Anda di halaman 1dari 116

Kumpulan Sajak

LA DORES
Buah terlarang pada matamu
segala keindahan
yang kulihat di langit dan di bumi,
segalanya telah berakhir
pada matamu

O, kekasihku
matamu adalah
buah-buahan dari surga
tumbuh di wajah wanita
yang kucandui tatapannya

ketika kupandang matamu


kusaksikan tubuhku mencair
dan menjadi alir sungai-sungai
tempat para peri minum dan mencuci wajahnya

kudapati anggur
pada setiap tatapanmu
yang tak pernah habis kuminum
dan selalu membuatku mabuk dan bernyanyi
Ketika semua yang fana jatuh dan berguguran,

tetapi tuhan,
dengan aturannya yang aneh,
Melarangku—
memetik matamu,
Vulnus Insivum
Entah berapa lama lagi kekasih,
Aku berjalan sendiri
Di belantara sajak yang membuatku tersesat kesepian
Hanya untuk mencari di mana ciumanmu terjatuh.

Oo kekasih
Entah berapa lama lagi
Kusakiti diri sendiri
Dengan metafora-metafora
yang kutarik dari tulang rusukku
untuk merayakan kesunyian
Aku Mencintaimu
di sini aku mencintaimu,
di bawah pepohonan yang rindang tempat
pucuk-pucuk bunga bermekaran dan angin berkesiur di wajahmu

di sini aku mencintaimu,


pada sebuah pertempuran yang pulang
di halaman tanpa dendam

pernah kucoba untuk tidak mencintaimu,


tetapi aku menyaksikan diri sendiri
seperti peri dan sayap-sayapnya yang patah,

di sini aku mencintaimu,


sebab, aku dan tubuhku
adalah debar yang tak memilih jantung,
selain dirimu
Kabar dari rosa santana
aku merasakan wajahku memudar,
sama seperti sebuah kecupanku
yang juga gugur dari keningmu

telah kudengar kabar


dari rosa santana di beranda
tentang seseorang telah datang
membawa duka laraku
yang akan dipasang pada jari manismu

Gulma ini,
adalah cinta yang kita tanam bertahun-tahun
tidak seperti cinta yang kita duga,
ia tumbuh menjadi hama. menyerap airmata di sepanjang tahun.

Kau akan berbahagia


bersama musim di mataku
musim hujan yang bisa lebih panjang,
dari musim hujan mana pun,
di mana kau akan berguling-guling dengan
kekasihmu, sementara di luar
sungai-sungai akan meluap
dan menenggelamkan diriku yang masih mencintaimu

mudah saja,
aku melupakanmu
tetapi langit sore seperti mataku
yang di dalamnya warna luka bertahan
O, kekasih,
di reruntuhan cintamu
aku masih mematung
di sini memanggil-manggil namamu
sampai sakit paru-paruku.
Hujan di Jalan A.W. Syahrani
ketika hujan turun,
kukenang tempat ini,
banjir di jalan a.w. syahrani
:tempat segala tanda tanya tumpah meluap-luap memenuhi jalan
kau basah,
air pelan-pelan hinggap di keningmu
seperti bertanya, “siapkah engkau menangis esok hari?”

hujan jatuh, tepat


di atas kepala kita yang kemarau
bergetar tanganmu, kuat menggenggam,
dingin dan gemetaran,
jemari menjelma payung
untuk air mata kita masing-masing

ketika hujan reda


kulihat becek tanah sebagai jejak kepergianmu,
ketika burung-burung terbang lebih tinggi,
pohon-pohon menjulang menuju matahari,
tetapi cintaku,
terkutuk dan terantai di atas bumi tanpamu
akhirnya kau pergi,
dan aku hanya memiliki dua mata
dengan seribu air matamu di dalamnya
Rumah Kusut
Di sebuah rumah kusut
Penderitaan tidur dengan jendela-jendela terbuka, di
atap begitu banyak lubang-lubang,
Tempat bulan mengintip, dan mengawasi tempat tidurnya
Karena langit, begitu sering menjatuhkan insomnia di kelopak matanya

Di beranda rumah yang kusut


Aku menulis matamu
Jika boleh menuliskannya lebih panjang,
Akan kupenuhi angkasa dengan seluruh kedipanmu
dengan secangkir teh panas
Kulalui malam-malam panjang seorang diri
Duduk sambil mencarimu pada kata-kata
Tetapi, selalu saja aku tersesat pada sajak yang belum selesai

