PENGANTAR FETOMATERNAL
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Imunologi dalam kehamilan”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
teman sekelompok sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala urusan kita. Amin.
Penyusun
ii
2
DAFTAR ISI
Halaman Judul…………………………………………………………………………….......i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………......ii
Daftar Isi……………………………………………………………………………………..iii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................................2
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian imunologi.......................................................................................3
2.2 Fungsi sistem imun..........................................................................................3
2.4 Klasfisikasi sistem imun...................................................................................4
2.4 Respon imun dalam kehamilan.........................................................................7
2.5 Mekanisme toleransi pada fetal........................................................................10
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan....................................................................................................13
3.2 Saran.............................................................................................................13
BAB IV : Daftar Pustaka.........................................................................................................14
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
yang dapat memicu toleransi sistem imun maternal pada jaringan janin. Selain pada sisi
janin, diduga pula bahwa terjadi perubahan pada sistem imun maternal selama kehamilan
sehingga akan memicu reaksi toleransi terhadap jaringan janin
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian imunologi
1.3.2 Untuk mengetahui fungsi sistem imun
1.3.3 Untuk mengetahui klasfisikasi sistem imun
1.3.4 Untuk mengetahui respon imun dalam kehamilan
1.3.5 Untuk mengetahui mekanisme toleransi pada fetal
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.3 Klasifikasi Sistem Imun
7
dinamakan kekebalan dapatan atau kekebalan adaptif. Fungsi dari sistem imun adaptif atau
didapat adalah untuk mengeliminasi infeksi sebagai lini kedua dari sistem imunitas dan
meningkatkan perlindungan terhadap re-infeksi melalui memori imunologi. Terdapat 2
jenis imunitas dapatan yaitu imunitas yang diperantarai oleh antibodi atau imunitas
humoral yang melibatkan pembentukan antibodi oleh turunan limfosit B yang dikenal
sebagai sel plasma dan imunitas yang diperantarai oleh sel atau imunitas seluler yang
melibatkan pembentukan limfosit T aktif yang secara langsung menyerang sel-sel yang
tidak diinginkan.
Limfosit B dan T memiliki riwayat hidup yang berbeda dan sifat serta fungsi yang
berbeda. Limfosit mampu mengenali secara spesifik dan berespon secara selektif terhadap
berbagai agen asing yang jenisnya hampir tidak terbatas serta terhadap sel kanker. Proses
pengenalan dan respon pada sel B dan T berbeda. Mikroorganisme beserta produk-
produknya yang berada di ekstraselular akan dikenali oleh reseptor-reseptor yang ada pada
sel limfosit B, dalam hal ini adalah antibodi. Sementara untuk mikroorganisme yang
berada di intrasel, produk-produknya akan dikenali oleh reseptor-reseptor dari limfosit
T (T cell receptor = TCR). TCR akan mengenali fragmen-fragmen peptida yang berasal
dari mikroorganisme intrasel dan dipresentasikan oleh HLA pada permukaan sel atau sel-
sel khusus yang disebut sebagai Antigen Presenting Cells (APC).
Human Leukocyte Antigen (HLA)
Seperti telah disebutkan sebelumnya HLA memegang peranan penting dalam hal
aktivasi respons imun baik yang bersifatinnate maupun adaptif. Kalau sistem
imun innate cara mengenali antigennya lebih kepada pengenalan struktur karbohidrat
ataupun lipid yang asing, yang tidak ditemukan di dalam tubuh (non-self), maka respons
imun adaptif lebih melakukan pengenalan kepada struktur peptida yang berasal dari
protein asing (non-self). Pengenalan terhadap struktur peptida ini akan lebih
menguntungkan karena diversitas struktur peptida ternyata lebih banyak jika dibandingkan
dengan karbohidrat ataupun lipid. Oleh karena itu, diharapkan sistem imun adaptif dapat
lebih mengenali secara spesifik suatu imunogen sehingga dapat memicu suatu respons
imun yang lebih spesifik.
