Anda di halaman 1dari 31

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Abortus tertunda (missed abortion), keadaan dimana janin telah mati sebelum
minggu ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah
janin mati. Saat kematian janin kadang-kadang ada perdarahan pervaginam
sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya
rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan
maserasi janin. Abortus spontan biasanya berakhir selambat-lambatnya 6
minggu setelah janin mati, kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda
sekali, janin akan lebih cepat keluar, tapi jika kematian janin terjadi pada
kehamilan lanjut maka akan terjadi retensi janin yang lebih lama.
1.2 Etiologi
Menurut Rukiyah (2014), ada beberapa faktor yang menyebabkan abortus
antara lain :
1. Faktor Janin, faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik,
faktor kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan
pertumbuhan embrio, zigote, janin atau plasenta.
2. Faktor ibu
a. Kelainan endokrin, misalnya kekurangan tyroid,kencing manis
b. Faktor imunologi, pada penyakit lupus
c. Infeksi, diduga dari beberapa virus seperti cacar air, campak, herpes,
toksoplasma
d. Kelainan bentuk rahim
e. Kebiasaan ibu (merokok, alkohol, kecanduan obat)
3. Faktor bapak, kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat
menyebabkan abortus.
4. Faktor genetik, sekitar 3-5 % pasangan yang memiliki riwayat abortus
spontan yang berulang salah satunya dari pasangan tersebut membawa
sifat kromosom yang abnormal.

1
5. Faktor imunologi, terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan
pembekuan darah dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian
janin karena kurangnya aliran darah dari ari-ari tersebut.
6. Faktor nutrisi, malnutrisi yang sangat berat memiliki kemungkinan paling
besar menjadi predisposisi abortus
7. Faktor psikologis, dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus
berulang dengan keadaan mental dimana wanita yang belum matang
secara emosisonal dan sangat penting dalam menyelamatkan kehamilan.
8. Infeksi
Infeksi akut virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
Parasit, misalnya malaria
Infeksi kronis, sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester
kedua. Tuberkulosis paru aktif, pneumonia
9. Keracunan
Misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll
10. Penyakit kronis, misalnya : hipertensi, nephritis, diabetes, anemia berat,
penyakit jantung.
1.3 Faktor Resiko
Resiko terjadinya abortus meningkat bersamaan dengan peningkatan jumlah
pekerjaan, jarak kehamilan, paritas, usia ibu, dan riwayat abortus.
1. Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan rutin sehari-hari, yang dilakukan oleh seseorang
ibu dengan rnaksud uuntuk memperoleh penghasilan. Pekerjaan yang
dapat menyebabkan abortus atau menggaggu kehamilan seperti pabrik
rokok, dan pabrik-pabrik lainnya yang dapat mempengaruhi janin.
Pekerjaan sebagai radiology karena radiasi dapat menyebabkan abortus.
Menurut analisis professional bahwa rnaksud pekerjaan atau aktifitas bagi
ibu hamil bukan hanya pekerjaan keluar rumah atau institusi tertentu,
tetapi juga pekerjaan atau aktifitas sebagai ibu rumah tangga dalam rumah,
termasuk pekerjaan sehari-hari di rumkah dan mengasuh anak.

2
Pekerjaan adalah bekerja atau tidaknya seorang ibu diluar rumah untuk
memperoleh penghasilan yang dapat membantu perekonomian keluarga.
Namun yang menjadi masalah adalah kesehatan reproduksi wanita, karena
apabila bekerja pada tempat yang berbahaya seperti : bahan kimia, radiasi
dan jika terpapar bahan tersebut dapat mengakibatkan abortus. Karena
pada kehamiian trimester pertama, dimana embrio berdiferensi untuk
membentuk system organ. Jadi bahan berbahaya yang masuk kedalam
tubuh wanita hamil dapat mempengaruhi perkembangan hasil konsepsi.
Dalam keadaan ibu yang seperri ini dapat mengganggu kehamilannya dan
dapat mengakibatkan terjadinya abortus Dalam menghadapi masalah
social ekonomi tersebut, seorang wanita jika terjadi kehamiian yang tidak
diinginkan, maka ditempuh jalan yang dapat mengeluarkannya dari
masalah tekanan sosial ekonomi tersebut dengan cara menggugurkan
kandungannya karena apabila anak tersebut dilahirkan akan menjadi beban
yang berat dalam kehidupannya.
2. Paritas
Salah satu resiko terjadinya abortus dikarenakan oleh jumlah paritas yang
meningkat (Cunningham, 2005). Sedangkan menurut Llewellyn dan Jones
(2001), frekuensi terjadinya abortus meningkat bersama dengan
meningkatnya angka graviditas, 6% kehamilan pertama atau kedua
berakhir dengan abortus, angka ini meningkat menjadi 16% pada
kehamilan ketiga dan seterusnya. Uterus yang meregang adalah etiologi
dari abortus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa paritas yang meningkat
menjadi salah satu faktor resiko ibu untuk terjadi abortus. Paritas 2-3,
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi. Resiko pada paritas satu dapat ditangani dengan
asuhan obstetrik yang lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi
dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian
kehamilan pada paritas tinggi adalah tidak direncanakan.