Ah, hatiku yang sepi


Aku tidak ingin diam
lalu mengobral rindu di sini
Aku ingin melantur, mengembara bersama sajak-sajak
dan menerjemahkan begitu banyak bahasa bintang untukmu
Muara Wahau
Muara Wahau dan seluruh udaranya,
Telah menulis sajak paling gigil di tubuhku
Tetapi sisa-sisa kecupan
adalah sebuah api unggun yang terbakar abadi di kulitku

Aku melihat bintang utara


bersinar bagai matamu
berkedip padaku di kejauhan,
aku ingin meraihnya, tetapi ia terjatuh
di pedalaman hutan Kalimantan
Tempat orang utan menghilang bersama kayu-kayu

Muara Wahau,
Di sini tak kau temukan apa-apa
kecuali suara riang burung gereja yang pulang
membawa begitu banyak
malam ke dalam sangkarnya
Rindu Buruh Kepada Tubuhmu
aku mendengar suara jantungmu
pada denyut mesin dan asap pabrik
tetapi aku tak tahu,
dengan bahasa apa dia berdebar
kemudian,
mataku melotot tak keruan
ia berusaha menerjemahkannya
dengan bahasa-bahasa asing dari sebuah negeri yang hancur.

di sini, aku merindukanmu,


dan kau gemar sekali menjelma apa saja
terkadang kulihat kauterbang sebagai debu-debu
atau sebagai buah sawit yang tergeletak kesepian

pada tubuh truk-truk yang berkarat


kulihat huruf-huruf yang terkelupas,
memperhatikan mereka bergerak kesakitan,
saling memeluk dan membenturkan dirinya sendiri,
menjadi sajak-sajak yang menceritakan kemurungan kita.

kekasih,
maafkan lengan-lenganku yang miskin
aku tak bisa memelukmu malam ini
karena mesin-mesin pabrik
telah merampasnya dari tubuhmu.

di atas tanah yang diisap akar-akar sawit


aku melihat tubuhku,
yang juga kering diisap rindumu
Kuldesak
pada suatu malam
sepi bergentayangan
meskipun doa-doa telah dilantunkan

di kejauhan,
aku mendengar Yassin memukul-mukul dadamu
juga mengeluarkan begitu banyak bunga dari mulutmu

aku tahu di hatimu


sempat terdapat para malaikat menamparnya
habis-habisan

tetapi
kehidupan tidak sepanjang penis
yang pernah kaudambakan dahulu

kita tak lagi, hampir menghampiri,


jalan sudah buntu
sepi melayang di mana-mana,
terdengar suara jantungmu yang berdentum
menyebut cinta yang telah kauberhalakan
Kisah Nabi-Nabi
Sore itu kau datang,
seperti musa di hadapan laut merah,
dengan tongkat, kau belah lautan cintaku
pergi tanpa melambai
dan berjalan di atas hatiku yang terbelah

O, kekasih,
cinta selain cintamu adalah duka lara yang agung
itulah mengapa kesunyian mendirikan istananya di dadaku

Kuucap namamu,
dengarkanlah suara ini sebagai deritaku
aku bersaksi,
api unggun Namrud
telah menjadi taman mawar bagi Ibrahim,
begitu pula kecupanmu yang begitu menenggelamkan ini,
akan menjadi dahaga bagi bibirku

aku akan pergi


melayari kesunyianmu
aku akan berlayar sebagai kapal-kapal
di mana engkau adalah lautannya
November, Desember
aku ingin menatap matamu
lebih dalam dari lautan manapun,
tetapi kau memilih berlayar
pada angin bulan november yang dingin,
november adalah sebuah cermin,
tempat kau merias diri
untuk sebuah kepergian dan perpisahan

di hadapan desember
masih aku menunggumu,
melantur pada cermin yang memantulkan diri sendiri
Aku Melihat
di sini kulihat
hujan pergi meninggalkan langit
hanya untuk jatuh di kulitmu
menyentuhmu lebih dekat dari siapa pun

di situ kulihat
pelangi mengkhianati warnanya
dan bersembunyi,
hanya untuk menjadi hitam dan cokelat bola matamu,

