Disusun Oleh :
Ayu Putri
Davit
Dolly
Gusti Alvat
Livia Aristia
Oktiana
Kelompok 6
Kelas 11 MIPA 4
PALI
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia serta taufik dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan
makalah ini, meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan kami juga
berterimakasih pada Ibu guru mata pelajaran SMA Negeri 1 Talang Ubi, yang
telah memberikan tugas ini pada kami.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan,
tentunya harus disertai dengan pola makan sehat, berolahraga, dan terhindar
dari masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun
hadir dalam tubuh, maka harus segera dikeluarkan. Kondisi sistem kekebalan
tubuh menentukan kualitas hidup. Ada orang yang mudah sakit, ada pula
orang yang jarang sakit, ini ada kaitannya dengan sistem pertahanan tubuh
seseorang tersebut. Dalam tubuh yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh
yang kuat sehingga daya tahan tubuh kebal terhadap penyakit. Pada bayi yang
baru lahir, pembentukan sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna dan
masih memerlukan ASI yang membawa sistem kekebalan tubuh sang ibu
untuk membantu daya tahan tubuh bayi. Semakin dewasa, sistem kekebalan
tubuh terbentuk sempurna. Namun, pada orang lanjut usia, sistem kekebalan
tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit degeneratif
atau penyakit penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan
instan. Hal ini berdampak juga pada pola makan. Misalnya sarapan di dalam
kendaraan, makan siang serba tergesa, belum lagi kualitas makanan yang
dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga, dan stres. Apabila terus
berlanjut, daya tahan tubuh akan menurun, lesu, cepat lelah, dan mudah
terserang penyakit. Karena itu, banyak orang yang masih muda mengidap
penyakit degeneratif. Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet
tidak seimbang, dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga
memerlukan kecukupan antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering
kali terabaikan sehingga timbul berbagai penyakit infeksi, dan penuaan dini
pada usia produktif.
1
3. Bagaimanan mekanisme sistem kekebalan tubuh ?
4. Bagaimanan respon imunitas sistem kekebalan tubuh ?
5. Apa saja gangguan pada sistem kekebalan tubuh ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Kekebalan Tubuh
Setiap hari jutaan bakteri, mikroba, virus, dan parasit berusaha masuk
ke dalam tubuh. Untuk mengatasinya, tubuh kita memiliki pertahanan yang
berlapis-lapis. Sistem pertahanan yang berlapis-lapis ini penting untuk
menghadapi serangan virus atau bakteri secara bertahap. Akan tetapi,
adakalanya sistem pertahanan ini masih dapat ditembus oleh bibit penyakit
sehingga muncul kondisi sakit.
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun adalah sistem perlindungan
dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ khusus pada
suatu organisme sehingga tidak mudah terkena penyakit. Jika sistem imun
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi
bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam
tubuh. Sebaliknya, jika sistem imun melemah, maka kemampuannya untuk
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus penyebab demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem imun
juga memberikan pengawasan terhadap pertumbuhan sel tumor.
Terhambatnya mekanisme kerja sistem imun telah dilaporkan dapat
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
3
Makrofag merupakan komponen sel darah putih yang memerankan
fungsinya sebagai sistem imun dengan melakukan fagositosis terhadap bahan-
bahan asing atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Proses fagositosis
terjadi dengan cara mengelilingi, kemudian memakan dan menghancurkan
antigen tersebut, proses ini merupakan bagian dari reaksi peradangan. Untuk
mengatasi infeksi terkadang makrofag berinteraksi dengan limfosit. Makrofag
juga mempunyai peran yang penting dalam imunitas adaptif, dalam hal ini
makrofag akan mengambil antigen dan mengantarkannya untuk dihancurkan
oleh komponen-komponen imun lain dalam sistem imun adaptif. Makrofag
dapant mengonsumsi partikel asing, partikel asbes, dan bakteri. Makrofag
terdapat di tempat-tempat strategis tubuh dan tempat organ tubuh
berhubungan dengan aliran darah atau dunia luar, misalnya di daerah paru-
paru yang enerima udara dari luar.
2.2.2 Limfosit
Limfosit merupakan sel darah putih yang khusus berfungsi
untuk mengidentifikasi dan menghancurkan antigen penyerbu. Semua
limfosit dibentuk di sumsum tulang, tetapi mereka mengalami penuaan
di dua tempat yang berbeda. Limfosit yang mengalami penuaan di
sumsum tulang disebut limfosit B atau sel B. Limfosit ini membuat zat
antibodi yang beredar melalui darah dan cairan tubuh lain.