3
3. Usia ibu
Secara biologis para wanita dianjurkan mengandung di usia muda, tapi
usia ideal untuk mengandung sebaiknya usia 20-29 tahun. Kesuburan
seorang ibu juga dipengaruhi oleh usia, sehingga pasangan usia lanjut
membutuhkan lebih lama untuk dapat mengandung (Neil, 2001).
Menurut Cunningham (2005), kejadian abortus meningkat sebesar 12%
pada wanita usia kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar 26% pada
usia lebih dari 40 tahun. Sedangkan menurut Llewellyn dan Jones (2001),
abortus lebih sering terjadi pada wanita berusia diatas 30 tahun dan
meningkat diatas usia 35 tahun. Periode umur seseorang wanita dalam
masa reproduksi dibagi menjadi 3 periode. Periode menunda kehamilan
(35 tahun).
Usia 20-35 tahun merupakan waktu yang tepat karena tubuh lebih prima
dalam menerima kehamilannya. Hal ini berdampak positif karena
memungkinkan wanita aktif mengasuh dan membesarkan anak dalam
waktu yang panjang. Menutur Musbikin (2008), masa emas usia
reproduktif wanita terbatas, batasan ini terkait dengan faktor reproduksi
wanita yang berada pada kondisi yang optimal pada usia 20-35 tahun.
Kehamilan yang terjadi pada usia 35 tahun), terjadi penurunan
kemampuan fisik karena terjadinya proses degeneratif sehingga
menimbulkan komplikasi termasuk abortus.
4. Riwayat Abortus
Setiap satu dari enam kehamilan berakhir dengan keguguran spontan dan
sering pula dijumpai seorang wanita yang mengalami satu atau lebih
keguguran spontan setiap hamil. Seorang wanita yang mengalami dua kali
keguguran spontan berturut-turut, dan tidak dapat mempertahankan
kehamilannya hingga cukup bulan, memiliki 35% kemungkinan untuk
mengalami keguguran kembali pada kehamilan berikutnya. Kejadian
tersebut bisa dikarenakan oleh serviks inkompeten. Etiologi dari serviks
inkompeten adalah riwayat trauma pada serviks seperti trauma sewaktu
dilatasi dan kuretase.

4
Bila abortus yang tidak ditangani secara suci hama (steril), yakni bebas
kuman. Kadang-kadang ibu tidak menyadari kehamilannya, sehingga
menyangka pendarahan yang dialaminya Cuma pendarahan biasa saja.
Keadaan ini menyebabkan hasil konsepsi tidak dikeluarkan sebagaimana
mestinya dan hasil konsepsi yang tidak keluar itu akan menyebabkan
peradangan yang menjalar ke kandungan, selanjutnya kedalam saluran
telur dan bisa mengakibatkan penyumbatan saluran telur. Keadaan ini
yang menimbulkan kegagalan pada kehamilan berikutnya, karena sperma
tidak bisa bertemu dengan sel telur. Seperti diketahui, perjumpaan sperma
dengan sel telur yang membuahkan hasil konsepsi itu biasanya
berlangsung di dalam saluran telur.
Keadaan itu kadang-kadang juga bisa terjadi pada pertolongan abortus
yang tidak ditangani secara baik. Kuman akan masuk ke dalam kandungan
bersama-sama dengan alat yang tidak suci hama. Pendarahan yang
menjalar sampai ke rongga perut, merupakan ancaman yang lebih hebat.
Bukan hanya keturunan yang tidak bisa diperoleh, tetapi juga
membahayakan ibu.
1.4 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh
bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan
secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam
cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat
proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran
janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta
mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada
dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam

5
yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah
dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri
lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.
Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama
(missed abortion), yaitu retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian
janin. Pertumbuhan uterus berhenti kemudian tegresi. Denyut jantung janin
tidak berdenyut pada auskulatasi ketika diperkirakan berdasarkan tanggal.
Tidak terasa ada gerakan janin lagi.
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka
ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola krueta.
Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan
dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging.
Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak berbenjol-
benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
berkurang akibat diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam
tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiaesus).
Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah
terjadinya maserasi, yaitu kulit terkelupas, tengkorang menjadi lembek, perut
membesar karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
1.5 Diagnosis
Dasar diagnosis
1. Anamnesis
a. Buah dada mengecil
b. Tanpa nyeri

6
c. Perdarahan bisa ada/tidak
2. Pemeriksaan fisik
a. Hilangnya tanda kehamilan
b. Tidak ada bunyi jantung
c. Berat badan menurun
d. Fundus uteri lebih kecil dari usia kehamilan
3. Pemeriksaan penunjang
a. USG tampak janin tidak utuh dan membentuk gambaran kompleks
b. Laboratorium : Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu
pembekuan, waktu protombin
1.6 Penatalaksanan
Segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk memastikan
kematian janin. Pada kasus ini, ibu beresiko mengalami gangguan pembekuan
darah (Disseminated Intravaskular Coagulopathy/DIC). Untuk itu, tindakan
segera yang dilakukan adalah pengeluaran hasil konsepsi
1. Jika usia kehamilan kurang dari 12 minggu
a. Evakuasi dengan AVM atau sendok kuret
b. Rekomendasi WHO / FIGO : Misoprostol 800mcg pervaginam setiap
3 jam (maksimal x2) atau 600mcg setiap 3 jam (maksimal x2)
2. Jika kehamilan lebih atau sama dengan 12 minggu dan kurang dari 16
minggu
a. Pastikan serviks terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks
sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan
tang abortus dan sendok kuret
3. Jika usia kehamilan 16-22 minggu
a. Lakukan pematangan serviks
b. Lakukan evakuasi dengan infus oksitosin 20 unit dalam 500ml NaCl
0.9% atau ringer laktat dengan kecepatan 40 tpm hingga terjadi
ekspulsi hasil konsepsi
c. Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali sebelum
merencanakan evakuasi lebih lanjut

