Anda di halaman 1dari 47

Derap langkah engkau jejakkan

spiritual nafas engkau hembuskan


hingga membuatmu buta akan akal
tuli akan kebisuan

kemanakan jiwa - jiwa kami yang luas


engkau apakan hati kami yang lugu
sedemikian rupa engkau pola – polakan
hingga menjadi kotak – kotak yang membelenggu

wahai Allah, wahai siapapun


wahai apapun sebutanmu, wahai Ellohim
wahai yang wenang, hyang tunggal
akan kemanakan engkau jiwa – jiwa kami yang dangkal
apa gerangan engkau mengsyubhat – syubhatkan
segala sesuatu yang jelas

engkau linear akalkan pikiran kami


engkau matikan raga kami
kehidupan tidak hitam putih
ia lebih luas dari itu
ia lebih siklikal ketimbang itu

Kalibening, 19 desember 2017


Hati kami dibiaskan
fikiran kami engkau manipulasi
‘rokok membunuhmu’ tapi masih saja engkau dibutuhkan
bukan apa apa hingga tuhan turun tangan
tapi toh…
tuhan tidak melaknat
tuhan gak tega dengan petani-petani bakau
tuhan gak tega melihat tanah yang sesubur ini nganggur
memang sejatinya tuhan tidak ada urusan dengan itu semua

mengapa semuanya menghardik-hardiknya


mengapa engkau tuduh-tuduh itu buruk
mengapa tidak engkau tuduh itu baik
mengapa yang disalahkan hanya engkau
bagaimana dengan nasib gula, knalpot dan nasi
mengapa engkau harus menanggung semuanya

apakah jiwamu sebesar gunung yang tak dapat ditelan ismaya


mungkinkah hatimu sedalam laut pasang
hingga membuatmu rela harus dikutuk-kutuk
membuatmu tegar akan kecaman-kecaman

mereka tak pernah belajar sejarah


mereka tak pernah belajar ilmu medis
mereka tak pernah belajar ilmu pasar
yang mereka tahu hanya ilmu ilusi

Surabaya, 8 november 2017


Kala itu

sepi main-main kala itu


ku ditarik oleh nya
ku terperosok hebat
gelan nan dingin jadi selimut
ku di selingkuhi olehnya
bagai alat permak..
ia tusuk-tusuk otak ku
bulu bulu ku teriak kencang
ubun ubun ku jingkat
tanganku getar tak karuan
kuku-kuku ku saling tabrak
lantas anuku teriak….

ini… anjing namanya


Hatimu kau goyah
sumbat kupingmu
hasut hasut kata orang
persetan mbek wedok-an

aesthetic kata dia


supreme logikamu
lantas memantul kandas
Kau petik cabe itu
gula kau selingi
minyak kau tumpahkan
dengan hati hati

hatimu kau masak


lantas kau oseng oseng
energy mu kau cincang cincang
sampai terpincang pincang

ibu…..
Kenapa kau tak setia padaku
padahal ku selalu memakai mu
kalau boleh dan diharuskan
kan kubuang motor dan sepedaku
kan kubakar lin lin dan bis bis
kenapa jahitan sol mu harus rusak segala..
kenapa..
Para malaikat ayam

jalanan kau sesaki dengan tai tai


luap luap kokokanmu
bila pagi nyaring mengiringi
entar sore merdu menghampiri

wahai seekor ayam


akan kemanakah sukma ini pergi
jangan berkokok
jangan..
kumohon jangan
sebab kekokanmu buat ia turun,
lantas cabuti jiwa jiwa
Laki tua merangkak naik
tangga begitu terjal
sendalnya belepotan tai
jempolnya memerah bengkak
wajahnya memudar ditelan rembulan
rambutnya menggumpal bagai semak belukar
Lelah tunggu pelangi muncul
ku tak harap engkau yang sapa
dengan
gerimis menyapu jalanan
Nya

langit menyapaku dengan jingga


mya,
ingatanku dimulai dari nya
Amati sekililingmu
dapati saudara saudaramu yang
menderita luar biasa dengan
senyuman,
itu anugerah terindah yang
hanya dapat kau balas hanya
dengan senyuman juga
Kayu umeja

