Anda di halaman 1dari 24

Busur Asmara

Rahamad Hidayat

Aku buka mata hati

Melihat bidadari pagi

Tersenyum bibir berseri

Lantas harus bagaimana diriku ini

Riang dan senang

Berpadu dalam kesucian

Manis di pandang

Terbayang bagaikan rembulan

Berparas indah

Berkulit putih pipi yang merah

Melintas di suatu arah

Bagaikan busur panah

Takluk dalam kasmaran

Sungguh sama di luang cinta

Rindu melanda seperti ombak

Menunggu debur temu yang berkepanjangan..


Ekuivalensi Seorang Tahanan

Mangfangati Rizkuna

Tersekat!

Pengap!

Sesak!

Air mata dan luka

Aku ini narapidana melata

Tercipta dari hati yang using

Kemudian terbuang di tumpukan

Relasi nyata

Aku dijadikan tersangka karena

Tak pernah mengenal Tuhan

Padahal,

Aku terlahir untuk membunuh jiwa bakti

Dan seorang patriot anarki

Sajak-sajak sepi yang kubuat tadi

Adalah luka kala menyiksaku di dalam penjara

Pengacara yang kusewa berkata;

Aku bisa bebas asal menemukan cinta

Dan.. Aku termangu


Lonceng Cinta

Sindi Fransiska

Sunyi

Terdengar denting jarum jam yang seakan menari

Kala dini hari telah tiba

Kesunyian, kesedihan, kepiluan, luka sekarat dalam jiwa

Melihat sajadah dan kitab Allah

Aku pakasa raga bangkit

Kuselimuti dengan air wudhu

Kugelar tirai hati dan bersujud atas aturannya

Air mata mengalir

Isak memecah keheningan

Saat kulantunkan Al-Quran

Memohon kepada pemberi ampunan

Dalam hening

Otakku berdenting

Menuntunku pada nubuat

Sebuah pertaubatan..
Salahku

Anggun Sofiana

Di sebuah potret alam

Siul merdu berdendang

Mata mulai berbicara

Tentang keelokannya

Betapa sempurna ciptaan-Nya

Tertegun dibuatnya

Membisu tiada kata

Tapi tidak sekarang

Tangan-tangan jahil mengulahnya

Tangan-tangan mengusiknya

Pohon rindang sudah tumbang

Bunga paku jadi kayu

Perih dirasa

Sebab berbeda masa

Semilir angin menerpa

Saat suruk tiba

Tergelar Panjang

Terbentang

Jari tersusun meminta

Menengadah pasrah

Penuh gundah

Ighfir ya Rabb

Aku tahu itu salah

Ighfir ya Rabb

Aku tahu kau marah


Tapi apa yang sudah kubuat?