7
Missed abortion memerlukan tindakan medis khusus, sehingga bidan perlu
berkonsultasi dengan dokter untuk penanganannya

1. Yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahaya adanya


hiperfibrinogenemia, sehingga sulit untuk mengatasi perdarahan yang
terjadi bila belum dikoreksi hiperfibrinogenemianya (untuk itu kadar
fibrinogen darah perlu diperiksa sebelum dilakukan tindakan)
2. Pada prinsipnya penangannya adalah : pengosongan kavum uteri setelah
keadaan memungkinkan
3. Bila kadar fibrinogen normal, segera dilakukan pengeluaran jaringan
konsepsi dengan cunam ovum, lalu dengan kuret tajam
4. Bila kadar fibrinogen rendah, dapat diberikan fibrinogen kering atau segar
sesaat sebelum atau ketika mengeluarkan plasenta
5. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, dilakukan pembukaan serviks
uteri dengan laminaria selama kurang lebih 12 jam ke dalam kavum uteri
6. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran janin dilakukan
dengan pemberian infus intravena oksitosin dosis tinggi
7. Bila fundus uteri tingginya sampai 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran
janin dapat dikerjakan dengan menyuntik larutan garam 20% dalam
kavum uteri melalui dinding perut
1.7 Komplikasi
Pada retensi janin mati yang sudah lama terutama pada kehamilan yang telah
mencapai trimester kedua plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus
sehingga sangat sulit untuk dilakukan kuretase, dan juga terjadi gangguan
pembekuan darah. Akan terjadi perdarahan gusi, hidung atau dari tempat
terjadinya trauma. Gangguan pembekuan tersebut disebabkan oleh
koagulopati konsumtif dan terjadi hipofibrionogenemia sehingga pemeriksaan
studi koagulasi perlu dilakukan pada missed abortion.
1.8 Prognosis
Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan
sebelumnya (Manuaba, 1998).
1. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abotus yang
rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar > 90 %.

8
2. Pada wanita keguguran dengan etiologi yang tidak diketahui,
kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar 40-80 %.
3. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung
janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih
aborsi spontan yang tidak jelas.
1.9 Tanda dan Gejala
1. Gejalanya seperti abortus imminens yang kemudian menghilang secara
spontan disertai kehamilan menghilang
2. Denyut jantung janin tidak terdengar
3. Mulas sedikit
4. Ada keluaran dari vagina
5. Uterus tidak membesar tapi mengecil
6. Mammae agak mengendor atau payudara mengecil
7. Amenorhoe berlangsung terus
8. Tes kehamilan negatif
9. Dengan USG dapat diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai
dengan usia kehamilan
10. Biasanya terjadi pembekuan darah

9
BAB II

KONSEP MANAJEMEN KEBIDANAN

PADA MISSED ABORTION

2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama yang dipakai dalam menerapkan asuhan
kebidanan yang bertujuan untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat
dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien (Rismalinda, 2014).

Hari, tanggal :
Pukul :
Tempat :
AOleh :

2.1.1 Data Subjektif

Data subyektif adalah data yang berhubungan atau masalah dari sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan
yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang akan
berhubungan langsung dengan diagnosis (Rismalinda, 2014).

1. Identitas klien dan suami menurut (Romauli,2011)


a. Nama
Untuk dapat mengenal atau memanggil nama ibu dan bapak untuk
mencegah kekeliruan bila ada nama yang sama.
b. Umur
Dalam waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun.
c. Agama
Dalam hal ini berhubungan dengan perawatan penderita yang
berkaitan dengan ketentuan agama.
d. Alamat
Untuk mengetahui ibu tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila
ada ibu yang namanya bersamaan.

10
e. Pekerjaan
Hal ini untuk mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi agar
nasehat kita sesuai.
f. Pendidikan
Untuk mengetahui tingkat intelektual, tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.
g. Suku bangsa
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang mempengaruhi
perilaku kesehatan.
h. Nomor telephone
Untuk mempermudah melakukan komunikasi secara tidak langsung.
2. Alasan datang
Alasan klien datang ke fasilitas kesehatan. Biasanya terjadi perdarahan
pervaginam pada kasus abortus imminens.
3. Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan pasien datang ke
fasilitas pelayanan kesehatan (Romauli, 2011).
4. Riwayat kesehatan yang lalu dan sekarang
Kelainan endokrin, misalnya kekurangan tyroid, kencing manis, faktor
imunologi misalnya pada penyakit lupus, Infeksi, diduga dari beberapa
virus seperti cacar air, campak, herpes, toksoplasma dan adanya kelainan
uterus, misalnya septum uterus, serta kelainan kromosom yang
menyebabkan kelainan genetika (Rukiyah, 2014)
5. Riwayat kesehatan keluarga
Kelainan endokrin, misalnya kekurangan tyroid,kencing manis, faktor
imunologi misalnya pada penyakit lupus, Infeksi, diduga dari beberapa
virus seperti cacar air, campak, herpes, toksoplasma dan adanya kelainan
uterus, misalnya septum uterus, serta kelainan kromosom yang
menyebabkan kelainan genetika (Rukiyah, 2014)
6. Riwayat haid
Data ini digunakan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan dasar
dari organ reproduksi pasien. Beberapa data yang diperoleh dari riwayat