Aku ditinggal dan tertinggal


di kayu ini ku menyerah
kayu yang menopang ini pun tetap
di atasnya tampak asa
sedikit dan secuil kemungkinan
bagaimana tidak
sehari saja kau tak menapaki kayu itu
rindu merasa

berbeda dengan punya mereka


aku ragu:
turun dari mana kayu itu
dari siapa kayu kayu tiu
sedang pantat-pantat mereka cuek saja
kepala saling ngesot ke permukaanya
hampa tak jua ke isian mereka
buku buku berjubel tersenyum manis
buku buku kata mereka lemarilah tempatnya
kata buku tempatku di atas situ
bukan berbaris horizontal menghadap vertical
sedang punyaku ia begitu merayu
Di tipu selama bertahun-tahun
di permainkan beberapa jam sehari
mereka sedot habis uang kami
mereka tak sadar
sangat halus metafor yang mereka pakai
hati hati dan bersungguh-sungguh
mereka cipta kebijakan baru
yang nyatanya kebusukan

tak seperti itu


itu penyedotan namanya

kau tumpuki kebenaran dengan kepalsuan


kau tumpukkan hingga tinggi menjulang
sampai tak terlihat

Surabaya, 18 september 2017


Merah yang sepi

berapa lama lagi engkau rontok,


lelah menunggumu
kepastian tak ada ujungnya
harapan mana ada pangkalnya
tanyannya: dapatkah kau pastikan kepastian
dan harapan itu
bagaimana jika dialektika memainkannya,
sedang engkau hanya menunggu

surabaya, 4 september 2017


Mawar di ujung nadi

hingga datang saatnya


aroma kelopak itu menusuk hidungnya
ia pingsan di sapu oleh bayangan yang mengendap-ngendap
ke ubun-ubunnya

dia siapkan, pilih, dan timbang mawar mana


yang paling merah
dia menyakralkan hatinya tetapi dia boleh lupa
dia lupa siapa bayang-bayang tersebut
hingga mawarpun rontok tak mekar lagi, layu, mati

lantas kemanakah harapanmu pergi


wahai si ‘dia’

Surabaya, 4 september 2017


Kronologi sang mawar

Menunggu sampai kedapatan ejekan dan rayuan


tapi apa yang tidak demi tangkai sampai ke genggamanmu
demi lirih mata hingga ke bibir
masalah hati nanti sajalah

yang pasti engkau kemari dan ambil ini


tak masalah engkau menerima dengan tangan
atau hati

aku tak mempersoalkannya


tak satupun ku menyentuh ranah itu
hingga dan bahkan kau tak mempercayainya
cobalah sekali-kali buka hatiku dengan hatimu
jangan tangan mu

Surabaya, 4 september 2017


Apa yang membuat kita terus menderita
penderitaan tak mau mangkat
atau kita tahan terhadap penderitaan

kepala yang kosong


nalar yang lembek
jiwa yang mudah kepincut
hati yang tak tahan oleh keterpurukan
rasa yang tak mau kalah
ke adaan tak mau di tundukkan

debu menggema dan berseru:


hancurkan setiap detik dirimu
Kecuali jika kamu mencintai dia
itu lain masalah
cobalah mengerti dan rasakan
hati perempuan sangat rumit dan rapuh
mereka terlalu naïf
sedang laki selalu harus memaksa untuk merendah
Harapan perut

perut mengetuk bagai pintu


ia tagih harapan akan kenyang
bagaimana dapat kupenuhi harapannya
sedang yang ku kunyah hanya segumpal asap
Sumbu pendek

kulahir terlambat jaman


para penggerak dan orator telah pergi
bukan gerilya yang malu menjauh
sedang bung tomo menyeru pelan ke pundakku

aku mati sedang engkau lahir


ku tinggalkan jiwa yang terbakar
ku sematkan kobaran membara di matamu
lantas jangan padamkan
hancurkan gumpalan-gumpalan tembok itu
tinggalkan peradaban pengecut itu
redam simfoni knalpot mereka
sumbati dan sumpal dengan api dimatamu
jika mereka melawan dan mengancam
lawan dengan ke apianmu
buat hentakkan kaki mereka mundur
ringkus lalu bakar mereka
bakar dengan jiwa dan fikiranmu

