Anda di halaman 1dari 39

Percikan Kelam

Oleh Salsabila Dwi Ramadhani

Imajiku runtuh membuyar oleh asa

Tersapu bersama dedaunan yang tak nampak oleh harapan

Seolah mendayu dalam diri tak sadar

Menjadi kelam tak bergumam

Kala itu …

Kau torehkan setitik janji

Ku dengar makna hidupku dan hidupmu

Tersirat dua insan seperti nadi

Tetapi …

Hadirmu bagai senja

Sirna tenggelam menghempas tiap rintik sendu sesal

Menghujam hati lara oleh ambisi

Aku ingin bersama bayang

Melekat sukma tanpa berkesudahan

Sekalipun diri ini mengabaikan


Gelora Juang Nusantara
Oleh Farah Afika Nur Jannah

Gemuruh senjata diujung doa

Raungan tangis nestapa

Meleburnya puisi Indonesia

Terbang dalam syair sang saka

Rintihan pagi menyambut malam

Panasnya timah tak terelakkan

Memeluk tulang yang berserakan

Lumuran peluh terasa hujan

Bersama raga melukis kata doa

Melantunkan syair cita

Merdeka !!

Nusantara merdeka !

Setia menggulung jiwa yang binasa

Menggemakan jiwa yang berdarah

Berpadu binasa di palagan juang

Bersama perih yang terus mendera

Untaian kata tertelan suara

Merangkak bersama syair sang saka

Terus menggema dalam syair nusantara

Menyapu tangis air mata


Kerinduan Ilusi
Oleh Laila Dinasti

Mentari tlah terpancar terang

Bagai gejolak tak terlampau

Melangkah tertatih sendu

Mencari gumam rindu yang menderu

Sebagai tangisan kisah yang menjelma

Renungilah …

Mimpilah pencekik gambaran semu

Berbelit imaji sang penakluk

Bagai gelombang ilusi penuh ambisi

Yang mengada kepada sang penghembus

Seperti hati yang menggetar membiru

Renungilah …

Imajinasi seperti hidup tak bermetafora

Keangkuhan yang begitu berseok

Bahkan pewaris rindu menjadi imaji

Kau datang dalam tetesan embun

Sebagai pengobat batin ilusi

Renungilah …

Setiap rindu yang kau ampu

Membuatku penepih angan pendebu

Hingga rindu ini mengetar terpecahkan oleh embunmu

Mencekam rindu dalam ilusi mimpi


Potret Asa yang Lalu
Oleh Risa Nur Fitriani

Masa yang hanya dapat kulihat lewat asa

Lekukan bibirmu melebar diujung senja

Mengisyaratkan binar mata dalam segala rasa

Dekapan yang menyajikan suatu karunia

Makna yang tertinggal sendiri dalam sepi

Kala penuturan sukar dimengerti

Hanya bisa mengeja kata demi kata

Namun hati masih selembut sutra

Menyulut rasa hingga ku dewasa

Dengan tuntunan yang mulia

Masaku sangat berwarna

Sebuah kenang yang menyajikan satu rasa

Dengan dekapan waktu ku dewasa

Mengingat masa ambigu yang lalu

Itulah yng kusebut potret asa yang lalu


Pengumpat Dusta
Oleh Alief Rachma SM

Dalam denting berderu indah

Memaksaku bertengadah

Didetik jam penghabisan

Saraf pusat mulai mentakhir

Tonggak tubuh terus memaksa

Dengan kerangka rongkah

Peraba hampir punah

Setapak arah pun marah

Tertempa karena rekah

Bagaimana titik hidup ibu pertiwi ?

Jika nuranimu pun lara

Harummu tuk pelampiasan semata

Para pengumpat dusta


Harmoni Syahdu
Oleh Zhida Elma Nafia

Rinai malam mengalun sendu

Mengubah asa menjadi harmoni syahdu

Kubiarkan irama hanyut dalam malam

Bisu dalam kelam

Tirai hitam menghanyutkan ku

Diantara rintihan sang kalbu

Dengan seuntai harmoni syahdu

Senyap seakan tiada bernada

Sunyi yang mengikat diri

Mencekik hampa yang sepi

Bergetar jiwa menanti

Kalbu kian menjelma kelam

Cahaya kalbu kini bersatu


Penghujung Kelam
Oleh Naila Aizzatin Nuril A.

