Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR PUISI SEMARAK INDONESIA

Atas Kemerdekaan
Karya: Sapardi Djoko Damono

kita berkata : jadilah


dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala

terjerat juga akhirnya


kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba

sebelum kita ciptakan pula Firdaus


dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatilah
Madura, Akulah Darahmu
Karya: D. Zawawi Imron

di atasmu, bongkahan batu yang bisu


tidur merangkum nyala dan tumbuh berbunga doa
biar berguling di atas duri hati tak kan luka
meski mengeram di dalam nyeri cinta tak kan layu
dan aku
anak sulung yang sekaligus anak bungsumu
kini kembali ke dalam rahimmu, dan tahulah
bahwa aku sapi karapan
yang lahir dari senyum dan air matamu

seusap debu hinggaplah, setetes embun hinggaplah,


sebasah madu hinggaplah
menanggung biru langit moyangku, menanggung karat
emas semesta, menanggung parau sekarat tujuh benua

di sini
perkenankan aku berseru:
-madura, engkaulah tangisku

bila musim labuh hujan tak turun


kubasahi kau dengan denyutku
bila dadamu kerontang
kubajak kau dengan tanduk logamku
di atas bukit garam
kunyalakan otakku
lantaran aku adalah sapi karapan
yang menetas dari senyum dan airmatamu

aku lari mengejar ombak aku terbang memeluk bulan


dan memetik bintang-gemintang
di ranting-ranting roh nenek moyangku
di ubun langit kuucapkan sumpah
-madura, akulah darahmu.
Rumahku yang Biru
(Rumahku yang biru
Adakah ibu di situ?)
Karya: Arifin. C. Noer
Di pekarangan. Di serambi. Di kamar tengah
Di kamar makan. Di kamar-kamar. Sepi bergantungan
pada lampu-lampu yang keruh, pigura-pigura yang lusuh
Sepi duduk di kursi. Di meja makan duka tersuguh

Adik-adikku. Saudara-saudaraku. Para kerabatku


Semua menutup wajahnya
sedang airmata meleleh di sela-sela jemarinya

Di mana ia? Di mana


Pohon jambu diam saja. Kembang-kembang pun berahasia
Batang Kelapa kaku saja!
Wahai, di mana ia?
Sebagai protes
Bersujudlah aku
sejuta malam
berputar sekilat
seketika…..

Ya Tuhan, ibu kini tengah menciumi rambutku


secara diam-diam
Betapa harum nafasnya
bunga-bunga mawar bertumbuhan di sajadah betapa
banyaknya
Ya Tuhan, terimalah abadi sujudku
agar tak lepas-lepas ciuman ibu.
Sajak Garuda
Karya: Emha Ainun Nadjib

Selalu terdengar olehku suara


Dari paruh Garuda itu
“Kalau kau hisap darah rakyatku
akan kutagih darah itu
Kalau kau ambil tanah mereka
akan kusengsarakan hari tuamu
Kalau kau rebut hak mereka
akan kubatalkan kebahagiaanmu
Kalau kau rampok kenyang mereka
akan kulaparkan anak cucumu
Dan kalau kasih Tuhan kepada
mereka kau halangi Mayatmu
takkan kuhormati Kucabik-cabik
dan kubelatungi…” Tiba-tiba wajah
Garuda itu tertawa: “Yang dungu
aku atau kamu?”
Sebuah Jaket Berlumur Darah
Karya: Taufik Ismail
Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah berbagi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun

Sebuah sungai membatasi kita Di


bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja

Akan mundurkah kita sekarang


Seraya mengucapkan ‘Selamat tinggal perjuangan’
Berikrar setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu


Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang

Pesan itu telah sampai kemana-mana


Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai- pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata Semuanya
berkata LANJUTKAN
PERJUANGAN!
Lagu Seorang Gerilya (Untuk
puteraku Isaias Sadewa) Karya:
W.S Rendra

Engkau melayang jauh, kekasihku.


Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung
kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di
kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang
membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan
syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
Resonansi Indonesia
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

bahagia saat kau kirim rindu


termanis dari lembut hatimu
jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda
pulau-pulau yang menumbuhkan kita
permata zamrud di katulistiwa
: kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa

kau semaikan benih-benih kasih


tertanam dari manis cintamu
tumbuh subur di ladang tropika
pohon pun berbuah apel dan semangka
kita petik bersama bagi rasa bersaudara
: kau dan aku
berjuta kata satu jiwa

kau dan aku


siapakah kau dan aku?
jawa, tionghoa, batak, arab, dayak
melayu, sunda, madura, ambon, atau papua?
ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita
: kau dan aku
berjuta wajah satu jiwa

ya, apalah artinya jarak pemisah kita


apalah artinya rahim ibu yang berbeda?
jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
tulus menyatu dalam genggaman
sumpah pemuda!
Jari-Jari Bumi
Karya: Mario F. Lawi

Belajar menggelinding ke pangkuan malam


Sambil menyeduh airmata hari yang sakral,
Tubuh tua kami tak akan lagi mampu bertahan.

Tangan matahari senantiasa lembut ketika


Menyentuh permukaan kulit kami yang retak
Jauh sebelum kami belajar mencintai gravitasi.

Partikel-partikel angkasa belajar mengendap


Atau melekat sedangkan bagi kami semata
Wangi bulan yang menggerakkan tubuh kami.

Revolusi adalah cinta yang mengucapkan diri


Dan membuat perhitungan bagi wajah semesta
Yang tak pernah lembut menyentuh hati kami.

Tarian kami yang kelam memang tak mungkin


Dipahami para bintang yang selalu mencari
Cara menaklukkan gelisah dari luar diri kami.

Anda mungkin juga menyukai