tak ku iyakan semua itu


cobalah kau bangkit dari liang kubur mu
cobalah rasakan sendiri bung
kata pendek pun tak pantas ku sematkan
sumbu sumbu mereka tak mau memanjang
mereka masih bayi
bahkan bayipun terlalu suci untuk kusamakan
mereka riuh gemuruh dengan fanatisme
gejolak hati mereka tak bisa ku tiru
sedang ku ingin bung tomo-bung tomo baru

surabya, - September 2017


Setelah ia tinggali aku sendirian
hujan agak sedikit berbeda menyapaku
hujan mulai tampak suka menggodaku
bukan sebab aku ditinggal dan meninggalkan
lantas hujan tanpa pamit se enaknya
senyumnya ku kira lebih hidup
matanya agak sedikit cerah

tapi
ketika ku lihat dia dengan hatiku
setidak tidaknya hujan yang menghampirinya
P

peluklah aku lantas pergilah


pejamkan hatimu ketika engkau memeluk
endus aromaku seperti aku menciumi parfummu

ketika; basah pipimu oleh teriakan kenangan


ku tak jamin dapat keringkan
‘tika kering hatimu
tak ku janjikan tanami benih-benih mawar
lantas jiwa mu ikut surut
tenaga mu pun mulai loyo
matamu lunglai
engkau berpaling ke pelukan kawan-kawanmu
Matahari lestari pagi-pagi
tetes awan senantiasa menemani
jika cerah, sinar yang tampak
sedang gelap, angin berhembus
Jalanan kau sesaki dengan roda tak bersiku
meluap luap ledakan knalpot mu
tak kau hiraukan merah, kuning, hijau
kau injak-injak zebra cross
kau bangun jalanan hingga membentang
kau anulir rumah-rumah pingiran
Purnama menutupi malam
cahaya nya membentang
energinya merasuki ku
batang batang pohon mengeras layak nya baja
daun daun nya menghijaukan diri
akarnya keluar dari tanah bernafas sejenak

sam soe mengepul menutupi silaunya purnama


mata ku mendadak buta
penghilatan ku buram sejenak
tapi tidak pada hati ku
hatiku terus di pancari oleh kebesarannya
Paha paha itu pada protes
mereka kedinginan
mereka pada ribut
paha paha pada kepanasan
mereka menjerit memaki maki
kau sobek celana mu hingga Merauke

Kau ukir kesobekan itu menjadi


seni gengsi, seni modis dan pameran seni
Duka mu bertaburan
layaknya angan angan
duka mu berguguran
bagai tetesan kenangan
duka mu berhamburan
selayaknya bintang bintang
duka mu kujadikan harapan
duka mu kan ku belok kan
duka mu kan ku simpan
Air mengalir tanpa tujuan
alirannya adalah tujuan
angin berhembus tanpa tahu arah apa
sapuannya adalah arahnya
ombak mengayunkan gelombang nya tanpa tahu apa
maksud dari gelombangnya

manusia meniadakan sekitarnya


tanpa tahu siapa dirinya
Goresan kata yang kupakai
coretan makna yang ku himpun
huruf demi huruf ku perjuang kan
bait hingga bait ku pasrahkan
jadi jangan memaksa
ini sajak begini adanya
Kuku jemari ku memanjang
kaki ku mulus kayak perawan
bulu kaki ku menggumpal ikal
ini kaki selayaknya buku di perpustakaan
tak pernah ku ajak jalan
tak pernah ku baca
karena roda roda itu mengganti kan peran kaki ku
Padi padi tertunduk lesuh
ia capek tak dipanen panen
petani petani itu terduduk lemas
ia lelah padi padi tak pasti harga
ini kah makanan pokok kita
itu kah pahlawan pahlawan kita
Ada dua
yaitu dilupakan
dan ditinggalkan
melupa itu kerjaan para pak tua
meninggalkan itu hakikat kehidupan

