Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

IMUNOPATOLOGI
Dosen Pengampu : dr. Mayang Wulandari, MM

Disusun Oleh Kelompok 2:

1) Anisa Fitriani (2211139)


2) Leyra Firnawati (2211149)
3) Nadila Putri Lestari (2211135)
4) Devi Maulidya Syahara (2211109)
5) Dimi Dwi Muslimatul (2211119)
6) Adi Putra Pamungkas (2211152)
7) Charissa Aulia Rahma (2211126)
8) Della Auralia Arviantasari (2211201)
9) Deviandika (2211129)
10) Erlina Febrianti (2211146)
11) Yudha Pradipta (2211144)

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN RS. Dr SOERAOEN
KESDAM V/BRAWIJAYA MALANG
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahkan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Imunopatologi.

Dalam penulisan makalah ini penulis merasa banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis mengucapan banyak terima kasih


yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada


mereka yang membatu dalam penyelesaian makalah ini, menjadikan semua
bantuannya sebagai ibadah, Aamiin Yaa Robbal’Alamiin.

Malang, 8 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................1
1.3 Tujuan....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3

2.1 Pengertian Imunopalogi.........................................................................3


2.2 Mekanisme Imunopatologi.....................................................................3
2.3 Macam-macam penyakit autoimun........................................................4
2.4 Pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan.......................8

BAB III PENUTUP.........................................................................................12

3.1 Kesimpulan...........................................................................................12
3.2 Saran.....................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak mungkin tubuh manusia menghindari lingkungan yang mengandung
mikroba patogen di sekitarnya. Mikroba ini dapat menyebabkan penyakit menular
pada manusia. Mikroba patogen yang ada bersifat poligenik dan kompleks. Oleh
karena itu, respon imun tubuh manusia terhadap mikroba patogen yang berbeda juga
berbeda.
Tubuh manusia berada di bawah ancaman konstan dari bakteri, virus, parasit,
paparan sinar matahari dan polusi. Stres emosional atau fisiologis yang disebabkan
oleh peristiwa ini merupakan tantangan lain untuk menjaga kesehatan tubuh. Pada
umumnya kita terlindung oleh sistem pertahanan tubuh, sistem imun terutama
makrofag, dan kebutuhan nutrisi yang cukup untuk menjaga kesehatan. Namun
tantangan negatif yang berlebihan dapat menekan sistem pertahanan tubuh, yaitu.
sistem kekebalan tubuh, dan menyebabkan berbagai penyakit fatal.
Respon imun bawaan terjadi terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit,
dan makrofag jaringan. Lipopolisakarida di dinding bakteri gram negatif dapat
mengaktifkan jalur komplemen alternatif tanpa adanya antibodi. Kerusakan jaringan
yang terjadi ini merupakan efek samping dari mekanisme pertahanan tubuh untuk
mengeliminasi bakteri.
Sistem pertahanan tubuh dibagi menjadi dua cabang imunitas humoral yang
merupakan fungsi protektif imunisasi dan imunitas selular yang fungsi protektifnya
berkaitan dengan sel.
Imunologi adalah cabang biologis dari biomedis yang mencangkup tentang
sistem kekebalan tubuh. Imunopatologi adalah cabang kedokteran yang menangani
respons imun yang terkait dengan penyakit. Ini termasuk studi tentang patologi
organisme, system oragan atau penyakit yang berhubungan dengan system kekebalan
tubuh dan respon kekebalan tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Imunopalogi?
2. Bagaimana Mekanisme Imunopatologi?
3. Apa Saja Macam-macam penyakit autoimun?
4. Bagaimana Pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Imunopalogi
2. Memahami Mekanisme Imunopatologi
3. Mengetahui Macam-macam penyakit autoimun
4. Memamhami Pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
1.4

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Imunopatologi


Imunopatologi merupakan studi yang mempelajari tentang reaksi kekebalan yang
terlibat dalam penyakit. Imunopatologi dari ketidakseimbangan antara kemampuan
sistem kekebalan untuk membersihkan virus dan kerusakan jaringan akibat respon
kekebalan antivirus.

