Anda di halaman 1dari 5

BUDAYA: UPACARA KEBO-KEBOAN PADA MASYARAKAT BANYUWANGI

Mochamad Bachtiar
Jurusan Tata Boga (TB) 1, Kel. Maengket
Sekolah Tinggi Dyana Pura (STDP)
Jalan Raya Padang Luwih Tegaljaya Dalung Kuta Utara, Bali (80361).
Email : moch_bachtiar@yahoo.com

Abstrak
Upacara adat Kebo-keboan   merupakan salah satu upacara adat yang dimiliki
masyarakat Using di Kabupaten Banyuwangi. Upacara adat kebo-keboan   
bertujuan untuk mengusir wabah penyakit dan memohon kepada Tuhan Yang
Maha Esa agar diberi  keselamatan  dan  dijauhkan  dari  gangguan  dan 
cobaan  yang  melanda  pada masyarakat.  Pada  upacara  adat  kebo-keboan 
diharapkan  hasil  panen  yang  akan datang dapat meningkat  atau  lebih baik
dari panen  sebelumnya.Upacara  adat kebo-keboan  ini masih dilestarikan dan
mempunyai pengaruh dan kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat Using di Desa Alasmalang. 

Kata Kunci: Kebo-Keboan

1. PENDAHULUAN komodifikasi. Upacara adat kebo-keboan


1.1 Latar Belakang dalam pelaksanaannya terdapat
Banyuwangi adalah salah satu tambahan kesenian tradisional
kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Banyuwangi yang lainnya. Kesenian
Timur, Indonesia. Di sana ada sebuah tersebut antara lain; barong ider bumi,
etnik yang bernama Using. Di kalangan kuntulan, damarulan/jinggoan, tari jejer
mereka, khususnya yang berdiam di gandrung, angklung dan reog. Unsur-
Dusun Krajan, Desa Alasmalang, unsur upacara dalam upacara adat
Kecamatan Singojuruh, ada sebuah kebo-keboan adalah: berdoa, bersaji,
upacara tradisional yang sangat erat makan bersama makanan yang telah
kaitannya dengan bidang pertanian disucikan dengan doa, pawai ider bumi.
yang disebut sebagai “Kebo-keboan”. Pelaksanaan upacara adat kebo-keboan
Maksud diadakannya upacara itu adalah terbagi dalam tiga tahap yaitu tahap pra
untuk meminta kesuburan tanah, panen acara atau persiapan, acara inti, dan
melimpah, serta terhindar dari tahap akhir atau penutup.
malapetaka baik yang akan menimpa
tanaman maupun manusia yang 1.2 Tujuan
mengerjakannya. Penelitian ini  bertujuan
Upacara adat kebo-keboan menganalisis  terjadinya  proses 
mempunyai kedudukan yang penting komodifikasi upacara adat Kebo-
bagi kehidupan masyarakat Using Desa keboan     di Desa Alasmalang
Alasmalang. Upacara adat kebo-keboan Kecamatan Singojuruh Kabupaten
di Desa Alasmalang sudah mengalami Banyuwangi dan melestarikan dengan
cara memperkenalkan seni kebudayaan tahun yang jatuh pada hari Minggu
yang ada di Desa Alasmalang antara tanggal 1 sampai 10 Sura (tanpa
Kecamatan Singojuruh Kabupaten melihat hari pasaran). Dipilihnya hari
Banyuwangi. Dengen memberi minggu sebagai hari penyelenggaraan
pengetahuan tentang sejarah kebo- dengan pertimbangan bahwa pada hari
keboan, proses upacar kebo-keboan dan tersebut masyarakat sedang tidak
nilai budaya pada pelaksanaan upacara bekerja (libur), sehingga dapat
kebo-keboan, serta unsur pendidikan mengikuti jalannya upacara. Sedangkan,
dan ekonomi dalam pelaksanaan dipilihnya bulan Sura dengan
upacara ritual kebo-keboan. pertimbangan bahwa Sura, menurut
kepercayaan sebagian masyarakat Jawa,
2. Upacara Kebo-keboan adalah bulan yang keramat
2.1 Sejarah Upacara Kebo-keboan Satu minggu menjelang waktu
