Anda di halaman 1dari 6

Kepada Kawan

Karya Chairil Anwar

Sebelum ajal mendekat dan mengkhianat,


mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,
selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,

belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,


tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,
layar merah berkibar hilang dalam kelam,
kawan, mari kita putuskan kini di sini:
Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!

Jadi
Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,
Tembus jelajah dunia ini dan balikkan
Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,
Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,
Jangan tambatkan pada siang dan malam

Dan
Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,
Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.
Tidak minta ampun atas segala dosa,
Tidak memberi pamit pada siapa saja!

Jadi
mari kita putuskan sekali lagi:
Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,
Sekali lagi kawan, sebaris lagi:
Tikamkan pedangmu hingga ke hulu
Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!

Sajadah Panjang
Karya Taufik Ismail

Ada sajadah panjang terbentang


Dari kaki buaian
Sampai ke tepi kuburan hamba
Kuburan hamba bila mati

Ada sajadah panjang terbentang


Hamba tunduk dan sujud
Di atas sajadah yang panjang ini
Diselingi sekedar interupsi

Mencari rezeki, mencari ilmu


Mengukur jalanan seharian
Begitu terdengar suara azan
Kembali tersungkur hamba

Ada sajadah panjang terbentang


Hamba tunduk dan rukuk
Hamba sujud dan tak lepas kening hamba
Mengingat Dikau sepenuhnya
Ibu
Karya Mustofa Bisri

Kaulah gua teduh


tempatku bertapa bersamamu
Sekian lama

Kaulah kawah
dari mana aku meluncur dengan perkasa

Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
mata air yang tak brenti mengalir
membasahi dahagaku
telaga tempatku bermain
berenang dan menyelam.

Kaulah, ibu, laut dan langit


yang menjaga lurus horisonku

Kaulah, ibu, mentari dan rembulan


yang mengawal perjalananku
mencari jejak sorga
di telapak kakimu.
Tanah Air Mata
Sutardji Calzoum Bacri

tanah air mata


tanah tumpah dukaku
mata air air mata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri


menyanyikan air mata kami

di balik gembur subur tanahmu


kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu
kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa


kami coba kuburkan duka lara
tapi perih tak bisa sembunyi
ia merebak kemana-mana

bumi memang tak sebatas pandang


dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami
ke manapun terbang
kalian kan hinggap di air mata kami
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami
kalian sudah terkepung
takkan bisa mengelak
takkan bisa ke mana pergi
menyerahlah pada kedalaman air mata kami

Diponegoro
Karya Chairil Anwar
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri


Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU

Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
inasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

NYANYIAN KEMERDEKAAN
Karya: Ahmadun Yosi Herfanda

hanya kamu yang kupilih, kemerdekaan


di antara pahit-manisnya isi dunia
akankah kaubiarkan saya duduk berduka
memandang saudaraku, bunda tercintaku
dipasung orang aneh itu?
mulutnya yang kelu
tak bisa lagi menyebut namamu

Berabad-abad kamu terlelap


Bagai maritim kamu kehilangan ombak
Burung-burung yang semula
Bebas dihutannya
Digiring ke sangkar-sangkar
Yang terkunci pintu-pintunya
Tak lagi bebas mengucapkan kicaunya

Berikan suaramu, kemerdekaan


Darah dan degup jantungmu
Hanya kau yang ku pilih
Diantara pahit-manisnya isi dunia

Orang asing itu berabad-abad


Memujamu di negerinya
Sementara di negriku
Ia berikan belengu-belenggu
Maka bangkitlah Sutomo
Bangkitlah Wahidin Sudirohusodo
Bangkitlah Ki Hajar Dewantara
Bangkitlah semua dada yang terluka

-Bergenggam tanganlah dengan saudaramu


Eratkan genggaman tangan itu atas namaku
Kekuatanku akan memancar dari genggaman itu –
Suaramu sayup di udara
Membangunkanku dari mimpi siang yang celaka
Hanya kamu yang kupilih, kemerdekaan
Di antara pahit-manisnya isi dunia
Berikan degup jantungmu
Otot-otot dan derap langkahmu
Biar kurterjang pintu-pintu terkunci itu
Dan mendobraknya atas namamu

Terlalu pengap
Udara yang tak tertiup
Dari rahimmu
Jantungku hamper tumpas
Karena racunnya
( matahari yang kita tunggu
Akhirnya bersinar juga
Di langit kita )

Anda mungkin juga menyukai