Limfosit T atau sel T mengalami penuaan di timus. Limfosit T
yang disebut sitotoksik (sel beracun) atau limfosit T pembunuh. Sel T
secara langsung dapat membinasakn sel-sel yang mempunyai antigen
spesifik pada bagian permukaannya yang sudah dkenali oleh sel T
sebelumnya. Limfosit sel T penolong mengontrol kekuatan dan kualitas
dari semua respon imun. Sel-sel limfosit dewasa secara konstan
bergerak sepanjang darah meuju kelenjar getah bening dan kembali ke
darah lagi untuk memonitor tubuh terhadap substansi-substansi
penyerbu secara terus-menerus.
2.2.3 Reseptor Antigen
Salah satu karakteristik imunitas adaptasi adalah kekhususan
spesifikasi. Spesifikasi, artinya setiap zat anti yang dihasilkan oleh
tubuh hanya mampu untuk melawan antigen tertentu. Setelah dewasa
4
limfosit akan memproduksi satu reseptor antigen, yaitu struktur khusus
yang berada pada bagian permukaan sel limfosit. Reseptor antigen
memiliki struktur yang spesifik untuk berkaitan dengan yang sesuai
dengan struktur antigen seperti kunci dan gemboknya. Limfosit dapat
membuat berjuta-juta macam reseptor antigen.
2.2.4 Sel-Sel Pengangkut Antigen
Saat antigen memasuki ke sel tubuh tubuh, maka molekul-
molekul pengangkut tertentu yang ada dalam sel akan membawa
antigen tersebut ke permukaan sel menuju sel-sel limfosit T. Molekul-
molekul pengangkut ini disebut Major Histocompatability Complex
(MHC) dikenal dengan molekul MHC. Molekul HMC terdidri atas dua
kelas. Molekul MHC kelas 1 berfungsi sebagai pengenal antigen untuk
sel T pembunuh, dan molekul MHC kelas II sebagai pengenal antigen
untuk sel T pembantu.
2.2.5 Antibodi
Zat antibodi merupakaan protein jenis imunoglobulin (Ig) yang
bekerja dengan cara merespon antigen. Antibodi hanya dibuat oleh
plasma sel limfosit B. Antibodi terdiri atas rantai berat dan rantai ringan
yang pada ujungnya terdapat tempat pengikatan antigen spesifik.
Antibodi terdapat di dalam darah dan cairan tubuh yang
dibentuk sebagai respons sistem kekebalan terhadap antigen asing.
Antigen yang dikenali oleh lifosit B, limfosit T, dan makrofag akan
merangsang pelepasan antibodi kedalam darah. Respons sel yang
pertama terhadap antibodi adalah pembentukan antibodi IgM oleh sel,
setelah itu baru pembentukan antibodi tipe lain seperti IgG, IgA, AgD,
dan IgE.
a. IgM adalah antibodi yang dihasilkan pada pemaparan awal oleh
suatu antigen, contohnya jika sorang anak menerima vaksinasi
tetanus i, maka 10-14 hari kemudian akan terbentuk antibodi
antitetanus IgM (respons antibodi primer). IgM banyak terdapat di
dalam darah, tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam
organ maupun jaringan.
5
b. IgG adalah jenis antibodi yang dihasilkan pada pemaparan antigen
berikutnya. Contohnya setelah mendapatkan suntikan tetanus ii,
maka 5-7 hari kemudian seorang anak akan membentuk antibodi
IgG. IgG (Respons antibodi sekunder) ditemukan di dalam darah dan
jaringan.
c. IgA adalah antibodi yang memegang peranan penting pada
pertahanan tubuh terhadap msuknya mikroorganisme melalui
permukaan yang dilapisi selaput lendir, yaitu hidung, mata, paru-
paru, dan usus. IgA ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh
(pada saluran pencernaan, hidung, mata, paru-paru, dan ASI).
d. IgE adalah antibodi yang menyebabkan reaksi alergi akut (reaksi
alergi cepat).
e. IgD adalah antibodi yang terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit
di dalam darah.
Zat antibodi menghentikan aktivitas antigen penyebab penyakit
dengan cara menetralisir dan opsonisai.
6
gondongan tidak akan terserang penyakit yang sama untuk kedua
kalinya. Sebab, tubuh yang terserang sudah begitu kenal atau tidak
asing dengan antigen yang menyerang. Akibatnya, darah membentuk
antibodi untuk melawan antigen tersebut.
Selain secara alami, kekebalan aktif dapat diperoleh secara
buatan. Kekebalan aktif buatan (induced immunity) diperoleh dari luar
tubuh, yakni setelah tubuh mendapatkan vaksinasi. Vaksinasi merupa
kan proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh supaya tubuh
membentuk antibodi sehingga kebal terhadap suatu penyakit.
