“SISTEM IMUN”
Oleh:
Kelompok 5
Fitriana (170210103036)
Kelas A
UNIVERSITAS JEMBER
2020
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................3
Kesimpulan..............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27
BAB I PENDAHULUAN
1
Sistem imun dapat membedakan substansi yang masuk ke dalam tubuh sebagai
“self” dan “nonself” melalui proses pengenalan yang rumit. Antigen self (dari
tubuh orang yang bersangkutan) biasanya ditoleransi oleh sistem kekebalan tubuh,
sedangkan antigen “nonself” atau dari luar tubuh diidentifikasi sebagai penyusup
dan diserang oleh sistem kekebalan tubuh (Nurcahyo, 2013).
1.3 Tujuan
Tujuan adanya makalah ini adalah:
Kekebalan timbul akibat interaksi antara antigen dan antibody. Sistem imun dapat
membedakan substansi yang masuk ke dalam tubuh sebagai “self” dan “nonself” melalui proses
pengenalan yang rumit. Antigen self (dari tubuh orang yang bersangkutan) biasanya ditoleransi
oleh sistem kekebalan tubuh, sedangkan antigen “nonself” atau dari luar tubuh diidentifikasi
sebagai penyusup dan diserang oleh system kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Ilmu yang mempelajari system
kekebalan tubuh (imunitas) disebut immunologi (Nurcahyo, 2013).
3
A. ANTIGEN
4
merangsang respon imun adaptif jika disuntikkan pada sendiri. Dengan kata lain, suatu
imunogen mampu menginduksi respon kekebalan, sedangkan antigen mampu
menggabungkan dengan produkbrespon imun setelah mereka dibuat.
2. Hapten
Hapten merupkan antigen yang memiliki berat molekul sangat kecil sehingga
tidak dapat merangsang terjadinya respon imun, akan tetapi apabila hapten tersebut
digabungkan dengan molekul protein yang lebih besar (karier), maka akan bersifat
imunogen. Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Substansi kecil yang
bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal degan istilah hapten. Bahan kimia ukuran
kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibody, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat
mengaktifkan sel B( tidak imunogenik). Hapten merupakan sejumlah molekul kecil
yang dapat bereaksi dengan antibody namum tidak dapat menginduksi produksi
antibodi. Untuk memicu respon antibody, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul
besar. Contoh hapten diantaranya adalah toksin poison ivy, berbagai macam obat
(seperti penisilin), dan zat kimia lainnya yang dapat membawa efek alergik (Nurcahyo,
2013).
Tiap antibodi mempunyai afinitas spesifik terhadap materi asing yang memicu
sintesis antibodi itu. Reseptor antigen dan antibodi yang hanya mengenali sebagian kecil
antigen yang dapat diakses disebut epitop (epitope) atau determinan antigenik (antigenic
determinant). Satu antigen biasanya memiliki beberapa epitope yag berbeda, masing-
masing mampu menginduksi respon dari limfosit yang mengenali epitop itu. Pengertian
lain dari epitope adalah suatu tempat-tempat tertentu dari suatu imunogen yang sifatnya
aktif, yang akan berikatan dengan antibody atau dengan reseptor spesifik pada permukaan
limfosit T. Epitop merupakan daerah atau sisi pada antigen yang berikatan dengan sisi
pengikatan antigen dari antibody yang spesifik atau dengan sebuah reseptor sel T. Epitop
merupakan molekul glikoprotein yang menempel pada membrane sel dan berperan sebagai
penentu terbentuknya molekul immunoglobulin (antibody). Berdasarkan jumlah epitope
yang terdapat pada permukaan sel antigen, maka dapat dibedakan ke dalam kelompok:
Antigen
Antibodi B
Antibodi C
C. ANTIBODI
D. STRUKTUR ANTIBODI
Antibodi terdiri dari unit efektor dan unit pengikatan yang berbeda. Dalam suatu
penelitian mengenai Imunoglobulin G yang merupakan antibodi utama dalam serum
dipecah menjadi fragmen-fragmen yang tetap mempunyai. Pada tahun 1959 Rodney Porter
menunjukkan bahwa immunoglobulin G dapat dipecah menjadi tiga fragmen aktif yaitu 2
Fab dan 1 Fc. Dua diantara fragmen di atas mengikat antigen. Keduanya disebut Fab (ab
singkatan untuk pengikatan antigen atau “antigen binding”, F untuk fragmen). Tiap Fab
mengandung satu situs pengikatan untuk antigen. Fragmen I lainnya yaitu Fc yang tidak
mengikat antigen tetapi dapat berfungsi sebagai efektor.
