Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Keragaman budaya atau "cultural diversity" adalah keniscayaan yang ada di bumi

Indonesia. Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri
keberadaannya. Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok
sukubangsa, masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat
kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang
ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200 juta orang dimana mereka tinggal tersebar
dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis
yang bervariasi. Mulai dari pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga
perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan
masyarakat di Indonesia yang berbeda. Pertemuan-pertemuan dengan kebudayaan luar juga
mempengaruhi proses asimilasi kebudayaan yang ada di Indonesia sehingga menambah
ragamnya jenis kebudayaan yang ada di Indonesia. Kemudian juga berkembang dan meluasnya
agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia
sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Bisa dikatakan bahwa Indonesia adalah
salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang
tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman
budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.

1.2 Tujuan Penulisan


Untuk lebih menguasai dan memahami suatu mata pelajaran maka harus ada
pembelajaran dan pendalaman tentang mata pelajaran tersebut, untuk itu maka di tugaskanlah
pembuatan makalah tentang Sejarah Kebudayaan Islam ini.
Selain itu, dengan di tugaskannya pembuatan makalah ini siswa menjadi lebih luas
wawasannya baik dalam bidang mata pelajaran maupun penguasaan Informasi Teknologi, karena
sebagian besar materi dalam makalah ini diambil dari Internet.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tradisi Masyarakat Sunda dan Jawa


2.1.1 Tradisi Masyarakat Sunda
Ngaliwet, demikian istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat sunda yang akan
mengadakan makan bersama dengan menu spesial di akhir pekan. Ngaliwet bukan hanya sekedar
makan bersama melainkan, ada ritual masak bersama pula. Mulai dari patungan biaya membeli
bahan makanan atau menyumbangkan jenis bahan makanan mentah untuk dimasak. Ngaliwet
menjadi tradisi orang sunda yang telah lama ada. Hampir setiap akhir pekan terutama para
remaja mengadakan acara ngaliwet. Entah sejak kapan tradisi ngaliwet tersebut sudah
berlangsung. Para remaja biasanya mengadakan ngaliwet pada malam minggu ataupun hari
minggu menjelang makan siang.
Sejak dahulu masyarakat Sunda sudah mengenal astronomi, mereka menyebutnya
"Palintangan". Salah satu fungsinya adalah menentukan musim bertani. Secara tradisional
masyarakat Sunda memperhatikan 3(tiga) prinsif dasar dalam mengharmoniskan hal-hal yang
alami, hayati dan insani. Tiga prinsif tersebut muncul kepermukaan dalam seluruh tahap
kehidupan sesuai dengan tingkat dan hubungan.sosial.mereka.
Berikut ini nama-nama musim berdasarkan pada tradisi palintangan masyarakat Sunda
Musim yang berhubungan erat dengan keadaan alam.
1. Usum (musim) Ngijih, tanda waktunya sering turun hujan
3

2. Usum katiga, artinya musim kemarau


3. Usum Barat, yang ditandai dengan adanya angin yang besar yang berhembus dari arah barat
disertai dengan hujan
Upacara Mengandung Empat Bulan, Dulu Masyarakat Jawa Barat apabila seorang
perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum disebut hamil, masih disebut mengidam.
Setelah lewat 3 bulan barulah disebut hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan
dilakukan sebagai pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah
betul-betul hamil. Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat
kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah saat
ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan upacara Mengandung
empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do'a selamat, biasanya doa nurbuat
dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna, sehat, dan selamat.
Upacara Nenjrag Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di
dekat bayi, atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang dibelahbelah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di dekat bayi. Maksud
dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi anak yang tidak lekas terkejut atau
takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba dan menakutkan.
2.1.2 Tradisi Masyarakat Jawa
Bagi masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama nyadran atau sadranan
merupakan ungkapan refleksi sosial-keagamaan. Hal ini dilakukan dalam rangka menziarahi
makam para leluhur. Ritus ini dipahami sebagai bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya
para nenek moyang. Nyadran dalam tradisi Jawa biasanya dilakukan pada bulan tertentu, seperti
4

