Anda di halaman 1dari 30

Sajak untuk yang Terpatahkan

Apakah kau jengah?


Apakah kau berdarah?
Apakah kau ingin menyerah?
Ataukah kau lelah setelah berjuang dengan susah payah?
Dengar, Kau tidak salah.

Kau ditinggalkan?
Kau dicampakkan?
Kau diacuhkan?
atau kau dihancurkan dengan rasa kecewa yang melahirkan sakit tak tertahankan?
Dengar, Kau tidak salah.

Kepergian adalah pilihan.


Kekecewaan adalah pelajaran.
Mereka berhak untuk memilih.
Tapi setelahnya, kau akan berangsur pulih serta terlatih.

Biarkan hujan dalam hatimu jatuh


Biarkan luka-lukamu itu terbasuh
Sebab cinta yang nyata akan segera tumbuh
Menggenapimu untuk menjadi manusia yang utuh.

Angkat dagumu
Bukalah matamu
Lihatlah siapa yang selalu setia di sampingmu
Saat bahkan dunia enggan melihat ke arahmu.

Duhai engkau yang terpatahkan


Maafkanlah masa lalu untuk masa depan
Bukalah pendengaran agar kau benar-benar merasakan
Bahwa engkau tidak sendirian, dan engkau

mengagumkan.
LUKA DAN AKSARA

Tetes terakhir peluh telah jatuh


Pada titian jarak temu yang semakin jauh
Pada aksara-aksara rindu yang semakin gaduh
atau pada heningnya sepi yang kini terasa sangat membunuh.

Saya terpisah jauh dengan realita


Tersesat merana dalam teka-teki asmara
Mencari waras di sela-sela kalimat mesra
dan biarkan dunia tetap mengira saya baik-baik saja.

Saya lelah.
Saya jengah.
Memapah rindu yang kehilangan arah.

Saya berdarah.
Saya menyerah.
Menggapai hati yang tak tahu caranya melangkah.

Warna-warni harapan itu membiaskan fatamorgana


Membuat saya rela menggadaikan kepala dan isinya
Mengedepankan hati atas lika-liku luka
Hingga saya jatuh terkapar tanpa bisa mengendalikan apa-apa.

Saya tertawa.
Sebab air mata telah habis tak tersisa.
Saya bahagia.
Sebab luka membuat mata saya terbuka.

Saya melihat bintang di wajah gulita.


Saya melihat pelangi di langit utara.
Saya menengadahkan cinta dan akhirnya menuai percaya
Bahwa keindahan akan terbit di puncak kesabaran manusia.

Di ujung realita , selalu ada kata yang pandai merayu mesra


Seolah mengajak berdansa di atas kertas yang digelitiki pena
Mengisah juang tentang seorang petualang aksara
Yang berhenti mencari cahaya dan memutuskan untuk menjadi salah satunya.
TATKALA
Tatkala mata terbuka
Kelam dunia kembali ku rasa
Ocehan dunia perlahan merasuk
Nafas berhembus senyum menipu

Apa yang ku nanti?


Padahal perlahan mati itu pasti
Kejadian mengandung makna dan arti
Ada beberapa hal yang harus ku pelajari

Aku benci diri selalu memaki


Aku ingin segera memperbaiki
Namun sayap tak kunjung menjadi
Kaki berdiri menatap mentari

Aku tak ingin berbicara mereka


Karna aku tak ingin kecewa
Pertarungan kata hanya berbuah duka
Sempit logika bukti bahwa kita manusia.

Sungguh bibir tak ingin berkata


Aku bukan kau ,dia ataupun mereka
Berbeda tak ingin sama
Kebusukan dunia membabi buta
Kita serupa , bukan berarti kita sama

Dunia menggantikan posisNya


Itukah yang dipuja?
Jika begitu ratapilah kehancuran Tuhamu segera
Meski aku manusia Setidaknya aku tidak buta.
SEMPADAN
Ringkih asa ber-alun metafora
Penjuru maya bertebar wanita
Amboi , manisnya perhiasan dunia
Pening kepayang hamba berkeringat dosa.

Celaka daku! Celaka daku!

Lari-lah daku ke tepian


Kusut kasut tergores bebatuan
Mencari sadar dibalik pepohonan
Disitulah daku dibimbing Tuhan.

Demikianlah; Daku , Tuan.

Corak-carak warna penghujung zaman


Dindingnya berlapis kegilaan
Buhul-buhul iblis dihempaskan
Halus menghunus berdarahkan penyesalan.

Duh , mustika Adam lekat sangat dengan kesalahan.

Tapi , Tuhan berjanji ,Tuan.


Pabila pandai memelihara iman
Mengais mesra sunnah dan Al Qur'an
Syaithan pun hilang waras berkawan ketakutan.

Demikianlah ; Tuhan , Tuan.

Wanita jangan Tuan sakiti


Patah sekali , pantang tumbuh dua kali
Julang belulangnya mustahil lurus
Dan jidat Tuan muncul diantara subilnya.

Sampai bila sempadan derita?


Ucap Tuan berbilang tanya.
Wanita laksana rimba.
Tuan kejar , tuan tersesat.

Sambangi sesekali
Do'akan berkali-kali
Bilamana Tuan tiada di hati
Esok lusa pasti-lah Tuhan ganti.

Demikianlah ; Cinta , Tuan.

Bogor
Isnin , April 23

LABUHAN
Duhai ,Nyonya..
Tiadalah syair ku cipta berharapkan tatap maya
Sebab rasa mustahil menyampai dusta
Ku tempuh jemah dengan ragam bahasa
meski pelik sekali ku rasa.