11
menstruasi adalah menarche, siklus menstruasi, volume darah yang
menunjukkan berapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan
(Romauli, 2011).
7. Riwayat pernikahan
Untuk mengetahui usia nikah pertama kali, status nikah syah atau tidak,
lama pernikahan, ini suami yang ke berapa (Sulistyawati, 2013).
8. Riwayat Obstetri yang lalu
Informasi essensial tentang kehamilan terdahulu mencakup bulan dan
tahun kehamilan tersebut berakhir, usia gestasi pada saat itu, tipe
persalinan, lama persalinan, berat lahir, jenis kelamin, dan komplikasi
lain, kesehatan fisik, dan emosi terakhir harus diperhatikan (Romauli,
2011).
9. Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan dan dikaji tentang adanya mual muntah, keputihan,
perdarahan pervaginam, masalah pada kehamilan ini, pemakaian obat-
obatan dan jamu- jamuan, status imunisasi TT, pergerakan janin mulai
terasa kapan, mendapatkan tablet Fe berapa banyak, serta keluhan
lainnya yang dirasakan selama hamil (Romauli, 2011).
10. Riwayat KB
Untuk mengetahui alat kontrasepsi apa yang dipakai dan berapa lama
memakai alat kontrasepsi dan apakah ada keluhan selama menggunakan
kontrasepsi (Ambarwati & Wulandari, 2009).
11. Pola kebiasaan sehari- hari
a. Nutrisi
Malnutrisi yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar
menjadi predisposisi abortus. (Rukiyah, 2014)
b. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi frekuuensi, jumlah, konsistensi, dan bau serta kebiasaan
buang air kecil meliputi frekuensi, warna dan jumlah (Ambarwati
dan Wulandari, 2009).

12
c. Istirahat
Untuk mengetahui kebiasaan ibu supaya diketahui hambatan ibu
yang mungkin muncul jika didapatkan data yang senjang tentang
pemenuhan kebutuhan istirahat (Romauli, 2011). Pada abortus
imminens dianjurkan istirahat atau tirah baring secara total.
d. Hubungan seksual
Untuk menggali aktifitas seksual seperti frekuensi berhubungan
dalam seminggu dan gangguan/keluhan apa yang dirasakan
(Romauli, 2011).
e. Personal hygiene
Data ini perlu dikaji karena bagaimanapun, kebersihan akan
mempengaruhi kesehatan pasien dan janinnya (Romauli, 2011).
f. Aktivitas
Kebiasaan ibu (merokok, alkohol, kecanduan obat) (Rukiyah, 2014)
12. Data psikososial
Ada hubungan antara abortus berulang dengan keadaan mental dimana
wanita yang belum matang secara emosisonal dan sangat penting dalam
menyelamatkan kehamilan (Rukiyah, 2014).
13. Data latar belakang budaya
Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat
yang akan menguntungkan atau merugikan khususnya pada masa
hamil, misalnya pada kebiasaan pantangan makanan (Ambarwati &
Wulandari, 2009).
14. Data spiritual
Untuk mengetahui kepercayaan yang dianut klien sehingga bidan dapat
memberikan konseling dengan tepat.

2.1.2 Data Objektif

Data obyektif adalah data berasal dari hasil observasi yang jujur dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
diagnostik lainnya (Rismalinda, 2014).

13
1. Pemeriksaan umum
Untuk mengetahui keadaan baik yang normal maupun menunjukkan
kelainan, yaitu meliputi :
a. Keadaan umum
Untuk mengetahui keadaan umum ibu dan tingkat kesadaran pasien
meliputi tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan (Mufdillah,
2009).
b. Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien
(Sulistyawati, 2013).
c. Tekanan darah
Tekanan darah dikatakan tinggi bila lebih dari 140/90 mmHg
(Romauli, 2011).
d. Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam waktu 1 menit,
dalam keadaan santai denyut nadi ibu sekitar 60-80 x/menit
(Romauli, 2011).
e. Respirasi
Untuk mengetahui fungsi sistem pernafasan, normalnya 16-
24x/menit (Romauli, 2011).
f. Suhu
Suhu tubuh yang normal 36-37,5oC (Romauli, 2011).
g. Tinggi badan
Untuk mengetahui tinggi badan pasien kurang dari 145 cm atau
tidak, termasuk resti atau tidak (Romauli, 2011).
h. Berat badan
Untuk mengetahui penambahan berat badan ibu. Normalnya berat
badan tiap minggu adalah 0,5 kg dan penambahan berat badan
selama hamil 6,5 sampai 16,5 kg (Romauli, 2011).
i. LILA
Pada bagian kiri: LILA kurang dari 23,5 cm merupakan indikator
kuat untuk status gizi ibu kurang/ buruk (Romauli, 2011).

14
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dengan melihat dari ujung kaki sampai ujung rambut
(Romauli, 2011).
a. Rambut
Untuk mengetahui apakah rambutnya bersih atau kotor,
pertumbuhan, warna, mudah rontok atau tidak (Romauli, 2011).
b. Muka
Keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan, adakah oedema
(Romauli, 2011).
c. Mata
Bentuk simetris, konjungtiva normal merah muda, bila pucat
menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning
menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis (Romauli, 2011).
d. Hidung
Normal, tidak ada polip, kelainan bentuk, kebersihan cukup
(Romauli, 2011).
e. Telinga
Untuk mengethui telinga normal atau tidak, ada serumen yang
berlebihan atau tidak, tidak berbau, bentuk simetris (Romauli,
2011).
f. Mulut/gigi/gusi
Untuk mengetahui apakah ada sariawan atau tidak, apakah ada
caries, dan keadaan gusi (Romauli, 2011).
g. Leher
Untuk mengetahui apakah ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada pembesaran kelenjar limfe, dan tidak ditemukan bendungan
vena jugularis (Romauli, 2011).
h. Mammae
Untuk mengetahui adanya pembesaran atau tidak, simetris atau
tidak, puting susu menonjol atau tidak, adanya benjolan atau tidak
(Mufdillah, 2009).
i. Abdomen