Ritual kebo-keboan digelar upacara kebo-keboan tiba, warga
setahun sekali pada bulan Muharam masyarakat yang berada di Dusun
atau Suro (penanggalan Jawa). Bulan ini Krajan mengadakan kegiatan gotong
diyakini memiliki kekuatan magis. royong untuk membersihkan lingkungan
Konon, ritual ini muncul sejak abad ke- rumah dan dusunnya. Selanjutnya, satu
18. Di Banyuwangi, kebo-keboan hari menjelang pelaksanaan upacara,
dilestarikan di dua tempat yakni di Desa para ibu bersama-sama mempersiapkan
Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, dan sesajen yang terdiri atas: tumpeng,
Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi. peras, air kendi, kinang ayu, aneka
Munculnya ritual kebo-keboan di jenang, inkung ayam dan lain
Alasmalang berawal terjadinya musibah sebagainya. Selain itu, dipersiapkan pula
pagebluk ( epidemi - red ). Kala itu, berbagai perlengkapan upacara seperti
seluruh warga diserang penyakit. Hama para bungkil, singkal, pacul, pera,
juga menyerang tanaman. Banyak pitung tawar, beras, pisang, kelapa dan
warga kelaparan dan mati akibat bibit tanaman padi. Seluruh sesajen
penyakit misterius. Dalam kondisi tersebut selain untuk acara selamatan,
genting itu, sesepuh desa yang bernama nantinya juga akan ditempatkan di
Mbah Karti melakukan meditasi di bukit. setiap perempatan jalan yang ada di
Selama meditasi, tokoh yang disegani ini Dusun Krajan.
mendapatkan wangsit. Isinya, warga Pada malam harinya para
disuruh menggelar ritual kebo-keboan pemuda menyiapkan berbagai macam
dan mengagungkan Dewi Sri atau yang hasil tanaman palawija seperti pisang,
dipercainya sebagai simbol tebu, ketela pohon, jagung, pala
kemakmuran. gumantung, pala kependhem, pala
Keajaiban muncul ketika warga kesimpar. Tanaman tersebut kemudian
menggelar ritual kebo-keboan. Warga ditanam kembali di sepanjang jalan
yang sakit mendadak sembuh. Hama Dusun Krajan. Selain itu, mereka
yang menyerang tanaman padi sirna. mempersiapkan pula bendungan yang
Sejak itu, ritual kebo-keboan nantinya akan digunakan untuk
dilestarikan. Mereka takut terkena mengairi tanaman palawija yang
musibah jika tidak melaksanakannya. ditanam.
Pagi harinya, sekitar pukul
2.2 Proses Upacara Kebo-keboan 08.00, diadakan upacara di Petaunan
Upacara kebo-kebon di Dusun yang dihadiri oleh panitia upacara,
Krajan dilaksanakan satu kali dalam satu sesepuh dusun, modin, dan beberapa
warga masyarakat Krajan. Pelaksanaan menjadi trance, akan segera mengejar
upacara di tempat ini berlangsung para pengambil benih yang dianggap
cukup sederhana, yaitu hanya berupa sebagai pengganggu. Namun, para
kata sambutan dari pihak panitia kebo-keboan itu tidak sampai
upacara, kemudian dilanjutkan dengan mencelakai para pengambil benih
doa yang dipimpin oleh modin dan karena sang pawang selalu mengawasi
diakhiri dengan makan bersama. setiap geraknya. Setelah dirasa cukup,
Selanjutnya, para peserta maka sang pawang akan menyadarkan
upacara yang terdiri dari para sesepuh kebo-keboan dengan cara mengusapkan
dusun, seorang pawang, perangkat pitung tawar pada bagian kepalanya.
dusun, dua pasang kebo-keboan (setiap Setelah itu, mereka kembali lagi ke
kebo-keboan berjumlah dua orang), Petaunan.
para pembawa sesajen, pemain musik Sesampainya di Petaunan,
