Anda di halaman 1dari 8

SURAH KOPI

(Sebelum berangkat menunaikan ibadah Ngopi

lebih dulu kusucikan kesepianku ini dengan puisi)

(Surah 1)

Aku berniat ngopi

dengan menghadap wajahku sendiri

yang membayang di latar cangkir

Aku bersiap ngopi

seraya menyebut namamu

yang telah dibasuh air mata ibu

Di bawah naungan kopi

aku berlindung dari kenangan

yang bersekutu dengan kegetiran


O, Sang Hyang Malam

aku sambut panggilanmu untuk ngopi

demi menyempurnakan kesepianku ini

(Surah 2)

Qof Ha’ Wawu. Kopi itu petunjuk bagi

mereka yang senantiasa percaya pada sepi

Yaitu mereka yang beriman kepada rindu

mereka yang mendirikan kenangan

dan mereka yang menyerahkan malamnya

kepada senyap. Sesungguhnya mereka

termasuk orang-orang yang berbahaya.

Barangsiapa ngopi kesepiannya akan lekas diampuni

Dan mereka yang telat ngopi bakal rentan diserang sepi

Kopi yang baik adalah kopi yang begitu

diseduh dapat mengingatkan pada kekasihmu.


Terberkatilah mereka yang setiap pagi

teratur membasahi bibirnya dengan kopi

: Bahwa Ngopi dapat meralat sepi

Kita dari nasib kopi yang sama

Tapi nasib sepi kita selalu beda

(Surah 3)

Cintaku hanyut bersama arus kopi yang kauseruput

Itulah sebabnya, Kekasih, batinku mudah kalut

setiap kali kau dan aku tak saling paut

Rinduku mengarus deras bersama kopi yang kauseduh

Barangkali itu, Kekasih, hatiku gampang rapuh

saban kali kau jauh

kuterka-terka mana yang lebih getir;

kopi yang menggenang di cangkirmu

atau rindu yang bersarang di dadaku?


Jika kelak, dengan cangir yang sama

kausesap kopi itu, kuharap kau tak lupa bahwa

ampasnya telah menyimpan kenangan kita

Bahwa semua harum bunga

telah diringkas oleh aroma kopimu

Bahwa setiap jengkal dari masa laluku

telah disalin ke dalam kepekatan kopimu

Bahwa aku mendengar cikal-bakal sepi

berangsur bangkit dari dasar cangkir kopi

(Surah 4)

Dalam kehidupan yang sebentar ini, apa cita-citamu?

“Jadi cangkir kopi yang siap menadah kesepianmu”

Setelah ngopi denganku ini, apa harapanmu?

“Jadi kopi yang siaga menumpas kehampaanmu”


Di pagi itu ada banyak hal yang gagal kusampaikan kepadamu

mungkin kata-kata lebih dulu mengendap di cangkir kopimu

Dan sadarkah kita, kelak, ada saat kau+aku akan kehabisan kopi

waktu itulah kita akan sama-sama menggigil dalam sepi

Betapa sementara, dua cangkir kita

tengadah di meja yang sama

kau atau aku, siapa pun yang lebih dulu ngopi

akan selalu mampu mengurai teka-teki

andai kau kopi yang pahit itu

akulah cangkir yang siap menampungmu

akulah cawan yang membayangkanmu

sebagai kopi yang terendam di ronggaku

: asal ada secangkir kopi

kita masih punya harga diri

asal secangkir kopi tetap ada

kita tak punya dalih putus asa


(Surah 5)

Sejak kecil kopi berdiri tegak di batas tidurku

untuk menangkal serangan kantuk di mataku

sejak kecil kopi sudah telaten berjaga di malamku

sampai kantuk tidak berani menyentuh mataku

bahwa kantuk tak berhak lagi terlibat dalam malamku

ketika mata kopi menyerahkan tatapannya pada mataku

Siang selalu terang bukan karena ada cahaya matahari

Tapi kepekatan malam berpindah tempat ke dalam kopi

malam selalu kelam karena bercermin pada kopi

ataukah karena kopi menyelubungi matahari?

Jangan buru-buru berburuk sangka, siapa tahu kesepianmu ini

Adalah bentuk hukuman dari langit karena terlambat Ngopi

Selamat pagi kau yang kekal tergetar

di cangkir kopi yang paling dasar


(Surah 6)

Maka, di Fishawy hari itu kau bertanya;

“Kopi yang terpuji itu seperti apa?”

: Kopi yang gulanya disadur dari senyummu

yang cangkirnya terbuat dari ceruk pagi,

yang airnya ditimba dari keringat puisi

Yaitu kopi yang tetes terakhirnya

Bertanggungjawab atas kesepian penyeduhnya

Aku pantang gula setiap ngopi denganmu

Senyummu sudah tumpah di cangkirku

Dan aku suka kopi karena aromanya selalu

mengingatkanku pada bau tubuhmu

Apakah tiap kopiku mengandung peluhmu?


(Surah 7)

Telah kusempurnakan untukmu kopimu

dan telah kucupkan kopi sebagai pembuka harimu

Tuhan menciptakan kopi agar manusia

Punya alasan mensyukuri belas-kasihNya

Selamat menunaikan ibadah Ngopi

Bagi segenap umat yang dirundung sepi

Usman Arrumy, 2015

Anda mungkin juga menyukai