Selanjutnya, pada struktur antibodi terdapat dua rantai ringan ( light chain) dan dua
rantai berat (heavy chain). Tiap rantai L (ringan) terikat pada rantai berat (H) dengan suatu
ikatan disulfida dan ratai H saling berikatan dengan paling sedikit satu ikatan disulfida.
Panjang rantai H yang mengandung 446 residu asam amino, kira-kira dua kali panjang
rantai L. Analisis menunjukkan bahwa semua perbedaan urutan asam amino terdapat pada
108 residu di ujung amino terminal. Jadi rantai panjang, seperti juga rantai pendek, terdiri
dari bagian yang variabel dan bagian yang konstan. Bagian variabel pada rantai panjang
mempunyai panjang yang sama dengan yang di rantai pendek, sedang bagian yang konstan
6
kira-kira tiga kali panjang bagian konstan pada rantai pendek (Stryer, 2000). Struktur
antibodi dapat digambarkan sebagai berikut:
7
E. KELAS-KELAS ANTIBODI
Pada sel B tertentu, antibodi-antibodi yang dihasilkan berbeda dari reseptor sel B
hanya dalam wilayah konstan (C) dari rantai berat. Sebagai ganti dari wilayah
transmembrane dan ekor sitoplasmik, rantai berat mengandung sekuens-sekuens yang
menentukan tempat antibodi didistribusikan dan bagaimana antibodi tersebut memerantarai
pembuangan antigen. Kelima tipe utama wilayah C rantai berat menentukan lima kelas
utama antibodi. (Campbel, 2010). Rantai panjang pada immunoglobulin G disebut rantai
γ, sedangkan pada immunoglobulin A,M,D dan E disebut α, μ, δ, dan δ berurutan
(Styer,2000). Berikut gambaran ke lima kelas antibodi:
8
karena menawarkan sumber nutrient yang siap digunakan., tempat yang terlindung untuk
pertumbuhan dan reproduksi serta transport ke inang dan lingkungan baru. Dalam sebagian
besar, patoghen itu berupa virus, bakteri, protista, dan fungi. Menginfeksi berbagai jenis
hewan termasuk manusia. Sebagai respons, hewan menyerang kembali patoghen dalam
berbagai cara. Sel-sel kekebalan khusus menjaga cairan-cairan tubuh, mencari, dan
mengahancurkan sel-sel asing. Bentuk pertahanan tubuh pada hewan dan manusia disebut
dengan system kekebalan (immune system).
9
G. PERTAHANAN NONSPESIFIK
1. Pertahanan Penghalang (Pertahanan Fisik)
Kulit dan membran mukosa yang melapisi saluran pernapasan, pencernaan, dan
genitouriner (kelamin dan ekspresi urine) merupakan pertahanan terdepan terhadap
infeksi dalam pertahanan fisik. Selain itu, pada trakea sel-sel epitel bersilia dapat
menyapu mucus dengan mikroba yang terjerat di dalamnya, sehingga mencegah
mikroba memasuki paru-paru.
2. Pertahanan Kimiawi
Selain peranannya sebagai rintangan fisik, kulit, dan membran mukosa juga
menghadapi patogen dengan pertahanan kimiawi. Pada manusia misalnya, sekresi dari
kelenjar minyak dan keringat akan membuat pH kulit menjadi asam (sekita pH 3-5)
sehingga dapat mencegah kolonisasi banyak mikroba. Kolonisasi mikroba juga
dihambat oleh aktivitas pencucian yang dilakukan oleh air liur (saliva), air mata, dan
sekresi mukosa secara terus menerus membasahi permukaan epithelium yang terpapar
(Campbell, 2010).
Selain itu mampu melindungi tubuh terhadap bakteri gram positif dengan cara
mengahancurkan dinding selnya. Berbagai bahan yang disekresikan getah lambung,
usus, dan empedu mampu menciptakan lingkungan yang dapat mencegah infeksi
banyak mikroorganisme. Sel pembunuh alami membantu mengenali dan melenyapkan
sel-sel berpenyakit tertentu pada vertebrata. Kecuali sel darah merah, semua sel dalam
tubuh normalnya memiliki protein yang disebut molekul MHC kelas I. setelah infeksi
10
virus atau konversi menjadi tahap kanker, sel-sel terkadang berhenti menyekresikan
protein ini. sel-sel pembunuh alami yang mengawasi tubuh melekat ke sel-sel sakit
semacam itu dan melepaskan zat-zat kimia yang menyebabkan kematian sel , sehingga
menghambat penyebaran virus atau kanker lebih jauh (Campbell, 2010).