Mengukir semesta lama

Hanyut dalam penghujung cerita

Singgung telah terikat

Dilingkup beku seluruh kalbu

Bulan mempertajam bayang

Mengalir lembut diam

Membeku dalam dekapan

Hilang dalam semayang

Semburan merah menengok tinggi

Melingkar tegak berdiam

Aliran nafas sang fajar

Alunan bayang senja

Hangatmu membelai sepi

Kenyataan menghantam sunyi

Jiwa dalam batu

Perlahan mendekap bisu

Beku dalam dekapan salju

Alunan angan bersenandung

Aroma hantaman kenyataan

Merayap lembut tiba

Mengalun merdu insan berseru

Dalam semesta kegelapan

Yang manis pun hilang

Dalam tengokan penghujung kelam


Senja Bersamanya
Oleh Cahya Bangkit A.

Gelap bermakna dingin

Terang bermakna hangat

Terasuk hal tak kasat mata

Merangkak tanpa irama

Menyusup sempit dalam ruang

Melesat cepat bagai kilat

Bukan pedih namun menyiksa

Mengikat paksa bergelut duka

Aku terjebak dalam muara tanpa nama

Samar kulihat jelas kurasa

Kala senja tak lagi mempesona

Senjamu penentu malammu

Penuh ilusi mata penjerat raga

Senja ini semakin merealita

Sampai senja terengkuh dirimu kembali

Hingga jantungmu terenyuh

Bahwa senja tak berwaktu lama


Bisik Para Pelipur
Oleh Ria Natalia Safitri

Lembaran nista huyung jadi tumpukan nestapa

Secarik pedih tertempa jadi gulungan embun haru

Dari bawah peliknya terik surya

Berkobar lapisan baur tanpa binar lentera

Meleburkan pendarah kuning senja

Peluh luluh buih basa penuh hingga melepuh

Deru gertak menggema menutup dengar

Derapan langkah kaki terseok kasar

Meninggalkan jejak kotor berdebu tak berterompah

Menyibakkan harum masam aroma jiwa

Kerut raut lusuh tak terbasuh

Rotan jemari terus bersinggungan dengan beban

Ulur rambut habis pasih seiring masa tak disadari

Irama menggema lesung ikhlas

Menimba penuh sumur syukur

Bubuh sandang bak rantai emas pengunci raya

Gelagat gubuk menabuh gendang sendu

Kerak padi mengeruk lapar menggurat dahaga

Hingga tetes tetes teguk nampak sejuk

Hingga bulir bulir terkilir melipir nadi

Raga pontang tak tertopang tanpa ditandang

Sayap bara mengepak meski berujung palung

Waktu mengiris tenaga sampai terkikis


Yang Menyusun Kata
Oleh Dewi Yuliana

Pecah kata yang bersusun dan bersambung

Disusun kata dirajuk kalimat

Memberi nyawa dan hidup sebagai makna

Pecah kata yang ditopang dan disandar

Ditulis dengan tinta dibaca dengan mata

Memberi warna dan udara sebagai ajar

Berulang dan diulang

Pecah kata memutar rangkai kata

Rangkai kata menjulurkan benang kalimat

Terus terbaca dan terlihat

Tetap terucap dan terdengar

Membuat kagum bukan sederhana

Bentuk sempurna segala arah

Pecah kata yang terus ditempa

Indah tersusun walau serpihan

Semerbak baur walau ikatan

Pecah kata yang bergumam lirih

Diselang seling perhurufnya dengan otak manusia

Siapa yang memecah kata ?

Siapa yang menyulam suara ?