Halalkanlah setiap sajakku


Rengkuh sekelumit rindu
Tibanya atau keterlambatannya
Janganlah Nyonya bersambut cerca
Dimanalah Nyonya kan temui lagi macam rinduku?

Ku sambangi petang
Ku jelajahi terang
Demi Nyonya yang inshaaAllah kan daku jelang

Sudilah daku goreskan pena


Petang atau terang sama saja
Duh gemetar jua akhirnya
Nyonya-lah yang selalu jadi kalimat pertama

Jangan salahkan angin yang menerpa


Pun cinta yang ku rasa
Dustakanlah bila keduanya tervonis buta
Sebab mereka hanya taat sahaja kepada Penciptanya.

Terdirinya duniaku sederhana


Ber tiangkan agama dan ber atapkan cinta
Syair adalah dipan-dipan nya.
Dan Nyonya adalah alasannya.
Apalah bahagia dunia selain agama dan cinta?
Ah , macam gurauan dan tipuan nyatanya.
Tak cepat tak lambat
lekang waktu beban menjulang

Saat ini , tak tahu-lah daku dimana Nyonya ber mihrab


Tak paham pula daku pasal rahasia Rabb
Tapi selama Nyonya sedia dan daku mampu
InshaaAllah pijakku tak gentar dalam menunggu.

Nyonya , ridha-lah sajak ini ku tebar bak sayembara


Ditatap jutaan mata
Dihadapkan ribuan kepala
Diterjemahkan logika ataupun rasa

Tiadalah daku peduli dengan sindir dan praduga


Sebab tulisanku akan berujung jua
Dan moga-moga Nyonya-lah Tuan-nya.

April 22 , 2018

SEHARUSNYA
Seseorang menemukan rumah baru.
Seseorang masih memangku dagu.

Seseorang berhenti disana.


Seseorang seharusnya bahagia.

Air mata semesta.


Igauan manusia.

Kesedihan tanpa logika.


Tertawa dalam tiada.
LAYUR LARA
Tibalah saya kembali teringat Nyonya
Pada hari setelah genap 4 tahun Nyonya melepas nyawa
Tersudut-lah saya berpangku rasa dalam getar gemuruh hampa
Teguh memegang cinta laksana merpati yang tak pernah ingkar rasa.

Kematian Nyonya tak ubahnya kehancuran bagi saya.


Langit saya terbelah,
Bumi saya retak,
Tiada lagi berisi , tinggal koyaknya sahaja.

Terkatung-katung-lah saya terlempar kesana-kemari macam anak komedi


yang berseri-seri didepan layar , tapi menangis dibelakang layar.

Cita-cita kita tiada sekejap-pun sempat bersua


Hilang-lah akhirnya separuh waras saya
Tidur tak lelap , makan tak kenyang
Raga disini , Ruh dimana.

Biar-lah saya bermukim di persimpangan nestapa sebatang kara


Menolak sadar akan pahitnya realita
Memeluk tetap bayang dan harum Nyonya
Meski kadang tahu betul bahwa Nyonya tiada disana.

"Tiap-tiap celaka pasti-lah ada guna"


Ucap cakrawala.
"Hujan jatuh , yang indah tumbuh"
Ucap semilir senja.
Sia-sia-lah Kanda memutar timur saya.
Tak ada guruh untuk si tuli , dan tak ada kilat untuk si buta.

Hari berlalu , tapi tidak dengan saya


Waktu bergulir , tapi tidak hati saya
Semayam tetap nama indah Nyonya
Yang tak lapuk di hujan , tak lekang di panas.

Restui-lah saya dalam sendiri


Timang-menimang harapan yang tak tentu pasti
Memupuk sedu dan terus meyakini
Bahwa esok hari Nyonya pasti-lah kembali.

Bogor ,  26 April


BUNGA LAYU
Wahai hati yang menyakiti

Bolehkah Aku sedikit memahami dirimu?


Menjejaki kaki pada labirin fikiranmu
Atau bahkan menjelajahi pola rumit imajinasimu

Wahai Pencipta luka

Sudikah Engkau sejenak menyimpan egomu?


Siapkan nuranimu dan ikutlah bersamaku ke masa itu
Melewati dimensi ruang dan waktu yang telah ku lalui dengan bersimbah peluh

Wahai Masa laluku

Disinilah kita..
Sebuah tempat dimana dirimu pernah berada
Pernah bersandar
Pernah berlindung
Bahkan pernah menyimpan rahasia

Adalah ruang hatiku tempat dimana dirimu menabung rindu


Adalah ruang hatiku tempat dimana dirimu merubah langit hitam menjadi biru
Adalah ruang hatiku tempat dimana dirimu akan kembali pulang

Bagimanakah kabarmu?
Masihkah Engkau selembut dahulu?
Memintaku menyanyikan lagu syahdu dan membacakan do’a - do’a untuk membuat indah
tidur lelapmu

Dimalam itu kita bercerita tentang kebodohan kita di masa lalu


Atau hanya sekedar membahas kejahilan dan kejutan-kejutan sederhanaku yang membuatmu
memeluk erat tubuhku

Sungguh
Aku masih ingat raut wajahmu pada saat itu
Sungguh...