15
Inspeksi : Memeriksa dengan cara melihat atau memandang.
Tujuannya untuk melihat keadaan umum pasien
meliputi, rambut, muka, mata, hidung, telinga,
mulut, gigi, leher, dada, abdomen, vagina, anus
dan ekstermitas (Romauli, 2011).
Palpasi : Pada kejadian abortus insipien, uterus membesar
sesuai usia kehamilan dan terdapat nyeri tekan
pada perut bagian bawah (Wiknjosastro, 2009).
Leopold I : untuk mengetahui tinggi
fundus uteri dan bagian yang
berada di fundus. Pada
kasus abortus imminens tinngi
fundus uteri sesuai atau lebih
kecil dari umur kehamilan
(Maryunani, 2016).
Leopold II : untuk mengetahui batas
kiri/kanan pada uterus ibu
yaitu punggung pada letak
bujur dan kepala pada letak
lintang
Leopold III : Untuk menentukan bagian
terbawah janin apakah sudah
masuk PAP
Leopold IV : untuk mengetahui seberapa
jauh bagian ter bawah janin
masuk kedalam rongga
panggul(PAP)
Auskultasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendengarkan
denyut jantung bayi meliputi frekuensi dan
keteraturannya (Romauli, 2011).

16
j. Genetalia
Untuk mengetahui adanya varices atau tidak, mengetahui adanya
pembengkakan kelenjar bartholini, mengetahui pengeluaran
yaitu perdarahan dan flour albus (Prawirohardjo, 2015).
k. Ekstermitas
Dikaji ekstermitas atas dan bawah. Atas dikaji ada atau tidak
gangguan/ kelainan dan bentuk. Bawah dikaji bentuk, oedema, dan
varices (Sulistyawati, 2013).
3. Data penunjang
Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan yang meliputi
pemeriksaan laboratorium, rontgen, dan USG (Astuti, 2012). Pada
kasus abortus insipiens dilakukan pemeriksaan meunjang seperti:
Pemeriksaan laboratorium menurut Nursalam (2008) dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Pemeriksaan : Untuk mengetahui kadar Hb, leukosit,
darah eritrosit, golongan darah
b. Pemeriksaan : Untuk mengetahui PP tes, pada missed
urin abortion PP tes (-)
c. Pemeriksaan : Dilakukan untuk menentukan apakah janin
USG masih hidup (Varney, 2015).

2.2 Identifikasi Diagnosis dan Masalah Aktual

Langkah kedua yang dilakukan untuk mengidentifikasi yang benar terhadap


diagnosis/masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar
atas dasar data-data yang telah dikumpulkan (Rismalinda, 2014).

Dx : Diagnosa yang ditegakkan oleh profesi (bidan) dalam


lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar
nomenklatur (tata nama) diagnosis kebidanan (Rismalinda,
2014).
DS : Data yang berhubungan atau masalah dari sudut pandang
pasien. Ekspresi pasien mengenai kekhawatiran dan

17
keluhan yang dicatat sebagai kutipan langsung atau
ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan
diagnosis (Rismalinda, 2014).
DO : Pendokumentasian hasil observasi yang jujur, hasil
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium atau
pemeriksaan dignostik lain (Rismalinda, 2014).
Masalah : Masalah adalah permasalahan yang muncul berdasarkan
pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009).
Kebutuhan : Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuhan pasien
berdasarkan keadaan dan masalahnya.

2.3 Identifikasi Diagnosis dan Masalah Potesial

Pada masalah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain
berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi.
Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan
pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap
bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini
penting sekali melakukan asuhan yang aman.

2.4 Identifikasi Tindakan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan/atau


untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan
yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan
kesinambungan dari proses manajemen kebidanan.
Mengumpulkan dan mengevaluasi data yang menunukkan situasi yang
memerlukan tindakan segera. Meliputi: penanganan perdarahan, penanganan
syok, dilakukan curetage, penanganan infeksi, pasang infus, beri cairan
kistoloid isotonik dengan kecepatan 30-40 tetes permenit, beri antibiotika.

18
2.5 Intervensi

DX :
Tujuan :
KH :
Intervensi :
1. Lakukan konseling
R/ ibu berhak tahu mengenai kondisinya dan kondisi bayinya tanpa ada
yang disembunyikan, sehingga petugas kesehatan dapat melakukan
tindakan sesuai dengan yang ada.
2. Jika usia kehamilan <12 minggu : evakuasi dengan aspirasi vakum
manual (AVM) atau kuretase
R/ mencegah terjadinya retensi janin lebih lama.
3. Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu : pastikan serviks
terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks dengan misoprostol
800mcg pervaginam setiap 3 jam (maksimal x2) atau 600mcg setiap 3
jam (maksimal x2) sebelum dilakukan dilatasi dan kuretase. Lakukan
evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
R/ pemberian misoprostol digunakan untuk mematangkan serviks
sehingga lebih mudah dalam melakukan dilatasi serviks nantinya.
4. Jika kehamilan 16-22 minggu : lakukan pematangan serviks. Lakukan
evakuasi dengan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml NaCl 0.9% atau
Ringer Laktat dengan kecepatan 40tpm hingga terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Jika dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali
sebelum merencanakan evakuasi lebih lanjut
R/ pemberian oksitosin untuk mengeluarkan janin yang berada di dalalm
uterus sebelum dilakukan intervensi lain seperti kuretase untuk
membersihkan uterus dari sisa-sisa janin jika ada.
5. Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2
jam. Bila kondisi ibu baik pindahka ibu ke ruang rawat
6. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium

19
7. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar
Hb>8g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang

2.6 Implementasi

Tanggal : Pukul :

Rencana asuhan yang menyeluruh dilakukan secara efisien dan aman. Pada
saat bidan berkolaborasi untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,
maka bidan bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya rencana asuhan
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu
dan biaya serta meningkatkan mutu dan asuhan klien (Rismalinda, 2014).

