Anda di halaman 1dari 2

10 Hukum adat di Indramayu

1. Ngunjung atau Munjung. Tradisi Ngunjung atau Munjung berdasarkan babad Cikedung
dilaksanakan saat menghendaki musim rendengan atau musim tanam tiba,
pelaksanaannya dilakukan di situs leluhur atau makam setempat. Kala itu sesepuh
mengumpulkan warga, untuk melakukan munjungan atau ngunjung dengan sarana
tumpeng lengkap dengan lauk pauk sepunyanya dan seikhlasnya kepada warga. Alasan
melakukan Munjung atau Ngunjung pada situs leluhur adalah pertama untuk mendoakan
arwah-arwah pendahulu yang telah tiada, agar leluhur mendapatkan kebahagiaan di alam
kelanggengan. Kedua agar anak cucu tetap terjalin hubungan kekeluargaan yang erat,
ketiga agar anak cucu tetap mengenang jasa-jasa para leluhur yang telah membabad desa
atau pedukuhan, sehingga mereka menaruh rasa hormat dan tidak melupakan sejarah,
keempat untuk memberitahukan kepada warga akan datangya musim rendengan (garapan
sawah/ladang), sehingga perlu kekompakan dalam pengolahan dan bibit padi atau
tanaman yang akan ditanam termasuk bersifat penyuluhan. Tapi pelaksanaannya jauh
melenceng dengan yang ada sekarang, orang-orang sudah berubah menjurus kepada pesta
pora. Bahkan di areal situs pemakaman dilakukan ritual yang salah kaprah, hendaknya
masyarakat harus mengerti mana adat tradisi yang mesti kita jaga dan mana kelakuan
yang kurang baik. Kedengarannya memang aneh, misalnya ada organ atau orang
karaokean masuk ke areal situs leluhur yang mestinya patut kita hormati.
2. Mapag Sri. Tradisi ini dilakukan manakala hendak memasuki musim panen pertama
(rendengan) tiba, ini adalah wujud syukur kepada sang Ilahi. karena tanaman padi warga
petani mulus mujur hingga akan dipanen. Mapag Sri berasal dari kata Mapag artinya
menjemput, sedang Sri dimaksudkan kepada Dewi Sri (Padi). Biasanya masyarakat
bergotong royong untuk mengadakan hiburan wayang kulit tentu dengan lakonnya adalah
Dewi Sri. Pada zaman dahulu semangat untuk mewujudkan rasa syukur kepada Sang Ilahi
selalu ada walaupun sudah menghadapi musim paceklik. Namun untuk menyambut
musim panen mereka menyambutnya dengan suka cita dan mau berbagi satu sama lain.
Masyarakat membawa tumpeng yang mereka sajikan itu untuk makan bersama dan saling
berbagi. Zaman dahulu seorang kuwu (kepala desa) melakukan ritual panen pertama di
sawah, kemudian pocongan padi dari sawah petani dibawa ke balai desa untuk
diperlihatkan kepada warga.
3. Nadran. Nadran berasal dari kata Nadzar yang artinya janji. Nadran biasanya dilakukan
sebagai rasa syukur kepada Ilahi atas segala berkah ikan kepada para nelayan. Biasanya
warga patungan untuk membeli seekor kerbau, kepalanya untuk dilarungkan ke laut
sementara dagingnya dimasak untuk makan bersama warga. Tetapi ada juga yang
melarungkan miniatur perahu ke lautan. Pada saat Nadran biasanya pemilik kapal
menghias kapalnya dengan berbagai makanan dan minuman yang dapat dinikmati oleh
warga setelah melarungkan kepala kerbau atau minatur perahu ke laut. Melarungkan
Kepala Kerbau memiliki makna membuang kebodohan.
4. Ngarot. Tradisi turun temurun dari nenek moyang ini sering diadakan di daerah Lelea,
Jambak dan Tugu. Acara ini dilakukan sekali dalam setahun yakni pada saat menjelang
musim tanam padi biasanya sekitar bulan Oktober, Nopember atau Desember. Uniknya
acara ini dilakukan setiap hari Rabu bukan hari yang lain. Pesta Ngarot diawali dengan
acara ider-ideran atau proses arak-arakan keliling desa yang dilakukan oleh para gadis
dari daerah tersebut. Acara ini bagi masyarakat setempat dianggap penting karena sebagai
