Anda di halaman 1dari 6

Kumpulan Puisi Kehidupan

AKU IBA
Aku iba pada kawan yang mengira aku lawannya
aku iba pada sahabat yang mengira aku musuhnya
aku iba pada kesejatian
yang disangka kejahatan
maka aku iba pada segala
pada penipu dan orang yang tertipu

TERMINAL SENEN
Menuju terminal SENEN
Aku bergerak menuju arah angin yang hendak membawa asaku
melangkah ke utara
tidak sehebat waktu yang mampu menebas ruang-ruang di mana
Tuhan tidak pernah
terbatas
maka aku pun pergi
terus mencari ke mana abzad baru yang mungkin bisa kupahami maknanya
gerak langkahku terus menuju ke utara
melaju bersama angin yang akan membawaku
ke sana

GELIAT
Menggeliatlah jiwa
jangan pernah diam
diam itu sakit
diam itu sakau
diam itu lumpuh
diam itu membusuk
diam itu mati
diam itu…menamatkan riwayatmu.
Maka menggeliatlah jiwa
jangan pernah diam
sebab diam itu akhirnya punah

MATA HATI
Berbicaralah pada hati dengan hati
hati hati jika berdusta
mata hati seperti dua mata kehidupan
kebenaran dan kenistaan
hatilah yang membedakannya
hatimu … hatiku
dan hati kitalah yang paling mengerti
kemana arah hati hendak berbicara

BIDADARI II
Satu bulan aku belajar menjadi
Bidadari, dan ternyata aku hanya bisa menjadi
Perempuan biasa
Satu tahun aku terus belajar
Agar bisa menjadi bidadari
Dan aku hanya bisa menjadi muslimah
Satu musim aku terus belajar
Agar mungkin jadi bidadari
Duh,Tuhan ! betapa sulitnya
Aku baru bisa menjadi diriku
Dua musim…tiga musim
Aku terus menjejaki tempatNya bermuara
Aku terus merenangi malam dalam sujud panjangku
Dengan dzikir berlapis rindu
Dengan do’a berlapis cinta
Sekarang aku belum menjadi bidadari
Meki terus belajar jadi bidadari
Karena ternyata Tuhan belum berkenan aku jadi bidadari
Sebab bidadari itu di sana
Bukan di sini !

MEMBURU MIMPI
Aku terus memburu mimpi mimpiku
aku tidak peduli akan tergilas atau terluka dalam perjalanan ini
aku terus memburu kebaikan
memburu segala yang pernah ada dalam kehidupan nenek moyangku
aku akan memburu
dan menggapai serupa jala menangkap ikan
aku akan kembali bila masa pemburuanku habis
dan pertaruanganku usai
aku akan mengatakan padamu negeriku
bahwa inilah kebaikan yang bisa kubawa pulang
sementara hasil buruanku
aku gantungkan di atas jembatan kota
biar anak-anak kita mengerti
para leluhur mereka punya warisan
kebaikan dan kehormatan

NISTA
Semua tahu, nista itu kabut
nista itu pahit
dan nista itu bumeram api kedurhakaan
yang mengaliri darah dan menghitamkan lambung
mengucur dari peluh para pecundang

CINTA
Cinta… tunggu aku di taman firdaus
cinta… pandangi wajahku tidak mendua
cinta… sudi aku bersamaMu
seabadpun duka
cinta…beri aku nafas biar terbagi
dan Engkau tahu
kepadaMu akan tergadaikan rinduku

CINTA
Cinta aku ingin tidur
di taman yang indah
cinta bawa aku ke laut syurgaMu
agar mau menampung lukaku
Membilas sakitku
Menghapus jejak sedihku sebagaimana
Kau hapus jejak duka RasulMu
cinta jangan larikan sesalku
pada awan yang kelabu
jangan cidera hatiku..oh cinta
Biarkan hatiku menari dalam irama CINTAMU

PERPISAHAN
sahabat sejati, aku tahu bahwa kau belum rela dengan kepergianku
Tetapi langkahmu pasti mengantarkan asaku
Bukan irama pilu, yang kamu dengar dari balik air mataku
Tetapi dirimu
Bukan gerimis yang kamu rasa jatuh membasahi tangga kapal
Tetapi kedambaanmu pada kepulanganku
Bukan senja merah yang kau lihat di ujung langit
Tetapi kenangan kita
lagu-lagu tak bernada, syair tak berirama,tarian semakin tersesat
dalam rumah-rumah kaca
Tetapi kini gelincingan gelang kakiku berbunyi
Bukan peluhku kini, yang kamu cium harum serupa bunga
Tetapi hal-hal terindah dari masa silam
Jai kita selalu akan bersama-sama
Meski hanya lewat puisi