jika cintamu tak bertepi dua itu


mengapa kau menepikan ku
Curuk senjoyo

malam di tutupi pepohonan


embun tempeli aspal jalanan
bis bis seliweran
setengah kilo lagi senjoyo Nampak
aliran tak berhenti surut
curuk itu ramai jika siang
sepi jika dini
ku mengembara malam buta
inginkan sekata kata mutiara
muncul dari alam senjoyo

ku singgah di gubuk bambu


menunggu kata muncul dalam barisan butiran butiran air
angin menyapa dan gerimis tak henti henti nya reda
bulan menemaniku dengan cahanya
lantas ku mentingkrangkan diri dan menghilangkan diri
Sekolah ku bukan tempat belajar
apa yang kau fahami tentang belajar
notasi apa yang kau sebut sekolah
sekolah ku tak perlu seragam
rerumputan pun kita jadikan pembelajaran
setiap helai daun yang berguguran pun kita tadaburi
bahkan sapuan angin pun dapat kita jadikan pedoman hidup

tak perlu repot repot untuk menyuruh kita belajar


tak usah dirikan bangunan megah
jangan susun kurikulum
tak perlu ada guru di antara kita
karena sesungguhnya hidup ini pembelajaran
maka kita mencari guru guru dengan pengembaraan panjang
Kau sebut itu sastra
sehimpunan kalimat dibalut
dengan embel estetika dan seni
kata

terlalu sempit makna sastra


bagimu
ini puisi Cuma alat
Jejak ku hilang di sapu olehnya
ku terseret oleh arus jaman
tumbuhi pikiran ku akan materi
hatiku bergejolak tiap detiknya
tak dapat kulawan mereka

sedang modal ku cuma engkau


ya Tuhan…
Aku gelandangan
dapati tak dapat makan
hari hari ku penuhi dengan kelaparan
terlatih tuk kurus nutrisi
ku puasai detik detik itu
ku lapari jam jam itu

melapar adalah profesi ku


pekerjaan ku sangat bermartabat
ku jalani dengan tulus dan penuh cinta
sesabar mungkin ku sanggupi

cobalah kau alami kegelandanganku


wahai pejabat Negara ini
sesekali cobalah melapar sebulan dua bulan

mungkin tidak akan ada lapar antara kita


jika kau tahu melapar itu nikmat
Lihat lah petinggi petinggi
mereka telanjangi jiwa nya
bugil’i martabatnya
tak peduli engkau siapa
yang penting engkau memberi berapa

lihatlah gelandangan itu


berkecamuk dengan keringat
terbengkalai dengan nasib
tergeletak di tepian jalan

maka lihat lah gedung tinggi yang menjulang


yang membokongi para gelandangan
yang jadi simbol ke rakusan
mewatak ke angkuhan
dan mereka menyebut dirinya sebagai pembangunan nasional

tak kau perhatikan manusia nya


kau lebih pilih beton beton
tiru gaya barat menjulang ke atas
kenapa tak kau jiplak nenek moyang mu sendiri
yang lebih rendah dan lebih luas
Angkuhmu adalah sabarku
tawamu adalah tangisanku
kenyangmu ialah laparku
jiwa mu melembab ter embun uang proyekan
akal mu kopong di lobangi kepentingan

maka jangan ada harapan di antara kita, jika:


sabarku adalah angkuhmu
dan tawaku adalah tangisanmu
Dompetku tak setebal awan mendung
yang siap memuntahkan: airnya
isi bensin saja susah karena air tak ada

akibatnya sam soe juga harus rutin perbatang


airnya sedikit sekali soalnya
Strata kita paling tinggi
jika urusannya ke hampaan
urutan kita paling bawah
jika menyangkut ke ilmuan
lagu lagu kita adalah suara alam
puisi puisi kita adalah perjuangan kehidupan
syair syair kita adalah kesengsaraan

Maka kita menyebut diri dengan pencarian


pengelanaan panjang
pembelajaran tak putus putus dan penderitaan

maka jangan tunjukkan kelas sosialmu ke hadapan kita


jangan sombong kan dirimu ke muka kita
karena engkau akan hanyut ter telan kemiskinan kita
Kita menyakiti diri
kita mengasingkan diri
menyepi di lalu lalang keramaian
menghilang dari ke riangan

wajah wajah kita penuh dosa


air mata kita sesak pengharapan
langkah kaki kita sesak perjuangan
dan gelak tawa kita sejatinya adalah isak tangisan
Otak ku terhimpit oleh gunung gunung raksasa
gunung nya menjelma bagai virus mematikan
virusnya menyebar dengan cepat dan tepat
virus tahu kapan datang dan kapan pergi