HLA adalah suatu molekul yang akan mempresentasikan fragmen peptida pada
permukaan sel. Fragmen peptida yang dipresentasikan oleh HLA berasal dari protein
8
eksogen ataupun endogen yang diproses baik melalui jalur endositik (HLA kelas II)
maupun jalur skosolik (HLA kelas I). Fragmen peptida yang dipresentasikan juga berasal
dari protein self dan non-self . Oleh karena proses tadi berjalan secara terus menerus,
maka permukaan sel akan dipenuhi oleh HLA-HLA dengan fragmen peptidanya masing-
masing. Sel-sel yang tidak terinfeksi tentu saja hanya akan mempresentasikan fragmen-
fragmen peptida self.Oleh karena itu, HLA juga bersifat sebagai pertanda imunogenik di
mana memiliki fungsi untuk membedakan antara sel-sel yang berasal dari diri
sendiri (self) dengan sel-sel yang berasal dari orang lain (non-self) atau disebut sebagai
histokompatibilitas. Oleh karena itu, HLA sering disebut pula Major Histocompatibility
Complex (MHC) yang ada pada manusia. Dasar-dasar pengetahuan mengenai HLA saat
ini telah jauh berkembang seiring dengan semakin majunya ilmu kedokteran transplantasi.
Hal ini jugalah yang mendasari pemikiran-pemikiran mengenai keilmuan imunologi
reproduksi.
HLA berdasarkan struktur dan fungsinya terdiri atas 2 kelas, yaitu kelas I dan kelas
II. HLA akan dikoding oleh gen yang terletak pada kromosom no 6 tepatnya padaregio
6p21.31 (lengan pendek). Paling tidak telah dikenali 20 gen dari HLA kelas I yang hanya
mengoding untuk rantai α saja, di mana tiga di antaranya termasuk ke dalam kelompok
HLA klasik/kelas la di antaranya adalah HLA-A, HLA-B, dan HLA-C. HLA kelas I yang
klasik memiliki fungsi untuk mempresentasikan fragmen peptida (antigen) kepada sel
limfosit T sitotoksik (CD8+) dan biasanya dimiliki oleh seluruh sel somatik meski
ekspresinya akan sangat bervariasi bergantung pada jenis jaringannya. Selain HLA kelas I
klasik, juga terdapat kelompok nonklasik/kelas lb yang terdiri atas HLA-G, HLA-E, dan
HLA-F. HLA non-klasik seperti HLA-G banyak dibicarakan perannya dalam menentukan
keberhasilan kehamilan. Sementara gen yang akan mengoding HLA kelas II akan
mengoding rantai α dan β dan penamaannya akan menggunakan 3 huruf: (1) D untuk
menyatakan kelas II; (2) M, O, P, Q, atau R untuk menunjukkan famili; dan (3) A atau B
untuk menunjukkan rantai α atau β. Yang sering dikenal adalah HLA-DP, HLA-DQ, dan
HLA-DR. HLA kelas II berfungsi untuk mempresentasikan fragmen peptida (antigen)
kepada sel limfosit T helper (CD4+) dan biasanya di ekspresikan oleh subkelompok dari
sel-sel imun seperti sel dendritik makrofag, limfosit B, limfosit T yang teraktivasi, dan
epitelial timus.
9
Tiap HLA memiliki kemampuan untuk mengikat fragmen peptida pada peptide
binding site-nya. Masing-masing HLA memiliki peptide binding site yang bentuknya
berbeda, sehingga fragmen peptida yang akan terikat juga akan berbeda. Hal ini sangat
ditentukan oleh protein HLA yang dikoding oleh kromosom 6. Seorang manusia akan
menerima gen yang berasal dari kedua orang tuanya. Satu gen yang berasal dari ayah dan
satu gen yang berasal dari ibu. Oleh karena itu, apabila HLA kelas I terdapat 3 lokus gen
dan HLA kelas II memiliki 3 lokus gen, maka setiap individu akan memiliki 6 jenis HLA
kelas I dan 6 jenis HLA kelas II. Saat ini diketahui tiap lokus gen HLA memiliki beberapa
alel, contohnya HLA-A dapat memiliki 115 alel, sementara HLA-B dapat memiliki 301
alel. Oleh karena itu, gen HLA dikenal sebagai sistem gen yang bersifat paling polimorfik
Bagian yang polimorfik ini justru umumnya terdapat pada peptide binding site. Oleh
karena itu, tiap jenis HLA dari alel yang berbeda dapat mengikatf ragmen peptida yang
berbeda pula. Selain bersifat polimorfik, HLA akan diekspresikan secara kodominan, yang
berarti apabila seseorang memiliki 6 jenis HLA kelas I, maka keenam-enamnya akan
diekspresikan pada setiap permukaan sel somatik.