Patogen yang masuk kedalam tubuh merupakan subjek yang dideteksi oleh sel-
sel darah putih fagositik (leukosit). Sel-sel ini mengenali mikroba menggunakan
reseptor-reseptor yang sangat mirip dengan reseptor Toll serangga. Sel darah putih
mengenali dan menelan mikroba-mikroba yang menyerang, menjebaknya dalam suatu
vakuola. Vakuola itu kemudian berdifusi dengan lisosom, menyebabkan penghancuran
mikroba-mikroba dengan dua cara. Pertama, nitrat oksida dan gas-gas lain yang
dihasilkan didalam lisosom meracuni mikroba-mikroba yang ditelan. Kedua, lisozim
dan enzim-enzim yang lain mendegradasi komponen- komponen mikroba. Sel-sel
fagositik yang paling melimpah dalam tubuh mamalia adalah neutrofil (Campbell,
2010).
5. Respons Peradangan
Rasa nyeri dan pembengkakan yang menyadarkan Anda bahwa ada serpihan
kayu dibawah kulit Anda merupakan hasil dari respons peradangan (inflammatory
response) lokal, perubahan-perubahan yang disebabkan oleh molekul-molekul pesinyal
yang dilepaskan saat terjadi luka atau infeksi. Salah satu molekul pesinyal peradangan
yang penting adalah histamine (histamine), yang disimpan dalam sel tiang (mast cell),
sel-sel jaringan ikat yang menyimpan granula-granula untuk sekresi. Histamine
dilepaskan oleh sel-sel tiang di tempat-tempat kerusakan jaringan memicu pembuluh-
pembuluh darah di dekatnya untuk berdilatasi dan menjadi lebih permeabel.
Peningkatan suplai aliran darah lokal yang dihasilkan akan menyebabkan kemerahan
12
dan panas yang khas dari inflamasi (membakar). Kapiler-kapiler yang membengkak
karena terisi darah kemudian bocor ke jaringan-jaringan sebelahnya, sehingga
menyebabkan pembengkakan (Campbell, 2010).
7. Molekul-Molekul Kekebalan
1. Komplemen
Komplemen diproduksi oleh hepatosit dan monosit, terdiri atas sejumlah besar
protein yang apabila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan
berperan dalam respons inflamasi fungsi komplemen antara lain untuk :
1. Menghancurkan sel membran banyak bakteri
Merupakan protein yang disekresikan oleh sel yang terinfeksi virus, bersifat
antivirus, dan dapat menginduksi sel-sel disekitar sel yang terinfeksi virus, sehingga
menjadi resisten terhadap virus. Interferon merupakan sitokin berupa lipoprotein yang
diproduksi makrofag yang diaktifkan. Interferon merupakan sel pembuluh yang
diproduksi makrofag yang diaktifkan. Interferon merupakan sel pembuluh alami dari
berbagai sel tubuh yang mengandung nucleus, dan dilepas sebagai respons terhadap
infeksi virus.
3. CRP
Merupakan salah satu protein yang kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi
akut sebagai respons imunitas nonspesifik.
4. Kolektin
Merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yang dapat mengikat hidrat arang
pada permukaan kuman. Lisozim merupakan protein lisosom yang terdapat dalam
ludah, air mata, dan sekresi mukosa yang merupakan enzim yang dapat melisis sel
mikroba.
14
H. SISTEM PERTAHANAN SPESIFIK
15
Sedangkan respon tubuh terhadap masuknya antigen tersebut adalah dengan pembentukan
antibodi. Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B sebagai respon
terhadap adanya antigen. Antibodi bersifat spesifik terhadap jenis tertentu dari suatu antigen.
Sistem pertahanan spesifik dibagi menjadi dua yaitu sistem pertahanan humoral dan selular.