2.7 Evaluasi

Tanggal : Pukul :

Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan ibu hamil dengan missed
abortion ini adalah fetus dapat dikeluarkan dengan lengkap dan keadaan
umum ibu baik.

2.8 Data Perkembangan

Menurut Rismalinda (2014), data perkembangan untuk asuhan kebidanan


menggunakan metode SOAP, yaitu :
S : Subyektif
Data yang berhubungan atau masalah dari sudut pandang pasien. Ekspresi
pasien mengenai kekhawatiran dan keluhan yang dicatat sebagai kutipan
langsung atau ringkasan yang akan berhubungan langsung dengan diagnosa.
O : Obyektif
Pendokumentasian hasil observasi yang jujur, pemeriksaan fisik pasien,
pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lain.

20
A : Assessment
Pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi dari data subyektif dan data
obyektif.
P : Planing
Membuat rencana asuhan saat ini dan akan datang,untuk mengusahakan
tercapainya kondisi pasien yang sebaik mungkin atau menjaga atau
mempertahankan kesejahteraannya.

21
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “ A ” DENGAN MISSED ABORTION

3.1 Pengkajian

Hari, tanggal : 29 November 2019


Pukul : 08.00 WIB
Tempat : Puskesmas Kasih Ibu
Oleh : Bidan

3.1.1 Data Subjektif

1. Identitas Klien
Nama ibu : Ny. A Nama Suami : Tn. B
Umur : 27 tahun Umur : 30 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Guru SD
Alamat : jalan buah manggis no 51
2. Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya
3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan perutnya seperti mengecil dan kehamilannya seperti tidak
berkembang
4. Riwayat Kesehatan yang Lalu dan Sekarang
Ibu mengatakan dirinya tidak pernah dan tidak sedang menderita penyakit
seperti jantung, kencing manis dan juga infeksi seperti herpes,
toksoplasma. Ibu mengatakan tidak ada kelainan dalam rahimnya.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya maupun keluarga suaminya tidak ada
yang sedang atau pernah mengalami penyakit seperti darah tinggi,
kencing manis, jantung, dan infeksi seperti herpes, toksoplasma. Serta
tidak ada yang memiliki kelainan dalam rahimnya.

22
6. Riwayat Haid
Menarche : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Lama : 7-8 hari
Disminore : terkadang, tetapi tidak menganggu aktivitas
HPHT : 15 September 2019
TP : 22 Juni 2020
7. Riwayat Pernikahan
Ibu mengatakan ini adalah pernikahan pertama untuknya dan juga untuk
suaminya. Lama menikah sudah 5 tahun. Ibu menikah pada saat berumur
22 tahun dan suaminya pada saat berusia 25 tahun. Ibu mengatakan
pernikahannya sah.
8. Riwayat Obstetri yang lalu
Ibu mengatakan kehamilan yang pertama lahir pada usia kehamilan 9
bulan, ditolong oleh bidan, persalinannya berlangsung normal dan tidak
ada komplikasi. Ibu mengatakan anaknya berjenis kelamin laki-laki, berat
lahir 3000 gram, panjang badan 50 cm.
9. Riwayat Kehamilan Sekarang
Ibu mengatakan ini kehamilan keduanya, pada awal kehamilan ibu
mengalami mual muntah tetapi tidak sampai mengganggu kebutuhan
nutrisinya. Ibu mengatakan saat awal kehamilan pernah mengalami flek
atau perdarahan bercak selama 3 hari lalu sembuh kembali.
10. Riwayat KB
Ibu mengatakan setelah anak pertama berusia 8 bulan, ibu menggunakan
KB jenis suntik yang 3 bulanan.
11. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Nutrisi
Ibu mengatakan makan 3 kali sehari dengan komposisi nasi, sayur,
dan lauk pauk seperti ikan, ayam, ataupun tempe. Ibu minum kurang
lebih 8 gelas belimbing sehari.
b. Eliminasi
BAK : 4-5 kali/hari

23
BAB : 1 kali/hari
c. Istirahat
Ibu mengatakan tidur malam mulai pukul 21.00 WIB dan bangun pagi
pada pukul 04.30 WIB. Untuk tidur siang ibu mengatakan tidak setiap
hari, hanya jika ibu sedang tidak ada pekerjaan rumah
d. Personal Hygiene
Ibu mengatakan mandi 2 kali sehari
e. Aktivitas
Ibu mengatakan di rumah melakukan pekerjaan ibu rumah tangga
seperti biasanya, seperti menyapu, mengepel, mencuci piring, dan
pekerjaan lainnya.
12. Data Psikososial-Kultural
Ibu mengatakan ia, suami, dan juga keluarganya senang dengan
kehamilannya sekarang. Ibu mengatakan tidak mengonsumsi jamu
ataupun minuman beralkohol. Ibu mengatakana tidak ada kebudayaan
khusus dalam keluarganya maupun lingkungan sekitarnya yang
mengganggu kehamilannya.