menjelang bulan Ramadhan, yaitu Sya'ban. Nyadran dengan ziarah kubur merupakan dua
ekspresi kultural keagamaan yang memiliki kesamaan dalam ritus dan objeknya. Perbedaannya
hanya terletak pada pelaksanaannya, di mana nyadran biasanya ditentukan waktunya oleh pihak
yang memiliki otoritas di daerah, dan pelaksanaannya dilakukan secara kolektif.
Solo Sekaten merupakan tradisi turun temurun yang diadakan setiap tahun di Kota
Surakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Awal dari acara puncak Sekaten adalah
dengan dikeluarkannya gamelan Kyai Guntur Madu dan Kyai Guntur Sari seminggu sebelum
Maulid Nabi yang jatuh pada tanggal 12 Mulud Tahun Jawa.
Sejarah sekaten sendiri berawal pada tahun 1939 Saka atau 1477 M, dibangunnya Masjid
Agung Demak di Kabupaten Bintoro oleh Raden Patah selaku Adipatinya pada jaman itu dengan
dukungan musyawarah para wali. Salah satu hasil musyawarah tersebut adalah meningkatkan
syiar Islam selama tujuh hari terus menerus menjelang peringatan hari kelahiran Nabi
Muhammad SAW.
Supaya masyarakat tertarik dengan syiar tersebut maka diiringi dengan bunyi gamelan
yang diciptakan oleh Sunan Giri dengan membawa gending-gending bernafaskan syiar Islam
ciptaan Sunan Kalijaga. Hingga suatu saat masyarakat banyak yang tertarik untuk masuk agama
Islam.
Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa.
Upacara tradisional Mendhak dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk
memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk upacara
tradisional Mendhak adalah sebagai berikut : tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak, ketan, dan
apem. Kadang-kadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan, sanak keluarga
5

dapat mengunjungi makam saudaramereka. Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam
seribu hari setelah hari kematian: pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati
satu tahun kematian (365 hari); kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua
tahun kematian; ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang
dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian.
Miwit merupakan tradisi lokal yang diadakan oleh para petani, tradisi miwit dilaksanakan
sebelum petani mulai memanen padi di sawahnya, tradisi ini diadakan secara individual, yaitu
petani yang akan panen memasak berbagai macam sayur(biasanya gudangan atau pecel) untuk
dibagikan kepada anak-anak yang mengikuti miwit. Upacara Miwit diadakan di sawah yang akan
dipanen padinya. Sebagai tanda syukur kepada Tuhan YME, petani meletakkan sebungkus nasi
lengkap dengan sayuran di sudut-sudut sawah.

2.2 Tradisi Masyarakat Aceh


Masyarakat Aceh punya tradisi tersendiri untuk menyambut hari-hari besar Islam.
Makmeugang atau Uroe Meugang adalah salah satu tradisi dalam masyarakat Aceh yang telah
ada sejak berabad yang lalu yaitu berupa kegiatan membeli dan memakan daging di hari
istimewa, biasanya dua hari menjelang puasa dan dua hari menjelang Lebaran Idul Fitri dan Idul
Adha.
Khanduri Apam (Kenduri Serabi) adalah salah satu tradisi masyarakat Aceh berupa pada
bulan ke tujuh (buleun Apam) dalam kalender Aceh. Buleun Apam adalah salah satu dari namanama bulan dalam "Almanak Aceh" yang setara dengan bulan Rajab dalam Kalender Hijriah.
Buleun artinya bulan, dan Apam adalah sejenis makanan yang mirip serabi.
6

Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Aceh untuk mengadakan Khanduri Apam pada
buleun Apam. Tradisi ini paling populer di kabupaten Pidie sehingga dikenal dengan sebutan
Apam Pidie. Selain di Pidie, tradisi ini juga dikenal di Aceh Utara, Aceh Besar dan beberapa
kabupaten lain di Provinsi Aceh
dikuburan disuguhi dengan kenduri Apam. Apam di perkuburan ini tidak diberi kuahnya.
Hanya

dimakan

dengan

kukuran

kelapa

yang

diberi

gula

(dilhok

ngon

u)

Khanduri Apam juga diadakan di kuburan setelah terjadi gempa hebat- seperti gempa tsunami,
hari Minggu, 26 Desember 2004. Tujuannya adalah sebagai upacara Tepung Tawar (peusijuek)
kembali bagi famili mereka yang telah meninggal. Akibat gempa besar; boleh jadi si mayat
dalam kubur telah bergeser tulang-belulangnya. Sebagai turut berduka-cita atas keadaan itu;
disamping memohon rahmat bagi si mati, maka diadakanlah khanduri Apam tersebut.
Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa latar belakang pelaksanaan kenduri apam pada
mulanya ditujukan kepada laki-laki yang tidak shalat Jum'at ke mesjid tiga kali berturut-turut,
sebagai dendanya diperintahkan untuk membuat kue apam sebanyak 100 buah untuk diantar ke
mesjid dan dikendurikan (dimakan bersama-sama) sebagai sedekah. Dengan semakin seringnya
orang membawa kue apam ke mesjid akan menimbulkan rasa malu karena diketahui oleh
masyarakat bahwa orang tersebut sering meninggalkan shalat jumat.
Tahapan melamar (Ba Ranup)
Ba Ranup (ba-membawa ranup-sirih) merupakan suatu tradisi turun temurun yang tidak asing
lagi dilakukan dimana pun oleh masyarakat Aceh, saat seorang pria melamar seorang perempuan.

Untuk mencarikan jodoh bagi anak lelaki yang sudah dianggap dewasa maka pihak keluarga
akan mengirim seorang yang dirasa bijak dalam berbicara (disebut seulangke) untuk mengurusi
perjodohan ini. Jika seulangke telah mendapatkan gadis yang dimaksud maka terlebih dahulu dia
akan meninjau status sang gadis. Jika belum ada yang punya, maka dia akan menyampaikan
maksud melamar gadis itu.

Pada hari yang telah disepakati datanglah rombongan orang-orang yang dituakan dari
pihak pria ke rumah orangtua gadis dengan membawa sirih sebagai penguat ikatan berikut isinya.
Setelah acara lamaran selesai, pihak pria akan mohon pamit untuk pulang dan keluarga pihak
wanita meminta waktu untuk bermusyawarah dengan anak gadisnya mengenai diterima-tidaknya
lamaran tersebut.

Tahapan Pertunangan (Jak ba Tanda)


Bila lamaran diterima, keluarga pihak pria akan datang kembali untuk melakukan
peukong haba (peukong-perkuat, haba-pembicaraan) yaitu membicarakan kapan hari perkawinan
akan dilangsungkan, termasuk menetapkan berapa besar uang mahar yang diterima (disebut
jeulamee) yang diminta dan berapa banyak tamu yang akan diundang. Biasanya pada acara ini
sekaligus diadakan upacara pertunangan (disebut jak ba tanda jak-pergi, ba-membawa tandatanda,artina berupa pertanda sudah dipinang-cincin).

Pada acara ini pihak pria akan mengantarkan berbagai makanan khas daerah Aceh,
buleukat kuneeng (ketan berwarna kuning) dengan tumphou, aneka buah-buahan, seperangkat
pakaian wanita dan perhiasan yang disesuaikan dengan kemampuan keluarga pria. Namun bila
ikatan ini putus di tengah jalan yang disebabkan oleh pihak pria yang memutuskan maka tanda
emas tersebut akan dianggap hilang. Tetapi kalau penyebabnya adalah pihak wanita maka tanda
emas tersebut harus dikembalikan sebesar dua kali lipat.