2.2 Mekanisme Immunopatologi


1. Reaksi Hipesensitivitas
Hipersensitivitas (Reaksi Alergi) adalah reaksi dari sistem kekebalan
yang terjadi saat jaringan tubuh sehat mengalami cidera atau luka. Reaksi alergi
melibatkan antibodi, limfosit, dan sel lainnya yang termasuk dalam komponen
sistem imun sebagai pelindung fisiologis tubuh. Reaksi alergi terbagi menjadi 4
macam menurut Gell dan Coombs yaitu tipe I – IV (Hikmah & Dewanti, 2010).
a. Hipersensitivitas tipe I
Disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi. Reaksi
ini timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Mekanisme
terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe I mulanya antigen masuk ke tubuh dan
merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel Th. IgE diikat
oleh sel mast atau basofil melalui reseptor Fcɛ. Apabila tubuh terpajan ulang
dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang
sudah ada pada permukaan sel mast atau basofil. Akibat ikatan tersebut, sel
mast atau basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator. Senyawa
vasoaktif yang dilepaskan oleh sel mast atau basofil, yaitu histamin dan
faktor kemotaktik eosinofilik.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:
1. Fase sensitasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast atau
basofil.
2. Fase aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang
dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang
berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

3
3. Fase efektor, yaitu waktu terjadi respon yang kompleks sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas
farmakologik.
b. Hipersensitivitas tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel
pejamu. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor
Fcγ-R. Sel NK dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan
kerusakan melalui Antibody Dependent Cell (mediated) Cytotoxicity.
Karakteristik hipersensitivitas tipe II ialah pengerusakan sel dengan mengikat
antibodi yang spesifik pada permukaan sel. Kerusakan sel yang terjadi
utamanya bukan merupakan hasil pengikatan antibodi, ini tergantung pada
bantuan limfosit lainnya atau makrofag atau pada sistem komplemen.
c. Hipersensitivitas tipe III
Disebut juga reaksi kompleks imun. Terjadi bila kompleks antigen-
antibodi ditemukan dalam sirkulasi atau dinding pembuluh darah atau
jaringan dan mengaktifkan komplemen. Antibodi yang berperan biasanya
jenis IgM atau IgG. Kompleks imun akan mengaktifkan sejumlah komponen
sistem imun. Komplemen yang diaktifkan melepas anafilaktosis yang
memacu sel mast dan basofil melepas histamin. Mediator lainnya dan
Macropaghe Chemotactic Factormengerahkan polimorf yang melepas enzim
proteolitik dan protein polikationik. Komplemen juga menimbulkan agregasi
trombosit yang membentuk mikrotombi dan melepas amin vasoaktif, selain
itu komplemen mengaktifkan makrofag yang melepas IL-1 dan produk
lainnya.
d. Hipersensitivitas tipe IV
Hypersensitivitas yang terjadi melalui sel CD4 dan T Cell Mediated
Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8.
 Delayed Type Hipersensitivity (DTH)
Pada tipe ini, sel CD4 Th1 mengaktifkan makrofag yang berperan
sebagai sel efektor. CD4 Th1 melepas sitokin yang mengaktifkan
makrofag dan menginduksi inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan
disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim
hidrolitik, oksigen reaktif intermediat, oksida nitrat, dan sitokin
proinflamasi. DTH dapat juga terjadi sebagai respon terhadap bahan yang