Gunung gunung itu meledak di kepalaku


ku pecah oleh ke adaan
situasi mengalahkan kekecilan cara berpikir
dan pandang ku

Lantas
tubuh ku membesar dan melar bagai karet
otot ku dempal menggumpal
sedang nutrisi mengisi tubuhku dengan indah
hati ku senantiasa gemuk oleh kepuasan

maka otak ku mengekerut lantas nyusut


karena mengetahui kisutnya hati
tebalnya otot dan
membuncitnya perut

jangan Tanya soal bawah perut


karena ia lebih sempurna dari yang lain
suatu saat dia mampu memanjang
dan sewaktu waktu membesar jika di perlukan
ia juga sangat ahli dalam ke menyusutan
Gemuruh label pada dahi mu
fanatik kelas di sekitar mu
sedang aku tidak menyandang gelar
atau nama apapun dalam hidup ku
lantas kau tiba tiba kasih harapan
datang datang tawari kehidupan
dan dengan cepat pegang jabatan

Sedang aku;
aku sungging ke sedihan
temani ke sepian
sengsara adalah hobi ku
orang tua ku adalah kemelaratan
jangan tanya masa depan kepadaku
tak ada masa depan bagi ku
jalan ku adalah menuju kesengsaraan
cita cita ku adalah ke sukaran
harapan ku adalah kesulitan
rumah ku adalah tangisan air mata
makanan ku adalah ke tertindasan
sedang pakaian ku adalah penganiyayaan
Sekolah ku tempat dagang
simpang siur mata uangnya
saling tawar menawar diri
saling menjual diri

Citranya di jaga ketat


jangan sampai terpandang buruk
mata uang anjlok jika citra bobrok
Masa bodoh dengan penghuninya
asal bangunan tinggi
tamannya hijau dan punya lapangan luas
lantas buat apa urusi siswa siswinya

KKM selalu terjaga


asal ikuti kurikulum semua lunas
soal sikap nanti dulu lah
asal tidak remidi matematika semua beres
Dhuhur dan ashar enggak usah sajalah
asal ikut dhuha pagi pagi semua tuntas

guru akan memusuhimu


kalau kau tidak pintar berdagang
kau harus kuasai semesta untung rugi
jika tertarik dengan sekolah ku yang lalu
cobalah iseng iseng daftarkan diri
Sekolah ku bukan sekolah

/I/
sekolah ku bukan sekolah
dari Surabaya ku mengembara
dengan sepeda motor ku pecah pecahi jalanan
gunung gunung ku tundukkan
tanpa lelah dan kuatir, tiba tiba
roda ku bengkok di fly over jombang

sekolah ku bukan sekolah


bapak ku gila
kau tetap lanjutkan perjalanan, lihat lah rodamu
bengkok tak layak pakai, ayo menepi
lantas cari stel peleg
dapati speedometer tak sampai delapan puluh
ini sungguh gila
kita tundukkan gunung lawu
kita tebas kedinginan di ke tinggian
kita salipi truk truk itu
kita sapai pemandangan
kita percundangi aspal aspal jalanan

sekolah ku bukan sekolah


sesampainya di kalibening
ku tahu mengapa kau rela
pertaruhkan nyawamu demi anakmu
/II/
sekolah ku bukan sekolah
ku menyepi disini
kerikil kerikil kita kunyah
batu batu kita lumat
bagai pendekar sakti
ku melompat dari cakrawala ke cakrawala
ku terbang di relung jiwa paling dalam

sekolah ku bukan sekolah


ku digembleng bagai atlet
suruhi lari lapangan pemikiran
mencari apa yang sejati
tembaki pengetahuan dengan akal
jeboli kepastian dengan ke tidak pastian

maka ini sekolah bukan sekolah

Anda mungkin juga menyukai