Pesta Pelaminan
sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, tiga hari tiga malam diadakan upacara
meugaca atau boh gaca (memakai inai) bagi pengantin laki-laki dan pengantin perempuan. adat
ini kuat dipengaruhi oleh india dan arab. namun sekarang adat tersebut telah bergeser menjadi
pengantin perempuan saja yg menggunakan inai.

kemudian dilakukan persiapan untuk ijab kabul. Dahulu ijab kabul dapat dilakukan di
KUA atau di meunasah musala dekat rumah tanpa dihadiri pengantin wanita. namun sekarang
berkembang dengan ijab kabul yg dilakukan di Mesjid-Mesjid besar terutama di Mesjid Raya
Baiturrahman, yang dihari kedua mempelai berserta keluarga dan undangannya. Ijab Kabul
pengantin pria kepada wanita dihadiri oleh wali nikah, penghulu, saksi dan pihak keluarga.

10

Biasanya lafaznya berupa bahasa aceh "ulon tuan peunikah, aneuk lon (apabila ayah
perempuan yg mengucapkan)....(nama pengantin perempuan) ngon gata (nama pengantin lakilaki) ngon meuh...(jumlah mahar yang telah disepakati) mayam "
Jawabannya ulon tuan terimong nikah ngon kawen.. (nama pengantin) ngon meuh..
(jumlah mahar yang telah disepakati) mayam, tunai " Ada beberapa lafaz yang berbeda,
disesuaikan dengan kesepakatan dan adat setempat.
Pesta pelamina dilakukan setelah melangsungkan ijab kabul antara sang calon pengantin
laki-laki dengan pengantin perempuan, Baik dilakukan pada hari yang sama maupun pada lain
hari, yaitu disebut juga acara tueng linto baro. pesta pelaminan ini bertujuan selain merayakan
kebahagian juga untuk memperkenalkan kedua mempelai kepada seluruh kaum kerabat.

11

Tueng Lintoe Baroe


Tueng Linto baroe (tueng-menerima, linto-laki-laki, baroe-baru) yaitu menerima
pengantin pria adalah yaitu menerima pengantin laki-laki oleh pihak perempuan, penerimaan
secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Pengantin laki-laki datang ke pesta beserta rombogan
(keluarga & kerabat). Rombongan disuguhkan hidangan khusus disebut idang bu bisan (idanghidangan, bu-nasi bisan-besan). Setelah selesai makan, maka rombongan linto baro minta izin
pulang kerumahnya, sedangkan pengantin pria tetap tinggal untuk disanding dipelaminan hingga
acara selesai.

12

Tueng Dara Baroe


Tueng dara baroe adalah suatu hal yang dilakukan oleh pihak laki-laki dengan kata lain
adalah penjemputan secara hukum adat atau dalam tradisi Aceh. Acara ini sama dengan yang
diatas namun pihak perempuan yang pergi ke acara pihak laki-laki.

Mahar (Jeulamee)
Dalam adat istiadat Ureung Aceh, hanya dikenal mahar berupa emas dan uang. Mahar
ditiap aceh berbeda. Dibagian Barat Aceh mahar berupa emas yang diberikan sesuai kesepakatan,
biasanya berjumlah antara belasan sampai puluhan mayam. Sedangkan didaerah Timur, mahar
yang diajukan dibawah belasan tapi menggunakan uang tambahan yaitu disebut "peng angoh"
(peng-uang, angoh-hangus), hal ini dilakukan untuk membantu pihak perempuan

