Anda di halaman 1dari 6

LEGENDA BATU MENANGIS

Alkisah, di sebuah desa terpencil di daerah Kalimantan Barat, Indonesia, hiduplah seorang janda
tua yang bernama ibu Darmi dengan tiga orang putrinya yang cantik jelita, mereka bernama
Laras, Dewi dan Ana, Mereka tinggal di sebuah gubuk yang terletak di ujung desa. Sejak ayah
mereka meninggal, kehidupan mereka menjadi susah. Ayah mereka tidak meninggalkan harta
warisan sedikit pun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, ibu Darmi bekerja di sawah atau
ladang orang lain sebagai buruh upahan..

Sementara, putri sulungnya Laras, ia bersifat sangat jauh berbeda dengan kedua adiknya. Dia
bersifat sombong, congkak dan durhaka. Selain itu, ia juga seorang gadis yang malas. Kerjanya
hanya bersolek dan mengagumi kecantikannya di depan cermin. Ia sama sekali tidak mau
membantu ibunya mencari nafkah. Setiap kali ibunya mengajaknya pergi ke sawah, ia selalu
menolak.

Ibu: “Laras, bangunlah nak, lihatlah ayam sudah berkokok, apakah kamu tidak malu dengan
ayam?”

Laras: “ ibu, aku kan sudah besar, biarlah aku hidup seenaknya”.

Dewi: “kakak, janganlah membantah perintah ibu!!”.

Laras: “kamu ini masih kecil aja udah blagu!, awas  kakak mau mandi dulu!”

Dewi: “kakak mau mandi aja laporan”

Setelah beerapa menit kemudian

Laras: “dududu wahhh.. ternyata aku adalah orang tercantik di kampung ini.” (sambil menatap
kacanya)

Dewi:”ih..kakak pedenya over dehh”.

Laras: “banyak omong kamu dek, emang iya kakak paling cantik di kampung ini!”

Dewi: “oh seperti itu..lalu??”

Laras: “ah, blagu kamu dek!, eh ana menurut kamu kakak cantik tidak?” (sambil mendekati ana
yang sedang menyapu)
Ana: “ iya kak, kakak emang cantik, tetapi lebih cantik jika mau membantu ibu, pasti lebih
cantik”. (duduk dan berhenti menyapu)

Laras: “apa maksudmu? (melotot) katakan sekali lagi!!!(menjambak)

Ana : “Adduhh!! (kesakitan) Iya kak,maafkan aku.. Kakak memang cantik, bahkan tetap
cantik meski kakak tak membantu ibu, maafkan aku kak…(masih di jambak oleh laras)

Laras : “(melepaskan jambakannya)” hhuhhh…ya aku maafkan!! Tapi, ingatt!! Jika


kau mengulanginya lagi, aku akan lebih daripada ini..!!!(membentak , kembali berkaca)

Kemudian laras meninggalkan adiknya, dan kembali mengagumi kecantikannya di depan cermin.
Ia sama sekali tidak mau membantu ibunya mencari nafkah. Setiap kali ibunya mengajaknya
pergi ke sawah, ia selalu menolak.

Ibu: “nak, ayo bantu ibu bekerja di sawah” (ajak ibu)

Laras:”ke sawah?? Aku tidak mau nanti kuku dan kulitku yang cantik ini terkena lumpur. Pergi
saja saa bareng dewi dan ana, aku tidak mau!!”.

Ibu:” laras memangnya kenapa kalau kuku dan kulitmu kotor?, dewi dan ana saja yang
membantu ibu pergi ke sawah terkena lumpur saja alhamdulilah sampai sekarang ia baik-baik
saja.”

