"Simpan saja segala gairah yang membakar jiwamu. Akan kusiapkan tirta Pawitra yang kusakralkan.
Tanamlah segala benih yang kau miliki. Agar tumbuh janin janin puisi sebagai mahar atas segala cahaya
kinasih. Rapal kalimasada di telingaku. Sebelum engkau menutup engkau membuka gerabang indraloka
tempat menyemai bibit cintamu"
Di Balik Pakeliran
Terlalu banyak wayang yang sibuk pencitraan # Karena mereka takut kehilangan kekuasaan
Menyalahkan adalah menu sehat # Mencecap ludah para penjilat
Di balik tonil wayang kian usil # Meski tindakannya semakin menabung muskil
Punawakan jadi hadir sebagai hiburan # dialog pasemon semakin kulotan
Para punggawa piawai diplomasi # tindakan semakin pamrih kepada upeti
Wayang bijak tak diperankan dalang # Batara Kala semakin dahaga dan jalang
Kelire Jagad Dumadi semakin riuh # Para Dewa turut bertindak angkuh
Di Balik Pakeliran ada ibrah yang disematkan # Penonton manggut manggut menyaksikan pertunjukan
Kusebut namamu dengan hati hati # Agar setiap kalimat menjadi jamasan suci
Sebelum sakramen menembang kidung agung # ingin kubaptis rinduku yang semakin bubung
Kau dan aku saling merindu # Meski acapkali gagal untuk menukar cumbu
Jamasilah tubuh yang penuh luka # agar pulih dari segala lara
Bebat saja raga yang masih berdarah # Dengan kerudungmu yang merekam sejarah
Simpan segala karmapala # agar ambisi menjadi tumbal dari segala mayangkara
Kepadamu
Aku alamat risalah rindu
Meski telah lama ia mengembara di kumparan waktu
Namun aku tahu
Bila engkau masih kukuh menunggu
Sepenggal Rindu
Masihkah kau menimbang serbuk serbuk nutfah yang siap kau tampung di rahimmu
"Mulailah dengan membaca mantra, serupa jamus kalimasada yang menggetarkan sukma. Kemudian
taburkan benih pada ladang kudus. Biarkan ia merenangi telaga untuk menuju peraduan cinta"
"Tunggulah aku di beranda kalangan purnama. Setelah usai aku merituskan gending dengan sendratari
dayang dayang"
Usai seremoni awan menerjunkan hujan. Yang tersisa adalah aroma petrikor tanah basah. Jejak jejak
yang membekas di jalan setapak, menghadirkan kembali kisah silam yang masih utuh tanpa patahan.
Hmm...
Sebatang daun pisang yang tergeletak di perempatan. Pelepahnya patah oleh lebat air yang berjatuhan.
Kemanakah sepasang mata yang beralis clurit berkerudung itu pergi?
Sementara lelaki ringkih yang tak pernah lupa mendendangkan lagu pertemuan. Masih melata di
simpang jalan sebuah balai wisma
"Aku telah menyempurnakan luka di hatimu. Dengan menabur garam yang kupanen dari telaga mataku
sendiri. Semoga air hujan yang menggulai kenangan. Semakin perih oleh taburan garam batinku"
Oh...
Luka yang kau tinggalkan. Membuatku rindu yang semakin jahanam
Malam ini aku merasakan tak ada lagi jarak antara kau dan aku
Aroma tubuhmu yang mengudar di ruang rindu
Mengajak sukmau berdansa dalam pelukan hangatmu
Engkau akan merasa sangat gembira bila suatu perasaan yang telah lama kau rasakan menggebu dalam
hatimu, lalu mewujud dan dapat kau lihat dengan mata jasmanimu