10
tercapai dengan beberapa mekanisme, yang mencakup: fetal trophoblastic evasion of
maternal immune detection (minimal dengan kegagalan untuk mengeluarkan molekul antigen
histocompatibilitas mayor kelas I atau II); pengeluaran ligand Fas trofoblast;
pengeluaran complement regulatory protein CD46, CD55, dan CD59 (yang memiliki efek
perlindungan); sel sitotrofoblas ekstravilli yang mengeluarkan gen histokompatibilitas mayor
non-klasik yang mengkodekan HLA-G (menurunkan fungsi sel natural killer); dan produksi
sitokin desidua. Perubahan ini berefek pada timus dan sel B, yang berperan terhadap
penekanan respon autoimun serta perubahan pada sel T yang bersirkulasi dan lokal.
Biasanya, kehamilan dari sudut pandang imunologi, telah dilihat sebagai sebuah
konflik antara janin semiallogenik dan ibu dimana kelangsungan hidup janin bergantung pada
penekanan respon imun maternal. Akan tetapi, telah jelas bahwa sementara fungsi limfosit
mengalami perubahan pada saat kehamilan, tidak terdapat penekanan respon imun maternal
yang meluas. Konsep kontemporer dalam imunologi reproduktif sekarang menekankan pada
sifat kooperatif dari interaksi antara sel individual dan molekul sistem imun dan janin dalam
mengatur hasil luaran kehamilan. Saat ini perhatian berpusat pada keterkaitan antara sel
natural killer dan kegagalan reproduktif.
Sel natural killer merupakan limfosit yang menjadi bagian dari sistem imun bawaan.
Sel NK dapat dibagi menjadi sel yang ditemukan pada darah perifer dan yang terdapat pada
desidua uterus. Terdapat perbedaan fenotip dan fungsional yang penting pada kedua tempat
ini. Tidak seperti sel NK darah perifer, sel NK uterus memiliki kemampuan membunuh yang
kecil. Analisis micro-assay yang dikombinasikan dengan flow cytometric dan penelitian RT-
PCR telah memperlihatkan bahwa fenotip sel NK uterus berbeda dari sel NK dalam darah
perifer.
Respon sitokin pada hubungan maternal-fetal saat ini juga menjadi subjek penelitian.
Respon ini secara umum dapat dibagi menjadi respon tipe Th-1 (yang ditandai oleh produksi
interleukin-2, interferon-γ dan TNF-β) atau respon tipe Th-2 (yang ditandai oleh produksi
antibody pemblok pada mask fetal trophoblast antigen yang berasal dari perkenalan
imunologis oleh respon sitotoksik yang dimediasi oleh sel Th-1 maternal. Sebaliknya, wanita
yang mengalami aborsi rekuren cenderung lebih dominan menghasilkan respon sel tipe Th-1
pada periode implantasi embrionik dan selama kehamilan. Imuno-modulasi dari respon
11
sitokin pada saat awal kehamilan mencerminkan adanya kemungkinan besar untuk
melakukan percobaan terapi di masa yang akan datang.
Lebih dari lima puluh tahun lalu pemenang nobel Peter B Medawar mengajukan
sesuatu yang dikenal sebagai “paradox imunologis dalam kehamilan.” Medawar berargumen
janin itu seperti transplant setengah asing, karena setengah gennya berasal dari sang ayah.