Kau manis sekali Sayangku

Dan Sungguh

Aku masih ingat semua itu

Kita pernah bersatu janji


Bersatu imajinasi
Dan bersatu angan yang diyakini

Namun

Kau membuatku belajar


Bahwa persatuan hanya akan berujung perpecahan

Sejujurnya
Aku tak pernah mengerti
Atas apa yang Kau yakini
Hingga dirimu pergi
dan semua janjimu hilang arti

Kita berbeda dalam semua


Tapi sungguh....tidak dalam cinta

Namun hatimu keras kepala


Egomu merubah cinta menjadi kecewa

Untuk apa Kau mengobati luka Jika pada akhirnya Kau adalah sumber luka
Untuk apa Kau mengajariku terbang Jika pada akhirnya Kau berharap Aku merangkak lebih
buruk dari seorang bayi

Sungguh...

Kau adalah sebuah pertanyaan


Cintamu hanyalah sebuah kata tak bermakna
Mengikat diriku dalam harapan yang tak bertuan
Aku terlepas dari realita dan terhisap dalam jurang nestapa

Wahai Bungaku yang kini sudah layu

Aku memaafkanmu
namun 
Aku tak akan pernah melupakanmu

Wahai Bungaku yang kini sudah layu

Jika hadirku adalah alasan air matamu terjatuh


Maka berbahagialah dalam ketiadaanku.
SEJAUH ITU ,KITA PERNAH
Kita pernah terpisah dijalan itu.
Terpental ber mil - mil jauhnya ber-jarak-an benci.
Dan mustahil untuk kembali.

Lalu di titik ini aku terdiam dalam bait sajak yang bertuliskan namamu.
yang entah bagaimana caranya Tuhan membuatmu berdiri tegap kembali di atas setiap do'a dan air
mata.
Dan entah harus ku beri nama apa.
Sebab bila hanya kebetulan , tak akan se-istimewa ini.

Lalu diantara sekian pilihan jalan pulang , menujumu adalah jalan yang ku pilih.
Sebab aku yakin , bukan kebetulan aku dan kau kembali berjumpa.
Mungkin Tuhan punya rencana.
yang didalam nya ada kita yang pernah berdosa lalu dipersatukan untuk bersuiud bersama.

Minggu , 15 Maret

MENGAPUNG
Detak detik waktu melambai tangan
Termangu saya pada ketiadaan
Timang-timang mesra memelihara sebuah nama
Yang entah hatinya sedang tertuju pada siapa.

Maju mundur pula jadinya langkah dikau Nyonya


Hilang tak bisa , ada pun tak nampak rupa
Mustahil cinta saya men-derita-kan Nyonya
Tiada-lah katak melahirkan ular.

Duh , Rindu nian saya bersahut mulut dengan Nyonya


Sepatah dua patah kata pun jadi.
Petang terasa terang
Terang terasa senang.

Tiba-lah Nyonya memilih mundur


Mencari cinta dengan strata yang setara
Termakan ketakutan bapak sebegitunya
Inginkan hidup enak berjubahkan rupiah.

Demikianlah saya , Nyonya


Si beku pemilik cinta , penjunjung tinggi nilai-nilai agama
Tiada berlembaga , emas pun tak punya
Hidup terapung tak hanyut , tenggelam tak basah.

Tapi , Nyonya...

Tiada bukit yang tak dapat didaki


Tiada lurah yang tak dapat dituruni
Mustahil mawar berhasil dicengkram tanpa darah
Katak berenang , pasti-lah basah jua.

Hati saya merengek meminta saya menggerakkan pena ,


Untuk Nyonya yang tak kunjung nampak batang hidungnya.
Kemudian saya tatap cakrawala ber-laut-kan senja
"adakah hamba kan baik-baik saja?"
Segenap keyakinan saya kumpulkan
Akhirnya saya tuai jua sepatah bismillah.

Tapi saat saya gores ujung pena itu


maju-mundur lah kepala saya
gemetar hebat ruas-ruas jari saya
Sesak sangat nafas saya
hilang pula akal saya.

Berat-lah sangat rasa ini , Nyonya


Langit terjunjung , palung pun terselam
Tertumpang saya di biduk tiris
Tapi merpati tiada pernah ingkar janji.

Jangan Nyonya benci saya lagi


Tiada-lah cinta bila hanya satu sisi
Semakin sanggup Nyonya saya cinta
Sanggup pula Nyonya membunuh saya.

Bogor,  25 April , 2018


TERUNTUK
Hujan kali ini sedikit malu-malu.
Membawa harapan dan beberapa pesan rindu.

Ah , mudah-mudahan darimu!
Yang selalu ku do'akan , namun tak pernah kau tahu.

Untungnya , aku selalu menyukai hujan.


Berdansa mesra pada setiap rintikkan ,
Atau membiarkan air mata ber-kamuflase dikala hati penuh dengan kesedihan.

Reda dan pergi memang akan dilakukan hujan.


Tapi sejatinya , ia tak pernah benar-benar melambaikan tangan.

Demi membasuh luka hati , ia akan selalu kembali , meski tahu harus jatuh berkali-kali.

Wah , romantis sekali.

Disudut senja , ku ukir berbagai tanya.


Apapun tentang dirimu yang kumohonkan baik-baik saja.
Lama rasanya kita tak lagi saling sapa.
Meski tak kau baca , ku harap kau merasa.

Oh iya , barusan semesta berkata bahwa berbagai hati mencoba mendekatimu.


Mencuri perhatianmu.
Mencoba menemukan titik bahagiamu.
Lalu beraksi sebagai pangeran berkudamu.

Terkadang aku merasa bahagia namun menitik air mata.


Terkadang aku menitik air mata namun merasa bahagia.

Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana.


Yang pasti tujuanku adalah kau bahagia.
Perihal aku atau bukan penuntunnya ,
Itu tiada utama.

Apalah aku?
Menyapa duluan saja tak mampu.
Menjadi badut penghibur pun , aku tak lucu.
Apalagi bertingkah seperti pangeran-pangeran hebat itu.

