IMUNOPATOLOGI
Dosen Pengampu : dr. Mayang Wulandari, MM
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahkan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyusun
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang Imunopatologi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................3
3.1 Kesimpulan...........................................................................................12
3.2 Saran.....................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Imunopalogi
2. Memahami Mekanisme Imunopatologi
3. Mengetahui Macam-macam penyakit autoimun
4. Memamhami Pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
1.4
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Fase efektor, yaitu waktu terjadi respon yang kompleks sebagai efek
mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas
farmakologik.
b. Hipersensitivitas tipe II
Disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi karena dibentuk
antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel
pejamu. Antibodi tersebut dapat mengaktifkan sel yang memiliki reseptor
Fcγ-R. Sel NK dapat berperan sebagai sel efektor dan menimbulkan
kerusakan melalui Antibody Dependent Cell (mediated) Cytotoxicity.
Karakteristik hipersensitivitas tipe II ialah pengerusakan sel dengan mengikat
antibodi yang spesifik pada permukaan sel. Kerusakan sel yang terjadi
utamanya bukan merupakan hasil pengikatan antibodi, ini tergantung pada
bantuan limfosit lainnya atau makrofag atau pada sistem komplemen.
c. Hipersensitivitas tipe III
Disebut juga reaksi kompleks imun. Terjadi bila kompleks antigen-
antibodi ditemukan dalam sirkulasi atau dinding pembuluh darah atau
jaringan dan mengaktifkan komplemen. Antibodi yang berperan biasanya
jenis IgM atau IgG. Kompleks imun akan mengaktifkan sejumlah komponen
sistem imun. Komplemen yang diaktifkan melepas anafilaktosis yang
memacu sel mast dan basofil melepas histamin. Mediator lainnya dan
Macropaghe Chemotactic Factormengerahkan polimorf yang melepas enzim
proteolitik dan protein polikationik. Komplemen juga menimbulkan agregasi
trombosit yang membentuk mikrotombi dan melepas amin vasoaktif, selain
itu komplemen mengaktifkan makrofag yang melepas IL-1 dan produk
lainnya.
d. Hipersensitivitas tipe IV
Hypersensitivitas yang terjadi melalui sel CD4 dan T Cell Mediated
Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8.
Delayed Type Hipersensitivity (DTH)
Pada tipe ini, sel CD4 Th1 mengaktifkan makrofag yang berperan
sebagai sel efektor. CD4 Th1 melepas sitokin yang mengaktifkan
makrofag dan menginduksi inflamasi. Pada DTH, kerusakan jaringan
disebabkan oleh produk makrofag yang diaktifkan seperti enzim
hidrolitik, oksigen reaktif intermediat, oksida nitrat, dan sitokin
proinflamasi. DTH dapat juga terjadi sebagai respon terhadap bahan yang
4
tidak berbahaya dalam lingkungan seperti nikel yang menimbulkan
dermatitis kontak. Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH
berakhir dengan hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan
produk makrofag lainnya seperti peroksid radikal dan superoksid. DTH
dapat merupakan reaksi fisiologik terhadap patogen yang sulit
disingkirkan misalnya M. Tuberkulosis.
T Cell Mediated Cytolysis
Dalam T Cell Mediated Cytolysis, kerusakan terjadi melalui sel
CD8 yang langsung membunuh sel sasaran. Penyakit yang ditimbulkan
hipersensitivitas selular cenderung terbatas kepada beberapa organ saja
dan biasanya tidak sistemik.Manifestasi klinisnya antara lain dermatitis
kontak, diabetes insulin dependen, artritis reumatoid, sklerosis multipel
1,3,4.
2. Autoimun
Penyakit autoimun adalah respon imun yang mengakibatkan kerusakan
pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi fisiologis tubuh. Penyakit
autoimun dapat menyerang bagian tubuh manapun dengan tanda klasik autoimun
berupa inflamasi penyakit autoimun merupakan respon imun yang
mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi
fisiologis tubuh. Penyakit autoimun dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah faktor genetik, infeksi, lingkungan, hormonal, daerah/suku, diet dan
toksik/obat. Patogenesis autoimun terdiri atas gangguan aktivitas selular dan
protein regulator. Gangguan aktivitas selular dapat terjadi apabila tubuh gagal
mempertahankan toleransi akan self-antigen dan terjadi aktivasi autoreaktif sel
imun terhadap self-antigen tersebut.
Faktor yang berpengaruh pada perkembangan penyakit autoimun
- Genetik → Haplotipe HLA tertentu meningkatkan resiko penyakit
autoimun
- Gender → Wanita lebih sering daripada pria
- Infeksi → Virus Epstein Barr, mikroplasma, streptokokus, Krebsiella,
malaria dll berhubungan dengan beberapa penyakit autoimun
- Sifat autoantigen→ yaitu enzim dan protein (heat shock protein) sering
sebagai antigen sasaran dan mungkin bereaksi saling dengan antigen
mikroba
- Obat-obatan → obat tertentu dapat menginduksi penyakit autoimun
5
- Usia → sebagian besar penyakit autoimin terjadi pada usia dewasa
3. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu immunodefisiensi primer
yang hampir selalu ditentukan faktor genetik. Sementara imunodefisiensi
sekunder bisa muncul sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau
efek samping penggunaan obat-obatan dan terapi.