Oleh karena itu, dia menyimpulkan, sistem imun ibu dan janin akan mengalami masalah.
Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa sistem imun aktif pada tempat dimana embrio
yang berkembang melekat pada uterus pada permulaan kehamilan. Sehingga sistem imun
maternal yang agresif akan menyerang embrio, sehingga embrio mengambil tindakan
defensive.
Yang terbaru, ahli imunologi telah menyatakan apakah paparan terhadap protein
dalam cairan semen dapat membantu agar sistem imun wanita dapat bersiap untuk konsepsi
dan kehamilan. Tremellen dan rekannya telah meneliti sebuah protein yang disebut TGF,
yang ditemukan dalam kadar yang cukup tinggi dalam semen. Mereka menyuntikkan TGF
kedalam uterus tikus yang disertai dengan beberapa protein asing, dan menemukan bahwa
injeksi protein yang sama di bawah kulit tidak mengurangi kekuatan reaksi imun. Tremellen
percaya bahwa ‘imunisasi’ dengan TGF melalui hubungan seksual membantu sistem imun
maternal belajar untuk mentolerir antigen dalam semen dengan merubah produksi molekul
peradangan yang disebut sitokin. Dia telah menunjukan bahwa fertilisasi in vitro jauh lebih
berhasil jika pasangan telah melakukan hubungan seksual sebelum dilakukannya IVF.
Terdapat paradox dalam sebuah kehamilan bahwa, walaupun kemampuan ibu untuk
menghasilkan antibody tampak normal, kemampuan mereka untuk menyusun respon imun
yang dimediasi sel menjadi lemah. Konsep ini didukung oleh pengamatan klinis bahwa
wanita hamil, walaupun tidak mengalami penurunan sistem imun yang terlalu parah, lebih
rentan mengalami penyakit yang normalnya berkaitan dengan respon imun yang dimediasi
oleh sel. Infeksi virus tertentu, seperti hepatitis, herpes simplek, dan Epstein-barr, lebih sering
terjadi pada kehamilan. Penyakit yang disebabkan oleh pathogen intraseluler (misal lepra,
tuberculosis, malaria, toksoplasmosis, dan coccidioidomycosis) tampaknya dapat menjadi
lebih parah pada kehamilan. Lebih lanjut lagi, sekitar 70% wanita dengan rheumatoid arthritis
(yang disebabkan oleh sel T sitotoksik pada daerah persendian) mengalami penyembuhan
12
sementara pada gejalanya pada saat gestasi, sedangkan SLE (yang disebabkan oleh
autoantibody) cenderung menjadi buruk pada saat kehamilan.
Dapat disimpulkan bahwa sistem imun secara signifikan berubah pada saat kehamilan
dan perubahan-perubahan ini penting untuk mendukung plasentasi yang normal dan agar
kehamilan dapat berjalan normal dan sehat. Gangguan pada sistem imun maternal dapat
mengganggu keseimbangan yang baru saja terbentuk antara toleransi dan imunitas pada saat
kehamilan dan dapat mempengaruhi plasenta. Hasil luaran dan/atau perjalanan kehamilan.
Kehamilan adalah sebuah fenomena imunologis yang unik, dimana penolakan imun
normal terhadap jaringan asing tidak terjadi. Plasenta bukanlah pembatas antara sel maternal
dan janin, dan sel-sel ini mengalami kontak langsung pada beberapa lokasi, yang
mencerminkan hubungan maternal-fetal. Syncytiotrofoblast, lapisan paling luar dari vili
chorionic, melakukan kontak langsung dengan darah ibu dalam ruang intervilli. Trofoblas
ekstravilli dalam desidua melakukan kontak dengan berbagai macam sel maternal, yang
mencakup makrofag, sel NK uterus, dan sel T. trofoblas endovascular menggantikan sel
endothelial pada arteri spiral maternal dan berkontak langsung dengan darah maternal.
Akhirnya, makrofag janin dan maternal berkontak dengan lapisan chorion pada membrane
janin.