Laras : “Aku bilang tidak , ya tidak !!! aku tidak mau pergi ke sawah .. ibu tidak usah samakan
aku dengan si Dewi. Sudah sudah Ibu saja yang pergi sana, karena tidak mungkin lagi ada laki-
laki yang tertarik pada wajah Ibu yang sudah keriput itu,”

Ibu : (duduk sambil mengusap dada,lemas)

Dewi : “ Kakak, tidak seharusnya kakak bicara seperti itu, jika kakak tidak ingin ikut pergi
membantu ibu ke sawah.ya sudahh tidak usah bicara seperti itu.

Laras : “Kauuu …!!!!! ( menunjuk, mendorong Dewi dan pergi meninggalkan semuanya)..

Dewi : “Ibu, ibu tidak apa apa,,, ?? (merangkul )


Ibu : “Sudah, sudah, ibu tidak apa-apa, ayo kita pergi kesawah..nanti keburu siang.. (berdiri)

Ana :”Ibu, kalau ibu tidak kuat biar Ana dan Dewi saja yang pergi ke sawah, ibu istirahat saja
di rumah, ,, (mengajak duduk)

Ibu : “Tidak Ana, (mengusap kepala Ana ) Ibu baik baik saja.. Ayo kita pergi (berdiri
kembali, dan pergi kesawah)

Setelah ibu dan kedua adiknya pergi ke sawah, Laras pun kembali ke rumah, saat ia ingin
kembali mempercantik wajahnya, ternyata alat alat kecantikan yang ia miliki sudah habis, Laras
merasa kesal, yang ia lakukan hanya mondar mandir tak karuan, ia pun terlelah sampai tertidur.

Haripun sudah menjelang siang, laras pun teringat dengan alat kecantikanya  yang habis, tak
lama kemudian ibu dan ana adiknya datang da laras pun menghampiri ibu dan ana yang baru
sampai di depan pintu yang kelihatan lelah.

Laras:”bu alat-alat kecantikan ku sudah habis, ibu harus segera membelikan yang baru

Ana :” kak, ibu saja baru pulang, seharusnya kakak menghargai ibu sedikit .”

Dewi : “Iya kak ibu lelah .”

Ibu:” laras, ibu masih lelah, besok saja pasti ibu belikan”

Laras:”tidakk mau!!! Aku ingin sekarang”

Ana: “kakak! Ibu kan capek”

Ibu:” sudah sudah, taka apa-apa dewi, ana biar ibu beli, tapi laras, tapi ibu tidak tahu alat
kecantikan apa yang dimaksud kamu harus ikut ya”

Laras:”ya…aku mau ikut kepasar, tapi dengan satu syarat kalian harus berjalan dibelakangku.”

Dewi:” maksud kakak??”

Laras:”iya, kalian harus berjalan dibelakangku, malu lah aku berjalan dengan kalian !”
Ana: “lo kenapa harus malu? Bukankah kita ini saudara kandung?”

Laras:”kalian ngaca dong!!, lihat saja wajah kalian yang tak terurus dan pakaian kalian yang
sangat kotor, apalagi ibu yang sudah keriput, jelek, kotor, aku malu ibu.”

Walaupun sedih, sang Ibu pun menuruti permintaan putrinya. Setelah itu, berangkatlah mereka
ke pasar secara beriringan. Laras berjalan di depan, sedangkan Ibunya mengikuti dari berlakang
dengan membawa keranjang. Meskipun mereka satu keluarga, penampilan mereka kelihatan
sangat berbeda. Seolah-olah mereka bukan keluarga yang sama. Laras memakai pakaian yang
bagus, sedangkan sang Ibu dan kedua adiknya kelihatan sangat kusut, dengan pakaian yang
sangat kotor.Di tengah perjalanan, Laras bertemu dengan temannya yang tinggal di kampung
lain.

Teman : “Lho Laras, wahh lama tidak bertemu! Gimana kabarmu?” (terkejut)

Laras : “Baik…”

Teman:” hendak kemana kamu?”

Laras:” ke pasar, kepo lo”

Teman: “ lalu siapa yang di belakangmu?ibumukah?”

