Anda di halaman 1dari 4

Hingga saat ini masyarakat diberbagai desa di wilayah Karawang, Subang dan Purwakarta ada yang masih

menjalankan tradisi peninggalan nenek moyangnya yang telah berjalan sejak ratusan tahun yang lalu. Tradisi di
maksud adalah berupa upacara Ruwatan Bumi, yaitu ritual manifestasi rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas segala yang telah diperoleh dari hasil bumi. Ruwatan berasal dari kata Ruwat atau ngarawat (bahasa
Sunda) yang artinya memelihara atau mengumpulkan. Makna dari mengumpulkan adalah mengajak masyarakat
seluruh kampong berkut hasil buminya untuk dikumpulkan, baik yang masih mentah maupun yang sudah jadi
atau dalam taraf pengolahan. Tujuannya selain rasa syukur tadi sekaligus sebagai tindakan tolak bala dan
penghormatan terhadap para leluhurnya. Pelaksanaan ruwatan bumi biasanya berlangsung di tanah lapang.
Meski masing-masing daerah memiliki ciri sendiri-sendiri, namun pada intinya mereka melakukan ritual
keagamaan yang kental dengan peristiwa budaya. Pelaksanaan ruatan bumi ini biasanya akibat terjadinya
bencana alam yang menimpa wilayah atau tempat tinggal mereka. Setelah bencana lewat, mereka kemudian
melaksanakan ruwatan bumi agar bencana tidak terjadi lagi. Di daerah Banceuy, Kecamatan Ciater dan
sekitarnya, ruwatan bumi masih dipelihara dan dijalankan dengan sangat khidmat oleh masyarakat setempat
susai yang diwariskan orang-orang tua dahulu. Bahkan oleh Pemerintah Kabupaten Subang dijadikan agenda
buadaya dan parawisata. Ruwatan bumi di daerah ini memang sangat unik dan menarik karena kekuatan tradisi
di masa lalu yang terus terpelihara dengan baik. Ditengah modernisasi dan arus globalisasi yang sulit untuk
dibendung, ruwatan bumi tentu saja menghadapi ancaman menuju kepunahan. Di beberapa tempat sudah mulai
hilang, contoh di Desa Tambak Mekar, tepatnya di Kampung Rancabogo, ruwatan bumi sudah hilang sama
Sekali. Padahal sekitar 20 tahun yang lalu, setiap menjelang bulan Maulud selalu diselengarakan ruwatan bumi.
Dengan dipimpin tetua kampong, warga setempat berkumpul di tanah lapang dekat pohoin Binong sambil
membawa tumpeng. Forum itu skaligus digunakan untuk bersilaturahmi diantara warga, karena setelah ritual
kagamaan selesai seluruh warga bergembiria ria murak tumpeng sambil ngobrol dan bersenda gurau. Kini tak
ada lagi peristiwa seperti itu di Rancabogo. Selain akibat modernisasi dan arus globalisasi, dibeberapa tempat
disebabkan oleh larangan dan pemahaman agama yang semakin tinggi. Ada diantara daerah yang sama sekali
menghentikannya karena dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Bisa jadi begitu mengingat upacara
ruwatan bumi sangat kental dengan dupa dan kemenyan yang oleh sebagian kalangan dinilai berasal dari ajaran
Hindu atau Budha. Apa saja rangkaian pelaksanaan pertistiwa ruwatan bumi ini? Pertama dadahut, yaitu
persiapan yang dilakukan masyarakat mulai dari pembentukan panitia, musyawarah pelaksanaaan ruwatan
bumi, pengumpulan biaya, membuat makanan, membuat pintu hek (pintu gerbang), membuat sawen atau daun
janur dari daun kawung. Kegiatan dadahut ini biasanya dilakuan sebulan sebelum pelaksanaan. Kedua
Ngadieukeun, yaitu ritual khusus bertempat di goah yang dilakuan ketua adat dengan menyajikan banyak
sesajen. Tujuannya meminta ijin kepada Tuhan YME supaya seluruh penduduk dan kampungnya dijauhkan dari
musibah. Ketiga Ijab kabul motong munding, yaitu berdoa sekaligus sambutan tetua adat sebelum menyembelih
kerbau. Keempat Ngalawar, yaitu nyuguh atau menyimpan sesaji di stiap sudut kampung. Ngalawar
dimaksudkan untuk menghormati para leluhur masyarakat di daerah itu. Ngalawar dimulai dengan menyimpan
sesaji di tengah-tengah kampung. Kemudian dilanjutkan di keempat sudut kampung. Sesaji atau sesajen untuk
ngalawar ini dibungkus dalam ukuran kecil yang di dalamnya terdapat aneka makanan yang terbuat dari beras.
Kelima Salawatan, yaitu mengucap puji-pujian kepada Allah SWT dan Rosulnya di mesjid-mesjid. Sholawatan
dimulai setelah maghrib sampai menjelang Isya. Keenam pertunjukan seni gembyung yang dilaksanakan pada
malam hari. Ketujuh Numbal, yairtu upacara sakral dengan mengubur sesaji dan makanan yang terbuat dari
beras. Tujuan numbal adalah mangurip bumi munar leuwih, artinya hasil bumi dan segala hal yang dilakukan
penduduk kampung bisa bermanfaat. Bahan untuk numbal antara lain kelapa hijau, seupahun, telur, gula merah,
rempah-rempah, ayam kampung, pisang, tebu, jawer kotok. Prosesinya, setelah ritual kagamaan dilanjutkan
dengan menyembelih ayam kampung. Ayam tersebut dipotong-potong untuk disimpan dalam lubang tertentu
yang telah digali. Berikutnya adalah menanam pohon pisang, tebu, jawer kotok dan hanjuang yang disiram air
beras. Kedelapan Helaran, yaitu iring-iringan masyarakat dimulai dari tempat pelaksanaan ruwatan menuju situs
makam leluhur. Dalam helaran ini ikut memeriahkan seni beluk, pembawa parukuyan, kuda kosong, pini sepuh,
usungan dongdang, seni dogdog, saung sangar, usung tumpeng, dongdang makanan, seni Rengkong dan tari-
tarian pembawa kerajinan. Kesembilan Sawer, yaitu melantunkan syair buhun. Sawer berisi puji-pujian terhadap
sang pncipta, para leluhur dan Nyai Pohaci atau Dwi Sri. Kesepuluh Ijab Rosul, yaitu ritual untuk menutup
pelaksanaan ruwatan bumi yang dipimpin tetua adat. Setelah acara sacral biasanya dilanjutan hiburan wayang
golek atau kesenian lain yang bernuansa Islam.***