di sana kulihat,
ombak pergi meninggalkan laut
hanya untuk pecah di bibir pantai
menyapa langkah-langkahmu

di mana-mana kulihat,
api meninggalkan panas
angin meninggalkan sejuk
sungai meninggalkan tawar
laut meninggalkan asin

oh kasih lihatlah,
segala sesuatu yang bergerak di bumi
akan melepaskan dirinya sendiri
hanya karena sesuatu
yang membuat mereka jauh darimu.
Risau Berkali-kali
rindu adalah risau yang gemar dihinggapi sepi, sayangku

maka simpanlah rindu


di kedalaman dadamu

meskipun
ia adalah belati
yang bisa membunuhmu berkali-kali.
Elegi
telah kuucapkan namamu
dalam doa-doa
dengan bibir yang paling sunyi,
yang masih terdapat bekas lukamu
yang tidak pernah mengering

di antara kepungan elegi


dan belantara puisi patah hati
aku meraba tubuhku
yang kurus kering dilahap sajak sendiri,

telah kutukar mataku menjadi biji-biji tasbih


yang kupetik sambil menyebutkan namamu,
memang buat apa lagi memiliki dua mata
jika pada apapun yang melintas di hadapanku adalah sebuah kepergianmu
Debar di Dadamu
kuharap doa-doa tidak lagi transit di langit
aku ingin dia mampu,
melubangi dinding pada dadamu
yang dilapisi dengan pelukan dua laki-laki
agar pada suatu hari,
aku akan datang dan menemukanmu,
memeluk merasakan denyut pada dadamu
agar kutahu
atas nama siapa jantungmu berdebar
Dendam Orang-Orang yang Memeluk
kasih
jadilah engkau belati
tikam aku pada bagian di mana cinta akan menghidupkanku kembali,
aku lelah hidup dalam kesakitan dan dendam orang-orang yang
memelukku.
Tepian Sungai Rinduku
kekasih,
masih ingatkah kamu?
pada suatu tempat,
di mana bunga-bunga mulai mekar
ketika mataku mulai menatap matamu

masih ingatkah kamu?


pada suatu tempat,
di mana matahari pernah berteduh
dari panasnya kita kemudian angin berhenti
sebab sejuknya sebuah pelukan

masih ingatkah kamu?


pada suatu tempat,
pada gubuk biru yang dipenuhi buku-buku yang lelah membaca mata kita,
dan kita masih telanjang tanpa ideologi apapun

kekasih
di manakah kamu?

tanpamu,
tubuhku hanyalah lumpur dan tanah
setumpuk daging dan tulang tanpa roh,
mati dan layu.

aku ingin jumpa denganmu sekali lagi


menciummu sampai pada puncak katarsis
tanpa ampun menatapmu lebih lama dari matahari, pada suatu sore di
bawah cahaya merah di ufuk barat tepian sungai rinduku.
Nyayian Patah Hati
kau adalah nyanyian patah hati
tercipta dari lumbung padi yang disyairkan
sebuah lagu lirih tentang nyanyian duka lara.

merah dan putih kini semakin tinggi


warnanya pucat dimakan matahari
dan mengibarkan begitu banyak kesunyian

burung gereja telah meninggalkan para petani


sekarang ia tinggal di gedung-gedung tinggi
bertelur dan menetaskan semua kemurungan
karena sawah dan padi telah terjual untuk membeli sebuah televisi
Perjalanan Menuju Matamu
pada hitam bola matamu
aku tersesat.

pada putih bola matamu


aku terbenam.

di hadapan wajahmu
aku adalah musafir di hadapan oasenya

nampaknya,
jarak terjauh yang telah kutempuh adalah perjalanan mataku menuju
matamu.

matamu adalah ruang


yang di dalamnya tidak terdapat apa-apa
kecuali tanda tanya
Cincin di Jari Manismu
kulihat matamu ditumbuhi gulma dan ilalang, seperti bersembunyi dan
mengawasi cinta yang telah habis dipatuki burung pemakan bangkai,
pada matamu, harapan-harapan yang bergelantungan gugur satu per satu
dari pepohonan yang kita rawat dengan pelukan-pelukan dan air mata
di antara pohon-pohon mati yang dipenuhi kata-kata yang tergeletak
kerinduan dan lengan-lengan kita saling berebut, tentang siapa yang paling
banyak mengumpulkan kesunyian ini.

