, mempengaruhi penyerapan bahan aktif. 5

35
Variasi dalam bioavailabilitas telah terbukti bertanggung jawab atas beberapa
kegagalan pengobatan dengan kategori obat tertentu. Sekitar 5% produk obat
menimbulkan tantangan bagi produsen obat generik. Obat-obatan dengan
ketersediaanhayati yang buruk, kelarutan lipid tinggi, farmakokinetik nonlinear, atau
rentang terapeutik sempit menyebabkan kesulitan; contohnya termasuk steroid,
digitalis glikoskopi, antikoagulan, persiapan tiroid, theophylline, obat antineoplastik,
dan antikonvulsan. Bentuk dosis canggih atau kompleks dengan pelapis atau lapisan
juga sulit dicocokkan. Obat-obatan dengan potensi masalah ketersediaanhayati yang
kemungkinan akan digunakan oleh dokter gigi termasuk berbagai bentuk dosis
eritromisin, diazepam, dan ibuprofen.5

Time Course Tindakan Obat

Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari


obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi,
metabolisme dan ekskresi. Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa
sering obat harus diberikan.6

Korespondensi dekat antara konsentrasi plasma agen dan besarnya efek telah
ditekankan. Karena pemberian obat biasanya mencakup midrange linear dari kurva
dosis-respons log, hubungan antara titer plasma dan reaksi pasien seringkali mudah.
Deskripsi temporal konsentrasi obat atas dasar prinsip farmakokinetik berguna dalam
menggambarkan bagaimana penyerapan, distribusi, metabolisme, dan ekskresi
mempengaruhi efek obat dalam konser dan memberikan panduan untuk
menyesuaikan jadwal dosis untuk mencapai hasil terapeutik dengan minimum
toksisitas obat.6

 Kinetik Penyerapan dan Eliminasi

36
Tingkat peristiwa biologis terbanyak yang melibatkan nasib obat-obatan dapat
dijelaskan dalam istilah kinetik sederhana, yaitu, baik kinetik nol-order atau urutan
pertama. Sebagian besar penekanan dalam diskusi ini adalah pada tingkat eliminasi,
yang merupakan faktor utama yang mengatur durasi dan tingkat tindakan obat setelah
penyerapan awal.6

a) Kinetika nol-order

Kinetika urutan-nol mendefinisikan proses yang terjadi pada jumlah konstan


per satuan waktu. Secara matematis, ini dapat ditulis sebagai dC/dt = k 0, di mana
dC/dt adalah tingkat perubahan konsentrasi, dan k0 adalah konstan dalam satuan
jumlah per waktu. Contoh yang baik dari penyerapan obat nol-order adalah infus
intravena terus menerus di mana kuantitas senyawa yang memasuki aliran darah
setiap menit dipegang konstan (misalnya, 5mg/menit).6

Contoh lain dari kinetika nol-order adalah situasi dengan dosis beracun
aspirin. Aspirin dengan cepat deacetylated untuk salisilat, anion yang bertanggung
jawab atas banyak aktivitas farmakologis obat. Salicylate aktif dan dihilangkan
melalui beberapa jalur metabolisme dan dengan ekskresi ginjal, menghasilkan
eliminasi keseluruhan paruh waktu sekitar 3 jam pada sebagian besar dosis terapeutik.
Beberapa rute inaktivasi mudah jenuh, namun, sehingga ketika overdosis dicerna,
masalah toksisitas diperparah oleh kerugian relatif dalam efisiensi eliminasi.
Eliminasi waktu paruh meningkat terus menerus sesuai dengan konsentrasi obat
(Tabel 2-8).6

Tabel 2-8 Perkiraan Paruh Waktu Obat Umum

37
b) Kinetika urutan pertama

Kinetika urutan pertama berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada tingkat
pecahan konstan per satuan waktu (misalnya, 5%/menit). Di sini dC/dt = k 1Cp, di
mana k1 adalah konstanta tingkat urutan pertama fraksional dalam satuan waktu,
dC/dt sama dengan perubahan konsentrasi obat sehubungan dengan waktu, dan Cp
adalah konsentrasi obat plasma. Penyerapan, distribusi, dan penghapusan senyawa
biasanya menunjukkan jenis kinetik ini karena mereka umumnya mengandalkan
proses yang urutan pertama dalam karakter: difusi pasif, aliran darah, atau
transportasi obat dan metabolisme yang beroperasi jauh di bawah saturasi. Dengan
demikian paruh waktu (t1/2) eliminasi berguna dalam menentukan tingkat hilangnya
obat dan konsentrasi obat yang tersisa setelah jangka waktu tertentu.6