EJA
Ejalah kata yang mungkin
dapat kau eja di bola mataku
meski luka rindu yang kau kecup tapi ketersiksaan yang menjelma amis darah di keningku
ejalah nyanyian rindu yang
mungkin dapat kau eja
di pergelangan tanganku
meski bukan cinta yang kau peluk
tapi kehampaan mencekam dan menikamku dari segala arah
yang tidak pernah setuju kebersamaan kita

PUISI UNTUK IBU III


Ibu
Aku lelah,bu
Perjalanan ini begitu panjang menyita masa dalam setiap jejak yang kulalui
Aku masih jauh bermuara di arena mimpi masa lalu
Di antara puisi silam
Aku ingin kembali tanpa
Terkoyak dalam luka
Aku lelah,bu
Nyeriku tak terkira
Akankah kau masih membiarkan aku agar terus berlari menjejaki mimpi
Kosong ?
Aku lelah,bu
Akankah kau datang menggapai tanganku
Agar mungkin aku bisa kembali
Dipangkuan pagimu
Atau diperampian senjamu
Ibu
Perjalanan ini melelahkan,bu
Bolehkah aku pulang sebentar saja ?

PUISI UNTUK BUNDA II


Dalam diam
Sendiri di pelukan Tuhan
Indahnya terasa di ruang firdaus
Saat menyebut indah pesonamu dalam do’aku
Dalam diam
Jemari lembutmu adalah perisai dukaku
Ketika keletihan menguras peluh
Dalam bayangan malam
Lagu sakralmu menggugah jiwa
Pada setiap kalimat yang datang dari dengkuranmu
Kudengar dan kutemukan
Dalam diam aku pinta padamu,ibu
Do’amu aku ingin abadi di sini
Dikamar sembahyang
Diruang sunyi….
Sajadah panjangku!

PUISI UNTUK BUNDA 1


Puisi buat bunda
Aku datang bukan untuk merengek, bu’
Seperti asamu aku hadir untuk cinta
Bukan hendak mencandaimu
Tapi meyakinkan bahwa aku menyayangimu

Aku datang bukan hendak bermanja bu’


Seperti mimpimu aku datang untuk rindu
Bukan hendak menjadi cengeng, bu’
Tapi aku tak berdaya
Bila tiada di pelukan do’a dan cintamu

Tuhan
Mencintaimu membuat tangisku syahdu
Keagunganmu melenakan segenap indraku
Bayang bayang firdaus-Mu
Menenggelamkan kecintaanku pada duniaMu
Maka,Peluklah aku dalam cahayMu
Ijinkan diri ini jelajahi kemuliaan-Mu
Merenangi kedalaman cinta-Mu
Agar syukurku abadi
Pada setiap garis gemawan lukisan indahMu
Langit kiranya menjadi saksi abadi
Bahwa aku telah hanyut dalam pergelaran cintaMu yang Maha Akbar.
JUM’AT DI KAMPUS
Panggilan sucimu Tuhan
Mengecilkan jiwaku nan ringkih
Gema adzan jum’at
Ketika langkahku menggapai serambi masjidMu
Menggeparkan sayap-sayap kecongkakan
Kesombongan yang kian memerah
Disetiap barisan waktuku
Tuhan. Dimerdunya aku tergugu
Jatuh dipusat keagunganMu
Meski menangis aku tidak kecewa
Saat diam-Mu mencekam rasaku
Saat sapa-Mu sepi di kamar munajatku
Bagiku Kau adalah seluruh
Segenap mimpi indahku !

PERJALANAN
Tuhan.
Aku telah banyak melewati duri ,batu cadas dalam perjalanan ini
Sebelum aku menemukan titik terakhir janjiMu
Aku percaya Kau masih disana dengan penantian agungMu
Meski lelah aku akan terus mencari
Tempat Engkau bersemayam dengan cinta !

Wajah-wajah kelam

Jika kita terpanggil


Dalam barisan yang sama,pengadilan yang sama dan hakim yang sama
Jika kita kembali bangkit
Dalam tubuh telanjang,roh roh telanjang dan kita kitalah yang telanjang
Jika kepakan sayap malaikat menghardik para pendosa
Maka kepakan kertas amal kita lebih sakit dari yang kita duga
Dan pada hari itu wajah wajah kelam tunduk terhina
Wajah wajah itu wajah yang kita kenal
Wajah para penipu
Wajah para pecundang
Wajah para pejina
Wajah penghianat
Wajar fakir miskin yang congkak
Wajah para pemuja harta
Atau wajah si kaya yang bakhil
Yang mengira hartanya dapat melindunginya
Wajah para pemuja syahwat
Ketika mereka meragukan hari kebangkitan
Atau berpura pura melupakan hari kebangkitan
Maka merekalah wajah wajah kelam itu
Wajah durhaka yang siap menjadi bahan bakar di neraka Tuhan.