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/panggihseptaperwira/mengenal-ruwatan-bumi-tradisi-masyarakat-
di-desa-desa_55289251f17e613b648b45a2
Upacara Adat Jawa Tengah
29MAY
KENDUREN
Kenduren/ selametan adalah tradisi yang sudaah turun temurun dari jaman dahulu, yaitu doa
bersama yang di hadiri para tetangga dan di pimpin oleh pemuka adat atau yang di tuakan di setiap
lingkungan, dan yang di sajikan berupa Tumpeng, lengkap dengan lauk pauknya. Tumpeng dan
lauknya nantinya di bagi bagikan kepada yang hadir yang di sebut Carikan ada juga yang menyebut
dengan Berkat.

Carikan/ berkat

Tujuan dari kenduren itu sendiri adalah meminta selamat buat yang di doakan, dan
keluarganya,kenduren itu sendiri bermacam macam jenisnya, antara lain :

* kenduren wetonan ( wedalan ) Di namakan wetonan karena tujuannya untuk selametan pada hari
lahir ( weton, jawa ) seseorang. Dan di lakukan oleh hampir setiap warga, biasanya 1 keluarga 1
weton yang di rayain , yaitu yang paling tua atau di tuakan dalam keluarga tersebut. Kenduren ini di
lakukan secara rutinitas setiap selapan hari ( 1 bulan ). Biasanya menu sajiannya hanya berupa
tumpeng dan lauk seperti sayur, lalapan, tempe goreng, thepleng, dan srundeng. tidak ada ingkung
nya ( ayam panggang ).

* Kenduren Sabanan ( Munggahan ) Kenduren ini menurut cerita tujuannya untuk menaik kan para
leluhur. Di lakukan pada bulan Sya’ban, dan hampir oleh seluruh masyarakat di Watulawang dan
sekitarnya, khususnya yang adatnya masih sama, seperti desa peniron, kajoran, dan sekitarnya.
Siang hari sebelum di laksanakan upacara ini, biasanya di lakukan ritual nyekar, atau tilik bahasa
watulawangnya, yaitu mendatangi makan leluhur, untuk mendoakan arwahnya, biasanya yang di
bawa adalah kembang, menyan dan empos ( terbuat dari mancung ). Tradisi bakar kemenyan
memang masih di percaya oleh masyarakat watulawang, sebelum mulai kenduren ini pun, terlebih
dahulu di di jampi jampi in dan di bakar kemenyan di depan pintu. Menu sajian dalam kenduren
sabanan ini sedikit berbeda dengan kenduren Wedalan, yaitu disini wajib memakai ayam pangang
( ingkung ).