c) Reaksi terbatas kapasitas

38
Reaksi terbatas kapasitas mengacu pada tingkat (dalam hal ini eliminasi),
yang menampilkan kinetik urutan pertama pada dosis yang lebih rendah tetapi nol
urutan pada dosis yang lebih tinggi. Dosis yang lebih tinggi sehingga menjenuhkan
proses eliminasi. Seperti yang telah dinyatakan, sebagian besar dosis obat yang
digunakan secara klinis kurang dari dosis yang diperlukan untuk kejenuhan.6

 Model Kompartemen Tunggal

Secara keseluruhan, disposisi tubuh dari obat yang diberikan melibatkan interplay
temporal yang kompleks dari proses biokimia dan fisiologis, masing-masing dengan
serangkaian parameter kinetik yang unik, bahwa deskripsi kuantitatif penuh dari
waktu tindakan obat mungkin tidak mungkin dicapai. Namun, untuk tujuan praktis,
kunjungan banyak agen dapat dijelaskan oleh sistem model sederhana (Gbr. 2-15) di
mana tubuh digambarkan sebagai kompartemen tunggal yang ukurannya sesuai
dengan Vd dan yang penghapusannya didasarkan pada kinetik urutan pertama.6

Gambar 2-15 Model kompartemen tunggal kinetika obat.

a) Konsentrasi plasma: dosis tunggal

Dalam kedokteran gigi, agen terapeutik sering diberikan sebagai dosis tunggal.
Apakah obat itu lidokain yang disuntikkan untuk anestesi regional, atropin untuk
mengontrol air liur, atau triazolam untuk memberikan sedasi pra operasi, konsentrasi
plasma meningkat ke puncak selama fase absorptive dan kemudian menurun,
akhirnya menjadi nol, karena obat ini dihilangkan dari aliran darah. Dengan
menggunakan model kompartemen tunggal, adalah mungkin untuk membangun
kurva konsentrasi plasma teoretik dan mengamati bagaimana modifikasi dosis,

39
penyerapan, atau eliminasi dapat mengubah konsentrasi obat dan, mungkin, efek
obat.6

b) Konsentrasi plasma: dosis berulang

Setiap kali obat diberikan lebih dari sekali per setiap empat eliminasi akumulasi
setengah kali senyawa terjadi dalam tubuh.6

 Model Dua Kompartemen

Untuk banyak obat, model kompartemen tunggal sederhana tidak cukup


menggambarkan kursus waktu awal konsentrasi plasma. Perbedaan yang lebih besar
sangat mungkin diamati ketika obat yang relatif lipofilik diberikan secara intravena,
seperti dalam penggunaan depresan CNS untuk obat penjius sadar. Dalam situasi itu,
efek dari satu atau lebih reservoir obat tambahan lebih jelas.6

 Paruh Waktu Sensitif Konteks

Banyak variabel model multi-kompartemen membuatnya tidak mungkin untuk


memprediksi secara intuitif pengaruh parameter farmakokinetik individu seperti
paruh waktu, nilai Vd, dan tingkat izin pada profil konsentrasi plasma dari obat yang
sangat larut lipid yang diberikan berulang kali atau terus menerus untuk jangka waktu
tertentu. Situasi ini menimbulkan masalah ketika agen intravena diberikan oleh infus
terus menerus untuk anestesi atau obat penyiakan. Solusi parsial melibatkan
penggunaan pemodelan komputer untuk memperkirakan paruh waktu yang sensitif
terhadap konteks. Konteks-sensitif t1/2 adalah waktu yang diperlukan untuk
konsentrasi plasma obat untuk berkurang 50% ketika pertimbangan diberikan untuk
berapa lama obat telah diinfus.6

40
2.5 FARMAKODINAMIKA OBAT
2.5.1 Pengertian

Pengertian farmakodinamika dalam ilmu farmakologi sebenarnya memiliki


hubungan yang cukup erat dengan farmakokinetik, jika farmakokinetik lebih fokus
kepada perjalanan obat-obatan di dalam tubuh maka farmakodinamik lebih fokus
membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh baik
dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja
obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia. 7