3.1.2 Data Objektif


1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
TTV : TD : 120/80 mmHg
S : 37 derajat celcius
N : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan Sebelum Hamil : 50 Kg
Berat Badan Sekarang : 52.5 Kg
IMT : 22.2
LILA : 23.5 cm
UK : 10-12 minggu
TP : 22 Juni 2020

24
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
a. Rambut : bersih, tidak mudah rontok.
b. Muka : tidak oedema, tidak pucat, tidak ada chloasma gravidarum
c. Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sklera putih
d. Hidung : simetris, tidak terdapat polip
e. Mulut : bibir lembab, tidak terdapat caries pada gigi, tidak terdapat
gigi berlubang, tidak terdapat stomatitis
f. Payudara : terlihat ada hiperpigmentasi pada areola, puting susu
menonjol
g. Abdomen : tidak ada luka bekas operasi
h. Genetalia : tidak terdapat varises, tidak ada pembengkakan kelenjar
bartolini, terdapat pengeluaran darah sedikit di celana
i. Ekstremitas : tidak ada varises,

Palpasi

a. Leher : tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis


b. Payudara : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan pada payudara
c. Abdomen : Leopold I : belum teraba
d. Ekstremitas : tidak oedema

Auskultasi

a. Abdomen : DJJ belum terdengar

Perkusi

a. Reflek patella : +/+


3. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin : Plano test (-)
b. Darah : Hb : 20 gram/dL
Trombosit : 200.000 mg%
Fibrinogen : 150 mg/dL

c. USG : tidak dilakukan

25
3.2 Identifikasi Diagnosis dan Masalah Aktual
Dx : GII P1001 Ab000 UK 10 - 12 minggu dengan missed abortion
Ds : Ibu mengatakan saat awal kehamilan pernah mengalami flek atau
perdarahan bercak selama 3 hari lalu sembuh kembali
Ibu mengatakan perutnya seperti mengecil dan kehamilannya seperti
tidak berkembang
Do : Urin : Plano test (-)
Darah : Hb : 20 gram/dL
Trombosit : 200.000 mcL
Fibrinogen : 150 mg/dL

USG : tidak dilakukan

3.3 Identifikasi Diagnosis dan Masalah Potensial


1. Infeksi
2. Perdarahan
3. Kelainan pembekuan darah (Disseminated Intravaskular
Coagulopathy/DIC).
4. Perforasi uterus
3.4 Identifikasi Tindakan Segera
1. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG
3.5 Intervensi
Dx : GII P1001 Ab000 UK 10-12 minggu dengan missed abortion
Tujuan :
1. Ibu akan dalam keadaan baik hingga janin dapat dikeluarkan
2. Mengurangi resiko komplikasi dan masalah yang mungkin terjadi pada
ibu
Kriteria Hasil
1. Komplikasi dan masalah tidak terjadi
2. Keadaan umum ibu baik
3. TTV dalam batas normal
a. TD : 110/70 mmHg – 130/90 mmHg
Kenaikan sistol <30 mmHg

26
Kenaikan diastol <15 mmHg
b. Nadi : 70-90 x/menit
c. Suhu : 36.5-37.5 derajat celcius
d. RR : 16-24 x/menit
e. Fibrinogen : 200-400 mg/dL
Intervensi :
1. Jelaskan hasil pemeriksaan
R/ Bila ibu mengetahui hasil pemeriksaan, ibu akan senantiasa menjaga
kesehatannya.
2. Beri KIE tanda bahaya seperti yang ibu alami saat ini
R/ Bila ibu mengetahui tanda bahaya yang dialaminya, pada kehamilan
ibu di masa mendatang, ibu akan segera membawanya ke fasilitas
kesehatan.
3. Jelaskan penanganan yang mungkin akan dilakukan pada ibu saat di
rumah sakit nantinya.
R/ Bila ibu mengetahui penanganan yang akan dilakukan di rumah sakit,
ibu akan mempersiapkan dirinya dan juga mempersiapkan biaya yang
mungkin dibutuhkan nanti.
4. Berikan dukungan emosional pada ibu dan suami
R/ Bila ibu diberikan dukungan emosional, ibu akan merasa lebih tenang
dan merasa ada yang memperhatikannya.
5. Pasang infus NaCl 0.9% 20 tpm
R/ Bila ibu dipasang infus, keadaan ibu akan stabil saat dirujuk
6. Rujuk ibu ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
R/ Bila ibu di rujuk, ibu akan segera mendapatkan penanganan sehingga
akan mengurangi resiko komplikasi yang mungkin terjadi.
3.6 Implementasi
Tanggal : 29 November 2019 Pukul : 09.00 WIB
1. Menjelaskan kepada ibu tentang hasil pemeriksaan yaitu TD : 120/80, N :
88 x/menit, S : 37 derajat celcius, RR : 20 kali/menit, UK 10-12 minggu
2. Memberikan KIE kepada ibu tentang tanda bahaya seperti yang sedang
dialaminya saat ini yaitu perdarahan bercak pada kehamilan muda, janin

27
seperti tidak berkembang, yang menandakan bahwa kemungkinan ibu
telah mengalami missed abortion atau abortus yang tertunda.
3. Menjelaskan kepada ibu penanganan yang mungkin akan dilakukan pada
ibu saat di rumah sakit yaitu dilakukan kuretase atau aspirasi vakum
manual. Karena janin yang dikandung ibu telah meninggal dan seluruh
jaringan masih utuh di dalam uterus sehingga harus segera dilakukan
evakuasi dengan aspirasi vakum manual atau kuretase.
4. Memberikan ibu dan suami dukungan emosional agar tetap tenang dan
tidak cemas.
5. Memasang infus NaCl 0.9% pada ibu dengan 20 tetes per menit untuk
menstabilisasi keadaan ibu
6. Merujuk ibu ke rumah sakit dengan didampingi oleh bidan.
3.7 Evaluasi
Tanggal : 29 November 2019 Pukul : 09.30 WIB
S : Ibu mengangguk tanda mengerti apa yang telah dijelaskan
Ibu segera berangkat ke rumah sakit setelah mendapat surat rujukan
O : Hasil pemeriksaan
TD : 120/80
S : 37 derajat celcius
N : 88 kali/menit
RR : 20 kali/menit
A : GII P1001 Ab000 UK 10-12 minggu dengan missed abortion
P : Melakukan rujukan pada ibu dengan didampingi
Melakukan observasi selama berada di perjalanan merujuk