KOMA Sebentuk koma melengkung mengatur nafas kita sementara kita pun memicing mata
mengeja aksara tentang kuasa-Nya yang tak bertitik SELAMAT MALAM [Coba begitu kau
ucapkan] Bulan manis maukah engkau masuki gulita malamku menjenguk sepiku menengok
mimpiku dan coba ucapkan 'selamat malam' lewat sinar emasmu, suci maka kita pun akan
berenung tentang hidup NING-NANG-NING-GUNG Kupeluk sebuah bayangan ning.. nang...
ning... gung... hari semakin dingin tak ada yang berisik seperti kemarin bulan dan bintang
sepakat berpeluk sepi dan sunyi ning.. nang... ning... gung... lonceng menggema dalam mimpiku
dan mimpimu menyatu dalam persetubuhan ragawi BIARIN Batas kata menebas jiwa sepi
menjadi lagu menebas bisu Biarkan jiwa menerkam, biarin Biarkan sayang menimang, biarin
Biarkan cinta memuja, biarin Biarkan Batas kata melumat jiwa menjadi cinta Biarin... BELAJAR
MEMBACA Be-u... bu De-a-ka... dak Budak [manusia dibudak kata] Ka-a... ka Te-a... ta [kata
membudak jiwa] Kataku, jiwamu Katamu, jiwaku Jiwamu, jiwaku Jiwaku, jiwamu belajar tentang
kata-kata mengeja rahasia-Nya DI ANTARA JARAK Aku simpan sepi berlapis jarak tanpa sapa
aku simpan sunyi berlapis musim menyapa doa Doaku doamu menyatu aku simpan dalam dada
berlapis tanya :adakah Tuhan paham maksudku? Maka kita pun punya kata :Tuhan punya segala
SAJAK BUKU HARIAN Hatiku pasi, ya Rabbi pucat entah bagaimana warnanya kuserahkan sisa
potongan musim silam sementara aku belum paham siapa saja yang akan lagi menyayat nafasku
menggali riwayatku menganiaya buku harianku membantai sejarahku mengoyak luka lamaku
Riwayat kukebumikan rapat di pusara waktu sementara aku belum paham ketika Engkau
memucatkan jiwaku menambah catatan buku harianku sebelum kutumpuk menjadi monumen
abadi PUISI PERJALANAN LAMA Memeras luka dari jiwa keluar sejarahku lama menyiksa
[dosaku ada dalam sejarah dan perjalananku, telah kupendam, jangan kau gali] SAJAK ULANG
TAHUN Kubujuk usiaku sebelum usai bulan November "Tidakkah engkau sabar
menunggu barang sedetik
sebelum kuusaikan doa singkatku?" "Tuhan," kataku lirih "Gemetar tubuhku berdebar bersama
jantungku. Oh, aku masih hidup, ternyata!" Hari-hari melangkahi usia memburu imanku mengejar
hari esokku Di mana kini aku berada? Kutercenung sejenak membayangkan sebuah hari ketika
malaikat memberi sapa "Man robbuka?" [Siapa Tuhanmu?] "Man dimuka?" [Apa agamamu?]
"Man qiblatuka?" [Ke mana kiblatmu?] maka gemetar ruhku "Siapa Tuhanku? Ya, ya Allah
Tuhanku!" "Agamaku? Islam, agamaku!" "Kiblatku? Ya, ya, ke mana kiblatku, ya Tuhanku?"
maka aku pun mesti istirah sebelum siksamu menimpa ruh dan jasadku Tik... tak... tik... tak...
Kubujuk usiaku "Tidakkah engkau sabar menunggu barang sedetik sebelum kuusaikan doa
singkatku?" Tik... tak... tik... tak... hari-hari pun terhimpun detik demi detik Hanya sekelumit yang
bisa kunikmati Waktu pun tersia-sia menjadi masa lampau Tik... tak... tik... tak.. Waktu
mengingatkan Bahwa usia tak bisa dibujuk Merangkaki lingkaran waktu Membelah tiga dimensi
Dulu, kini, dan esok Menuju hari abad

Anda mungkin juga menyukai