13

untuk menyelenggarkan pesta dan membeli isi kamar. Mahar biasanya ditetapkan oleh
pihak perempuan dan biasanya kakak beradik memiliki mahar yang terus naik atau minimal
sama. Namun semua hal tentang mahar ini dapat berubah-ubah sesuai kesepakatan kedua belah
pihak.
Idang & Peuneuwoe
Idang (hidang) danPeunuwo atau pemulang adalah hidangan yang diberikan dari pihak
pengantin kepada pihak yang satunya. Biasanya pada saat Intat linto baro (mengantar pengantin
pria), rombongan membawa Idang untuk pengantin wanita berupa pakaian, kebutuhan dan
peralatan sehari-hari untuk calon istri. dan pada saat Intat dara baro (mengantar pengantin
wanita), rombongan akan membawa kembali talam yg tadinya diisi dgn barang-barang tersebut
dgn makananan khas aceh seperti bolu, kue boi , kue karah , wajeb, dan sebagainya, sebanyak
14

talam yang diberikan atau boleh kurang dengan jumlah ganjil. Adat membawa-bawa baik barang
ataupun kue dalam adat Aceh sangatlah kental apalagi dalam sebuah keluarga baru. Saat
pengantin baru merayakan puasa pertama atau lebaran pertama dan pergi kerumah salah satu
kerabatnya untuk pertama kali maka wajiblah dia membawa makanan. Dan adat ini terus
berlangsung hingga sang istri punya anak, yakni mertua membawa makanan dan sang istri
membalasnya.

Peusijuek
Peusijuek (pendingin) adalah adat istiadat aceh dari India juga, namun sudah beradaptasi
dengan budaya Islam. Peusijuek dilakukan untuk memberi semangat, doa dan restu kepada orang
yg dituju. pada pernikahan maka kedua belah pihak keluarga akan melakukan Peusijuek ditiap
kesempatan. biasanya sebelum dan setelah ija kabul, ketika dipelaminan di kedua acara.
Peusijuek adalah salah satu tradisi Aceh yang dilakukan pada kegiatan apapun seperti naik haji,
mempergunakan barang baru seperti rumah atau kendaraan, bayi yang turun tanah, ibu yang
hamil dan sebagainya.

15

Adat diatas adalah adat yg biasanya dilakukan suku aceh. Hal ini suatu tradisi atau
kebiasaan yang tidak pernah hilang di dalam kultur budaya Pidie, Aceh Besar, Bireuen dan
sekitarnya. Untuk daerah timur dan sekitarnya yaitu untuk suku-suku lainnya, mungkin ada
beberapa penambahan dan pengurangan.

2.3 Tradisi Upacara Minangkabau


Upacara kehamilan, Ketika roh ditiupkan kedalam seorang ibu pada saat janin berusia 16
minggu, maka disaat inilah bebera kalangan masyarakat mengharapkan doa dari kerabatnya.
Pengertian kerabat disini terdirin dari para ipar dan besan dari masing-masing pasangan isteri.
Seperti pada umumnya setiap hajad kebaikan - maka keluarga yang akan membangun kehidupan
baru menjadi pasangan keluarga sakinah ma waddah wa rahmah memohon kepada Yang Maha
Kuasa agar awal kehidupan janin membawa harapan yang dicita-citakan.

16

Upacara Turun Mandi dan Kekah, Sering upacara ini dilakukan dengan tradisi tertentu
diantara para ipar - besan dan induk bako dari pihak si Bayi. Induk Bako - si Bayi akan
memberikan sesuatu kepada sang bayi sebagai wujud kasih sayangnya atas kedatangan bayi itu
dalam keluarga muda. Umumnya Induk bako dan kerabatnya akan memberikan perhiasan berupa
cincin bagi bayi laki-laki atau gelang bagi bayi perempuan serta pemberian lainnya.
Apabila seorang anak laki-laki telah cukup umur dan berkat dorongan kedua orang tuanya, maka
seorang anak akan menjalani khitanan yang di Ranah Minang disebut " Sunat Rasul.
Sunah rasul mengandung pengharapan dari kedua orang tuanya agar anak laki-lakinya itu
menjadi anak yang dicita-citakan serta berbakti kepada kedua orang tua.
Saat ini telah menjadi trend baru di kalangan masyarakat, yang kemudian melahirkan
tradisi baru dikalangan atas masyarakat minangkabau - melalui pennyelenggaraan upacara
tertentu seperti perhelatan. Anak laki-laki yang sudah dikhitankan itu didudukkan di sebuah
pelaminan seperti pengantin.
Sebenarnya ini bukanlah kebiasaan yang menjadi tradisi dalam masyarakat minangkabau
namun keboleh jadian bahwa tradisi merupakan hasil asimilisai dari berbagai etnis yang hidup di
Indonesia. Ssuatu saat akan menjadi tradisi pula dikalangan masyarakat minangkabau.