Aku tahu , dikala kau tengah bersedih , aku takkan bisa membuatmu selalu tersenyum dan tertawa ,
Namun , ku pastikan , telingaku selalu mendengarkan.
Aku tahu , dikala kau tengah diuji , aku memang takkan bisa menghadang semua masalah-
masalahmu.
Namun , ku pastikan , kau takkan pernah sendirian.

Aku tahu , aku tak pernah pandai dalam mencuri perhatianmu ,


Namun , saat kau telah lelah dengan berbagai pilihan, ku pastikan , aku ada di garis terakhir sebagai
jawaban.

Dan untuk segala do'a di sepertiga malamku , ku pastikan , namamu adalah pintaku dihadapan
Tuhan.

TAK APA
Aku melihatmu di sana;

Gigih menebar percaya untuk seluruh manusia;

Kau tertawa;

Kau begitu ceria;

Kau rela menabur cinta pada mereka yang kehilangannya.

Wajahmu amat bercahaya;

Senyumanmu berbinar laksana pelita;

Kau bilang kau bahagia,

Kubilang kau pandai berdusta.

Ada memar di hatimu;

Ada getar di palung batinmu;


Kau sadar dan merasakan itu;

Pedih mengakar tapi kau menahan semua itu.

Apa kau butuh sandaran?

Apa kau butuh ketenangan?

Apa kau butuh didengarkan tanpa sedikit pun penghakiman? 

Atau kau merasa terlalu lama menahan dan mulai mempertanyakan berapa harga
sebuah pelukan?

Tidaklah salah untuk menangis.

Tidaklah menjadi payah karna mengantungi kenyataan yang tragis.

Sembab atau tidak kau akan tetap selalu manis;

Sebab inspirasi yang telah kauberi selalu menciptakan efek magis.

Tumpahkanlah segala keluh kesah.

Utarakanlah apa yang kerap membuatmu terengah.

Takkan sedikit pun aku akan membantah,

Takkan sedetik pun aku akan merasa jengah.

Apa kau hancur dari dalam?

Apa hatimu bilur dan merasa hidupmu mulai perlahan tenggelam?

atau kau telah berjuang untuk tidak mundur namun malah dilempar hina pada titik
kelam?
Tak apa. Dunia hanya sedang tidak paham.

Apa kau terjatuh dan kehilangan kendali?

Apa dunia tidak terlalu ramah hari ini?

Atau kau telah berusaha sekuat nurani namun yang kaudapat hanyalah tusukan
yang mengarah tepat ke ulu hati?

Tak apa. Kau tidak salah sama sekali.

Apa kau mengais luka seorang diri?

Apa kau berharap seseorang akan betul-betul hadir dan mengerti?

atau kau rela memaksakan tawa hanya untuk membuat sepi tidak terasa
menakutkan sekali?

Tak apa. Aku di sini.

Ini tubuhku, dekaplah.

Ini tanganku, genggamlah.

Peluk hatimu, percayalah:

Tuhan akan memapah,

Dan kau akan tumbuh menjadi jauh lebih indah.


BAHAGIA DI SUDUT SENJA
Aku adalah malam yang merindukan terang
Aku adalah senja yang merindukan tatapan 
Aku adalah kemungkinan yang merindukan kepastian 
Dan Aku adalah pertanyaan yang merindukan jawaban 

Kau adalah hujan Jatuh di hatiku dan aku tidak bisa menghindarinya
Aku luruh dalam derasmu 
Aku damai dalam sejukmu
Aku adalah hati yang penuh dengan luka 
Kau membasuhnya hingga tiada 
Aku adalah jiwa yang tercipta penuh dengan derita 
Kau menepisnya hingga membuatku lupa
Kau memutar balik realita hingga aku percaya pada akhirnya

Akhirnya hari ini tiba 


Dimana rasa menjelma menjadi kata 
Tergores indah dengan tinta 
Menciptakan cerita cinta yang terbungkus dalam sudut pandang yang berbeda 

Lihatlah Manisku.. 
Awan berkumpul menyaksikanmu dengan wajah yang tersipu malu

Simpulkan senyummu Malaikatku.. 


Sungguh Aku tak ingin mentari memalingkan wajah karna sedihmu

Usaplah air matamu Bidadariku 


Hidup tak akan pernah menunggu 
Maka dari itu gapailah jemariku dan berdirilah bersamaku
Mendekaplah dipangkuanku jika kakimu tak sanggup lagi untuk berpijak 
Sandarkanlah lelahmu pada bahuku 
Teriakkanlah pedih lukamu pada telingaku
Karna Kau tahu , Aku adalah milikmu..

Wahai Manisku.. 
Suatu hari nanti Aku akan melepas bumi dan menyongsong langit 
Sebelum itu terjadi Aku ingin kehadiranku ber arti
SETANGKAI RASA
Terkadang rasa tak sopan berpendar
Entah karna senyuman elok yang terbias atau karna imaji yang menjadi jadi 
Bagaimana semua ini bisa menjadi? 
Tak ada yang mengerti 

Logika terkapar tak berdaya 


Hanya rasa yang bekerja 
Hingga saat dua tatap saling bertemu 
Seketika dunia tersipu 
Laksana pangeran terpaku dan membisu pada cinderella yang ayu 

Namun hatinya t'lah berpenghuni 


Tak ada ruang untuk menitip rasa ini 
Aku mengerti kecanggungan ini pasti terjadi 
Tapi hati tak mengenal batasan 
Lirih rasa merana dan nelangsa 