kita tak lagi mengenal harum bunga-bunga musim semi, hanya bau busuk
pada sajak yang menumbuhkan derita
dan bunga yang kaupetik adalah duka lara yang kaucincinkan pada jari
manismu.
Pada Air Matamu

pada air matamu yang ke berapa


ia jatuh menjadi lautan dan menenggelamkan tubuhku yang masih
mencintaimu?

sepanjang hari kulihat ombak datang dan pergi dengan seribu kepedihan,
tak jarang pada setiap malam angin datang dari selatan menyentuh bibirku
yang tipis tanpa ciuman-ciumanmu

oh kekasihku
tangisan ini bukanlah salah bola matamu
Bangkai Cintamu
di mataku,
pagi dan malam berlalu lalang
dan melarikan diri dariku.

jendela adalah matamu yang marah


melotot dan tidak genit,

lampu-lampu
buku-buku
seperti masa lalu
tak pernah mati dan tak pernah selesai dibaca

tapi di kursi,
ada aroma yang telah selesai
seperti harum kafan yang membungkus
bangkai cintamu
Esok hari
barangkali esok hari,
kita akan bertemu,
kaucantik menggendong anakmu yang lucu
sedangkan aku:
masih sama seperti dulu,
sibuk menghirup debu pada buku.

barangkali esok hari,


aku melihatmu di bandara,
kau sibuk bersiap menghabiskan masa tua di eropa
sedangkan aku:
tidak ada yang lekas berubah,
masih rumah dari segala sepi yang pulang

kau tahu mengapa kasih,


sebab masih ada mayatmu di kepalaku
yang lupa kukubur
yang lupa kulebur
Taman Eden
pada bibirmu yang rimbun
pada kuldi yang terperam di dahan tubuhmu,
pada gelap hutan yang berlendir
aku melihat surga telah terjadi di bumi
Kamar Kekasih
yang paling gelap
adalah kamar tanpa kekasih
gelap yang tanpa tanda hitam
dan rona warna lipstikmu.

di kamar gelap
jilat api lahap melalap
dan kau serupa lilin
semakin lama semakin redup dan senyap
tanpa kata-kata, meninggalkanku pada gelap yang tanpa tanda dan rona
warna lipstikmu

di kamar gelap
kau tersirat
kau tersurat
rindu mendekap
sama erat dengan urat
Lempari Aku dengan Rindumu
jika kaumarah,
lempari saja aku dengan bencimu
tak apa!
asalkan, jangan lempari aku dengan rindumu
lalu pergi jauh-jauh
jangan!
Tetaplah seperti Cokelat Tembakau dan Wiski
di dalam hati dan pikiranku yang terbatas.
tetaplah bersarang seperti asap tembakau dalam paru-paru atau wiski yang
terserap pada dinding-dinding lambungku
selalu berdiamlah di dalam
selamanya!
Burung Bisu
pada sebuah pagi
pohon-pohon ditebang
tanah dilubang,
hutan berubah tambang,

seekor burung terdiam


pada batu-batu yang muram
seperti lupa lagu paginya,

burung bisu,
apa yang membuatmu kesepian?
Pelaut Ulung
harus dengan apa
kuarungi kemurungan cintamu ini kekasih,
telah kupahat sebuah kapal
dengan ribuan namamu
telah kurajut layar dari sajak Rumi dan Neruda agar berkibar seindah
rambutmu
aku adalah kapal yang kehilangan pelabuhan
di tubuhmu

kekasih
aku hanya pelaut ulung
aku tak bisa mencapai pulau tempat kau memuja roti dan sirkus
tetapi ketika aku mengenangmu
pada ombak, angin dan badai
cintamu adalah satu-satunya persekutuan yang kekal, antara laut,manusia
dan kemurungan
Hujan
hujan adalah hak air teduhkan bumi
juga ritus sepasang kekasih
bergembira dengan puisi
Khianat
awan masih tugur
geliat guntur

di tanah lembab terdapat sisa-sisa


rindu yang purba
dirahasiakan dosa
dari ibu segala berhala

dideru recik gerimis


di bawah langit jingga
nona berlipstik merah
berkata:
”jika aku salah,
tegur!
jangan berkhianat,
di atas kasur”
Kitab Suci
tubuhmu adalah kitab suci,
sedangkan aku adalah ahli tafsir yang tersesat pada terjemahan ayat-ayat
hatimu
Tidurlah
malam sudah terlalu kusut, kekasih
tidurlah meski dalam kepungan
luka nestapa

