Anda di halaman 1dari 12

SELAMAT PAGI INDONESIA

Karya : Sapardi Djoko Damono

Selamat pagi, Indonesia, seekor burung mungil mengangguk dan menyanyi kecil buatmu.
Aku pun sudah selesai, tinggal mengenakan sepatu, dan kemudian pergi
Untuk mewujudkan setiaku padamu dalam kerja yang sederhana;
Bibirku tak biasa mengucapkan kata-kata yang sukar
dan tanganku terlalu kurus untuk mengacu terkepal.
Selalu kujumpai kau di wajah anak-anak sekolah,
di mata para perempuan yang sabar,
di telapak tangan yang membatu para pekerja jalanan;
kami telah bersahabat dengan kenyataan
untuk diam-diam mencintaimu.
Pada suatau hari tentu kukerjakan sesuatu
agar tak sia-sia kau melahirkanku.
Seekor ayam jantan menegak, dan menjeritkan salam padamu,
Kubayangkan sehelai bendera bekibar di sayapnya.
Aku pun pergi bekerja, menaklukan kejemuan, merubuhkan kesangsian,
dan menyusun batu-demi batu ketabahan, benteng kemerdekaanmu,
pada setiap matahari terbit, o anak jaman yang megah,
biarkan aku memandang ke Timur untuk mengenangmu
wajah-wajah yang penuh anak-anak sekolah berkilat,
para perempuan menyalakan api,
dan di telapak tangan para lelaki yang tabah
telah hancur kristal-kristal dusta, khianat dan pura-pura.
Selamat pagi, Indonesia, seekor burung kecil memberi salam kepada si anak kecil
terasa benar : aku tak lain milikmu.
KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU
Karya : Taufik Ismail

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut menganga,

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,

sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam

dengan bolayang bentuknya seperti telur angsa,

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan

Indonesia padaku

Hari depan indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam

dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam

lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang-renang di atasnya, dan di dalam mulut itu
ada bola-bola lampu 15 wat,

Sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang

sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam

dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,

Kembalikan

Indonesia padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam

dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam karena seratus juta penduduknya,

Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,

sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Kembalikan

Indonesia padaku..
SAJAK SUARA
Karya : Wiji Thukul

Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam


mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diamku
siapkan untukmu: pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan perampok


yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
Ialah yang mengajari aku bertanya
Dan pada akhirnya tidak bisa tidak
Engkau harus menjawabnya
Apabila engkau tetap bertahan
Aku akan memburumu seperti kutukan.
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM PERANG
Karya : W.S. Rendra

Tuhanku,

WajahMu membayang di kota terbakar

Dan firmanMu terguris di atas ribuan kuburan yang dangkal

Anak menangis kehilangan bapa

Tanah sepi kehilangan lelakinya

Bukannya benih yang disebar di bumi subur ini

tapi bangkai dan wajah mati yang sia-sia

Apabila malam turun nanti

sempurnalah sudah warna dosa

dan mesiu kembali lagi bicara

Waktu itu, Tuhanku,

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku memasukkan sangkurku

Malam dan wajahku

Adalah satu warna

Dosa dan nafasku

adalah satu udara.

Tak ada lagi pilihan kecuali menyadari biarpun bersama penyesalan

Apa yang bisa diucapkan oleh bibirku yang jerjajah?

Sementara kulihat kedua lenganMu yang capai

Mendekap bumi yang mengkhianatiMu

Tuhanku,

Erat-erat kugenggam senapanku

Perkenankan aku membunuh

Perkenankan aku menusukkan sangkurku.


KARAWANG BEKASI
Karya : Chairil Anwar

Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi


Tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang kami maju dan berdegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang, kenanglah kami
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami sudah beri kami punya jiwa
Kerja belum selesai, belum bisa mempertimbangkan 4-5 ribu jiwa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau tidak untuk apa-apa
Kami tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah kami
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Syahrir
Kami sekarang mayat
Berilah kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah kami
Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi.
SIAP SEDIA
Karya : Chairil Anwar