Serpih serpih suara yang menyusun kata


Senja Gerimis
Oleh Halwatu Lulu Musyarofah

Sejak kemarau menghilang

Langit kelabu tak kunjung pamit

Awan berdiskusi menjatuhkan mimpi

Rasa ini membeku

Menyelimuti semesta

Kata mengandat dalam sukma

Hanya intuisi kalbu

Menghantarkan pikiran sendu

Anganku diam - diam menelusuk

Terpejam mengubah keindahan

Kau penegur mimpiku

Tidaklah menyatu membentuk rasa

Jeritan melebur kepedihan


Teruntuk Kata
Oleh Muhammad Nahru Kautsar

Berbarislah kata – kata

Ciptakan sajak yang menjerat

Mengeratkan bulan dan bintang

Menjadi sangkar pengurung haru

Rancang kejutan bagi para perindu

Meleburlah kata – kata

Menjadi senjata yang membela

Pemilik luka dalam relung hati

Sebagai buku definisi rindu

Mendekatlah kata – kata

Seka air mata korban kefanaan dunia

Bakar kejahatan para jalang neraka

Tikam para iblis ketika mengganggu

Karena kamu pengubah dunia


Sepucuk Utusan Senja
Oleh Anni Munawaroh

Peri dalam insan berbahasa

Mengukir cerita pada lembayung senja

Bersama kanvas bersyair bisikan irama

Secerca tombak panah berufuk senja bermetafora

Menitihkan tetes putri lembayung pada nestapa

Dibalik satir cakrawala

Sang putri lembayung menyembunyikan melodinya

Hingga jingga lepas menelan cerita

Bah asa yang tak terbuihkan

Tersungkur pada sepucuk tinta illahi dalam papanNya

Mengisahkan kisah kelam bersajak pada nirwana

Biarkan pena ini mulai berlaga

Menuntun terompah pada bahtera

Menghantam pujangga syair cinta

Hingga siasat bertiang menyulam fatwa

Mengekang senja tanpa alas terdalam

Mengembara pada labirin rahasia

Mengutus gemuruh pada dermaga

Menghantam titah kusuh pada misteri makna

Mengikis pada petuah kuno

Menopang imajiner cinta bertafsir qudsi

Hinggap pada bisikan kata

Bah asa yang tak terbiaskan

Berbagi coretan warna pada senja di hujan


Kekal laksana jingganya putri lembayung
Jerit sendu
Oleh Azzahra Wahyu Septian

Bersama desingan angin malam

Jiwa ini tertunduk kaku

Bersama iringan deburan ombak

Nada gemericiknya menenggelamkan gurau

Gemuruh bak melodi berpautan

Terbayang dalam sandiwara pikiran

Akan asa yang melayang

Tak ada gurauan sang insan

Kini hampa bersanding menemani

Menjauh sukma yang kelam

Bersandar bersama panjangnya penantian

Menenggelamkan pada rembulan


Rintik Kenangan
Oleh Widya Nuri Andani

Berdering diatas genting

Mematung dibawah ranting

Bergejolak kalbuku hingga sesak menghampiri

Goresan rindu membayang mengikuti cakrawala

Senja menghampiri membawa kegelapan diangkasa

Awan pun tak ingin kembali pada kenangan

Bahkan debu rindu ikut menggebu

Hingga hujan tersedu malu

Rasa seperti petir membaur getir

Semesta pun pasti tau

Menghilang tak beralasan

Pergi tak tau diri

Hingga seperti ombak tak mau menepi

Tak segan senja itu pamit


Hentakan Sukma
Oleh Sutrimo Rezki Oktaviawan

Lamunan mentari mulai berguman

Membiaskan kepada samudra agar surut

Tangisan langit terasa pudar

Terjerembab didalam dimensi pelangi

Tangis langit mulai berdera

Menceritakan kepada embun dipuncak daun

