Anda di halaman 1dari 22

Lereng Merapi - Sitor Situmorang

Kutahu sudah, sebelum pergi dari sini

Aku akan rindu balik pada semua ini

Sunyi yang kutakuti sekarang

Rona lereng gunung menguap

Pada cerita cemara berdesir

Sedu cinta penyair

Rindu pada elusan mimpi

Pencipta candi Prambanan

Mengalun kemari dari dataran

Dan sekarang aku mengerti

Juga di sunyi gunung

Jauh dari ombak menggulung

Dalam hati manusia sendiri

Ombak lautan rindu

Semakin nyaring menderu

Malam Laut - Sudarto Bachtiar

Karena laut tak pernah takluk, lautlah aku

Karena laut tak pernah dusta, lautlah aku

Terlalu hampir tetapi terlalu sepi

Tertangkap sekali terlepas kembali

Ah malam, gumpalan cahaya yang selalu berubah warna

Beginilahh jika mimpi menimpa harapan banci

Tak kusangka serupa dara


Sehabis mencium bias mendera

Karena laut tak pernah takluk, mereka tak tahu aku di mana

Karena laut tak pernah dusta, ku tak tahu cintaku di mana

Terlalu hampir tetapi terlalu sepi

Tertangkap sekali terlepas kembali

Taman Di Tengah Pulau Karang - Taufik Ismail

Di tengah Manhattan menjelang musim gugur

Dalam kepungan rimba baja, pucuknya dalam awan

Engkau terlalu bersendiri dengan danau kecilmu

Dan perlahan melepas hijau daunan

Bebangku panjang dan hitam, lusuh dan retak

Seorang lelaki tua duduk menyebar

Remah roti. Sementara itu berkelepak

Burung-burung merpati

Di lingir Manhattan bergelegar pengorek karang

Merpati pun kaget beterbangan

Suara mekanik dan racun rimba baja

Menjajarkan pohon-pohon duka

Musim panas terengah melepas napas

Pepohonan meratapinya dengan geletar ranting

Orang tua itu berkemas dan tersaruk pergi

Badai pun memutar daunan dalam kerucut

Makin meninggi
Sabana - Umbu Landu Paringgi

Memburu fajar

Yang mengusir bayang-bayangku

Menghadang senja

Yang memanggil petualang

Sabana sunyi

Di sini hidupku

Sebuah gitar tua

Seorang lelaki berkuda

Sabana tandus mainkan laguku

Harum napas bunda

Seorang gembala berpacu

Lapar dan dahaga

Kemarau yang kurindu dibakar matahari

Hela jiwaku risau

Karena kumau lebih cinta

Hunjam aku ke bibir cakrawala

Gunung Lokon - Acep Zamzam Noor

Sebuah resonansi

Digetarkan cahaya pagi

Ujung dari doa yang murung

Mengendap di keheningan

Lereng gunung
Monumen kabut

Yang menjulang tanpa tiang

Menjadi gerbang sunyi

Angin tanpa arah

Dingin tanpa muasal

Mengental

Seperti amsal

Sebuah vibrasi

Yang diletupkan lava

Menepi di akhir mazmur

Dari udara tercium

Harum sulfur

Kaldera waktu

Yang bergolak tanpa suara

Menjelma daratan baru

Kuburan tanpa nisan

Luka tanpa jejak

Menguap

Bersama epitaf

Doa – Chairil Anwar

Kepada pemeluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu
Aku masih menyebut namamu

Biar susah sungguh

mengingat Kau penuh seluruh

cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku

aku hilang bentuk

remuk

Tuhanku

aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk

aku tidak bisa berpaling


Gumamku ya Allah – W.S. Rendra

Angin dan langit dalam diriku,

gelap dan terang di alam raya,

arah dan kiblat di ruang dan waktu,

memesona rasa duga dan kira,

adalah bayangan rahasia kehadiran-Mu, ya Allah!

Serambut atau berlaksa hasta

entah apa bedanya dalam penasaran pengertian.

Musafir-musafir yang senantiasa mengembara.

Umat manusia tak ada yang juara.

Api rindu pada-Mu menyala di puncak yang sepi.

Semua manusia sama tidak tahu dan sama rindu.

Agama adalah kemah para pengembara.

Menggema beragam doa dan puja.

Arti yang sama dalam bahasa-bahasa berbeda.

Jadi – Sutardji Calzoum Bachri

tidak setiap derita

jadi luka

tidak setiap sepi

jadi duri
tidak setiap tanda

jadi makna

tidak setiap makna

jadi ragu

tidak setiap jawab

jadi sebab

tidak setiap jangan

jadi pegang

tidak setiap kabar

jadi tahu

tidak setiap luka

jadi kaca

memandang Kau

pada wajahKu

Diponegoro – Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini

tuan hidup kembali

Dan bara kagum menjadi api

Di depan sekali tuan menanti

Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.

Pedang di kanan, keris di kiri


Berselempang semangat yang tak bisa mati.

MAJU

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU

Bagimu Negeri

Menyediakan api.

Punah di atas menghamba

Binasa di atas ditindas

Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai

Jika hidup harus merasai.

Maju.

Serbu.