ajang silaturahmi antar masyarakat. Di dalam ider-ideran para peserta menggunakan
simbol-simbol tertentu seperti penggunaan busana adat, mahkota bunga, keprabon,
payung tiga lapis dengan warna kuning emas dan aneka musik arak-arakan. Kini acara
Ngarot akan diadakan agenda tahunan oleh Pemerintah Kabupaten Indramayu. Tahun lalu
acara Exotica Gadis Ngarot mampu menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara
untuk datang ke Indramayu. Acara ini dilakukan pada saat perayaan hari jadi Indramayu.
5. Baritan. Tradisi lain yang masih dilakukan oleh warga di Indramayu adalah Baritan.
Baritan dilakukan pada bulan-bulan tertentu yang dianggap masyarakat dalam keadaan
kesusahan. Baritan hanya dilakukan warga pada blok atau gang masing-masing. Biasanya
dilakukan pada perempatan jalan, ujung jalan atau di sawah. Setelah ritual selesai mereka
makan bersama-makan di tempat itu juga. Baritan dilakukan sebagai rasa syukur atau
sedekah dan berdoa agar menolak bala. Jika ada orang dari daerah lain maka orang
tersebut dipersilahkan untuk ikut makan bersama, berbeda dengan Munjung atau
Ngunjung dilakukan oleh warga satu desa atau pedukuhan tertentu dan waktunya hanya
setahun sekali menjelang musim penghujan tiba, sedangkan baritan biasanya dilakukan
sampai tujuh kali dalam setahun dan dilakukan pada sore jumat sebelum magrib.
6. Sedekah Bumi. Tradisi sedekah bumi sebenarnya hampir sama dengan Ngunjung atau
Munjung cuma yang membedakan adalah tempatnya. Kalau Ngunjung atau Munjung
dilakukan di situs atau makam, sedangkan Sedekah Bumi biasanya dilakukan di Balai
Desa. Sedekah bumi biasanya dilakukan sebelum rendengan atau musim penghujan bisa
bulan September, Oktober dan Nopember atau tergantung musim penghujannya datang.
7. Jaringan Indramayu memang memiliki tradisi yang unik, terutama di daerah Pamanukan,
Lebak,Dan Parean Bulak, sangat akrab dengan tradisi mencari jodoh. Tradisi mencari
jodoh ini disebut juga Jaringan. Biasanya di daerah ini terdapat pasar jodohnya. Pasar
jodoh ini selalu ramai oleh muda-mudi, hingga janda dan duda ikut berkumpul mencari
jodoh. Jika merasa cocok, mereka akan mulai pacaran dan kemudian ada proses lamaran
untuk menikah.
8. Mapag Tamba Indramayu juga memiliki tradisi untuk mengusir penyakit, terutama di
daerah Cikedung Lor, yang biasanya disebut dengan Mapag Tamba. Tradisi ini
merupakan ritual selama 40 hari setelah masa tanam padi. Di daerah lain, Mapag Tamba
ini sering disebut Tolak Bala. Pada prosesi Mapag Tamba ini dilakukan dengan cara
membawa air tambak ke dalam batang bambu yang berasal dari sesepuh setempat. Mapag
Tamba ini kabarnya sudah ada sejak ratusan silam, dan sampai sekarang masih bertahan.
9. Berokan Tradisi Berokan dikabarkan berasal dari kata barokahan bahasa Sunda yang
artinya (keselamatan). Berasalkan cerita turun-temurun Berokan merupakan warisan
Pangeran Korowelang Tau Pangeran Mina, yaitu seorang penguasa laut Jawa di wilayah
Cirebon dan Indramayu. Namun kalangan seniman Berokan, asal nama kesenian ini dari
kreasi Mbah Kuwu Pangeran Cakrabuana ketika menyebarkan Islam di daerah Galuh.
10. Sandiwara Seni pertunjukkan yang terkenal di Indramayu ialah Sandiwara. Kesenian ini
sebuah pementasan cerita atau disebut juga dengan lakon. Kesenian Sandiwara di
Indramayu mirip dengan seni pertunjukkan Masres yang ada di Cirebon. Kesenian ini
hampir mirip dengan seni pertunjukkan ketoprak yang ada di daerah Jawa Tengan dan
Jawa Timur. Seni Sandiwara Indramayu berasal dari akar budaya Cirebon, sehingga
perbedaaanya hanya pada dialek bahasa yang digunakan, atau Basa Dermayon.

Anda mungkin juga menyukai