Saat langit menutup jejak rindu

Tangisan langit mulai bermelodi

Akupun riang dengan desiran ditelinga

Samarkan gemercikrindu yang telah lama mengalir

Tangis langit dipenghujung senja

Berdesis ditelinga meresap kedalam kalbu

Hayalku menghentak rasa disukma

Sejak langit lupa akan rindu


Isyarat Kalbu
Oleh Khorunnisa’ Nur Rahmawati

Gemerincing rintihan syahdu

Tak memekakan heningnya rasa

Proyeksi wajahmu menerobos celah memoriku

Yang menciptakan bait retoris

Terkadang melontarkan tanda seru

Tak memekakan isyarat rindu

Tak menciptakan melodi indah

Setiap alur tak bisa aku simak

Setiap kiasan tak bisa aku tebak

Lusuhnya kenangan yang terjamah waktu

Terselimuti debu …

Yang mengendap – endap diantara diam

Kau tak pernah menerawang makna suci

Kau tak menyentuh makna menanti

Ilusi itu menghilang diantara semu

Dimana yang dulu bersemayam

Yang tertinggal hanya kata tiada

Klausa – klausa kenangan tercipta diantara sepi

Menembus malam yang beku

Menyayat hati yang kian membatu

Mengapa tercipta lekuk kebahagiaan

Diantara rintihan hati yang meronta

Mengharap kebebasan sang maha suci

Semu kian menerka


Menciptakan jemu yang kian berbisik

Membisikkan isyarat perpisahan


Terjerembab Dimensi Rindu
Oleh Alfandi Musa

Sinar rembulan tak sepucat kelabu

Kala itu rasa ini melorong

Meronanya malam mulai memancar

Penerang rasa rinduku

Bisikan malam berdesir ditelingaku

Menceritakan kepada rembulan

Tentang rasa yang membunuh sukma

Tentang rindu dalam angin lalu

Fatamorgana tampakkan parasmu

Membakar rindu hingga fana

Tarian gemulai bintang

Memetik melodi cinta

Dengan lagu bersyair rindu

Nyanyian angkasa mulai berderu

Dalam setiap sela kata yang ada


Tudung Permata
Oleh Wahyu Tri Lestari

Jalanya teratur menyisihkan separuh aspal

Berlenggok pelan sambil tertawa renyah

Sudut kiri menggenggam petunjuk

Celah kanan meraut salam

Merindu angan yang jernih tersusun

Wajahnya berpendar terpapar kilau surga

Lesung indah merekah mengalahkan bunga berduri

Berpendar rona kelopaknya

Tiap derap langkah menyusun tertib

Sulaman benang merah merajut tudung

Anggunya mengoyak cantik peri langit

Alunan nada melebihi lembutnya sutera

Jerat doa erat bertabir

Kerajaan jiwa terus mengalir

Raga tak koyak ditelan masa

Pesona lain yang menyejukkan

Yang mengamalkan dharma dharma

Yang mengamalkan satya - satya


Ambang Sendu
Oleh Fina Ifadatus Shofa

Bak jarum dalam telaga

Begitu sulit kutafsirkan

Begitu kaku kuucapkan

Jeritku tanpa irama

Masa biru kelabu membeku hingga fana

Terpaku hingga lekang oleh waktu

Menyimak goresan - goresan tinta biru

Yang menetes rapi dikertas lugu

Kertas suci tak bermuara

Dalam sepenggal bait nuansa

Bungkam bermilyaran makna

Angin – angin menderu menyuarakan rasa

Tentang nyayian hati

Yang menginginkan sebuah jumpa

Dalam tabir sendiriku

Bergelut dengan detik yang tak berujung

Radam diam menyiram kenangan

Menyisakan derai pilu sendu


Palung Sesal
Oleh M. Fuadil Aufa

Jika lapang lesung sempit terhimpit

Terhimpit nista dalam palungmu