1. Sistem pertahanan humoral
Imunitas humoral adalah sistem yang diperankan oleh sel limfosit B dengan
atau tanpa bantuan sel imun kompeten lainnya. Di dalam imunitas humoral yang
berperan adalah limfosit B atau lebih dikenal dengan sel B. fungsi utamanya adalah
mempertahankan tubuh terhadap reaksi bakteri, virus, dan melakukan netralisasi toksin.
Dibuat di sumsum tulang yaitu sel batang yang sifatnya pluripitensi (pulipotent stem
cells) dan dimatangkan di sumsum tulang (bine marrow). limfosit B menyerang antigen
yang ada cairan antar sel .
Imunitas humoral diperantarai oleh antibodi serum, yang merupakan protein
yang disekresi oleh sel B. Sel B yang diaktifkan, akan mensekresi antibodi, setelah
pengikatan antigen ke membran molekul imunoglobulin (Ig), yaitu reseptor sel B
(BCR), yang diekspresikan oleh sel B tersebut. Sudah diperkirakan bahwa setiap sel B
mengekspresikan sampai 105 BCR dari spesifisitas yang sama. Sekali diikat, sel B
menerima signal untuk memulai mensekresi bentuk imunoglobulin ini, yang merupakan
suatu proses yang menginisiasi respon antibodi yang optimal dengan maksud untuk
mengeliminasi antigen dari hospes.
2. Sistem pertahanan seluler
Imunitas seluler, terutama diperantarai oleh sel T. Tidak seperti sel B, yang
memproduksi antibodi larut yang disirkulasi untuk mengikat antigen spesifik, setiap sel
T, mengekspresikan beberapa reseptor antigen yang identik, yang dinamakan T
cellreceptors (TCR), bersirkulasi langsung di sisi aktif antigen dan membentuk
fungsinya, apabila berinteraksi dengan antigen.
Respon imun selular merupakan fungsi dari limfosit T. Antigen akan
menyebabkan proliferasi dan diferensiasi sel T menjadi beberapa subpopulasi.
Subpopulasi sel T yang disebut sel T-helper (Th) akan mengenali antigen pada
permukaan sel makrofag atau sel yang terinfeksi melalui T-cell receptors (TCR) dan
molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas-II. Sinyal yang diberikan oleh
sel terinfeksi akan menginduksi limfosit untuk memproduksi berbagai jenis limfokin
yang dapat membantu menghancurkan antigen tersebut. Subpopulasi sel T
16
lain yang disebut sel T-cytotoxic (Tc) akan menghancurkan antigen melalui MHC
kelas-I dengan cara kontak langsung dengan sel (cell to cell contact)
a. Sel T
Sel T mempunyai dua peranaan penting dalam sistem kekebalan. Regulator
sel T adalah sel yang merancang respon sistem kerja sama diantara beberapa
beberapa tipe sel imun. Helper sel T yang disebut juga “CD4 positif T cells”
(CD4+ T cells) mempeeringatkan sel B untuk mulai membentuk antibodi. CD4+
sel T juga dapat mengaktifkan sel T dan sistem imun yang disebut sel makrofag
yang mempengaruhi sel B untuk menentukan antibodi yang diproduksi. Sel T
tertentu yang disebut “CD8 positif T cells” (CD8+ T cells), dapat menjadi sel
pembunuh sel asing dengan menyerang dan menghancurkan sel yang
menginfeksi tersebut. Pembunuh sel T (T cells killer) juga disebut “cytotoxic T
cells” atau CTLs (Cytotoxic lymphocytes).
Progenitor asal sumsum tulang yang bermigrasi ke timus berdiferensiasi
menjadi sel T. Sel T merupakan imunitas selular yang berperan pada sistem imun
spesifik. Sel T terdiri atas sel CD4+, CD8+, sel T naif, NKT, dan Tr/Treg/Ts/Th3.
Sel T naif yang yang terpajan dengan kompleks antigen MHC dan dipresentasikan
APC atau rangsangan sitokin spesifik, akan berkembang menjadi subset sel T
berupa CD4+ dan CD8+ dengan fungsi efektor yang berlainan. Dari timus, sel T
naif dibawa darah ke organ limfoid perifer.2 Sel naif yang terpajan dengan antigen
akan bekembang menjadi sel Th0 yang dipengaruhi oleh mekanisme autokrin dari
IL-2 untuk berproliferasi yang akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2.8 Sel
efektor Th1 yang berperan pada infeksi dan Th2 yang berperan pada alergi.