hadrah, pemain barongan dan warga peserta upacara kembali ke rumah
Dusun Krajan akan melakukan pawai masing-masing sambil membawa padi
ider bumi mengeliling Dusun Krajan. yang tadi mereka ambil di sawah untuk
Pawai ini dimulai di Petaunan kemudian dijadikan sebagai penolak bala dan juga
menuju ke bendungan air yang berada sekaligus pembawa berkah. Malam
di ujung jalan Dusun Krajan. harinya, mereka kembali lagi ke
Sesampainya di bendungan, jagatirta Petaunan untuk menyaksikan pagelaran
(petugas pengatur air) akan segera wayang kulit dengan lakon Sri Mulih
membuka bendungan sehingga air yang mengisahkan tentang Dewi Sri.
mengalir ke sepanjang jalan dusun yang Lakon tersebut dipentaskan dengan
sebelumnya telah ditanami tanaman harapan agar warga Dusun Krajan
palawija oleh para pemuda. Sementara, mendapatkan hasil panen padi yang
para peserta upacara segera menuju ke melimpah. Dan, dengan dipentaskannya
areal persawahan milik warga Dusun kesenian wayang kulit di Petaunan itu,
Krajan. Di persawahan inilah kebo- maka berakhirlah seluruh rentetan
keboan tersebut memulai dalam upacara kebo-keboan di Desa
memperlihatkan perilakunya yang mirip Alasmalang Kecamatan Singojuruh
seperti seekor kerbau yang sedang Kabupaten Banyuwangi.
membajak atau berkubang di sawah.
Pada saat kebo-keboan sedang 2.3 Nilai Budaya
berkubang, sebagian peserta upacara Upacara kebo-keboan di Dusun
segera turun ke sawah untuk menanam Krajan, Desa Alasmalang, Kabupaten
benih padi. Banyuwangi, jika dicermati secara
Setelah benih tertanam, para mendalam, mengandung nilai-nilai yang
peserta yang lain segera berebut untuk pada gilirannya dapat dijadikan sebagai
mengambil benih padi yang baru acuan dalam kehidupan sehari-hari.
ditanam tersebut. Benih-benih yang Nilai-nilai itu antara lain adalah:
baru ditanam itu dipercaya oleh warga kebersamaan, ketelitian, gotong royong,
masyarakat Dusun Krajan dapat dan religius. Nilai kebersamaan
dijadikan sebagai penolak bala, tercermin dari berkumpulnya sebagian
mendatangkan keberuntungan serta besar anggota masyarakat dalam suatu
membawa berkah. Pada saat para tempat, makan bersama dan doa
peserta memperebutkan benih tersebut, bersama demi keselamatan bersama
para kebo-keboan yang sebelumnya pula. Ini adalah wujud kebersamaan
telah dimantrai oleh pawang sehingga dalam hidup bersama di dalam
lingkungannya (dalam arti luas). Oleh diberikan oleh pemerintah banyuwangi
karena itu, upacara ini mengandung dan dari sponsor lainnya dan hasil dari
pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, upacara ini dibuat untuk membangun
kebersamaan sebagai komunitas yang desa serta diberikan kepada warga
mempunyai wilayah, adat-istiadat dan sekitar yang membutuhkan dan anak
budaya yang sama. yatim piatu, tidak lupa sebagian hasil
Nilai ketelitian tercermin dari dari upacara adat kebo-keboan juga
proses upacara itu sendiri. Sebagai masuk ke dalam kas keuangan
suatu proses, upacara memerlukan kabupaten Banyuwangi. Sedangkan
persiapan, baik sebelum upacara, pada unsur pendidikan religi karena adanya
saat prosesi, maupun sesudahnya. ritual-ritual dalam upacara ini, seperti
Persiapan-persiapan itu, tidak hanya berdoa, bersaji, makan bersama