Gangguan imunodefisiensi diantaranya:
a. Imunodefisiensi primer
Imunodefisiensi dapat mempengaruhi limvosit B, T atau fagosit
contohnya:
- Defisiensi IgA
- Granulomatos kronis( CGD)
- Severe combined immunodeficiency (SCID)
- Sindroma DiGeorge (Thymus Displasia)
- Wiskott-Aldrich Syndrome
b. Immunodefisiensi Sekunder
- Infeksi
- Kanker
- Obat-obatan
- Pengangkatan Lien
Penyebab imunodefisiensi
1. Keturunan dan kelainan metabolisme
2. Bahabn kimia dan pengobatan yang menekan system kekebalan
3. Infeksi
6
1. Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari
imunoglobulin dengan rhematoid factor
2. Faktor metabolik
3. Infeksi dengan kecenderungan virus
1. Ruam kemerahan pada kedua pipi melalui hidung sehingga seperti ada
bentukan kupu-kupu, istilah kedokterannya Malar Rash/Butterfly Rash.
2. Bercak kemerahan berbentuk bulat pada bagian kulit yang ditandai adanya
jaringan parut yang lebih tinggi dari permukaan kulit sekitarnya.
3. Fotosensitive, yaitu timbulnya ruam pada kulit oleh karena sengatan sinar
matahari
4. Luka di mulut dan lidah seperti sariawan (oral ulcers).
5. Nyeri pada sendi-sendi. Sendi berwarna kemerahan dan bengkak. Gejala ini
dijumpai pada 90% odapus.
6. Gejala pada paru-paru dan jantung berupa selaput pembungkusnya teris
cairan.
7. Gangguan pada ginjal yaitu terdapatnya protein di dalam urine.
7
8. Gangguan pada otak/sistem saraf mulai dari depresi, kejang, stroke, dan lain
lain.
9. Kelainan pada sistem darah di mana jumlah sel darah putih dan trombosit
berkurang. Dan biasanya terjadi juga anemia
10. Tes ANA (antinuclear Antibody) positif
11. Gangguan sistem kekebalan tubuh
Akar penyebab lupus adalah disfungsional sistem imun. Pada orang sehat, sel-sel
limfositnya memiliki permukaan yang tertutup molekul glikoform dan protein
komplemen yang akan membentuk struktur glikoprotein. Pada penderita SLE,
sel-sel ini kehilangan struktur glikoprotein tertentu, sehingga bentuk permukaan
sel menjadi berbeda dibandingkan dengan sel-sel sehat yang mengakibatkan
selsel imun melakukan kesalahan dengan menganggap sel-sel tubuhnya sendiri
sebagai musuh dan melakukan penyerangan terhadapnya. Hal inilah yang
menyebabkan gejalagejala seperti peradangan kulit dan sendi, kelelahan yang
ekstrim, kerusakan ginjal dan seterusnya.
3. Psoriasis
Psioriasis adalah penyakit kulit autoimun umum yang ditandai dengan
hiperproliferasi keratinosit yang dimediasi sel T. Penyakit ini memiliki latar
belakang genetik yang kuat namun kompleks dengan konkordansi sekitar 60%
pada kembar monozigot, dan studi hubungan dan asosiasi beresolusi tinggi baru-
baru ini menunjukkan bahwa HLA-Cw*0602 sendiri merupakan alel kerentanan
utama untuk psoriasis. Pasien yang membawa alel ini telah terbukti memiliki
gambaran klinis yang berbeda dan usia onset penyakit yang lebih dini, dan pasien
yang homozigot untuk alel ini memiliki risiko penyakit sekitar 2,5 kali lebih
tinggi daripada heterozigot. Data yang dipublikasikan menunjukkan bahwa sel T
CD8+ mungkin memainkan peran efektor utama pada psoriasis. Infiltrasi
epidermis dari sel T CD8+ oligoklonal yang dominan, dan mungkin juga sel T
CD4+ di dermis, merupakan gambaran yang mencolok dari lesi psoriasis kronis,
menunjukkan bahwa sel-sel ini menanggapi antigen tertentu.
2.4 Pendekatan dalam menyelesaikan masalah keperawatan
a) Ansietas pada penyakit autoimun
- Kualitas tidur pada pasien autoimun menurun
- Kurangnya rasa percaya diri pasien autoimun
- Nafsu makan menurun
8
b) Pencegahan penyakit autoimun
- Berolahraga secara rutin.
- Tidak merokok.
- Menjaga berat badan tetap ideal.
- Menggunakan alat pelndung ketika bekerja, agar terhindar
dari paparan bahan kimia.
- Rutin mencuci tangan dengan benar agar terhindar infeksi
virus dan bakteri.
c) Rencana penyelesaian masalah keperawatan
- Identifikasi factor risiko pasien autoimun
1. Kelebihan berat badan: Kelebihan berat badan atau obesitas
dapat meningkatkan risiko terkena rheumatoid arthritis atau
radang sendi psoriatik. Hal ini terjadi karena berat badan
yang lebih banyak memberi tekanan lebih besar pada
persendian atau karena jaringan lemak membuat zat yang
mendorong peradangan.