4
tidak berbahaya dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan
dermatitis kontak. Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH
berakhir dengan hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan
produk makrofag lainnya seperti peroksid radikal dan superoksid. DTH
dapat merupakan reaksi fisiologik terhadap patogen yang sulit
disingkirkan misalnya M. Tuberkulosis.
 T Cell Mediated Cytolysis
Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel
CD8 yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan
hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja
dan biasanya tidak sistemik.Manifestasi klinisnya antara lain dermatitis
kontak, diabetes insulin dependen, artritis reumatoid, sklerosis multipel
1,3,4.
2. Autoimun
Penyakit autoimun adalah respon imun yang mengakibatkan kerusakan
pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi fisiologis tubuh. Penyakit
autoimun dapat menyerang bagian tubuh manapun dengan tanda klasik autoimun
berupa inflamasi penyakit autoimun merupakan respon imun yang
mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi
fisiologis tubuh. Penyakit autoimun dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor genetik, infeksi, lingkungan, hormonal, daerah/suku, diet dan
toksik/obat. Patogenesis autoimun terdiri atas gangguan aktivitas selular dan
protein regulator. Gangguan aktivitas selular dapat terjadi apabila tubuh gagal
mempertahankan toleransi akan self-antigen dan terjadi aktivasi autoreaktif sel
imun terhadap self-antigen tersebut.
Faktor yang berpengaruh pada perkembangan penyakit autoimun
- Genetik → Haplotipe HLA tertentu meningkatkan resiko penyakit
autoimun
- Gender → Wanita lebih sering daripada pria
- Infeksi → Virus Epstein Barr, mikroplasma, streptokokus, Krebsiella,
malaria dll berhubungan dengan beberapa penyakit autoimun
- Sifat autoantigen→ yaitu enzim dan protein (heat shock protein) sering
sebagai antigen sasaran dan mungkin bereaksi saling dengan antigen
mikroba
- Obat-obatan → obat tertentu dapat menginduksi penyakit autoimun

5
- Usia → sebagian besar penyakit autoimin terjadi pada usia dewasa

3. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu immunodefisiensi primer
yang hampir selalu ditentukan faktor genetik. Sementara imunodefisiensi
sekunder bisa muncul sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau
efek samping penggunaan obat-obatan dan terapi.
Gangguan imunodefisiensi diantaranya:
a. Imunodefisiensi primer
Imunodefisiensi dapat mempengaruhi limvosit B, T atau fagosit
contohnya:
- Defisiensi IgA
- Granulomatos kronis( CGD)
- Severe combined immunodeficiency (SCID)
- Sindroma DiGeorge (Thymus Displasia)
- Wiskott-Aldrich Syndrome

b. Immunodefisiensi Sekunder

- Infeksi
- Kanker
- Obat-obatan
- Pengangkatan Lien
Penyebab imunodefisiensi
1. Keturunan dan kelainan metabolisme
2. Bahabn kimia dan pengobatan yang menekan system kekebalan
3. Infeksi

2.3 Macam- macam Penyakit autoimun


1. Artritis Rematoid
Artritis Rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi.
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:

6
1. Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari
imunoglobulin dengan rhematoid factor
2. Faktor metabolik
3. Infeksi dengan kecenderungan virus

Tanda dan gejala artritis rhematoid


a. Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari
b. Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c. Poli artritis simetris sendi perifer atau semua sendi bisa
terserang,panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu.
d. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang
dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X.

2. Systemic Lupus Erythematosus(SLE)


Systemic Lupus Erythematosus(SLE) adalah suatu penyakit autoimun
pada jaringan ikat. Autoimun berarti bahwa sistem imun menyerang jaringan
tubuh sendiri. Pada SLE ini, sistem imun terutama menyerang inti sel (Matt,
2003).

Menurut American College Of Rheumatology 1997, yang dikutip


Qiminta, diagnosis SLE harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang ditetapkan.
Adapun penjelasan singkat dari 11 gejala tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada
bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya
jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar
matahari
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini
dijumpai pada 90% odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya teris
cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.

7
8. Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain
lain.
9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia
10. Tes ANA (antinuclear Antibody) positif
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh

Akar penyebab lupus adalah disfungsional sistem imun. Pada orang sehat, sel-sel
limfositnya memiliki permukaan yang tertutup molekul glikoform dan protein
komplemen yang akan membentuk struktur glikoprotein. Pada penderita SLE,
sel-sel ini kehilangan struktur glikoprotein tertentu, sehingga bentuk permukaan
sel menjadi berbeda dibandingkan dengan sel-sel sehat yang mengakibatkan
selsel imun melakukan kesalahan dengan menganggap sel-sel tubuhnya sendiri
sebagai musuh dan melakukan penyerangan terhadapnya. Hal inilah yang
menyebabkan gejalagejala seperti peradangan kulit dan sendi, kelelahan yang
ekstrim, kerusakan ginjal dan seterusnya.

