Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keragaman budaya atau cultural diversity adalah keniscayaan yang ada di bumi
Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan
kelompok sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan
daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan
kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut.
Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau-
pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang
bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga
perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok
sukubangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga mempengaruhi proses
asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah ragamnya jenis
kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-
agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia
sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia
adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat
heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa
namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke
modern, dan kewilayahan.

B. Tujuan Penulisan
Untuk lebih menguasai dan memahami suatu mata pelajaran maka harus ada
pembelajaran dan pendalaman tentang mata pelajaran tersebut, untuk itu maka di
tugaskanlah pembuatan makalah ini.
Selain itu, dengan di tugaskannya pembuatan makalah ini siswa menjadi lebih luas
wawasannya baik dalam bidang mata pelajaran maupun penguasaan Informasi Teknologi,
karena sebagian besar materi dalam makalah ini diambil dari Internet.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tradisi Masyarakat Sunda dan Jawa


1. Tradisi Masyarakat Sunda
Ngaliwet, demikian istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat sunda
yang akan mengadakan makan bersama dengan menu spesial di akhir pekan.
Ngaliwet bukan hanya sekedar makan bersama melainkan, ada ritual masak
bersama pula. Mulai dari patungan biaya membeli bahan makanan atau
menyumbangkan jenis bahan makanan mentah untuk dimasak. Ngaliwet menjadi
tradisi orang sunda yang telah lama ada. Hampir setiap akhir pekan terutama para
remaja mengadakan acara ngaliwet. Entah sejak kapan tradisi ngaliwet tersebut sudah
berlangsung. Para remaja biasanya mengadakan ngaliwet pada malam minggu
ataupun hari minggu menjelang makan siang.
Sejak dahulu masyarakat Sunda sudah mengenal astronomi, mereka
menyebutnya Palintangan. Salah satu fungsinya adalah menentukan musim bertani.
Secara tradisional masyarakat Sunda memperhatikan 3(tiga) prinsif dasar dalam
mengharmoniskan hal-hal yang alami, hayati dan insani. Tiga prinsif tersebut muncul
kepermukaan dalam seluruh tahap kehidupan sesuai dengan tingkat dan
hubungan.sosial.mereka.
Berikut ini nama-nama musim berdasarkan pada tradisi palintangan
masyarakat Sunda
Musim yang berhubungan erat dengan keadaan alam.
1. Usum (musim) Ngijih, tanda waktunya sering turun hujan
2. Usum katiga, artinya musim kemarau
3. Usum Barat, yang ditandai dengan adanya angin yang besar yang berhembus dari
arah barat disertai dengan hujan
- Upacara Mengandung Empat Bulan, Dulu Masyarakat Jawa Barat
apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil,
masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara
mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai pemberitahuan kepada
tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul hamil. Namun sekarang
kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat kehamilan menginjank
empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat ditiupkannya roh
pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung empat
Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan doa selamat, biasanya doa
nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
- Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak
tujuh kali di dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai
dari bambo yang dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya
ke pelupuh di dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak
menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba
dan menakutkan.