Mekanisme toleransi imunologi janin harus bekerja pada penghubung janin-ibu untuk
mencegah penolakan pada janin. Sekitar 30% wanita primipara atau multipara membentuk
antibody terhadap HLA janin paternal yang diwariskan. Persistensi dari antibody-antibodi ini
tidak tampak membahayakan janin. Sel fetal yang persisten dalam ibu dapat memainkan
peranan dalam persistensi antibodi-antibodi ini, karena pada beberapa wanita antibodinya
menetap, sedangkan pada ibu yang lain antibody ini tidak tampak. Pembentukan antibody
IgG terhadap antigen HLA paternal yang diwariskan berkaitan dengan adanya limfosit T
sitotoksik yang spesifik untuk antigen HLA ini. Limfosit T maternal yang spesifik untuk
antigen janin juga muncul pada saat hamil, tetapi kurang responsive.
Toleransi melalui antigen leukosit manusia (HLA)
Trofoblas janin dan sel dalam membrane plasenta berkontak langsung dengan sel dan
darah maternal, dan seharusnya beresiko mengalami penolakan imunologis. Pengeluaran
13
molekul MHC oleh sel-sel fetal ini pada awalnya sepertinya tidak menguntungkan yang
dapat memicu respon imun yang menolak perlekatan janin pada uterus. Dari berbagai macam
bentuk trofoblas plasenta, hanya sel trofoblas ekstravilli yang mengeluarkan molekul MHC
kelas I (HLA-C, -E, dan -G).Berdasarkan ekspresi HLA-nya, populasi sel-sel trofoblas dapat
dibagi menjadi 3 populasi, yaitu (a) sel-sel trofoblas yang melapisi ruang intravili. Sel-sel
trofoblas di sini akan langsung mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternal dari
sirkulasi maternal, maka sel-sel trofoblasnya tidak akan mengekspresikan HLA kelas I sama
sekali; (b) sel-sel trofoblasendovaskular, yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi pembuluh
darah arteri spiralis. Sel-sel trofoblas di sini akan berkontak dengan sel-sel imun maternal
pada sirkulasi maternal. Namun, bedanya sel-sel trofoblas tersebut mengekspresikan HLA
kelas I, seperti HLA-G, HLA-E, dan HLA-C; dan (c) sel-sel trofoblas yang akan menginvasi
lapisan desidua. Sel-sel ini juga berpotensi untuk berkontak dengan sel-sel imun maternal
yang terdapat pada lapisan desidua. Maka, sel-sel trofoblas pada lapisan ini juga hanya akan
mengekspresikan HLA-G, HLA-E, dan HLA-C.
Karena distribusinya yang unik pada jaringan trofoblastik janin, HLA-G diperkirakan
menjadi komponen yang penting dalam toleransi janin. Meskipun fungsi pasti dari HLA-G
masih belum diketahui, bukti menunjukkan bahwa HLA-G melindungi sitotrofoblast invasif
agar tidak dibunuh oleh sel NK-uterus. HLA-G, yang berinteraksi dengan sel NK-U,
kemungkinan berperan pada pemeliharaan toleransi imun pada penghubung maternal-fetal
dan kehamilan yang normal.
14
Toleransi melalui pengaturan sel T maternal
Sel T maternal berada dalam keadaan toleransi transien untuk alloantigen paternal
tertentu. Hal ini telah diperlihatkan pada tikus betina yang disensitisasi untuk mengenali
antigen paternal sebelum hamil. Tikus betina menjadi toleran terhadap antigen paternal yang
sama yang dikeluarkan oleh janin yang sebelumnya telah dikenali dan dihancurkan. Oleh
karena itu harus terdapat beberapa mekanisme untuk menekan respon sel T maternal.
Sebuah populasi special dari sel T, yang disebut sel T pengatur, menekan respon imun
terhadap antigen tertentu dan meningkat dalam sirkulasi maternal pada wanita dan tikus
betina pada saat hamil. Sel T pengatur (CD4+ CD25+) terutama berperan untuk mencegah
respon autoimun yang terjadi jika sel T self-reactive keluar dari timus pada saat
perkembangan sel yang normal. Mekanisme penekanan sel T pengatur pada respon sel T
masih belum diketahui tetapi mungkin melibatkan kontak sel secara langsung atau
menghasilkan sitokin anti-peradangan.