Sel Th1
Diferensiasi Th1 terutama dipacu oleh sitokin IL-12 dan IFN-γ dan
terjadi sebagai respon terhadap mikroba yang mengaktifkan sel dendritik,
makrofag, dan sel NK.9 Proses diferensiasi Th1 melibatkan reseptor sel T, IL-
2 dan T-bet, STAT1, STAT4 sebagai faktor transkripsi.8 IL-12 yang dilepas
makrofag dan sel dendritik menginduksi perkembangan Th1 melalui jalur yang
STAT4 dependen. Faktor transkripsi T-bet yang diproduksi sebagai respons
terhadap IFN-γ meningkatkan respons Th1.2 Sitokin terpenting yang dihasilkan
sel Th1 pada fase efektor adalah IFN-γ. IFN-γ akan memacu
17
aktifitas pembunuhan mikroba sel-sel fagosit dengan meningkatkan destruksi
intrasel pada mikroba yang difagositosis. Fungsi pokok efektor Th1 adalah
sebagai pertahanan infeksi dimana proses fagositosis sangat diperlukan. Th1
juga mengeluarkan IL-2 yang berfungsi sebagai faktor pertumbuhan autokrin
dan memacu proliferasi dan diferensiasi sel T CD8+. Jadi Th1 berfungsi sebagai
pembantu (helper) untuk pertumbuhan sel limfosit T sitotoksik yang juga
meningkatkan imunitas terhadap mikroba intrasel. Sel-sel Th1 memproduksi LT
yang meningkatkan pengambilan dan aktifasi neutrofil.3 Fungsi utama Th1
sebagai pertahanan dalam melawan infeksi terutama oleh mikroba intraseluler,
mekanisme efektor ini terjadi melalui aktivasi makrofag, sel B, dan sel neutrofil
(Baratawidjaja, 2000 : 165)
18
Sel Th2
Atas pengaruh sitokin IL-4, IL-5, IL-10, IL-13 yang dilepas sel mast
yang terpajan dengan antigen, Th0 berkembang menjadi sel Th2 yang
merangsang sel B untuk meningkatkan produksi antibodi.2 Diferensiasi Th2
muncul sebagai respon terhadap alergi dan parasit, melibatkan reseptor sel T,
IL-4, faktor transkripsi GATA-3 dan STAT6. IL-4 menstimulasi produksi IgE
yang berfungsi dalam opsonisasi parasit.8 Sehingga Th2 adalah mediator untuk
reaksi alergi dan pertahanan infeksi terhadap parasit. Th2 juga memproduksi
sitokin seperti IL-4, IL-13, dan IL-10 yang bersifat antagonis terhadap IFN-γ
dan menekan aktivasi makrofag. Jadi Th2 kemungkinan berfungsi sebagai
regulator fisiologis pada respon imun dengan menghambat efek yang mungkin
membahayakan dari respon Th1. Pertumbuhan yang berlebihan dan tak
terkontrol dari Th2 berhubungan dengan berkurangnya imunitas seluler
terhadap infeksi mikroba intraseluler (Coico, 2003 :234).
Pada beberapa kondisi, seperti infeksi cacing, IL-4 yang diproduksi sel
mast dibawa ke organ limfoid dan eosinofil, yang ikut terlibat dalam
perkembangan Th2. Kemungkinan lain adalah antigen yang menstimulasi sel
CD4+ mensekresi sejumlah kecil IL-4 dari aktivasi awal sel tersebut. Jika
antigen tetap ada dan dengan konsentrasi yang tinggi, maka konsentrasi lokal
IL-4 berangsur-angsur akan meningkat. Jika antigen tidak memicu inflamasi
dengan disertai produksi IL-12, maka akan menghasilkan peningkatan
diferensiasi sel ke subset Th2. Apabila sel Th2 telah berkembang, maka IL-4
akan memperkuat reaksi dan menghambat perkembangan sel Th1 dan sel Th1
19
Gambar 2. Fungsi Sel-sel Th2
20
Gambar 4. Proses antibodi bekerja untuk melawan antigen
21
Gambar 5. Proses pembentukakn sel plasma untuk memproduksi antibodi
d. Antibodi
Setelah antigen masuk dalam tubuh, maka helper sel T memberi
peringatan pada sel B untuk bertransformasi menjadi plasma sel yang akan
mensintesis molekul antibodi atau imunoglobulin yang dapat bereaksi terhadap
antigen. Imunoglobulin adalah kelompok molekul yang erat hubungannya
dengan glikoprotein yang terdiri dari 82-96% protein dan 4-18% karbohidrat.