2. Merokok: Disebutkan bahwa seseorang yang merokok
dapat berisiko lebih tinggi terhadap sejumlah penyakit
autoimun, termasuk lupus, rheumatoid arthritis, dan
hipertiroidisme.
3. Jenis kelamin: Disebutkan bahwa faktor jenis kelamin juga
berperan aktif terhadap penyakit autoimun. Wanita
memiliki risiko lebih besar terkena penyakit autoimun
daripada pria. Tidak diketahui secara pasti, tetapi faktor
hormonal atau fakta bahwa wanita cenderung memiliki
sistem kekebalan yang lebih kuat dapat berperan.
4. Infeksi: Jika seseorang yang memiliki kecenderungan
genetik terhadap infeksi virus atau bakteri tertentu, risiko
yang lebih besar terhadap penyakit autoimun masa depan
juga akan meningkat. Sementara alasan di balik risiko ini
masih belum jelas, penelitian terus meneliti peran infeksi
9
yang dapat memengaruhi sistem kekebalan mempunyai
risiko menyebabkan penyakit autoimun.
5. Usia: Faktor usia juga dapat meningkatkan risiko seseorang
terserang penyakit autoimun. Sebagian besar gangguan
autoimun memengaruhi orang yang lebih muda dan
setengah baya. Meski demikian, setiap penyakit berbeda
dan kelainan seperti rheumatoid arthritis lebih sering terjadi
seiring bertambahnya usia orang.
- factor risiko personal pasien autoimun
Penyakit autoimun ini bisa mengakibatkan kerusakan sel
jaringan dalam tubuh dan menimbulkan peradangan serta
mengakibatkan kondisi yang serius pada penderitanya, seperti
gangguan pada tulang persendian, saraf, kelenjar, dan organ-organ
penting lainnya.
- factor risiko lingkungan pasien autoimun
Faktor lingkungan turut berpengaruh dalam memicu
penyakit autoimun. Faktor lingkungan mencakup paparan zat kimia
beracun, seperti asbes, merkuri, asap rokok, serta pola makan yang
kurang sehat.
d) Impelementasi Keperawatan
- Pemeriksaan Penyakit Autoimun
Untuk mengetahui masalah autoimun dapat dilakukan
dengan tes saring yaitu, pemeriksaan terhadap antibodi
tertentu, misalnya antibodi antinuklear. Pemeriksaan
autoimun yang dapat dilakukan adalah ANA Profile, ANA
Test, Anti ds-DNA, dan Pemeriksaan Sel L.E.
- Melakukan terapi fisik
Pada beberapa pasien yang jenis autoimunnya sampai
menyerang fungsi gerak tubuh, dapat kesulitan untuk
melakukan aktivitas fisik layaknya orang normal. Sebagai
contoh artritis reumatoid yang penderitanya mengalami
10
gangguan fungsi dan perubahan bentuk pada sendinya.
Akibatnya, sendiri terasa bengkak, kaku, dan nyeri. Kondisi
seperti ini, dapat dibantu dengan melakukan fisioterapi dan
konsumsi obat-obatan untuk mengelola dan menghambat
perkembangan penyakit dalam tubuh.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Imunopatologi merupakan studi yang mempelajari tentang reaksi
kekebalan yang terlibat dalam penyakit. Mekanisme imunopatologi ada 3 yaitu
reaksi hipersensistivitas, penyakit autoimun, dan imunodefisiensi.
Hipersensitivitas (Reaksi Alergi) adalah reaksi dari sistem kekebalan
yang terjadi saat jaringan tubuh sehat mengalami cidera atau luka. Reaksi alergi
melibatkan antibodi, limfosit, dan sel lainnya yang termasuk dalam komponen
sistem imun sebagai pelindung fisiologis tubuh.
Penyakit autoimun adalah respon imun yang mengakibatkan kerusakan
pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi fisiologis tubuh. Penyakit
autoimun dapat menyerang bagian tubuh manapun dengan tanda klasik autoimun
berupa inflamasi penyakit autoimun merupakan respon imun yang
mengakibatkan kerusakan pada jaringan tubuh sendiri serta mengganggu fungsi
fisiologis tubuh.
Imunodefisiensi terbagi menjadi dua, yaitu immunodefisiensi primer
yang hampir selalu ditentukan faktor genetik. Sementara imunodefisiensi
sekunder bisa muncul sebagai komplikasi penyakit seperti infeksi, kanker, atau
efek samping penggunaan obat-obatan dan terapi.
3.2 Saran
Kita sebagai masyarakat awam harus lebih peduli terhadap penyakit
autoimun dengan cara melakukan pencegahan seperti berolahraga secara rutin,
tidak merokok, menjaga berat badan tetap ideal, menggunakan alat
pelndung ketika bekerja, agar terhindar dari paparan bahan kimia, rutin
mencuci tangan dengan benar agar terhindar infeksi virus dan bakteri.
12
DAFTAR PUSTAKA
13