Menghadap dua pilihan mematikan Antara berdosa atau tenggelam

TAMAN-TAMAN CINTA
“wahai yang bersemayam di dalam rasa dan diriku
engkau jauh dari penglihatan dan pandangan
engkau adalah ruhku jika aku tak memandangmu
dia lebih dekat denganku dari segala pendekatan”

angan-angan tentang dirimu ada di mataku


ingatan tentang dirimu ada di mulutku
tempat kembalimu ada di mulutku
tapi kemanakah engkau hilang dariku?

wahai yang bersemayam di antara perut dan iga


sekalipun tempat tinggalmu berjauhan dariku
kasih sayang tercurah untuk senantiasa mencinta
jika engkau tiada menggapainya ia akan membumbung

ku cari alasan dari dosa yang ku lakukan


tapi kau paksa aku menjadi pemutus tali
kau bawa pergi akalku di kesempitan jurang
setelah aku berumur akal itu kau bawa kembali
itulah cinta kami yang berdampingan
engkau telah mensigati dengan adil dan jeli

Ya RABBI…..

kusibukkan dia dengan cintaku


seperti ENGKAU sibukkan hatiku dengan cintanya
agar menjadi ringan apa yang bersemayam di hatiku..

aku memohon kepada dzat yang membalikkan keinginan


hasratku kepadamu dan hasratmu kepadaku
atau biarkan cinta mengalir di hatiku…

“ada kafilah yang berlalu menjelang malam


jalan berdebu dan malam merambat kelam
mereka menggiring hasrat menyatu dengan bumi
perjalananpun tenggelam di balik ambisi

bintang malam menuntun yang mereka harapkan


yang menggantung di atas bintang dan kenikmatan
dalam pemeliharaan yang tidak di dapat orang lain
tak peduli celaan orang yang suka melontar celaan “

“ku ingin memeluknya di saat hati sedang merindukan


adakah kedekatan setelah kami saling berpelukan
kucium mesra agar kerinduan itu sirna
keinginan untuk bertemu semakin membara
kobaran di hati belum jua terobati
kecuali setelah dua hati saling mengisi”

“tiba-tiba dia melihat sang kekasih


tak sepatah katapun terucap dari lidah”

“tanda cinta yang menyusup ke dalam hati


ada yang berubah jika dia melihat yang di cintai”

“jika ku lihat panasnya cinta di dalam hati


ku cari pancuran air untuk mendinginkan
berikan padaku kedinginan air yang pasti
karena dalam perut ada api yang menghanguskan”‘

“Aku tidak tahu apakah pesonanya yang memikat


atau mungkin akalku yang tidak lagi di tempat”

“keindahannya pangkal segala keindahan


dan magnetik laki-laki yang memandang”

“cinta bukanlah karena keindahan dan yang tampak di mata


tetapi karena yang menyatukan hati dan jiwa”
“ada getaran yang merasuki jiwa yang murah hati
layaknya getaran dahan kerana angin yang sepoi-sepoi”

“Engkaulah pembantai setiap pemabuk cinta


pilihlah untuk jiwamu siapa yang kau pilih”

“Cintaku bersemi apa pun dirimu


tak peduli keadaanmu dulu dan kini
kau tak peduli kepadaku dan akupun begitu
siapa tak pedulikan dirimu hendak memuji
aku menyukai mereka sekalipun dirimu seperti musuhku
penilaianku terhadapmu sama terhadap mereka aku menilai
kudapatkan kenikmatan jika ada yang melecehkanmu
biarkan orang mencelaku karena cinta telah terpatri”

-  Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah

PEREMPUAN ITU
Di sela-sela jemari malam
atau pada bibir rembulan yang kian suram
Saya menatap lebih jauh dari biasanya
Tersesat lebih jauh dari semestinya

Jauh...
Jauh...
Dan tak ada yang menetes tangis..

Pergi...
Sendiri...
Menyulam benci di atas hati yang miris..

Saya ingin tertawa selayaknya


Menggores cerita semaunya
Terbang memacu jejak.
Hilang memicu gerak.

Diantara sajak dan kalimat bijak


Sepucuk sapa menyeruak pada permukaan jarak
Tentang perempuan suci penabur gelak
Yang hatinya ranum meski sedikit galak.

Hadirnya adalah suatu ketetapan


Kasihnya adalah suatu kepercayaan
Tingkahnya adalah alasan untuk segala senyuman
Dan hatinya adalah tempat saya menitip segala harapan.

Tapi tipu tatapnya tetap jadi pesona dunia.


Sesiapa yang menatapnya , niscaya hancur pertahanan hatinya.
Dan sesiapa yang mampu membencinya , Pastikan! jiwanya tidak sedang pada tempatnya.

Hai , Nona...
Saya Zhafir K Akalanka.

IDENTITAS.
Aku membias perlahan memudar.
Angin berhembus menyapu bilur.
Luka yang tertancap masih melekat.
Sesakkan dada menghisap asa.

Hidup ini terlalu banyak penyesalan.


Bertriliun kesempatan juga disediakan.
Setiap jiwa adalah kemungkinan.
Kesalahan membuatku percaya bahwa aku manusia.

Aku udara yang penuh harapan.


Tak terlihat namun memberi nafas pada nyawa.
Mereka penari bayaran berjuta tatapan.
Aku mulai mempertanyakan soal keadilan.

Haruskah ku menjelma? Menjadi derita dalam topeng bahagia?


Cerita ini membuatku lupa Bahwa aku telah meninggalkan identitas di suatu masa.