Betapa hinanya diriku

menghadapMu

Tapi dunia tahu

Maha ampun

Maha pengasih

Maha dari segala Maha

Tiada sekutu bagi-Mu

Kecintaan-Mu

Membuat hambamu terpanah

Terpesona
Abdi Negeri

Husni Mufida

Seperti lubang tak bercelah

Nampak pelita tak terarah

Terbakar

Dan tercipta sinar

Dalam kisaran 1237 m

Dari lubang atas

Tampak tubuh negeriku

Membentuk indah dipandang

Lihatlah gunung-gunung yang menjulang

Hamparan hijaunya bergoyang

Selaras dengan ritme

Dalam hembusan angin sore

Gugusan itu kini muncul

Di balik persembunyiannya

Dalam aliran angin luas

Membentang semacam Samudra

Pengapu jarak siang malam kapal berlayar

Gugusan terus berjalan

Benar, dia adalah patok waktu

Yang mengetuk lelapku

Pada sepertiga malam

Tersadar itu memang negeriku

Yang sedang kujaga


Dalam sebatas kening dan sajadah

Melangitkan harap

Akan kelestarian tubuh negeriku

Pada sang pencipta

Menatap lubang

Mengisir celah..
Dekapan Tuhan

Fina Rachma Aulia

Panjang dayung, menuntun jauh sampan rimpuh

Jauh tinggalkan muara dangkal

Berhenti,

Bentangkan sajadah padanya

Menatap mata langit dengan telapak tangan tengadah

Sembari membuat bejana air mata

Tak satu pun kan sempurna

Alif-ba-ta ku sekalipun

Tak memutuskan taatku pada-Nya

Ketenangan mengeratkan

Di antara kening dan sajadah

Adalah cara Tuhan mendekap

Tenangkan hambanya
Jalur Arsy

Mayantiqu Anhadana

Sunyi

Lagi-lagi hanya malam yang menyelimuti

Dengan berbalutkan kain putih yang menutup aurat

Kukidungkan tangan memuji sang pencipta

Melontarkan doa

Mengadu rindu dan pinta

Sukma ini penuh sesak

Tertampar raga ini

Oleh kalam-Nya

Tersadar diri ini

Oleh sosok sahabat Ali

Termotivasi hati ini

Oleh kisah Sayyidina Fatimah

Akan tetapi…

Terlalu dangkal iman ini

Mudah sekali terkelabui

Dihasut godaan duniawi

Air mata mengalir membasahi sajadah

Kuselipkan nama di sela fatihah

Leewat jalur Arsy kulengungkan harapan

Berharap engkau merengkuh erat

Berharap engkau satukan sang pemilik rasa

Berharap doa di sana

Wonosobo, 27 Oktober 2022


Ratapan Sang Merpati

Naila Syifa

Tipisnya rembulan yang menerpa bentala

Menemani empu wajah yang merana

Terseok menuju dermaga

Bersujud pada sang pencipta

Merpati putih itu bertanya, “Mengapa engkau begitu menaruh damba?”

Kepada dia yang tak pernah kuraba

Sejauh mata berkaca

Terpatri wajahnya di relung sukma

Jika malam serupa dermaga

Betapa ingin merpati itu menelisiknya

Telusuri nebula

Pangeran berkuda yang beribu tahun lamanya

Tetap menjadi pujangga

Muhammad bin Abdullah Namanya

Di antara riuh dermaga itu

Sang merpati menatap pilu

Di tengah deburan langit sendu

Nadinya bergemuruh rindu

Memuntahkan seuntai bunga layu

Merpati itu menyanyi merdu

Gempita tak menahu

Senandungnya isyarat rindu pada pangeran itu

Menggunakan doa di kolam abadi ‘Arsy-Mu

Harap sememsta hadirkan sang empu

Di setiap Lelah penantianku.