2.4 Macam - Macam Upacara Adat Kesukuan Indonesia


2.4.1 Tahlilan
Tahlilan adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdo'a kepada Alloh dengan
membaca surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti kalimat-kalimat tahlil
(laailaaha illallah), tahmid (Alhamdulillah) dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan
17

sebagai ucapan syukur kepada Alloh SWT (tasyakuran) dan mendo'akan seseorang yang telah
meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan). Tradisi ini berasal dari
kebiasaan orang-orang Hindu dan Budha yaitu Kenduri, selamatan dan sesaji. Dalam agam Islam
tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena mengandung unsure kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji
digantikan dengan berkat atau lauk-pauk yang bisa dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang
mengubah tradisi ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam
tidak terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke agamanya.

2.4.2 Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di
lingkungan Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud, Sekaten diselenggarakan
pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekati diarak dari Keraton ke halaman
mesjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum 12 Rabiul Awal.
Tradisi ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap bait lagu
diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian menjadi Sekaten.

2.4.3 Adat Basandi Syara', Sara' Basandi Kitabulloh


Masyarakat Minangkabau dikenal kuat dalam menjalankan agama Islam, sehingga adat
mereka dipautkan dengan sendi Islam yaitu Al-Qur'an (Kitabullah). Adat Minagkabau kental
dengan nuansa Islam sehingga melahirkan semboyan adat basabdi syara, syara basandi kitabullah
(Adat bersendikan syara dan syara bersendikan Kitab Alloh).

18

2.4.4 Seni Tradisi Genjring


Seni tradisi ini banyak ditemukan di daerah Purwokerto, dan Banyumas pada umumnya.
Di kalangan masyarakat Banyumas, kesenian tradisi ini lebih banyak yang berbasis di masjid.
Pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif untuk melakukan pembinaan generasi muda, karena
hampir setiap malam anak-anak muda bertemu di masjid. Untuk mengisi waktu senggang,
mereka memainkan genjring bersama-sama di masjid. Namun saat ini kesenian ini sedikit demi
sedikit mulai ditinggalkan kaum muda, sehingga jumlahnya didominasi kaum tua (50 tahunan).

2.4.5 Kesenian Singkiran


Kelompok kesenian ini salah satunya ditemukan di daerah Tamantirto, Kasihan, Bantul,
DIY. Kelompok ini menamakan keseniannya sebagai " Singir Ndjaratan" yang artinya "tembang
kematian". Selain menarasikan nasehat-nasehat kebajikan, kesenian ini juga dimaksudkan
sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur melalui pembacaan kalimat tahlil yang mengiringi
pembacaan narasi syiiran. Kesenian ini semakin hari digerus oleh perspektif Islam modernis dan
banyak tergantikan dengan tahlil dan yasinan

2.4.6 Sholawat Jawi


Kesenian Shalawat Jawi di temukan di daerah Pleret, Bantul, dan beberapa juga sudah
menyebar di sekitar kecamatan Pleret, atau bahkan di sekitar Kabupaten Bantul. Kesenian ini
merupakan salah satu bentuk penegasan jawanisasi kesenian Islam. Kesenian yang berkembang
seiring dengan tradisi peringtaan Maulid Nabi ini mengartikulasikan syair atau syiiran shalawat