Kepada angkatanku
Tanganmu nanti tegang kaku,
Jantungmu nanti berdebar berhenti,
Tubuhmu nanti mengeras batu,
Tapi kami sederap mengganti,
Terus memahat ini Tugu,
Matamu nanti kaca saja,
Mulutmu nanti habis bicara,
Darahmu nanti mengalir berhenti,
Tapi kami sederap mengganti,
Terus berdaya ke Masyarakat Jaya.
Suaramu nanti diam ditekan,
Namamu nanti terbang hilang,
Langkahmu nanti enggan ke depan,
Tapi kami sederap mengganti,
Bersatu maju, ke Kemenangan.
Darah kami panas selama,
Badan kami tertempa baja,
Jiwa kami gagah perkasa ,
Kami akan membawa di angkasa,
Kami pembawa Bahgia nyata.
Kawan, kawan
Menepis segar angin terasa
Lalu menderu menyapu awan
Terus menembus surya cahaya
Memancar pandar ke penjuru segala
Riang menggelombang sawah dan hutan
Segala menyala-nyala!
Segala menyala-nyala!
Kawan, kawan
Dan kita bangkit dengan kesedaran
Mencucuk menerawang hingga belulang.
Kawan, kawan
Kita mengayun pedang ke Dunia Terang!
1944.
MENDAKI KANTUNG MATAMU
Karya : W.S. Rendra

Mendaki kantung matamu rakyat dengan darah selabu berlari tak tentu.
Siapa lagi yang terbunuh?
Darah kami tinggallah selabu.
Rumah kardus, bayi-bayi yang resah amuk pemuda di jalan raya,
dan babu-babu pribumi dipalu ketakutan yang tak perlu.
Seberapa samodarakah luas kantung matamu?
Menampung resah dari juru-juru
Ia memberikan Tuhan bagi mereka seperti yang di langit atau yang di dada.
Lemak-lemak bolamatamu kau gembalakan di cakrawala menampar setiap gebalau suara-
suara yang menuju renta
Kita tidak boleh tua sebab dera juga manisan maut apapun
Tapi lahir seruncing gigi anjing tanpa majikan manapun
Mendaki kantung matamu rakyat menghangatkan darah saban waktu.
Matanya tungku dan hatinya cahaya api
Jika kelam tiba mereka khatam nyulut tubuh sendiri,
jadi fajar atau matahari:
Bumi dan langit milik kita untuk ditanami jagung dan padi.
2009
SAJAK CINTA
Karya : Gus Mus

Cintaku kepadamu bekum pernah ada contohnya


Cinta romeo kepada juliet belum pernah ada contohnya
Belum apa-apa
Temu pisah kita lebih bermakna
Dibanding temu pisah Yusuf dan Zulaikha
Rindu-dendam kita melebihi rindu-dendam Adam dan Hawa
Aku adalah ombak samuderamu
Yang lari-datang bagimu
Hujan yang berkilat dan bergemuruh
Aku adalah wangi bungamu
Luka berdara-darah durimu
Semilir sampai badai anginmu
Aku adalah kicau burungmu
Kabut puncak gunungmu
Tuah tenungmu
Aku adalah titik-titik hurufmu
Huruf-huruf katamu
Aku adalah sinar silau panasmu
Dan bayangan-bayangan hangat mentarimu
Bumi pasrah langitmu
Aku adalah jasad ruhmu
Fayakun kunmu.
SAJAK YANG TERSESAT
Karya : Shinta Febriany

Semula sajak ini hendak berkisah


Perihal alismu yang tebal
Aroma kretek yang tertinggal di bibirmu
Yang membuatku betah mengulumnya.
Sajak ini ingin sekali merekam tubuhmu
Yang jangkung dan ranum
Yang menderu ketika tersentuh jariku.
Di kaki gunung merapi kala itu
Bulan Juli terasa lembap
Kemurungan berkelebat cepat.
Kau bilang
Gelap hanya ada di malam hari
Dan itu singkat, tak melukai.
Seperti melihat film pendek
Mungkin menyakiti mata tapi ringkas
tak melewati tiga puluh menit.
Kau bilang
Segala yang dapat menjelma kesedihan
mesti segera dipadamkan.
Jangan biarkan ketel berbunyi panjang,
lekas matikan api.
Kau kian lihai membelakanhi kenyataan
tak ada masa silam dan masa depan
di peta hidupmu.
Sajak ini tersesat
setelah kau menunjukkan arah tetap hatimu.
KITA ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI
Karya : Taufik Ismail

Tidak ada pilihan lain. Kita harus berjalan terus


Karena berhenti atau mundur berarti hancur.
Apakah akan kita jual keyakinan kita
Dalam pengabdian tanpa harga
Akan maukah kita duduk satu meja
Dengan para pembunuh tahun lalu
Dalam setiap kalimat yang berakhiran
“Duli Tuanku?”
Tidak ada pilihan lain. Kita harus berjalan terus
Kita adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan tangat untuk oplet dan bus yang penuh
Kita adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita yang tak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan seribu pengeras suarayang hampa suara
Tak ada pilihan lagi.
Kita harus berjalan terus.

Anda mungkin juga menyukai