Maaf

Qurrotul khafidzoh B

Gemericik air di teras rumah terdengar begitu merdu

Remang-remang cahaya rembulan terpancar syahdu

Manusia sebatangkara sedang menengadahkan tangannya

Memuja serta meminta kepada yang Esa

Untuk menghapus segala dosa

Detik demi detik ia renungkan

Atas maksiat yang dilakukan

Matanya mulai mengeluarkan cairan bagai Mutiara

Suaranya terdengar begitu rapuh dan pelan

Lalu ia pertemukan wajahnya kepada bumi

Sebagai tanda maaf kepada gusti


Rindu

Nadhia Salma

Hari sudah berganti lagi

Mendungku masih seperti kemarin

Seperti saat kau tinggal aku sendiri

Tanpa kata pisah kasih

Kurindu langit cerah

Burung-burung terbang di antaranya

Lalu kita menyaksikan

Di bawah pohon cinta berakar kepolosan

Saying hari-hari baru membawa kita

Dewasa dalam kenaifan dunia

Yang dimabuk cinta tanpa perhitungan

Hanya untung dan rugi sekarang

Tak datang atas nama rindu

Hanya pelarian sekarang

Tak datang atas nama perhatiannmu

Ataukah hanya keputusan

Tanpa cinta

Tanpa pengertian

Lupa sejarah

Lupa kenangan

Dinda kau tahu

Aku mengalami banyak luka

Luka dalam perjalanan tanpamu. Meskipun kebingungan membelamu…


Terbang Menujumu

Azzahra Laila R

Selepas burung itu

Terbang melenggang

Aku baru merasa kehilangan

Hidup dalam taman-taman

Kemudian kulukis sayapnya

Di seluruh tubuhku

Hinggap serupa burung

Aku pun lepas terbang

Memburu anganku yang hilang

Sesuai mimpi semalambersamamu setaman

Mandi kembang-kembang

Serupa burung yang melenggang

Aku terbang Bersama lukisan

Sayap-sayap burung

Yang menjelmpa bijian

Menumbuh di ladang

Akan berbuah burung lain

(aku pun terbang menuju-Mu)


Saling Satu

Yulfa

Kita hanyalah benih yang saling tindih

Lalu tumbuh melalui beberapa

Musim yang utuh

Berselangpun menjulang

Lantas slaing tumbang

Dan hanya satu yang berdiri

Seraya menatap tanpa henti

22 Oktober 2022
Romantisme Tuhan

Machfud Ali R

Sang surya telah tiada

Tergantikan oleh sang purnama

Sunyi dalam gelapnya malam

Hanya suara air yang bersetubuh dengan bumi

Terkirim dari sang semesta

Orang-orang sibuk memejamkan mata dan terlarut

Dalam ketidaksadaran

Aku bangun untuk bercumbu dnegan Tuhan

Bermesraan di malam sunyi…

Bercerita tentang semua keadaan

Semua masalah kucurahkan

Tuhanku beggitu pengertian

Selalu menemani saat aku kesepian

Wahai sang penulis scenario kehidupan

Dosaku dan guruku mohin diampunkan

Terima kasih segala kebaikan yang kau berikan


Pada Fajar Sunyi

Tiffany Aulia Ali

Pada fajar yang sunyi

Ketika awan ditelingkupi mega merah

Dan bintang yang semakin memudar

Derai air jatuh sebelum subuh

Melerai laron, mencederai balkon

Seperti ritme-ritme sedih

Menggema telinga

Membasah di hati

Di kamar sunyi ini

Bersama angin ditemani dingin

Dengan waktu yang terus berjalan

Diam seperti kenangan

Terus memudar

Porak poranda ditelan cakrawala


Sadrah

Najwa Balqis

Sebuah malam di Serayu

Menggambar kisah kelam

Kala hidup sungguh nista

Tersesat oleh jeram dosa

Hujan mulai bercerita

Tentang sebait luka

Di tengah sunyi gulita

Hanya tangis tanpa suara

Mengingat kisah lalu

Betapa jiwa sungguh tak tahu malu

Meminta ingin yang beribu

Sementara sujudku masihlah terburu-buru

Kepada penguasa semesta

Sukma ini hanya meminta

Sebelum nyawa berada di ujung dada

Ijinkan aku bersujud lebih lama

Kepada-Nya kuminta aksama

Setelah memikul berkarung dosa

Kepada-Nya jiwaku berserah

Berharap atas rahmat sang pencerah


Dengki

Amalia Intan Salsabila

Jiwa yang dirusak dengki

Menggempar melihat yang lain cemerlang tinggi

Hati yang dijangkiti cemburu

Bergelumang di dalam lumpur hasad tidak menentu

Pasir disatukan dengan makna dari kejadian

Bisa menunggu tinggi menembus awan

Gunung yang tidak menangkap arti diri

Bagai pasir di pantai dipijak kaki

Bangsa saling berhasrat dengki

Cemburu buta tanpa sebab yang hakiki

Hati dan jiwa jahil sejarah sendiri

Dipermainkan semua yang pintar berstrategi


Penghambaanku

Afaf Maulaning A.