Sementara vaksin ialah kuman penyakit yang sudah dilemahkan atau
dijinakkan sehingga tidak berbahaya bagi tubuh.
Tindakan membentuk kekebalan dalam tubuh seseorang dengan
memberikan vaksin disebut imunisasi. Orang yang mengembangkan
imunisasi pertama kali adalah dr. Edward Jenner, seorang dokter
berkebangsaan Inggris. Teknik ini seringkali diberikan kepada semua
umur supaya kebal terhadap antigen tertentu. Ada beberapa penyakit
yang dapat dilawan dengan vaksin, misalnya vaksin BCG yang
melawan antigen penyakit TBC. Imunisasi mempunyai beberapa tipe.
Imunisasi yang diberikan kepada individu dari spesies yang sama
disebut isoimun. Sedangkan imunisasi yang diberikan pada individu
yang berbeda dan dari spesies yang berbeda pula disebut heteroimun.
2.3.2 Kekebalan Pasif
Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh bukan
dari antibodi yang disintesis dalam tubuh, melainkan tinggal
memakainya saja. Seperti halnya kekebalan aktif, kekebalan pasif juga
terjadi secara alami dan buatan. Kekebalan pasif alami adalah
kekebalan yang diperoleh bukan dari tubuhnya sendiri, melainkan dari
tubuh orang lain. Misalnya kekebalan bayi yang diperoleh dari ibunya.
Ketika masih dalam kandungan, bayi mendapatkan antibodi dari ibunya
melalui plasenta dan tali pusat. Kemudian setelah lahir, bayi
mendapatkan antibodi dari ASI eksklusif melalui proses menyusui.
7
Sedangkan kekebalan pasif buatan adalah kekebalan
yang diperoleh dari antibodi yang sudah jadi dan terlarut dalam serum.
Sepintas antibodi ini mirip dengan vaksin. Perbedaannya yakni vaksin
bersifat sementara, sedangkan serum dapat digunakan dalam jangka
waktu yang relatif lebih lama. Bahkan dapat digunakan seumur hidup.
Sebagai contoh adalah suntikan ATS (Anti Tetanus Serum) dan sun
tikan IG (Globulin Imun).
8
antibodi maupun secara selular, oleh limfosit T. Ketika sistem
kekebalan bekerja secara efektif, antigen akan hancur dan dibuang.
Berdasarkan mekanisme kerja :
A. Kekebalan Humoral
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kekebalan humoral
melibatkan aktivasi sel B dan produksi antibodi yang beredar di dalam
plasma darah dan limfa. Antibodi yang beredar sebagai respons humoral,
bekerja melawan bakteri, virus, dan toksin yang ada di dalam cairan tubuh.
Untuk melawan antigen, limfosit B dengan antibodi tertentu akan
membelah dan berdiferensiasi menjadi dua bagian, yaitu sel
plasma dan sel B memori. Sel plasma dapat memproduksi antibodi
dengan kecepatan ±120.000 molekul/menit, dengan umur sel plasma
sekitar 5 hari. Antibodi memiliki dua sisi ikatan (binding site) yang
berbeda. Oleh karena itu, antibodi dapat membentuk suatu formasi ikatan
(crosslink) terhadap antigen sehingga membentuk suatu ikatan kompleks.
Antigen yang telah berikatan dengan antibodi, tidak dapat menginfeksi sel.
Selain itu, antigen tersebut menjadi sasaran yang mudah bagi sel-sel
fagosit untuk ditelan dan dihancurkan.
Untuk membuat respons ini lebih efektif, antibodi memberikan
“instruksi” kepada molekul dan sel-sel lain di dalam tubuh untuk
mengetahui adanya serangan. Apabila antigen tersebut berupa protein
bebas, antibodi akan berikatan dengan antigen tersebut dan diekskresikan
oleh ginjal. Adapun antigen yang berupa bakteri dan virus, antibodi akan
memberi sinyal kimiawi untuk menarik sel-sel fagosit agar
menghancurkannya.
Kemudian, beberapa antibodi akan mengaktifkan sejumlah protein
dalam darah atau protein komplemen. Ketika protein komplemen ini
bertemu dengan antibodi yang menempel pada permukaan sel, protein
tersebut akan menempel pada membran sel dan membentuk pori-pori.
Pori-pori ini akan membuat sel menjadi lisis (pecah).
9
Keterangan: (a)Antibodi yang membentuk ikatan, (b)fagosit
untuk menghancurkan antigen, dan (c)protein komplemen
menempel dan membentuk pori-pori.