2.1.2 Tradisi Masyarakat Jawa


- Bagi masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama nyadran atau
sadranan merupakan ungkapan refleksi sosial-keagamaan. Hal ini dilakukan
dalam rangka menziarahi makam para leluhur. Ritus ini dipahami sebagai
bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang. Nyadran
dalam tradisi Jawa biasanya dilakukan pada bulan tertentu, seperti menjelang
bulan Ramadhan, yaitu Sya'ban.
Nyadran dengan ziarah kubur merupakan dua ekspresi kultural keagamaan
yang memiliki kesamaan dalam ritus dan objeknya. Perbedaannya hanya terletak
pada pelaksanaannya, di mana nyadran biasanya ditentukan waktunya oleh
pihak yang memiliki otoritas di daerah, dan pelaksanaannya dilakukan secara
kolektif.
- Solo Sekaten merupakan tradisi turun temurun yang diadakan setiap
tahun di Kota Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Awal dari acara puncak Sekaten adalah dengan dikeluarkannya gamelan Kyai
Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari seminggu sebelum Maulid Nabi yang jatuh
pada tanggal 12 Mulud Tahun Jawa.
Sejarah sekaten sendiri berawal pada tahun 1939 Saka atau 1477 M,
dibangunnya Masjid Agung Demak di Kabupaten Bintoro oleh Raden Patah
selaku Adipatinya pada jaman itu dengan dukungan musyawarah para wali.
Salah satu hasil musyawarah tersebut adalah meningkatkan syiar Islam selama
tujuh hari terus menerus menjelang peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW.
Supaya masyarakat tertarik dengan syiar tersebut maka diiringi dengan
bunyi gamelan yang diciptakan oleh Sunan Giri dengan membawa gending-
gending bernafaskan syiar Islam ciptaan Sunan Kalijaga. Hingga suatu saat
masyarakat banyak yang tertarik untuk masuk agama Islam.
- Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian
budaya Jawa. Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau
berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan
perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah
sebagai berikut: tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan apem.
Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan, sanak
keluarga dapat mengunjungi makam saudaramereka.
Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari
kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu
tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara
peringatan dua tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau
Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah
kematian.
- Miwit merupakan tradisi lokal yang diadakan oleh para petani, tradisi
miwit dilaksanakan sebelum petani mulai memanen padi di sawahnya, tradisi ini
diadakan secara individual, yaitu petani yang akan panen memasak berbagai
macam sayur(biasanya gudangan atau pecel) untuk dibagikan kepada anak-anak
yang mengikuti miwit. Upacara Miwit diadakan di sawah yang akan dipanen
padinya. Sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME, petani meletakkan
sebungkus nasi lengkap dengan sayuran di sudut-sudut sawah.

B. Tradisi Masyarakat Aceh


- Masyarakat Aceh punya tradisi tersendiri untuk menyambut hari-hari besar
Islam. Makmeugang atau Uroe Meugang adalah salah satu tradisi dalam masyarakat
Aceh yang telah ada sejak berabad yang lalu yaitu berupa kegiatan membeli dan
memakan daging di hari istimewa, biasanya dua hari menjelang puasa dan dua hari
menjelang Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha.
- Khanduri Apam (Kenduri Serabi) adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh
berupa pada bulan ke tujuh (buleun Apam) dalam kalender Aceh. Buleun Apam adalah
salah satu dari nama-nama bulan dalam Almanak Aceh yang setara dengan bulan
Rajab dalam Kalender Hijriah. Buleun artinya bulan, dan Apam adalah sejenis
makanan yang mirip serabi.
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh untuk mengadakan Khanduri
Apam pada buleun Apam. Tradisi ini paling populer di kabupaten Pidie sehingga
dikenal dengan sebutan Apam Pidie. Selain di Pidie, tradisi ini juga dikenal di Aceh
Utara, Aceh Besar dan beberapa kabupaten lain di Provinsi Aceh.
dikuburan disuguhi dengan kenduri Apam. Apam di perkuburan ini tidak diberi
kuahnya. Hanya dimakan dengan kukuran kelapa yang diberi gula (dilhok ngon u)
Khanduri Apam juga diadakan di kuburan setelah terjadi gempa hebat seperti
gempa tsunami, hari Minggu, 26 Desember 2004. Tujuannya adalah sebagai upacara
Tepung Tawar (peusijuek) kembali bagi famili mereka yang telah meninggal. Akibat
gempa besar; boleh jadi si mayat dalam kubur telah bergeser tulang-belulangnya.
Sebagai turut berduka-cita atas keadaan itu; disamping memohon rahmat bagi si mati,
maka diadakanlah khanduri Apam tersebut.
Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa latar belakang pelaksanaan kenduri
apam pada mulanya ditujukan kepada laki-laki yang tidak shalat Jum'at ke mesjid tiga
kali berturut-turut, sebagai dendanya diperintahkan untuk membuat kue apam
sebanyak 100 buah untuk diantar ke mesjid dan dikendurikan (dimakan bersama-
sama) sebagai sedekah. Dengan semakin seringnya orang membawa kue apam ke
mesjid akan menimbulkan rasa malu karena diketahui oleh masyarakat bahwa orang
tersebut sering meninggalkan shalat jumat.