Bogor , 26 Maret 2016


SENANDUNG MALAM
Senandung malam menggema di langit temaram.
Hati saya melayangkan kidung kerinduan pada sayap-sayap harapan yang saya reka dari deras air
mata , saya pahat dengan sepenuh asa dan segenap rasa ,
kemudian saya hiasi dengan cinta dan seluruh percaya.

Maka Nyonya  ,
biar kata kita telah berbeda dunia ,
sudi-lah sekiranya untuk sekedar membuka telinga ,
agar kemudian juang saya tidak sia-sia
dan hati saya tidak lagi tersenyum setengah muka.

Apa kabar engkau disana duhai pemilik mata sayu mustika lukisan hati saya?
Adakah air mata yang mesti saya seka?
Adakah peluh yang mesti saya basuh?
Adakah luka yang mesti saya kecup dengan penuh mesra?
Atau
Adakah lelah yang sudah barang tentu pasti akan saya izinkan untuk rebah?

Senja ini , saya ingin bercerita kepada Nyonya , tentang rindu saya yang nakal tiada dua,
Tentang layur lara seorang anak manusia yang kehilangan timurnya,
Atau tentang rupa sewujud nyawa yang pernah kita bentuk atas cinta dan percaya.

Kemarin , saat Nyonya tertidur di malam sepertiga , diam-diam rindu saya terbang mengecup kening
Nyonya ,  membelai mesra jelita wajah Nyonya , dan melukisnya pada langit semesta dengan pena
milik hati saya.
Saat fajar tiba ,  gemetar hebat saya dimarahi hati saya tentang pena yang mana saya tahu tintanya
hilang kemana.
Jadi-lah hati saya tak bisa lagi melukis seorang-pun wanita.

Duh.

MENGAPUNG
Detak detik waktu melambai tangan
Termangu saya pada ketiadaan
Timang-timang mesra memelihara sebuah nama
Yang entah hatinya sedang tertuju pada siapa.
Maju mundur pula jadinya langkah dikau Nyonya
Hilang tak bisa , ada pun tak nampak rupa
Mustahil cinta saya men-derita-kan Nyonya
Tiada-lah katak melahirkan ular.

Duh , Rindu nian saya bersahut mulut dengan Nyonya


Sepatah dua patah kata pun jadi.
Petang terasa terang
Terang terasa senang.

Tiba-lah Nyonya memilih mundur


Mencari cinta dengan strata yang setara
Termakan ketakutan bapak sebegitunya
Inginkan hidup enak berjubahkan rupiah.

Demikianlah saya , Nyonya


Si beku pemilik cinta , penjunjung tinggi nilai-nilai agama
Tiada berlembaga , emas pun tak punya
Hidup terapung tak hanyut , tenggelam tak basah.

Tapi , Nyonya...

Tiada bukit yang tak dapat didaki


Tiada lurah yang tak dapat dituruni
Mustahil mawar berhasil dicengkram tanpa darah
Katak berenang , pasti-lah basah jua.

Hati saya merengek meminta saya menggerakkan pena ,


Untuk Nyonya yang tak kunjung nampak batang hidungnya.
Kemudian saya tatap cakrawala ber-laut-kan senja
"adakah hamba kan baik-baik saja?"
Segenap keyakinan saya kumpulkan
Akhirnya saya tuai jua sepatah bismillah.

Tapi saat saya gores ujung pena itu


maju-mundur lah kepala saya
gemetar hebat ruas-ruas jari saya
Sesak sangat nafas saya
hilang pula akal saya.

Berat-lah sangat rasa ini , Nyonya


Langit terjunjung , palung pun terselam
Tertumpang saya di biduk tiris
Tapi merpati tiada pernah ingkar janji.
Jangan Nyonya benci saya lagi
Tiada-lah cinta bila hanya satu sisi
Semakin sanggup Nyonya saya cinta
Sanggup pula Nyonya membunuh saya.

Bogor,  25 April , 2018

TEMU
Aku tak memaksa rindu tuk bersua , tuk merebah di suatu tempat milikmu , tuk merangkai
kalimat yang teruntai padamu.
Jika kau yang merasa dituju , itu kehendak lain.
Kau bisa belajar dari angin , ia berhembus tak pandang siapa ,kapan atau bagaimana.
Menelisik masuk jauh kedalam indera, menyusuri rongga-rongga hingga menembus
seonggok daging yang bernama hati.

Sungguh , bukan suatu kebetulan jika akhirnya aku melihatmu ,hingga menarik bahtera
pencarianku untuk berlabuh. Bukankah sebelum ini kita adalah orang asing?
Dan jika akhirnya kau menjadi pernjanjian antara aku dengan Tuhan , tentu itu bukan suatu
kekeliruan.
Usahlah bibirmu berucap "mengapa" , karna pasti "entah"yang akan menggema di
telingamu. 

Sejujurnya ini bukan mengenai pertanyaan yang tak kunjung melahirkan pernyataan.
Jauh lebih dari itu, sesuatu yang tak akan mampu di-logika-kan oleh nalar.
Ku yakin Ibu dan Ayahmu tak pernah terfikir untuk melahirkan seorang bidadari pengeja rasa
, sebuah magnet yang membuatku melekat erat pada binarnya , semakin erat hingga akhirnya
aku menyerah dalam dekapnya.
Aku tahu aku tidak terlalu mengenalmu , begitupun dirimu. 
Namun Tuhan mengetahui pasti siapa kita dan untuk apa kita tercipta. 
Jika bukan untuk saling melengkapi , lantas apa alasan Tuhan mempertemukan dua aksara?
Beberapa hal memang tak bisa dipaksakan , namun banyak hal bisa di upayakan.
Mengapa kau gemar memvonis dirimu sebuah do'a yang terombang-ambing? 
Semua aksaramu menyudutkanku mengiba rasa sedemikian rupa. 
Berhentilah , kau bukan nama yang kesepian. 
Berbaliklah , ribuan do'a menyebut namamu , dan yang berada di garis paling depan adalah
kata kedua yang kau baca setelah judul.
Jika kau telah sadar , buatlah angan dan hati ini bergetar lagi dari kematian karna harapan.
Kau benar , tak ada temu yang dipercepat atau diperlama. Ia menunggu dalam kesetiaan
penantian yang berpangan ketulusan.
Sampai berjumpa di pertemuan itu.
Bogor , 2 Februari , 2017

SELAMANYA
Sejuta syair telah termaktub , namun rahangmu tetap saja tertutup.