3. Psoriasis
Psioriasis adalah penyakit kulit autoimun umum yang ditandai dengan
hiperproliferasi keratinosit yang dimediasi sel T. Penyakit ini memiliki latar
belakang genetik yang kuat namun kompleks dengan konkordansi sekitar 60%
pada kembar monozigot, dan studi hubungan dan asosiasi beresolusi tinggi baru-
baru ini menunjukkan bahwa HLA-Cw*0602 sendiri merupakan alel kerentanan
utama untuk psoriasis. Pasien yang membawa alel ini telah terbukti memiliki
gambaran klinis yang berbeda dan usia onset penyakit yang lebih dini, dan pasien
yang homozigot untuk alel ini memiliki risiko penyakit sekitar 2,5 kali lebih
tinggi daripada heterozigot. Data yang dipublikasikan menunjukkan bahwa sel T
CD8+ mungkin memainkan peran efektor utama pada psoriasis. Infiltrasi
epidermis dari sel T CD8+ oligoklonal yang dominan, dan mungkin juga sel T
CD4+ di dermis, merupakan gambaran yang mencolok dari lesi psoriasis kronis,
menunjukkan bahwa sel-sel ini menanggapi antigen tertentu.
2.4 Pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
a) Ansietas pada penyakit autoimun
- Kualitas tidur pada pasien autoimun menurun
- Kurangnya rasa percaya diri pasien autoimun
- Nafsu makan menurun

8
b) Pencegahan penyakit autoimun
- Berolahraga secara rutin.
- Tidak merokok.
- Menjaga berat badan tetap ideal.
- Menggunakan alat pelndung ketika bekerja, agar terhindar
dari paparan bahan kimia.
- Rutin mencuci tangan dengan benar agar terhindar infeksi
virus dan bakteri.
c) Rencana penyelesaian masalah keperawatan
- Identifikasi factor risiko pasien autoimun
1. Kelebihan berat badan: Kelebihan berat badan atau obesitas
dapat meningkatkan risiko terkena rheumatoid arthritis atau
radang sendi psoriatik. Hal ini terjadi karena berat badan
yang lebih banyak memberi tekanan lebih besar pada
persendian atau karena jaringan lemak membuat zat yang
mendorong peradangan.
2. Merokok: Disebutkan bahwa seseorang yang merokok
dapat berisiko lebih tinggi terhadap sejumlah penyakit
autoimun, termasuk lupus, rheumatoid arthritis, dan
hipertiroidisme.
3. Jenis kelamin: Disebutkan bahwa faktor jenis kelamin juga
berperan aktif terhadap penyakit autoimun. Wanita
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit autoimun
daripada pria. Tidak diketahui secara pasti, tetapi faktor
hormonal atau fakta bahwa wanita cenderung memiliki
sistem kekebalan yang lebih kuat dapat berperan.
4. Infeksi: Jika seseorang yang memiliki kecenderungan
genetik terhadap infeksi virus atau bakteri tertentu, risiko
yang lebih besar terhadap penyakit autoimun masa depan
juga akan meningkat. Sementara alasan di balik risiko ini
masih belum jelas, penelitian terus meneliti peran infeksi