* Kenduren Likuran Kenduren ini di laksanakan pada tanggal 21 bulan pasa ( ramadan ), yang di
maksudkan untuk memperingati Nuzulul Qur’an. dalam kenduren ini biasanya di lakukan dalam
lingkup 1 RT, dan bertempat di ketua adat, atau sesepuh di setiap RT. dalam kenduren ini, warga
yang datang membawa makanan dari rumah masing2, tidak ada tumpeng, menu sajiannya nasi putih,
lodeh ( biasanya lodeh klewek) atau bihun, rempeyek kacang, daging, dan lalapan.
* Kenduren Badan ( Lebaran )/ mudunan Kenduren ini di laksanakan pada hari Raya Idul Fitri, pada
tanggal 1 sawal ( aboge ). kenduren ini sama seperti kenduren Likuran,hanya tujuannya yang
berbeda yaitu untuk menurunkan leluhur. TYang membedakan hanya, sebelum kenduren Badan,
biasanya di dahului dengan nyekar ke makam luhur dari masing2 keluarga.

* Kenduren Ujar/tujuan tertentu Kenduren ini di lakukan oleh keluarga tertentu yang punya maksud
atau tujuan tertentu, atau ayng punya ujar/ omong. Sebelum kenduren ini biasanya di awali dengan
ritual Nyekar terlebih dahulu. dan menu wajibnya, harus ada ingkung ( ayam panggang ). Kenduren
ini biasanya banyak di lakukan pada bulan Suro ( muharram ).

* Kenduren Muludan Kenduren ini di lakukan pada tanggal 12 bulan mulud, sama seperti kenduren
likuran, di lakukan di tempat sesepuh, dan membawa makanan dari rumah masing- masing. biasanya
dalam kenduren ini ada ritual mbeleh wedus ( motong kambing ) yang kemudian di masak sebagai
becek dalam bahasa watulawang ( gulai ).

GREBEG (Solo)

Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa yaitu pada
tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ketiga), tanggal satu bulan Sawal (bulan kesepuluh) dan
tanggal sepuluh bulan Besar (bulan kedua belas). Pada hari hari tersebut raja mengeluarkan
sedekahnya sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas kemakmuran kerajaan. Sedekah ini,
yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari gunungan kakung dan
gunungan estri (lelaki dan perempuan).

Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak membulat.
Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna hijau yang
dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan kering lainnya. Di
sisi kanan dan kirinya dipasangi rangkaian bendera Indonesia dalam ukuran kecil. Gunungan estri
berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan rangkaian bunga. Sebagian besar disusun
dari makanan kering yang terbuat dari beras maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan
runcing. Gunungan ini juga dihiasi bendera Indonesia kecil di sebelah atasnya.

SEKATEN
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon asal-usul
upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah perayaan hari
kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari istilah credo dalam
agama Islam, Syahadatain. Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, Kyai
Gunturmadu dan Kyai Guntursari, dari keraton untuk ditempatkan di depan Masjid Agung Surakarta.
Selama enam hari, mulai hari keenam sampai kesebelas bulan Mulud dalam kalender Jawa, kedua
perangkat gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (Jw: ditabuh) menandai perayaan sekaten.
Akhirnya pada hari ketujuh upacara ditutup dengan keluarnya Gunungan Mulud. Saat ini selain
upacara tradisi seperti itu juga diselenggarakan suatu pasar malam yang dimulai sebulan sebelum
penyelenggaraan upacara sekaten yang sesungguhnya.

Kenduren

Adat utawi tradisi kenduren inggih menika tradisi ingkang sampun turun temurun
sakinh nenek moyang wonten ing jaman rumiyin. Tradisi kenduen kawontenan ing
masyarakat Jawa Tengah ingkang taksih asring dipunlaksanakaken ngantos sakmenika.
Tradisi menika kagungan ancas nyuwun kaslametan dening Gusti Allah SWT kangge tiyang
ingkang ngawontenaken adat menika. Wonten adat menika ingkang kedah dipuncawisaken
inggih menika tumpeng jangkep kaliyan lawuhipun. Tumpeng lan lawuhipun dipundongani
sesarengan kaliyan para rawuh, ingkang dipunpimpin kaliyan pemuka adat utawi sesepuh
adat. Sesampunipun tumpeng kalawau dipundongani, tumpeng wau dipunbageaken ingkang
asring dipunsebat carikan utawi berkat.

Adat kenduren menika kathah macemipun, wonten kenduren wetonan (wedalan)


dipunwastani wetonan amargi ancasipun kangge nyuwun kaslametan menawi dinten
kelahiran ( weton, Jawa). Wonten ugi kenduren sabanah (munggahan) kenduran menika
kawontenan wonten ing bulan sya’ban. Lajengipun wonten kenduren likuran, kenduren
menika laksanakaken tanggal 21 wulan pasa, kagungan ancas mangeti dinten Nuzuzul
Qur’an. Ingkang pungkasan inggih mrnika kenduren badan (lebaran) dipunlaksanakaken
dinten idul fitri 1 syawal, anggadhahi ancas kangge ngandapaken para leluhur. Sinaosa
mecemipun kathah, nanging kenduren menika ancasipun sami, inggih menika nyuwun
kaslametan dening Gusti Allah.

Anda mungkin juga menyukai