Farmakologi merupakan suatu studi tentang obat dan pengaruhnya terhadap


manusia (lehne, 1988 dalam Kuntarti). Dalam farmakologi dikenal dengan istilah
farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik merupakan bagian ilmu
farmakologi yang cenderung mempelajari tentang nasib dan perjalanan obat didalam
tubuh dari obat itu diminum hingga mencapai tempat kerja obat itu. Sedangkan
farmakodinamik ini merupakan bagian ilmu farmakologi yang mempelajari efek
fisiologik dan biokimiawi obat terhadap berbagai jaringan tubuh yang sakit maupun
sehat serta mekanisme kerjanya.7

Pengertian lain dari farmakokinetik menurut ilmu farmakologi sebenarnya dapat


diartikan sebagai proses yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan
obat tersebut di dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi
meliputi beberapa tahapan mulai dari proses absorpsi atau penyerapan obat, distribusi
atau penyaluran obat ke seluruh tubuh, metabolisme obat hingga sampai kepada tahap
ekskresi obat itu sendiri atau proses pengeluaran zat obat tersebut dari dalam tubuh.7

2.5.2 Reseptor Obat dan Faktor yang Mempengaruhi


Reseptor adalah makromolekul (biopolimer) khas atau bagiannya dalam organisme
yakni tempat aktif obat terikat. Komponen yang paling penting dalam reseptor obat adalah
protein. Struktur kimia suatu obat berhubungan erat dengan affinitasnya terhadap reseptor

41
dan aktivitas intrinsiknya, sehingga perubahan kecil dalam molekul obat dapat menimbulkan
perubahan yang besar.8

BAB III
PENUTUP

3.1 RINGKASAN

Farmakologi berasal dari kata pharmacon (obat) dan logos (ilmu pengetahuan).
Farmakologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari obat dan cara kerjanya
pada sistem biologis. Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang bagian-
bagian tanaman atau hewan yang dapat digunakan sebagai obat.

Dunia Farmasi dikelompokkan menjadi beberapa golongan:


1. Penggolongan obat berdasarkan jenis
2. Penggolongan obat berdasarkan mekanisme kerja obat
3.Penggolongan obat berdasarkan tempat atau lokasi pemakaian

Cara pemberian obat:


1. Secara Oral
2. Secara Parental
3. Secara Topikal
4. Pemberian obat topikal pada kulit

Farmakokinetik Obat
Besarnya efek obat secara langsung berkaitan dengan konsentrasi obat di reseptor
yang relevan. Namun, ketika obat diberikan kepada pasien, beberapa faktor
berkontribusi untuk mencapai konsentrasi obat di reseptor. Konsentrasi obat jarang
statis; mereka meningkat dan menurun seperti yang ditentukan oleh proses
penyerapan, distribusi, metabolism, dan pengeluaran.

42
Farmakodinamika Obat
Pengertian farmakodinamika dalam ilmu farmakologi sebenarnya memiliki
hubungan yang cukup erat dengan farmakokinetik, jika farmakokinetik lebih fokus
kepada perjalanan obat-obatan di dalam tubuh maka farmakodinamik lebih fokus
membahas dan mempelajari seputar efek obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh baik
dari segi fisiologi maupun biokimia berbagai organ tubuh serta mekanisme kerja
obat-obatan itu sendiri di dalam tubuh manusia.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Nuryati. FARMAKOLOGI (Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi


Kesehatan). Cetakan Pertama. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia); 2017. 2-3, 16-22, 49-
51, 62-65, 70-72.
2. Dowd JD, Johnson BS, Mariotti AJ. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry, 7th ed. Mosby Elsevier; 2016.
3. Aslam M, Tan CK, Prayitno A. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy). Universitas
Surabaya; 2003.
4. Dowd FJ, Johnson BS, Mariotti AJ. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry. 7th Ed. Missouri: Elsevier, 2017
5. Yagiela JA, Dowd FJ, Johnson BS. Pharmacology and Therapeutics for
Dentistry. 6th Ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2011
6. Noviani N, Vitri N. Farmakologi. Edisi Satu. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan, 2017
7. Syarif, Amir, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit
FKUI.
8. Tjay, Tan Hoan, dkk. Obat-Obat Penting Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

44

Anda mungkin juga menyukai