9
yang dapat memengaruhi sistem kekebalan mempunyai
risiko menyebabkan penyakit autoimun.
5. Usia: Faktor usia juga dapat meningkatkan risiko seseorang
terserang penyakit autoimun. Sebagian besar gangguan
autoimun memengaruhi orang yang lebih muda dan
setengah baya. Meski demikian, setiap penyakit berbeda
dan kelainan seperti rheumatoid arthritis lebih sering terjadi
seiring bertambahnya usia orang.
- factor risiko personal pasien autoimun
Penyakit autoimun ini bisa mengakibatkan kerusakan sel
jaringan dalam tubuh dan menimbulkan peradangan serta
mengakibatkan kondisi yang serius pada penderitanya, seperti
gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ
penting lainnya.
- factor risiko lingkungan pasien autoimun
Faktor lingkungan turut berpengaruh dalam memicu
penyakit autoimun. Faktor lingkungan mencakup paparan zat kimia
beracun, seperti asbes, merkuri, asap rokok, serta pola makan yang
kurang sehat.

d) Impelementasi Keperawatan
- Pemeriksaan Penyakit Autoimun
Untuk mengetahui masalah autoimun dapat dilakukan
dengan tes saring yaitu, pemeriksaan terhadap antibodi
tertentu, misalnya antibodi antinuklear. Pemeriksaan
autoimun yang dapat dilakukan adalah ANA Profile, ANA
Test, Anti ds-DNA, dan Pemeriksaan Sel L.E.
- Melakukan terapi fisik
Pada beberapa pasien yang jenis autoimunnya sampai
menyerang fungsi gerak tubuh, dapat kesulitan untuk
melakukan aktivitas fisik layaknya orang normal. Sebagai
contoh artritis reumatoid yang penderitanya mengalami

10
gangguan fungsi dan perubahan bentuk pada sendinya.
Akibatnya, sendiri terasa bengkak, kaku, dan nyeri. Kondisi
seperti ini, dapat dibantu dengan melakukan fisioterapi dan
konsumsi obat-obatan untuk mengelola dan menghambat
perkembangan penyakit dalam tubuh.

11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imunopatologi merupakan studi yang mempelajari tentang reaksi
kekebalan yang terlibat dalam penyakit. Mekanisme imunopatologi ada 3 yaitu
reaksi hipersensistivitas, penyakit autoimun, dan imunodefisiensi.
Hipersensitivitas (Reaksi Alergi) adalah reaksi dari sistem kekebalan
yang terjadi saat jaringan tubuh sehat mengalami cidera atau luka. Reaksi alergi
melibatkan antibodi, limfosit, dan sel lainnya yang termasuk dalam komponen
sistem imun sebagai pelindung fisiologis tubuh.
Penyakit autoimun adalah respon imun yang mengakibatkan kerusakan
pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi fisiologis tubuh. Penyakit
autoimun dapat menyerang bagian tubuh manapun dengan tanda klasik autoimun
berupa inflamasi penyakit autoimun merupakan respon imun yang
mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi
fisiologis tubuh.
Imunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu immunodefisiensi primer
yang hampir selalu ditentukan faktor genetik. Sementara imunodefisiensi
sekunder bisa muncul sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau
efek samping penggunaan obat-obatan dan terapi.

3.2 Saran
Kita sebagai masyarakat awam harus lebih peduli terhadap penyakit
autoimun dengan cara melakukan pencegahan seperti berolahraga secara rutin,
tidak merokok, menjaga berat badan tetap ideal, menggunakan alat
pelndung ketika bekerja, agar terhindar dari paparan bahan kimia, rutin
mencuci tangan dengan benar agar terhindar infeksi virus dan bakteri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Garna, B. K. (2014). Reaksi Hipersensitivitas. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia .
Gudjonsson, J. d. (2004). Mekanisme imunopatogenik pada psoriasis . Imunologi
Klinis & eksperimental, 1-8.
Hikmah, N. (2015). Seputar Reaksi Hipersensitivitas (Alergi).
STOMATOGNATIC-Jurnal Kedokteran Gigi, 108-112.
Nugrahani. (2022). Imunopatologi Sjogren Syndrome. Jurnal Ilmu Kedokteran
Gigi, 26-30.
Roviati. (2012). Systemik Lupus erithematosus(SLE) . Jurnal Pendidikan Sains,
1-2.

13

Anda mungkin juga menyukai