Kontak pertama antara sel-sel B dengan antigen beserta reaksi dari
sel-sel tersebut terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh disebut
respons kekebalan primer. Pada respons kekebalan primer, dibutuhkan
sekitar 10–17 hari bagi limfosit untuk membentuk respons yang
maksimum. Pada waktu tersebut, sel-sel B akan berdiferensiasi menjadi
sel plasma dan sel B memori. Kondisi ini dapat menyebabkan suatu
individu menjadi sakit (contohnya demam). Akan tetapi, gejala penyakit
tersebut akan hilang ketika antigen yang masuk ke dalam tubuh telah
dibersihkan oleh antibodi dan sel T. Apabila suatu individu terpapar lagi
oleh antigen yang sama beberapa waktu kemudian, respons akan menjadi
lebih cepat (2–7 hari) dengan respons yang lebih besar dan lama. Proses
ini dinamakan dengan respons kekebalan sekunder. Konsep kekebalan ini
sangat kita kenali di dalam kehidupan sehari-hari, contohnya apabila kita
pernah terserang cacar air, kita tidak mungkin terkena penyakit itu lagi.
10
B. Kekebalan Selular
Kekebalan selular melibatkan sel-sel yang bereaksi langsung
terhadap sel-sel asing atau jaringan yang terinfeksi. Kekebalan ini
merupakan kekebalan yang ditunjang oleh sel T. Berbeda dengan sel B, sel
T tidak memproduksi molekul antibodi. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, terdapat tiga jenis sel T yang berperan dalam kekebalan
selular. Tiga jenis sel T tersebut yaitu sitotoksik, sel T pembantu, dan sel T
supressor. Ketika sel T sitotoksik kontak dengan antigen pada permukaan
sel asing, sel T sitotoksik akan aktif untuk menyerang dan
menghancurkannya dengan cara merusak membran sel asing. Adapun
fungsi sel T supressor yaitu untuk menekan respons kekebalan dengan
memperlambat laju pembelahan sel dan membatasi produksi antibodi.
Proses ini berlangsung apabila infeksi telah berhasil ditangani.
Selain itu, sel T lain yang berperan adalah sel T pembantu. Sel T
pembantu ini berfungsi untuk menghasilkan sekret yang dapat merangsang
sel B dan juga menghasilkan senyawa lain yang berfungsi dalam respons
kekebalan.
11
Kekebalan selular sangat penting dalam menghadapi infeksi oleh
virus. Meskipun antibodi dapat menangkap partikel-partikel virus, antibodi
tidak dapat menyerang virus yang telah masuk ke dalam sel. Sel T
sitotoksik dapat mendeteksi protein virus pada permukaan sel yang
terinfeksi dan menghancurkannya sebelum virus tersebut bereplikasi dan
menginfeksi sel-sel yang lain.
12
sehingga dihasilkan makrofag yang tidak mampu mencerna dan
menhancurkan organisme penyerbu, contohnya adalah severe
Combined Immunodeficiency (SCID). Penderita SCID mengalami
kekurangan limfosit B dan T sehingga harus tinggal dilingkungan steril
agar tidak terkena infeksi.
2.5.5 Penyakit Autoimun
Ketika suatu penyakit autoimun menyerang, sistem kekebalan
akan menyerang organ atau jaringannya sendiri seolah-olah merek
adalah unsur asing. Penyakit autoimun sering terjadi pada kasus
kencing manis dan demam rematik.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Imunitas mengacu kepada respons protektif tubuh yang spesifik terhadap
benda asing atau mikroorganisme yang menginvasinya. Komponen dan fungsi
pada imunitas terdiri leukosit, sumsung tulang, jaringan limfoid yang terdiri
dari kelenjar thymus, limfe, tonsil, lien, serta adenoid , dan jaringan serupa.
Dari leukosit terdapat sel B dan sel T. Sel B mencapai maturasinya pada
sumsung tulang dan sel T mencapai aturasinya dikelenjar thymus. Imunitas
dibagi menjadi imunitas alami dan imunitas buatan. Imunitas alami merupakan
respons nonspesifik terhadap setiap penyerang asing tanpa mempertahankan
komposisi penyerang tersebut.
Mekanismenya mencakup fisik kimia sel darah putih, respons implomasi.
Imunitas yang didapat terdiri dari respon imun yang tidak dijumpai pada saat
lahir tapi akan di peroleh kemudian dalam hidup seseorang.Biasanya terjadi
setelah seseorang terjangkit atau mendapatkan imunisasi yang menghasilkan
respon imun yang bersifat protektif.
3.2 Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
15