C. Tradisi Upacara Minangkabau


- Upacara kehamilan, Ketika roh ditiupkan kedalam seorang ibu pada saat janin
berusia 16 minggu, maka disaat inilah bebera kalangan masyarakat mengharapkan
doa dari kerabatnya. Pengertian kerabat disini terdirin dari para ipar dan besan dari
masing-masing pasangan isteri.
Seperti pada umumnya setiap hajad kebaikan maka keluarga yang akan
membangun kehidupan baru menjadi pasangan keluarga sakinah ma waddah wa
rahmah memohon kepada Yang Maha Kuasa agar awal kehidupan janin membawa
harapan yang dicita-citakan.
Upacara Turun Mandi dan Kekah, Sering upacara ini dilakukan dengan tradisi tertentu
diantara para ipar besan dan induk bako dari pihak si Bayi. Induk Bako si Bayi
akan memberikan sesuatu kepada sang bayi sebagai wujud kasih sayangnya atas
kedatangan bayi itu dalam keluarga muda.
Umumnya Induk bako dan kerabatnya akan memberikan perhiasan berupa cincin
bagi bayi laki-laki atau gelang bagi bayi perempuan serta pemberian lainnya.
Apabila seorang anak laki-laki telah cukup umur dan berkat dorongan kedua orang
tuanya, maka seorang anak akan menjalani khitanan yang di Ranah Minang disebut
Sunat Rasul.
Sunah rasul mengandung pengharapan dari kedua orang tuanya agar anak laki-lakinya
itu menjadi anak yang dicita-citakan serta berbakti kepada kedua orang tua.
Saat ini telah menjadi trend baru di kalangan masyarakat, yang kemudian melahirkan
tradisi baru dikalangan atas masyarakat minangkabau melalui pennyelenggaraan
upacara tertentu seperti perhelatan. Anak laki-laki yang sudah dikhitankan itu
didudukkan di sebuah pelaminan seperti pengantin.
Sebenarnya ini bukanlah kebiasaan yang menjadi tradisi dalam masyarakat
minangkabau namun keboleh jadian bahwa tradisi merupakan hasil asimilisai dari
berbagai etnis yang hidup di Indonesia. Ssuatu saat akan menjadi tradisi pula
dikalangan masyarakat minangkabau.

D. 2.4 Macam Macam Upacara Adat Kesukuan Indonesia

2.1 Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Alloh
dengan membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti
kalimat-kalimat tahlil (laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih
(subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur kepada Alloh
SWT (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah meninggal dunia pada
hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari kebiasaan
orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam
Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan.
Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa dibawa
pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga
dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak terkejut karena harus
meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.
2.2 Sekaten

Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di


lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten
diselenggarakan pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati
diarak dari Keraton ke halaman mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam
sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal. Tradisi ini dipelopori oleh Sunan
Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu diselingi pengucapan
dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.

2.3 Adat Basandi Syara, Sara Basandi Kitabulloh

Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam,


sehingga adat mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Quran (Kitabullah).
Adat Minagkabau kental dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan
adat basabdi syara, syara basandi kitabullah (Adat bersendikan syara dan syara
bersendikan Kitab Alloh).

2.4 Seni Tradisi Genjring

Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan Banyumas pada
umumnya. Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak
yang berbasis di masjid. Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk
melakukan pembinaan generasi muda, karena hampir setiap malam anak-anak
muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang, mereka memainkan
genjring bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit demi sedikit
mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50
tahunan).