Pada dasarnya molekul imunoglobulin mempunyai bentuk ikatan 4 rantai yang
terdiri dari dua rantai kembar yang kuat (H=heavy) dan dua rantai kembar yang
lemah (L=light), dimana kedua bentuk rantai tersebut dihubungkan dengan
molekul disulfida (S2). Didalam rantai ikatan disulfida tersebut bertanggung
jawab terhadap formasi dua jalur ganda yang menguatkan antibodi yang juga
merupakan ciri khas dari molekul antibodi tersebut. Pada ujung terminal amina
dan rantai H dan L terciri dengan sifat yang berubah-ubah (variasi) dari
komposisi asam aminonya, sehingga disebut VH (variasi heavy) dan VL (variasi
light). Bagian yang tetap atau konstant dari rantai L disebut sebagai C L,
sedangkan dari rantai H disebut CH, sedangkan CH sendiri dibagi menjadi sub-
22
unit: CH1, CH2, dan CH3. Fungsi dan daerah yang bervariasi tersebut (V) adalah
terlihat dan berperan dalam pengikatan antigen. Sedangkan pada daerah C adalah
berperan untuk menguatkan ikatan dalam molekul dan daerah C ini terlibat dalam
proses sistem biologik sehingga disebut fungsi efektor seperti: “complement
binding” (ikatan komplemen, pasase plasenta dan berikatan dengan membran
sel).
Antibodi yang diproduksi pertama kali oleh sel B adalah IgM, sekali diproduksi
konsentrasi IgM meningkat dengan cepat dalam serum darah. Beberapa jam setelah
IgM diproduksi, sel B mulai memproduksi IgG, yang kemudian konsentrasi IgG
meningkat cepat melebihi konsentrasi IgM. Antibodi IgG ini lebih kuat untuk
melawan kuman patogen karena ukurannya yang kecil, sehingga ia dapat berpenetrasi
kedalam jaringan pada tempat yang penting. Sedangkan aktifitas IgM terbatas pada
saluran darah, tetapi IgM merupakan respon antibodi pertama (antibodi
23
primer) dalam mempertahankan tubuh terhadap antigen sampai cukup
terbentuknya IgG (antibodi sekunder). Kedua bentuk antibodi tersebut secara
terus menerus diproduksi selama ada antigen dalam tubuh. Antibodi yang
diproduksi oleh sel B tersebut akan melekat pada antigen dan dikeluarkan dari
tubuh, dimana antibodi lainnya yang tidak digunakan di katabolisme dan
hancur sendiri. Setiap antibodi mempunyai kemampuan hidup yang berbeda
yaitu: Waktu paroh biologi (biological half life) dari antibodi: IgG1, IgG2 dan
IgG4 adalah 20 hari, IgM selama 10 hari, IgA 6 hari dan IgD, IgE selama 2
hari.
23
mengeluarkan zat-zat diantaranya histamin, kinin dan bradikinin dari dalam
granula. Zat-zat inilah yang kemudian dapat menimbulkan pengaruh yang kita
rasakan sebagai gejala seperti gatal-gatal, asma, muntah, diare dan sebagainya.
25
BAB VI PENUTUP
Kesimpulan
Sistem imun terbagi dua berdasarkan perolehannya atau asalnya, yaitu
Sistem Imun Nonspesifik (Sistem imun alami) merupakan lini pertama
sedangkan Sistem Imun Spesifik (Sistem imun yang didapat/hasil adaptasi)
merupakan lini kedua dan juga berfungsi terhadap serangan berikutnya oleh
mikroorganisme patogen yang sama. Masing-masing dari sistem imun
mempunyai komponen seluler dan komponen humoral, walaupun demikian,
kedua sistem imun tersebut saling bekerjasama dalam menjalankan fungsinya
untuk mempertahankan tubuh.
26
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, A.K. & Lichtman, A.H. 2005. Cellular and Molecular Immunology 5th
Edition. Philadelphia: Elsevier Publisher.
Karp, Gerald. 2005. Cell and Molecular Biology. United States of America:
Willey International Edition.
Nurcahyo, Heru. 2013. Hand Out Molekul Hormon & Molekul Immunoglobulin.
Yogyakarta: UNY Press.
Stryer, Lubert. 2000. Biokimia Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
27