Hening..
Tak bergeming..

Penat saya merindu dalam diam.


Lelah saya menyendu dalam diam.
Gusar saya mengadu dalam diam.
Diam dan diam saya melihat harapan yang diam-diam selalu kau diamkan.

Saya selami hatimu yang terdalam , namun saya tenggelam.


Saya daki egomu yang paling tinggi , namun saya terhempas ke bumi.
Saya susuri tali pikiranmu yang paling rumit , namun saya terlilit.

Kau...
Benar-benar wanita...
Yang pandai mengemudi rasa...

Dengan hati saya mencintai , sampai hati kau melukai.


Dengan cinta saya memberi hati, sampai melukai kau tak punya hati.
Larik-larik sajak ini ,
benar-benar hampir membunuh penciptanya sendiri.

Atau seperti malam yang sudah-sudah ,

Saya hanyalah sebuah langkah,


yang kehilangan arah.
Dan kau adalah rumah,
Yang putih , bersih dan tak sudi terciprati darah.

Kau katakan saya bisu saat dirimu sendiri jelas-jelas tunarungu.


Kau katakan saya tak berbuat apa-apa saat dirimu sendiri jelas-jelas tunanetra.
Tapi mengapa setiap dusta tak ubahnya selalu bisa membuat saya semakin cinta?
atau , izinkan saja saya bermalam di sudut hatimu yang dingin itu Nyonya.
Menutup mata untuk malam ini saja atau mungkin

selamanya.

SERDADU SEMESTA
Kita sampai pada hari ini
Mencoba tetap berdiri menyongsong mentari 
Beberapa dari kita ada yang mati 
Terbunuh waktu yang enggan berhenti. 

Kita adalah sisa dari kemarin 


Sekumpulan harapan yang tak pernah terharap 
Serdadu semesta yang merindukan bahagia. 

Kita adalah daun pohon yang dirindukan tanah 


Menari nari tunduk pada hembusan angin yang tak ter arah 
Tak pernah bebas dan kelak akan terlepas. 
Kemarin adalah arti 
Hari ini adalah bukti 
Dan esok adalah imajinasi. 

Bogor ,20 Maret 2016 

PAHLAWAN YANG DISALAHKAN


Sayup angin menghempaskan beberapa helai rambut anak laki-laki itu.
Kali ini ia lemas menundukkan kepala yang dihimpit kedua lututnya.
Tangannya melingkar erat memeluk hangat.

Sedari gelap mencekam , hingga cahaya membakar malam , ia tetap setia berpangku kaki dalam
diam.
Lingkar matanya redup , namun tak pernah benar-benar tertutup.

Rasa sakit batinnya merenggut rasa sakit fisiknya.


Ia benar-benar sudah tak mampu menjerit , meringis atau hanya sekedar menetes tangis.

Ia tumbuh beriringan dengan luka ,


Melangkah searah dengan air mata ,
dan bergandeng tangan dengan derita.
Maka tiadalah luka yang tak mampu ia seka.
Karna ia tak mungkin mengerti , tanpa pernah merasa.

Dunia benar-benar telah begitu kejam terhadapnya.


Berulang-ulang menggilas peduli yang ia telah usahakan.
Kebaikan yang mungkin bukan untuk dirinya sendiri.
Kebaikan yang tiada pernah manusia mengerti.

Meski lelah sudah menjadi darah ,


dan darah sudah menjadi nanah ,
Membenci takdir , ia takkan pernah.

Karna bila ia membenci , ia tak memiliki apa-apa lagi untuk dicintai.

Kesehatan sudah tiada arti baginya.


Pucat sekujur tubuhnya , luka di beberapa organnya , dan rapuh tulang belulangnya
telah membuatnya lupa caranya menjadi manusia.

Inilah kisah pahlawan yang "disalahkan".


Memeluk berbalas tusuk.
Senyuman berbalas kecurigaan.
Peduli berbalas caci.
Tuntunan berbalas tuntutan.
Mencinta berbalas luka.
Mengiba berbalas injakkan kepala.

Akhirnya , lenyaplah ia seiring dengan hujan deras.


Pergi dengan ikhlas menerima sesuatu yang tak pantas.
Bukan jengah ataupun menyerah , hanya saja ia coba terima dan pasrah ,
mungkin tanpa dirinya , dunia akan jauh lebih indah.

Sabtu , 21 April
SADAR YANG TERLUPA
Kertas itu kosong.
Gelisah ini penuh.
Begitupun harapan.

Namun sadari diri tiada istimewa.


Biarlah aku pasrah dibawah namaNya.
Sebab aku bukanlah siapa siapa ataupun apa apa.

Atau mungkin kau memang bahagia yang tak akan sanggup aku rasa.

