Anda di halaman 1dari 6

Format Data Diri

Nama Lengkap : Fahmi Wildana


Email : fahmiwildana12@gmail.com
No Whatsapp : 088803130748
Tema Karya : Romansa
MENCINTAIMU ASRARKU DENGAN TUHAN

Nyala romansa diriku oleh senyummu pagi itu, merupakan campur tangan tuhan yang
terindah. Kita dipertemukan pada tempat, dimana Tanah mengakar kokoh sebagai pijakan,
angin membantu semai serbuk kehidupan bunga, api mengusir dingin dan lapar di malam,
serta air memberikan kehidupan pada yang hidup. Reaksi reaksi alam pun tak bisa
disembunyikan, langit tak pernah serendah ini, burung burung terbang dengan sebelah
sayapnya, bunga menumpahkan nektarnya. Pagi ketika itu, melihat potret dirimu dalam
piyama merah mawar merekah. Membuatku berani berdalih, menghilangkan semua alibi
meresahkan, aku mencintaimu. Pada rambut indah tak terbantah, wajah tulen Jawa menambah
asri suasana pagi itu, kau duduk silangkan kaki, anggunnya dirimu. Namun keasingan
melarang sapa antar kita, hingga masa itu berlalu begitu saja. Aku tidak ingin merayumu
dengan puisiku, aku ingin kau melalui apa yang aku lalui, Memandang lalu mencinta. Engkau
adalah pengharapan yang kujadikan wewangian, asmaraloka indah yang kudambakan diriku
terjebak didalamnya, bahasa yang memuntahkan intan dan zamrud. Bagaimana mungkin aku
tak berdiri pada sebuah kulminasi menjulang dan berseru. Aku mencintaimu. Ingin kutempuh
apa saja untuk pengertianmu atas perasaanku, untuk balasan, dan untuk kepastian. Haruskah
dengan surat kutempuh layaknya Johnny cash? atau melalui perang seperti troya?. Aku
mencoret rasa pada setiap angin yang melalui tubuhku, berbisik bercerita padanya. Berharap
mereka mengabarimu tentang rasa seorang pemuda, yang hanya bisa dijelaskan olehmu. Akan
aku biarkan ini menjadi asrarku dengan tuhan, sampai waktunya tiba ungkapan ini akan
mapan dan nyaman.
AKU, KAMU, dan PARIS

Disebelah sungai Seine seusai senja


Dimana tanganmu melingkar bahu hingga leherku
Sehingga dengan jelas, kau lihat mataku
Yang penuh syukur mendapatkanmu
Lalu angin malam akan menggoda kita
Memaksa kita dalam suatu pelukan mesra
Sunyi sepi akan menenggelamkan kita dalam ciuman
Berjalan di Champs Elysees
Tanpa sedetik lepas genggamku
Hingga mata manusia manusia yang lewat mengiri
Pada diriku dan dirimu
kulihat wajah merahmu dibawah temaram rembulan
Sayu matamu terlihat memesona, terpujilah diriku yang mencintaimu
Lalu bersantai ditengah Tuileries
Melukis masa depan dengan jari pada langit
Disaksikan bulan juga bintang dengan gemas
Hingga lelah dirimu bersandar kepala dipundakku
Kasturi bukan apa apa, rambutmu harum menanam aroma pada kemejaku
Paris memiliki romansanya tersendiri untuk pasangan yang sedang jatuh cinta.
Seperti aku dan kamu
MENGGIGIT KUKU KENANGAN

Aku rindu, sangat rindu


Membunuh waktu bersamamu
Menunggu cakrawala menjadi jingga saat lembayung
Menantang malam dengan temaram rembulan
Bayangmu kini yang kian samar
Tenggelam dalam angan semata
Oleh air mata
Kenyataan masih tegas dalam pikiranku yang nanar
juga memar
Nasehat-nasehat pujangga
Tak kunjung membuat lega
Ambisiku saat ini hanya
Hanya menunggu hilang raga
Kembali pada yang kuasa
Penguasa rasa.
HANYA PESAN YANG TERBACA

Cintamu adalah multitafsir


Termasuk bagiku yang jatuh dalam bagian tafsirmu
Aku terlalah menafsirkan rasa
Yang bahkan pujangga butuh seribu puisi untuk menjelaskannya
Meski tanpa diksi dan metafora
Cintamu sukar untuk ditakar dan dicerna
Sungguh hakikat yang tak bisa kucerca
Meski sedikit menampar
Sudah kepalang tanggung
Perasaanku yang kujunjung
Hanya berupa pesan yang terbaca
Sungguh multitafsir
TAK TERSAMPAIKAN
Pagi sekali kau kau meratap
Tangisanmu adalah harga diriku
Sebagai pemuda yang menaruh hati padamu.
Ijin kan aku menadah airmata zakiahmu itu.
Bumi yang nista oleh lidah lidah lunak manusia,
Tak pantas bermandikan butir air matamu.
Bangunlah tak ada yang pantas menjadi penyebab tangismu kecuali dosamu.
Lihatlah dinginnya pagi, membuat air matamu membeku.
Semakin lama tangisanmu, nyata pula bagian diriku retak bersama puisi
Dan doa yang kulangitkan.
Nada nada tawamu berganti isak yang sesak untukku.
Hanya ragaku yang masi tegap
Pikiranku serta jiwaku berdarah darah pada setiap tetes air matamu.
Kesedihan, luka, airmata aku mengundangmu untuk menetap padaku tidak padanya.
Maaf aku berteriak.

Anda mungkin juga menyukai