Cara lain untuk menekan sel T maternal pada penghubung maternal-fetal melibatkan
deplesi triptofan oleh indoleamine 2,3 dioxygenase (IDO), sebuah enzim yang
mengkatabolisasikan triptofan. IDO dalam keadaan normal berfungsi sebagai mekanisme
pertahanan antimikroba bawaan dengan cara memungkinkan sel untuk menghapus triptofan
dari kelompok intraseluler atau lingkungan mikro lokal. IDO dipertimbangkan berperan
untuk membuat sel T menjadi kurang responsive pada saat hamil, karena triptofan adalah
sebuah asam amino essensial untuk fungsi sel T.
15
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tubuh dapat diibaratkan sebuah mesin yang luar biasa yang memiliki sebuah sistem
imun. Organ dari sistem imun mencakup sumsum tulang, timus, limpa, dan limfe nodus.
Limfe nodus merupakan bagian dari sistem limfatik tubuh dan mereka berfungsi sebagai
penyaring antigen (benda asing) yang berada dalam cairan limfe sebelum mengembalikannya
ke sirkulasi. Lebih dari 50 tahun yang lalu Billinghamdan Medawar mencetuskan konsep
bagaimana janin di dalam kandungan ibu dapat hidup hingga usia kehamilan cukup bulan
tanpa mengalami reaksi penolakan dari sistem imun maternal.
Pada kenyataannya bahwa hanya jaringan plasenta dan membran janin sajalah yang
langsung mengadakan kontak dengan sirkulasi maternal. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang bersifat spesifik dari jaringan plasenta dan
membran janin yang dapat memicu toleransi sistem imun maternal pada jaringan janin. Selain
pada sisi janin, diduga pula bahwa terjadi perubahan pada sistem imun maternal selama
kehamilan sehingga akan memicu reaksi toleransi terhadap jaringan janin
3.2 SARAN
Oleh karena itu untuk untuk menjaga kehamilan agar tetap sehat hingga neonatus
maka system imunologi dalam tubuh harus disertai dengan mengkonsumsi makanan yang
bergizi dan sehat untuk janin dan ibu
16
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. Immune Sistem Function During And After Pregnancy. Available
from www.pregnancy-info.com. Accessed on march 5, 2012.
Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed 2. EGC: Jakarta. 2001.
Reece Albert E, et al. Clinical Obstetric the Fetus and Mother, 3rd edition. Massachusets,
Blackwel publishing; 2007.
Wiknjosastro H. Kontrasepsi. Ilmu Kandungan. Edisi kedua. 2010. Yayasan bina pustaka
sarwono prawirohardjo; Jakarta. Hal. 534-535.
Gabbe, S et al. Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. Ed 5. Philadelphia: Churcill
Livingstone. 2007.
Guyton C Arthur. Guyton Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: Jakarta. 2002.
Martin L. Pernoll, M.D. Handbook of Obstetriks and Gynecology 10th edition. New York,
McGraw-Hill Companies. 2001.
Edmonds D. Keith. Dewhurst’s Textbook of Obstetrics & Gynaecology, 7th edition. London,
Blackwell. 2007.
Mor G. Pregnancy reconceived: what keeps a mother's immune sistem from treating her
baby as foreign tissue? A new theory resolves the paradox. Available
from www.findarticle.com. Accessed on march 5, 2012.
Cardenas I. The Immune Sistem in Pregnancy: A Unique Complexity. Available
from www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed on march 5, 2012.
Pearson H. Maternal Immune Response to Pregnancy. Available from www.nature.com.
Accessed on march 5, 2012.
Anonymous. Adjuvanted Vaccines in Pregnancy: What is Known About Their Safety?:
Pregnancy & the Immune Sistem. Available from www.emedicine.com. Accessed on
march 5, 2012.
17