Segelap malam menghadirkan fajar

Desau angin halus menghembus

Seoonggok darah berlunur hitam

Mengharap ridho illahi

Untuk insan yang berserah diri

Seputih kapas seharum melati

Sepercik cahaya petunjuk surga

Menghamba sang pencipta

Keluh ampun serta kasih

Intuisi hati mematri dalam diri


Tuhan Tidak Mati

Sabrina Maulida Zahra

Angin bertiup dengan kencang

Memberi kabar pada manusia

Yang selalu mengingkar

Namun selalu mengaduh

Lemahnya manusia

Tetapi berani berkata

Bahwa Tuhan telah sirna

Tetapi Tuhan tidak membeda

Menyadarkan dia sebagai makhluk lemah

Membawa keyakinan dzat yang kuasa sepenuhnya

Yang dapat menghidupkan dan mematikan


Selalu Nyata

Nisrina Zahra

Aku tertunduku

Manakala angin menyampaikan pesannya

Guntur yang menggelegar

Seakan mengisyaratkan sebuah peringatan

Di bawah purnama dengan segenap pesonanya

Jauh,

Jauh di dalam sana

Hatiku terusik oleh diam

Tergetarkan suasana gaduh kehidupan

Dengan berjuta kekhawatiran

Aku memohon kasihmu

Di jalanmu jiwaku damai

Bayang semu yang kau goreskan

Menjadi tanda-tanda yang nyata

Di lubuk hati yang terdalam


Cahaya

Hazma Zahra

Candra bersinar terang

Menemani diri

Air mata yang menetes pelan-pelan

Menggambar lara pada ceruk pipi

Aku menatapmu Kembali

Ciptaan Tuhan yang indah tak terkira

Seperti menenangkan hati

Daun-daun bergoyang berisyarat bahwa akan baik-baik saja

Candra berpendar di sini

Ia tak pergi lalu Kembali

Sepertimu untuk terakhir kali


Usai

Nayla Lu’lu Ulfauziah

Pada frase ketiadaan

Aku memanggilmu tertahan

Dalam diam yang mengisyaratkan pesan

Engkau menjawab dengan pelan

Bahwa kita ada untuk tiada

Bahwa semua tak pernah nyata

Demikian pula dengan sejuta cerita

Yang akhirnya hanya menjadi luka

Detik itu kemudian kita terjaga

Di kapal batas kesadaran usia

Di antara sejuta bayangan

Dari seluruh titik kenangan

Dimana semuanya hilang

Di ambang batas pagi dan siang

Untuk kemudian hadir sekali lagi

Menjemput malam-malam sunyi

Yang tersisa hanya arti

Untuk semua yang kita pernah jalani

Seperjalanan meniti mimpi-mimpi

Akhirnya engkau mendahului

Karena telah mengambil jalanmu sendiri.


Mahabbah Terbaik

Ramadhini

Bagaimana bisa aku resah

Padahal aku tahu kau maha rahmah

Seraya alam semesta bertasbih

Aku merunduk kecil bersedih

Tanpa hinggapnya kasihmu

Rasa-rasanya begitu dahsyat piluku

Sungguh benar..

Maha sempurna Tuhanku

Pemilik seluruh ego, hati dan berbagai tanya dan jawaban

Aku tergagu dalam sedu

Menekuni firmanmu

Sampai jiwaku turut beradu

Sungguh, logikapun terkadang

Ikut mengambil alih fikiranku

Menuntunku untuk terus mengadu

Maha dahsyat penciptaku

Aku tahu terkadang aku pun keliru

Tapi detik ini

Alam bawah sadarku mengkritik sepatutnya cintaku lebih besar

Pada penciptanya bukan ciptaanya

Kalau bukan dengan cinta-Mu

Kalau tidak besera cahaya-Mu

Mungkin aku tidak sanggup menggapai-Mu

Anda mungkin juga menyukai