10 Maret

PULANG
Saya pernah menari-nari di atas lantai kebodohan yang megah beratapkan dosa ,
Tertawa buta bertingkah semaunya, seolah bumi tiada pernah ada pemiliknya.
Berbangga diri mengais dosa yang selalu saya anggap kenikmatan tiada tara ,
Hingga urat sadar saya terputus menjuntai diantara bayang-bayang neraka.

Kepalsuan yang saya pelihara , atau kekosongan arah yang tiada pernah sudi saya raba ,
Telah menyeret saya hina ke tepian bimbang antara logika , rasa dan agama.
Saya terdampar penuh luka lantaran dibunuh tanya , yang kokoh menjulang tak terlampaui
mata.
Tentang apa-apa yang membuat saya sedemikian hampa, merenungi hidup manusia yang tak
satu kepala-pun tahu tujuannya.

Di puncak kegelapan mata , saya melihat cahaya kecil yang sedikit malu-malu untuk
menyapa ,
Yang indah berbinar tatkala saya kidungkan sembilan puluh sembilan Nama kepunyaan Yang
Maha Esa.
Ia sesekali tersenyum menggemaskan ,  Seolah mengajak saya berjalan , menapaki kerasnya
hati pada lembutnya Kasih sayang Tuhan.

Waktu-pun diam.
Pelita berbinar di langit temaram.
Kelam menjelma tenteram.
Gelora bimbang padam.
dan saya tersungkur menangis sangat dalam pada pelukan islam.
Tapi..

Celaka-lah saya bila di SisiNya tak ada lagi ruang untuk manusia khilaf yang ber-sandalkan
bimbang , yang pernah mengambang remang-remang berpeluh kesah menyulam langkah
demi mencari jalan pulang , Jalan pulang yang ber-Tuhankan Ar-Rahmaan dan ber-pintukan
ampunan untuk  kesalahan yang jumlahnya tiada sanggup saya lukiskan.

Maka...

Duhai Allah Yang Maha Memberi Ampunan


Tiada-lah kebahagiaan bila Engkau tak memaafkan ,
Tiada-lah kemuliaan bila Engkau telah menghinakan ,
dan tiada-lah keselamatan bila Engkau tak membukakan jalan.

Duhai Allah Pemilik Asma’ul Husna


Lunakkan-lah apa yang angkuh bersemayam di antara rusuk dan iga ,
Ampunkan-lah kesalahan-kesalahan yang tak terlukis jumlahnya ,
dan Bimbing-lah setiap langkah yang selalu pandai menorehkan dosa.

Duhai Allah Yang Maha Keras Siksanya 


Jangan-lah Engkau kunci pintu hati saya untuk KasihMu yang selalu menyapa ,
Jangan-lah Engkau sesatkan langkah saya ketika sesungguhnya tiada lagi penolong di
manapun saya akan berada ,
dan jangan-lah Engkau siksa saya atas keberhasilan iblis menyesatkan saya.

 
atau biar-lah saya binasa ,
Terkubur hina membawa segenggam percaya ,
Bahwa kasih sayang Engkau , melebihi segala murka.

Duhai Allah
Di bawah NamaMu, do’a mencapai palung.
Di atas JalanMu , saya inginkan pulang.

Bogor , 09/Juni/2018 
(25 Ramadhan) 
ASMARA LARA
Sepucuk saja padahal rasanya cukup
Usah-lah Nyonya tebar menyeluruh untuk hasrat yang telah bergemuruh
Nanti Nyonya lelah
Nanti Saya patah

Saya berada diantara luka dan sajak


Memaku pasak enggan menimbul gerak
Tapi andai saya rindu  Nyonya , adakah Nyonya serupa?
Atau jangan-jangan rimba hati Nyonya telah tandus dan berganti warna?

Bisik lembut semilir senja menyayup mesra


Mengisah juang tentang malam yang melahap terang
Tentang rasa Nyonya yang bertabur bimbang
Atau milik saya yang tak kunjung lekang

Tapi waktu terus saja angkuh menggilas segala cerita


Ia berjalan dan terus mengikis milik kita
Kembang kempis jadinya paru-paru saya
Meratap dan terus memohon untuk sehidup setia

Lalu Nyonya kemudian ingkar rasa


Kedap kedip saya tiada percaya
Apa yang menyembuhkan saya
Akhirnya malah membunuh saya

Saat kusingkap hati , Nyonya malah lari


Saat kupungut puing-puing rasa , Nyonya malah menikam penuh lara
Aral saya dibayang-bayang bimbang Nyonya
Melangkah tak bisa , melepas tak rela.

Sungguh petaka bila sesuatu berubah tiba-tiba


Entah keadaan atau para pelakunya
Entah rindu atau rasa dalam hatinya
Macam Nyonya dan cinta piatu saya

Mengapa Nyonya tak kunjung percaya


Pada saya yang selalu tegak dibelakang Nyonya
atau pada rasa yang telah sudi memilih jatuh di pelukan Nyonya?

Saya pelihara rasa untuk Nyonya dengan taruhan nyawa


Saya dekap mesra setiap racun-racun yang dikeluarkannya
Saya meratap memohon menghinakan kepala
Hingga saya mampu terjatuh dengan segala kerelaan dalam sepucuk senyuman.

Tapi kemudian malah Nyonya ludahi saya dengan acuh seolah saya bukan manusia
Seolah saya kebal akan luka
Seolah suara saya tak akan habis oleh jerit angkara
Seolah saya memiliki dua nyawa
Seolah saya binatang hina yang tak sudi Nyonya raba.

Dosa besarkah saya mencintai Nyonya?


Sampai-sampai berharap , kini rasanya sangat gelap

Bogor ,
21 May 2018

Anda mungkin juga menyukai