28
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pengkajian data subjektif didapatkan bahwa ibu mengeluh perutnya


seperti mengecil dan kehamilanya seperti tidak berkembang. Menurut teori pada
bab 2, telah dijelaskan bahwa tanda dari missed abortion adalah janin tidak
berkembang, uterus mengecil, payudara mengendor dan yang lainnya. Ibu
memiliki salah satu dari tanda tersebut yang berarti kemungkinan ibu mengalami
missed abortion.

Pada pengkajian data objektif didapatkan bahwa pada pemeriksaan


genetalia terdapat pengeluaran darah sedikit di celananyaa, untuk pemeriksaan
abdomen yaitu palpasi belum teraba dikarenakan usia kehamilan ibu saat ini
masih 10-12 minggu. Untuk pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan
laboratorium didapatkan bahwa kadar fibrinogen hanya 150 mg/dL sedangkan
kadar fibrinogen normal dalam tubuh adalah 200-400 mg/dL, plano test hasilnya
negatif. Menurut teori hasil plano test pada ibu yang mengalami missed abortion
adalah negatif dan salah satu komplikasi dari missed abortion adalah jika kadar
fibrinogen dalam darah menurun, maka dari data tersebut kemungkinan ibu
mengalami missed abortion. Karena pemeriksaan penunjang USG belum
dilakukan maka belum dapat dipastikan bahwa ibu mengalami missed abortion.

Pada identifikasi diagnosis dan masalah aktual adalah diagnosa ibu GII
P1001 Ab000 UK 10-12 minggu dengan missed abortion. Pada data subjektif
yang mendukung adalah ibu mengatakan saat awal kehamilan pernah mengalami
flek atau perdarahan bercak selama 3 hari lalu sembuh dan ibu mengatakan
perutnya seperti mengecil dan kehamilannya seperti tidak berkembang. Pada data
objektif yang mendukung diagnosa adalah plano testnya negatif, hasil
pemeriksaan laboratorium darah yaitu kadar fibrinogennya 150 mg/dL.

Pada identifikasi diagnosis dan masalah potensial ibu mungkin akan


mengalami infeksi, perdarahan, kelainan pembekuan darah karena retensi janin
dan perforasi uterus akibat dari kuretase yang akan dilakukan di rumah sakit.

29
Pada identifikasi tindakan segera yaitu segera melakukan kolaborasi
dengan dokter spesialis Obgyn.

Pada intervensi penulis merencanakan tindakan yang akan dilakukan


seperti jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu agar ibu mengetahui keadaannya dan
mempersiapkan diri untuk kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, seperti
kuretasi ataupun dilakukan aspirasi vakum manual (AVM).

Pada penatalaksanaan karena usia kehamilan ibu saat periksa 10-12


minggu atau lebih tepatnya 10 minggu 6 hari maka penatalaksanaan yang
seharusnya dilakukan adalah aspirasi vakum manual (AVM) atau kuretase dan
kedua hal tersebut dapat dilakukan di rumah sakit. Untuk kehamilan >12 minggu
dan <22 minggu salah satu penatalaksanaannya adalah pemberian misoprostol
untuk pematangan pada serviks. Menurut jurnal yang saya baca, misoprostol dapat
digunakan di fasilitas kesehatan yang terdapat di pelosok atau di desa-desa
dimana di tempat tersebut permintaan pelayanannya tinggi, sedangkan
ketersediaan petugas dan alat yang terampil sering langka.

Pada evaluasi dilakukan penilaian terhadap apa yang sudah kita lakukan di
implementasi, yaitu tentang bagaimana pemahaman ibu setelah dilakukan KIE.
Ibu memahami apa yang telah disampaikan oleh bidan di puskesmas.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. R & Wulandari, D. 2009. Asuhan Kebidanan (Nifas). Yogyakarta :


Mitra Cendekia.

Fadlun dan Achmad Feryanto. 2011. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta :


Salemba Medika

Indrayani. 2011. Buku Ajar Asuhan Kehamilan. Jakarta : Trans Info Media

Novvi Karlina, Elsi Ermalinda, dan Wulan Mulya Pratiwi. 2016. Asuhan
Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Bogor : In Media

Rismalinda. 2014. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : In Media

Romauli, S. 2011. Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan Kehamilan.


Yogyakarta : Nuha Medika.

Rukiyah. A. Y. 2014. Asuhan Kebidanan 4 Patologi. Jakarta : Trans Info Media

Sulistyawati, A. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta:


Penerbit Salemba Medika.

Suparmi, Diki Retno Yuliani, dan Ulfah Musdalifah. 2017. Buku Ajar Aplikasi
Asuhan Kebidanan Ter-Update. Jakarta : Trans Info Media

Sumiyati, Hesti Kurniasih, dan Fitria Zuhriyatun. 2017. Buku Saku Kebidaan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Trans Info Media

Yulianingsih dan Anik Maryunani. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam


Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media

31

Anda mungkin juga menyukai