Karena rekah merona binar mata menyambut

Jika kau pagarkan ulur tanganku

Kau huyung dan tertatih

Sebab terpaduk peluk ringkihku

Jika kau penjarakan rapalan do’a yang hina

Gugur nestapa dalam penantian

Sebab cita dalam asa merajut insan dibatas surga

Lias pijak nistaku

Lapang palung sesalku

Dusta nestapaku bara bagimu

Aku yang pilu dalam lensamu

Duka meluruh penuh nista yang berdusta


Penduga sendu
Oleh Anisa Nur Hanifah

Dibalik binar pendar

Sedikit embun ramah

Dalam hening deras hujan

Kehangatan menyapa kilat

Dia enggan terpana

Dengan penompang rapuh

Menyodorkan jemari

Dengan bunga merekah

Tangan pun berkilau

Terbias goresan dibibir

Seketika menciut

Hancur runtuh merana

Kala bening hitam menjerat

Siratan penduga sendu


Kegemingan Berimaji
Oleh Aminah Febriana

Ku bergeming

Terpaku membayangkan masa

Beribu detik menyulam kalbu

Ada sepercik sajak dalam kebisuan

Yang terselimuti bungkam

Nampak terasa pekat

Batinku menjerit memutar kenangan kelam

Semburat ilusi mengusik

Seringai lekukan bibir tepat dibayangkan

Ditiapku berkutik

Menggantakkan khayal dalam kesunyian

Yang hanya ilusi semata

Permata ini terbelenggu oleh cinta yang semu

Gejolak rasa yang membuatku lara

Gejolak rasa yang membuatku hampa

Hati ini !
Acuhkan sendu kala hinggap disukma

Di relung hati yang hampa

Inginku bertahan pada keseriusan hati

Dengan masa yang hidup abadi

Walau sukma mulai mengikis


Seikat Kelam
Oleh M.Karim Dzakiyuddin

Kabut hitam menggulung lembut surga

Kicau kelam burung ketat di telinga

Aku menggebu deru pada fajar

Memetik asa yang terjerat ranting cemara

Setetes sejuk menekuk bumi

Membias sejuk yang sempat tersapu haus

Angan ingin berpadu pada rintik dari langit

Lengan tabir mengerlip mendengar deru jantung

Desiran darah merapat ke telinga

Tak merapalkan ilusi memahami

Memahami kabut basa paling sunyi

Inilah kepunyaan paling mengeruk rasa

Tamparan sedih melewati mulut pedih

Bertanduk kaku dan mengunyah hina


Kutipan Sang Perindu

Oleh Nur lovi prabawati

Jika fana itu menyakitkan

Ungkapan semu bergentayang

Dalam benak berkeliaran

Kepastian 2 insan dalam rona syahdu

Menyeruak dalam titik pasti

Berdiri dalam ilusi

Kurangkum semua rumus melodi

Berjuta-juta bunga telah rapuh

Dalam ribuan tanda tanya

Sebuah ilusi menerpa kalbu

Bertemukan tanda-tanda

Keyakinan mengetuk kalbu

Setitik hembusan menerpa

Dalam kalbu yang lenyap

Hembusan dalam tegaknya jiwa

Pernah aku mengutip

Cerita lara sang perindu

Membisikkan alunan perih

Aku tidak mau buah jiwa ini terlukai

Dalam tegaknya jiwa


Keheningan melanda hati

Melangkahkan henti tengok belaka


Sampul Lukis

Oleh Fina Rakhmania Fatikhah

Cermin menggambarkan tuas lukis

Membentuk bayangan semu paling sempurna

Mula diraba …

Pedih karena hanya raut sendu

Menumpuk macam bentuk, nan muai putih

Lalu guratan lesung tipis manis ikut terlukis disana

Bila raut mempesona tak bermata

Sentuh peluh merinding menusuk

Peti aib rumit bernasib

Mungkin kaki semu ?

Atau mungkin bayangan malam ?