bila pagi menjelang


sudah kusiapkan
susu murni yang diperas dari payudara kesepian,
carilah pada kulkas di mana cinta telah membeku

di atas meja dekat pigura


juga kutinggalkan ruh dalam botol biru
apabila rindu datang mengendus-ngendus
tiupkanlah ruhku pada tubuhmu,
agar kita serasa dan serahasia
Keranda
keranda pengantin akan datang,
sebagai kendaraan kita masing-masing,
menuju pesta,
dan kematian adalah pesta perkawinan
antara kita dengan waktu.
Musim Mesum
di musim hujan yang mesum
dingin sedang berkeliaran di sela-sela kamarku
selimut masih merahasiakan di mana aromamu
jendela masih membentuk matamu

selimut dan jendela yang kesepian itu


bertengkar
saling pukul-memukul
mereka berebut
siapa yang paling pantas
menyimpan kenanganmu
Kudapati Kau
di negeri cemara
kucari kamu pada tubuh bunga-bunga
kau bunga yang tak pernah tertukar
walaupun taman keukenhof menyembunyikannya,

di taman,
kulihat mawar merah, kucintai!
kucari kau,
dalam tubuh mawar
ternyata
tak nampak kau di sana

di tepi sungai
kulihat kuntum asoka, kucintai!
menyusupku
dalam tubuh asoka
ternyata
tak nampak kau di sana

di bukit
kulihat mekar daisy, kucintai!
kuleburkan diriku pada tubuh daisy
ternyata
kudapati diriku sendiri

dalam rahasia
kuhadapkan wajah
dari satu bunga kepada yang berbilang-bilang
dari yang berbilang-bilang kepada yang satu,

oh,
kudapati kau!
pada tutup bunga kelopak mata sendiri.
Asmara
kita yang jauh tiada antara
kita yang dekat tiada tersentuh
dipecah-pecah
dipisah-pisah
oh ... asmara

mereka pikir kita


satu, satu
mereka pikir kita
aku aku, kamu kamu
oh ... asmara

sayangku
demi tubuhku
kita adalah anak detik yang menipu
arah jarum arloji
Perhatian
jangan lagi larang-larang aku merokok
jangan kau kira
karena rokok aku akan tidak sehat lagi
ketahui saja,
jika aku sedang tidak sehat
itu bukan karena
temba-kau

tapi sebab

tanpa-kau
Mampus di Tilam
ada maling tewas dirajam
ada kawan terkapar ditikam
ada ikan mati di kolam

kau….

kubuat mampus di tilam


Lahap
aku sajikan kepadamu,
hidangan balas dendam,
lahaplah,
aku tidak mengharamkan meskipun kau memakannya dengan mulut orang
lain
Lantas
pergi kau bilang

lantas

bagaimana aku bisa pergi


jika langkahku telah kau curi
Malam Tahun Baru I
tanpamu…,
tahun baru macam apa ini,
dari langit kudengar gemuruh
menghamburkan nama-namamu.

tanpamu…,
tahun baru macam apa ini,
di langit, kulihat warna-warni pecah
membentuk warna bibirmu seperti sebuah sore
di kamar biru di kota rindu yang jauh itu.

tanpamu…,
aku serupa kembang api,
dibakar, diterbangkan,
hanya untuk hancur di angkasa,
Malam Tahun baru II
malam tahun baru ini,
akan kutangkap pecahan warna-warni kembang api,
lalu kusimpan dan kuletakkan di sela-sela jepit rambutmu
sisanya kukumpulkan,
akan kuletakkan juga di sela-sela meja tidurmu,
tepat pada figura yang tak mengenal warna apa-apa seperti lebam biru di
tubuhku.
Mampus
tubuhmu mampus secara tragis
setelah kautikam mulutmu
dengan lidahmu sendiri
Puisi di Rahimmu
aku ingin menulis puisi di rahimmu,
seperti puisi adam di rahim hawa
kelak kauakan takjub dan bangga,
sebab, kauakan melihat puisi yang menangis,
puisi yang demam ketika menumbuhkan gigi,
atau puisi yang bisa menerbangkan layang-layang
Selamat Sepi
untuk apa lagi kaupupuk cinta yang tak bisa kaupetik?
mau menambah subur sepi-sepi yang lagi bermekaran ya.