Laras:”tentu saja bukan,!mereka pembantu-pembantuku”

Teman:” laras sudah cantik, baik, enak lagi hidupnya, belanja aja ada yang bawain”

Laras:”haha, gitu deh”

Laksana disambar petir ibu mendengar ucapan putrinya, tapi  dia hanya terdiam sambil menahan
rasa sedih.

Teman : “Semakin dewasa, kamu makin cantik,deh… cocok kalau kamu tinggal di kota, kenapa
kamu tidak tinggal di kota aja?”
Laras : “hmm,sebenernya sih aku pingin tinggal di kota,tapi yaa gimana lagi… kasihan
pembantuku yang ada di belakang…kalau gak ada aku,dia mau makan apa” (Laras pura-pura
baik)

Teman : “Tidak hanya cantik,kamu juga dermawan.hebat banget lho!. Aku baru sadar kalau
kamu kesini sama pembantumu “

Laras : “sebenarnya dia itu babu ,karena ia tak dapat melunasi hutangnya kepadaku. Tapi ya
gimana lagi,aku kasihan…makanya sekarang ia kubayar dan kujadikan pembantu”

Teman : “Jarang lho ada orang sepertimu, ….ya udah ya, aku masih ada urusan, udah dulu ya”

Laras : “iya”

Ana:”sabar ya bu (senebari memeluk ibu)…..kakak!! Kenapa kakak berbicara seperti itu  pada
kami, kami bukan pembantu kak!!

Laras:”udah diam, nggak usah mempermalukan aku disini”

Laras:”ayo pembantu-pembantuku…..”

Ibu:(diam sejenak) dan duduk ditanah sambil menangis..

Dewi:”ibu-ibu…. kenapa?”

Ana :” Ibu …. Kenapa?”

Sang ibu tetap saja tidak mau menjawab pertanyaan anaknya, ternyata ia sedang berdoa pada
tuhan, agar menghukum anaknya yang durhaka itu, berikan ia hukuman yang setimpal padanya,
laras melihat mulut ibunya yang komat kamit sambil menadahkan kedua tanganya.

Laras:”hei!!!! Ibu sedang apa? “(sambil membentak dan menoleh pada ibu)

Doa sang ibu:” ya tuhan, ampunilah hambamu yang lemah ini, hamba sudah tidak sanggup lagi
menghadapi sikap anak hamba yang durhaka ini, berilah hukuman yang setimpal padanya.
Beberapa saat kemudian, tiba-tiba langit menjadi mendung, petir menyambar-nyambar, dan
suara Guntur bergemuruh memakan telinga, hujan deraspun tuurun pelan-pelan, kaki laras
berubah menjadi batu, laraspun panik.

Laras:”ibu…ibu…apa yang terjadi dengan kakiku bu??!!, aduh, kerass sekali bu..maafkan laras
bu. Laras janji tidak akan mengulangi perbuatan laras lagiii ,..”

namun begitu ,sang ibu tetap memeluknya dengan kasih sayang

Ibu : “Ini merupakan perpisahan terakhir bagi kita,anakku…”

Sang ibu dan adiknya menangis melihat anak dan kakaknya berubah menjadi batu. Namun, apa
hendak dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Hukuman itu tidak dapat lagi dihindari. Gadis durhaka
itu hanya bisa menangis dan menangis menyesali perbuatannya. Sebelum kepala anaknya
berubah menjadi batu, sang Ibu masih melihat air menetes dari kedua mata anaknya. Semua
orang yang lewat di tempat itu juga ikut menyaksikan peristiwa itu. Tidak berapa lama, cuaca
pun kembali terang seperti sedia kala. Seluruh tubuh Laras telah menjelma menjadi batu. Batu itu
kemudian mereka letakkan di pinggir jalan bersandar ke tebing. Oleh masyarakat setempat, batu
itu mereka beri nama Batu Menangis.

Anda mungkin juga menyukai