2.5 Kesenian Singkiran


Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah Tamantirto, Kasihan,
Bantul, DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai Singir Ndjaratan
yang artinya tembang kematian. Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan,
kesenian ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur
melalui pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi pembacaan narasi syiiran.
Kesenian ini semakin hari digerus oleh perspektif Islam modernis dan banyak
tergantikan dengan tahlil dan yasinan

2.6 Sholawat Jawi

Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa


juga sudah menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar
Kabupaten Bantul. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk penegasan
jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang seiring dengan tradisi
peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat kepada
Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-
melodi Jawa (langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).

2.7 Tradisi Upacara Bugis Makasar


- Upacara tujuh bulan kehamilan, dalam bahasa Bugis Bone disebut Mappassili,
artinya memandikan. Makna upacara ini adalah untuk tolak bala atau menghindari
dari malapetaka/bencana, menjauhkan dari roh-roh jahat sehingga segala kesialan
hilang dan lenyap. Acara itu diawali dengan iring-iringan pasangan muda tersebut,
dalam pakaian adat Bugis menuju sebuah rumah-rumahan yang terbuat dari bambu
dengan hiasan bunga dan pelaminan yang meriah oleh warna-warna yang mencolok.
Sebelumnya, calon ibu yang hamil tujuh bulan dari pasangan muda ini harus
melewati sebuah anyaman bambu yang disebut Sapana yang terdiri dari tujuh anak
tangga, memberi makna agar rezeki anak yang dilahirkan bisa naik terus seperti
langkah kaki menaiki tangga. Upacara Mappassili diawali dengan membacakan doa-
doa yang diakhiri oleh surat Al-Fatihah oleh seorang ustadzah. Bunyi tabuh-tabuhan
dari kuningan yang dipegang oleh seorang bocah laki-laki mengiringi terus upacara
ini.
- Upacara Appasunna (Khitanan Adat) di pangkep dikenal dua versi.
Perbedaannya hanya waktu dan urutan kegiatan sebab satu dilaksanakan pada siang
hari dan satunya dilaksanakan pada malam hari, sehingga boleh dikata tidak ada
perbedaan sama sekali. Versi pertama dengan urutan kegiatan Menre Baruga,
Mammata-mata, Allekke Jene, Appassili, Nipasintinggi Bulaeng dan Nipasalingi,
Appamatta dan Khitanan (Nisunna).
Pada versi ini acara mammata-mata ditempatkan pada urutan kedua karena
sesudah acara menre baruga sekaligus dilangsungkan acara mammata-mata. Pada
acara acara menre baruga, anak yang akan di sunat bersama orang tua dan
keluarganya telah duduk di lamming (pelaminan) dalam baruga, dan pada acara ini
pula ditampilkan acara kesenian meski pelaksanaannya dilakukan pada siang hari.
Sedangkan versi kedua acara mammata-mata ditempatkan pada urutan keenam dan
dilaksanakan pada malam hari dengan dirangkaikan malam ramah

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat sunda jawa bugis aceh atau pun yang lainnya memiliki struktur sosial
dan kebudayaan masing masing. Masyarakat sunda memiliki keperibadiam lebih
kepada sopan santun dan ramah tmah sedangkan masyarakat jawa lebih kepada
kedisiplinan mereka yang kuat, beda lai dengan masyarakat aceh yang masyarakatnya
lebih agamis.

B. Saran
Beragam suku bangsa di negara ini beragam pula budayanya, mulai dari sabang
sampai merauke mulai dari yang beragama sampai yang atheis semua memiliki ciri dan
keperibadian khas masing masing.
Masyarakat sunda beda budayanya dengan masyarakat minang begitu pula beda
dengan masyarakat jawa, terlepas dari itu semua kita adalah saru dalam NKRI hal ini lah
yang patut di kedepankan, kita bersatu ketika zaman perjuangan dahulu maka harus juga
kita bersatu dalam zaman pembangunan sekarang ini
DAFTAR PUSTAKA

1. id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia
2. www.docstoc.com/docs/10178284/Suku-bangsa-di-indonesia
3. anaamy.wordpress.com/.../apresiasi-terhadap-tradisi-dan-upacara.
4. perdetik.blogspot.com/.../apresiasi-terhadap-tradisi-dan-upacara

Anda mungkin juga menyukai