selamat sepi,
mau temani aku minum wiski?
Bulan di Bibirmu
tak apa bulanku berbeda dengan bulanmu,
bulanmu sabit di langit,
bulanku sabit di lengkung bibirmu
Perihal Perselingkuhan
penyesalan akan menendang-nendang kepalamu
jika kaumasih saja suka terlena oleh kemilau perselingkuhan.
dan kemudian cinta akan pergi darimu dengan cara yang paling lucu.
Kepada Sepi
wahai sepi,
binasalah kamu,
sebab kekasihku telah tampak
dengan kecupannya yang tidak terduga-duga.
Bajingan Terbaik
silakan membanjingankan bajingan yang kau ciptakan sendiri
dan kau akan sadar,
bibirmu adalah mesin pencipta bajingan terbaik
Jarak
jarak hasratmu dengan jarak bibirku hanya sejengkal,
tapi canggungnya tak terukur oleh apa pun
Sabda Cermin Kepada Wujud
lihatlah AKU
pada kedalaman matamu,
yang saling melempar tanya kepada cermin,

siapa lebih dekat kepada Nya?


doa-doa dari mulut munafik
atau puja-puji yang keluar dari bibir cermin
Gerhana Datang Bulan
di atas kepalaku bulan menghilang
diganti merah nyala matamu

ke mana perginya bulan sayangku?

pura-pura tidak tahu


diam-diam bulan bersembunyi
di antara kedua belah pahamu
Sulap Pagi di Tepi Sungai
pagi ini
di sudut Mahakam,
pelan-pelan kusembunyikan
matahari dari semua orang,
pelan-pelan
kuletakkan ciumannya
pada sela-sela bibirmu
yang masih suka gelap dan berembun.
Manifestasi Mawar Merah
di dalam gelas kopi,
selain obrolan politik dan peperangan,
selalu ada risau yang teraduk di dalamnya,
malam dan dingin selalu menjadi sekutu yang solid ia mencoba
menggempur kau dan aku yang hanya bertahan pada hangat sederhana.
katamu, “kita harus menyalakan api abadi, sebelum dingin mengepung dan
melucuti tubuh kita satu-persatu”

kita saling berpelukan


terciptalah api dari gesekan kulit dan daging,
kemudian nyala api itu sebesar tuhan orang-orang majusi. kautahu, waktu
itu jarak mataku hanya sejengkal,
namun, siapa yang tahu jarak canggungnya,
sebab ia tidak pernah terukur oleh apapun.

api telah sebesar tuhan orang-orang majusi


pelukan masih seperti api dengan panasnya, tak terpisahkan
sehingga kita memilih terbakar
daripada membeku pada debaran kita masing-masing.

kelak, ketika bincang kopi selesai


dan pagi datang setelah perang usai,
aku akan pergi mengajakmu, melihat begitu banyaknya mayat-mayat masa
lalu yang tidak pernah habis dipatuk burung pemakan bangkai. Kemudian
kita akan menguburnya dan menunggu mawar-mawar indah tumbuh di
atasnya,
berhari-hari
berbulan-bulan
bertahun-tahun,
aku merawat mawar ini
hingga tiba waktunya ia merah warna luka, semerah bibirmu, yang murah
senyum tetapi tidak murah pelukan

aku ingin memetik dan memberikan mawar ini untukmu,


tetapi aku tidak tahu di selatan atau di utara kauberada, aku seorang pejalan
yang kehilangan kompas dan bintang-bintang di hutan belantara ingatanku.

barangkali di suatu tempat,


kaududuk manis dengan segelas kopi dengan obrolan politik dan
peperangan,
kemudian seseorang datang dan meletakan buku-buku sebagai manifestasi
mawar merah yang tak sempat kupetik untukmu.
jangan khawatir meskipun kaulelah membacanya, ia akan tetap membaca
matamu, sebab tertulis di situ ayat-ayat yang menangis dari air mata orang-
orang mati karna tragedi kisah kasih masalalu.
Tentang Penyair

La Dores lahir di Balikpapan, 13 Juli 1993. Belajar menulis di


komunitas Sindikat Lebah Berpikir. sekarang masih aktif
menjadi mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas
Mulawarman.

Anda mungkin juga menyukai