menyangkut peralatan upacara, tetapi makanan yang telah disucikan dengan
juga tempat, waktu, pemimpin, dan doa.
peserta. Semuanya itu harus
dipersiapkan dengan baik dan seksama, 3. KESIMPULAN
sehingga upacara dapat berjalan Ritual Kebo-Keboan adalah salah
dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan satu ragam seni budaya tradisi
ketelitian. Banyuwangi disamping Ritual Seblang,
Nilai kegotong-royongan tercermin dari Petik Laut, Rebo Pungkasan, Endog-
keterlibatan berbagai pihak dalam endogan, Barong Ider Bumi yang telah
penyelenggaraan upacara. Mereka diagendakan secara rutin oleh
saling bantu demi terlaksananya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi.
upacara. Dalam hal ini ada yang "Kebudayaan berbasis lokal yang
membantu menyiapkan makanan dan bernilai luhur ini akan tetap kita
minuman, menjadi pemimpin upacara, lestarikan dengan penataan yang lebih
dan lain sebagainya. komprehensif dan suistanable agar
Nilai religius tercermin dalam doa menumbuhkan rasa apresiatif
bersama yang ditujukan kepada Tuhan masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi,"
agar mendapat perlindungan, ungkap drh H Budianto, Msi, Kepala
keselataman dan kesejahteraan dalam Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
menjalani kehidupan. Kabupaten Banyuwangi.
Penerapan kebudayaan kebo-
2.4 Unsur Pendidikan dan Ekonomi keboan ini yang diajarkan dalam sekolah
Unsur pendidikan yang adalah bagaimana kita sebagai makhluk
terkandung dalam kebudayaan kebo- bumi harus menjaga dan merawat
keboan ini adalah kekeluargaan, semua hasil bumi agar tidak ada wabah
ekonomi dan religi. penyakit yang datang akibat ulah
Unsur kekeluargaan karena dalam manusia.
upacara adat kebo-keboan banyak Secara garis besar, upacara adat
melibatkan banyak orang dari berbagai Kebo-keboan adalah bentuk rasa syukur
kalangan, sehingga menumbuhkn rasa warga desa Alasmalang kepada bumi.
gotong royong dan solidaritas antar Selama ini, bumi dinilai telah
warga yang menjadi bagian dalam memberikan banyak hal bagi kehidupan
upacara adat ini. warga desa itu. Mulai tanah yang subur
Unsur ekonomi karena dana dan mudah ditanami, cuaca yang
yang dibutuhkan untuk upacara ini tidak mendukung, hingga dataran yang indah.
sedikit maka banyak sumbangan yang Belum lagi harmoni kehidupan semua
makhluk hidup di kawasan itu yang
tertata harmonis. Kebo-keboan
merupakan salah satu aset upacara
tradisi yang dimiliki Banyuwangi. Kita
sebagai masyarakat harus mendukung
dan ikut melestarikan kebudayaan ini.

Daftar Pustaka:
Nugroho, D Imam. (2010). Kebo-keboan
Banyuwangi. Diakses pada 16 agustus
2010 pada World Page Wide :
http://dotcomcell.com/BANYUWANGION
LINE/KEBOKEBOAN/

Nurullah, Ahmad. (2009). Tradisi Kebo-


keboan Ritual Khas Jawa Using. Diakses
pada 16 agustus 2010 pada World Page
Wide:http://www.forumbudaya.org/inde
x.php?
option=com_content&task=view&id=42
2&Itemid=1

Purwaningsih, Ernawati. 2007. “Kebo-


keboan, Aset Budaya di Kabupaten
Banyuwangi”, dalam Jantra Vol. 2 No. 4.
Desember 2007. Yogyakarta: Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional
Yogyakarta.

Wahjudi Pantja Sunjata, 2007. Fungsi


dan Makna Upacara Tradisional Kebo-
keboan. Yogyakarta: Eja Publisher.

Anda mungkin juga menyukai