19

kepada Nabi Muhammad dengan medium bahasa Jawa, bahkan juga dengan melodi-melodi Jawa
(langgam sinom, dandang-gula, pangkur dan lain-lain).
2.4.7 Tradisi Upacara Bugis Makasar
Upacara tujuh bulan kehamilan, dalam bahasa Bugis Bone disebut Mappassili, artinya
memandikan. Makna upacara ini adalah untuk tolak bala atau menghindari dari
malapetaka/bencana, menjauhkan dari roh-roh jahat sehingga segala kesialan hilang dan lenyap.
Acara itu diawali dengan iring-iringan pasangan muda tersebut, dalam pakaian adat Bugis
menuju sebuah rumah-rumahan yang terbuat dari bambu dengan hiasan bunga dan pelaminan
yang meriah oleh warna-warna yang mencolok. Sebelumnya, calon ibu yang hamil tujuh bulan
dari pasangan muda ini harus melewati sebuah anyaman bambu yang disebut Sapana yang terdiri
dari tujuh anak tangga, memberi makna agar rezeki anak yang dilahirkan bisa naik terus seperti
langkah kaki menaiki tangga. Upacara Mappassili diawali dengan membacakan doa-doa yang
diakhiri oleh surat Al-Fatihah oleh seorang ustadzah. Bunyi tabuh-tabuhan dari kuningan yang
dipegang oleh seorang bocah laki-laki mengiringi terus upacara ini.
Upacara Appasunna (Khitanan Adat) di pangkep dikenal dua versi. Perbedaannya hanya
waktu dan urutan kegiatan sebab satu dilaksanakan pada siang hari dan satunya dilaksanakan
pada malam hari, sehingga boleh dikata tidak ada perbedaan sama sekali. Versi pertama dengan
urutan kegiatan Menre Baruga, Mammata-mata, Allekke Je'ne, Appassili, Nipasintinggi Bulaeng
dan Nipasalingi, Appamatta dan Khitanan (Nisunna).

20

Pada versi ini acara "mammata-mata" ditempatkan pada urutan kedua karena sesudah
acara menre baruga sekaligus dilangsungkan acara mammata-mata. Pada acara acara menre
baruga, anak yang akan di sunat bersama orang tua dan keluarganya telah duduk di lamming
(pelaminan) dalam baruga, dan pada acara ini pula ditampilkan acara kesenian meski
pelaksanaannya dilakukan pada siang hari. Sedangkan versi kedua acara "mammata-mata"
ditempatkan pada urutan keenam dan dilaksanakan pada malam hari dengan dirangkaikan malam
ramah

21

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat sunda jawa bugis aceh atau pun yang lainnya memiliki struktur sosial dan
kebudayaan masing - masing. Masyarakat sunda memiliki keperibadiam lebih kepada sopan
santun dan ramah tmah sedangkan masyarakat jawa lebih kepada kedisiplinan mereka yang kuat,
beda lai dengan masyarakat aceh yang masyarakatnya lebih agamis.
3.2 Saran
Beragam suku bangsa di negara ini beragam pula budayanya, mulai dari sabang sampai
merauke mulai dari yang beragama sampai yang atheis semua memiliki ciri dan keperibadian
khas masing - masing. Masyarakat sunda beda budayanya dengan masyarakat minang begitu
pula beda dengan masyarakat jawa, terlepas dari itu semua kita adalah saru dalam NKRI hal ini
lah yang patut di kedepankan, kita bersatu ketika zaman perjuangan dahulu maka harus juga kita
bersatu dalam zaman pembangunan sekarang ini

22

DAFTAR PUSTAKA
1. id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia
2. www.docstoc.com/docs/10178284/Suku-bangsa-di-indonesia
3. anaamy.wordpress.com/.../apresiasi-terhadap-tradisi-dan-upacara.
4. perdetik.blogspot.com/.../apresiasi-terhadap-tradisi-dan-upacara

23

Anda mungkin juga menyukai