Rumit merakit diri

Spasi menyulam koma mengikat titik

Hingga tinta tergurat penuh

Bahwa timba kuat dipojok hati

Bahwa ramah tak membuatnya marah

Sayang membelenggu berbenih kasih

Tentang tetes butir air yang membuatnya malang

Cercah penghabisan kering memecah cermin

Sangga sampul lukis

Bidukan cercah gambaran realita


Senja yang Tertinggal
Oleh Eka Maulyda Fitri

Berawal asa menjelma asa

Sejumput senja dikala itu

Gemuruh debur ombak yang lalu

Membawa rasa menetap disukma

Tenggelam dalam bayang irama

Mengingat senja yang tertinggal

Terlintas diambang perkara

Menjelma lara diujung rasa

Terbuai diatas cakrawala

Terkulai manisnya dunia

Menggema diujung senja

Membuyur debu diingatan

Memaksa menjadi nyata

Walau nyata telah binasa


Eloknya Insan Ukiran
Oleh Khusainiyata Zahro

Buah kata bersih tak berdebu

Sungguh cerminan intan

Sembuhkan jantung alam

Eratkan benang hati yang rapuh

Tak sudi yang gelap merajalela

Pancaran cahaya tanah utuh mengabdi

Mahkota hitam kelam jadi putih benderang

Binasakan kehausan bayang sia – sia

Titik pandang tak kuasa memandang

Sang platinum tunjuk kebesaranya

Bunga suci pun terpana

Angin berhembus mengobarkan gelora api

Mengumandangkan gemuruh sang tajam

Laksana petir yang disatukan

Tinta merah berserakan

Demi syahid kehilangan diterjang


Sebuah Rasa Bernuansa Ilusi
Oleh Usni Mazin

Kini rembulan masih menyinari

Membawa cahaya kedalam nuansa harmoni

Malamku kini tak secerah malam yang lampau

Bulan meminang bintang

Rasa ini terbang tanpa udara

Menjadikan sayap penopang daya

Ilusi ini

Lenyap perlahan tersesat kesunyian

Menjerat kata tanpa rasa dan irama

Suaraku tak merasuk dijiwamu

Memaksa masuk tanpa wujud

Kini fanamu terlihat dalam kegelapan

Fanamu terlalu mudah diterima

Kepinganmu menjadikan sebuah rasa


Peluh Paraumu
Oleh Ade Atkiya Mustofa

Gaduh insan mengadu suci namamu

Seakan pandang yang berkerumunan diatas tahta

Beradu jadi peluh paraumu

Anggun yang bias terlukis peluh kerja keras

Gurat kerut merenggut paras nampak lelah

Rekah merona pancar terpendar

Yang segar merenggut ronamu

Hingga benih berkembang membuncah

Keluhmu tadah senyummu

Berada jadi peluh paraumu

Sejak lelapku menyelam ragamu

Dalam halusiku yang mengeruk

Hingga berlaksa senda berada dalam sembilu

Dariku yang membrutal melampaui batas tenangmu

Hinggaku terbelenggu oleh dunia baru

Tak penat menjerat kuat

Lingkup terang yang senyawa

Dalam tiap tetes penuh paraumu

Pantaskah kudapat lesung senyum itu

Maka latihlah aku dalam luas lukis ini

Mengoyak kebahagiaan untuk raut wajahmu


Memupuk Asa
Oleh Sitta Sakinatu Yassaroh

Cerdasku berparas

Perilaku diri tak selaras

Berpangku tanganku lepas

Banting tulang ku kias

Tinggi hatiku disergap

Tak mungkin tangan bersedekap

Pada sosok kecil yang ku tatap

Keluar mereka merayap

Sesaatku terperangkap

Sunyi senyap mulai merambat

Sedih sesak ku terhenti

Asaku belum terlambat

Sesalku ini mengusir sepi

Sendiri diam memupuk asa

Mengharap teman pelipur lara

Sapa teman hilang nestapa

Menghapus semua luka sengsara

Merapatku pada mereka

Menangkap tangan mengaku rasa

Sambut mereka berbunga – bunga


Bibir tersungging terucap kata

Hujan turun sambut cahaya

Tetesan air berlinang dimata

Kini rasa ku hina

Kini asa ku jaga

Kini tuhan berkuasa

Dengan asa ku panjatkan doa


Candu Berbalut Sembilu
Oleh khikmatus solikhah

Jeritan hati yang tak dapat terucap

Khayalan mulai merintih tak bersayap

Hilang seketika seperti dimakan ombak

Larut mulai terasa

Sekeping hati telah tergoreskan oleh perihnya derita

Kebekuan jiwa menjelma

Binasa dalam kalbu yang menderu

Terlena dalam angan yang menyeru

Namun tlah hanyut dalam kekalnya hidup

Secarik batin tergores karena medan ilusi hati

Hampa tak bermakna tempat bersembunyi


Segelintir cakrawala
Oleh Eti Nur ‘Aidah

Kelam bagai kabut hitam

Setitik embun pembiru kalbu

Sebuah penderu tak tentu

Tertatih seperti segelintir debu

Tak berdaya dan tak terhembus

Semburat ilusi mengusik

Menyentuh kalbu penggebu sunyi

Berkilau dipangkuan malam

Berpijak pada sudut imaji

Mimpi menjadi metafora rindu

Semua kontras tak berkedip

Bagai mentari penenang salju

Begitu amatir namun kian menderu

Terbang kian kemari

Ditemani malam yang gelap bersama sang penatap


Jejak Alunan Negeri
Oleh Alfiana Rahmawati

Sepasang sayap kehormatan menggagas jauh dipelantaran

Menepis relung nan kokoh

Merenggut raga yang terbina

Bergelut kesan menombak dada

Menerkam mencekik keabadian

Kalam menjalar kehidupan

Tambatkan segulir asa

Melorong bantaran nusantara

Tak segan

Menggilas fatwa kehidupan

Memberi pamit alunan negri

Setetes peluh

Mencetak lara dipelupuk mata

Menitih sayatan permaisuri pertiwi


Tertatih Ke Peraduan
Oleh Intari Kusmawati

Kumemandangi dalam keteduhan

Hijauku tak bersemi

Menyeburkan benih mimpi

Aku selalu terpelanting

Pancang mimpi terdampar

Saat jemari ini sudah lelah memetik senar kehidupan

Kibasan angin gelap merasuk menusuk setiap rongga kehidupan

Selalu terucap alam lirih lepas udara keaslian

Gelegar germuruh halilintar mulai menyanyat

Jiwa murka selalu ditengah oleh rasa pilu

Getaran – getaran halus menggenggam lurus dalam detik

Perlahan namun sengit menjamahi apa yang ada

Kalam berubah muram kalam suram tak jeramah

Tanda mulai mengatas imaji pasti

Terpikir dan terukir dipelipis mata

Kalak bahtera yang berubah pada harapan pasti

Mengiring langkah berpaduan dalam kepastian

Anda mungkin juga menyukai