Serang.

terjang
Atas Kemerdekaan – Sapardi Djoko Damono

kita berkata : jadilah

dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut

di atasnya : langit dan badai tak henti-henti

di tepinya cakrawala

terjerat juga akhirnya

kita, kemudian adalah sibuk

mengusut rahasia angka-angka

sebelum Hari yang ketujuh tiba

sebelum kita ciptakan pula Firdaus

dari segenap mimpi kita

sementara seekor ular melilit pohon itu :

inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah

Jakarta 17 Agustus 45 Dinihari – Sitor Situmorang

Sederhana dan murni

Impian remaja

Hikmah kehidupan

berNusa

berBangsa

berBahasa

Kewajaran napas
dan degub jantung

Keserasian beralam

dan bertujuan

Lama didambakan

menjadi kenyataan

wajar, bebas

seperti embun

seperti sinar matahari

menerangi bumi

di hari pagi

Kemanusiaan

Indonesia Merdeka

17 Agustus 1945

Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu – Widji Thukul

apa guna punya ilmu

kalau hanya untuk mengibuli

apa gunanya banyak baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

di mana-mana moncong senjata

berdiri gagah

kongkalikong

dengan kaum cukong

di desa-desa

rakyat dipaksa
menjual tanah

tapi, tapi, tapi, tapi

dengan harga murah

apa guna banyak baca buku

kalau mulut kau bungkam melulu

Musium Perjuangan – Kuntowijoyo

Susunan batu yang bulat bentuknya

berdiri kukuh menjaga senapan tua

peluru menggeletak di atas meja

menanti putusan pengunjungnya.

Aku tahu sudah, di dalamnya

tersimpan darah dan air mata kekasih

Aku tahu sudah, di bawahnya

terkubur kenangan dan impian

Aku tahu sudah, suatu kali

ibu-ibu direnggut cintanya

dan tak pernah kembali

Bukalah tutupnya

senapan akan kembali berbunyi

meneriakkan semboyan

Merdeka atau Mati.


Ingatlah, sesudah sebuah perang

selalu pertempuran yang baru

melawan dirimu.

Kepada Bunda – Sanusi Pane

Terkenang di hati mengarang sari,

Yang kupetik dengan berahi

Dalam kebun jantung hatiku,

Buat perhiasan Ibunda-Ratu.

Ibuku Dahulu – Amir Hamzah

Ibuku dehulu marah padaku

diam ia tiada berkata

aku pun lalu merajuk pilu

tiada peduli apa terjadi.

Matanya terus mengawas daku

walaupun bibirnya tiada bergerak

mukanya masam menahan sedan

hatinya pedih kerana lakuku.

Terus aku berkesal hati

menurutkan setan, mengkacau-balau

jurang celaka terpandang di muka


kusongsong juga – biar cedera.

Bangkit ibu dipegangnya aku

dirangkumnya segera dikucupnya serta

dahiku berapi pancaran neraka

sejuk sentosa turun ke kalbu.

Demikian engkau;

Ibu, bapa, kekasih pula

berpadu satu dalam dirimu

mengawas daku dalam dunia.

Ranjang Ibu – Sutardji Calzoum Bachri

Ia gemetar naik ke ranjang

sebab menginjak ranjang serasa menginjak

rangka tubuh ibunya yang sedang sembahyang.

Dan bila sesekali ranjang berderak atau berderit,

serasa terdengar gemeretak tulang

ibunya yang sedang terbaring sakit.

Kelambu dan Lampu Sentir – Anjani Kanastren

Lemari tua itu, masih ada di pojok ruang

Dulu waktu kecil

Aku senang sembunyi di belakangnya


Ruangan itu masih menyimpan kenangan

Meski tak ada lagi kelambu dan lampu sentir

Yang dulu selalu eyang pasang

Menjelang maghrib

Semua telah tiada

Ditelan waktu

Tapi dalam kenanganku

Semua segar membayang

Bagai baru usai kemarin

Aku termangu di ruang bisu

Anganku hadir

Andai aku kembali kecil.

Sajak Matahari – W.S. Rendra

Matahari bangkit dari sanubariku.

Menyentuh permukaan samodra raya.

Matahari keluar dari mulutku,

menjadi pelangi di cakrawala.

Wajahmu keluar dari jidatku,

wahai kamu, wanita miskin !

kakimu terbenam di dalam lumpur.

Kamu harapkan beras seperempat gantang,


dan di tengah sawah tuan tanah menanammu !

Satu juta lelaki gundul

keluar dari hutan belantara,

tubuh mereka terbalut lumpur

dan kepala mereka berkilatan

memantulkan cahaya matahari.

Mata mereka menyala

tubuh mereka menjadi bara

dan mereka membakar dunia.

Matahari adalah cakra jingga

yang dilepas tangan Sang Krishna.

Ia menjadi rahmat dan kutukanmu,

ya, umat manusia !

Aku Ingin – Sapardi Djoko Damono

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan

kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan

awan kepada hujan yang menjadikannya tiada


Lagu Gadis Itali – Sitor Situmorang

Buat Silviana Maccari

Kerling danau di pagi hari

Lonceng gereja bukit Itali

Jika musimmu tiba nanti

Jemputlah abang di teluk Napoli

Kerling danau di pagi hari

Lonceng gereja bukit Itali

Sedari abang lalu pergi

Adik rindu setiap hari

Kerling danau di pagi hari

Lonceng gereja bukit Itali

Andai Abang tak kembali

Adik menunggu sampai mati

Batu tandus di kebun anggur

Pasir teduh di bawah nyiur

Abang lenyap hatiku hancur

Mengejar bayang di salju gugur

Cinta yang Agung – Kahlil Gibran

Adalah ketika kamu menitikkan air mata

dan masih peduli terhadapnya..

Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu masih


menunggunya dengan setia..

Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain

dan kamu masih bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku

turut berbahagia untukmu..

Apabila cinta tidak berhasil

…Bebaskan dirimu…

Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya

dan terbang ke alam bebas lagi..

Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan

kehilangannya..

Tapi..ketika cinta itu mati..

kamu tidak perlu mati bersamanya

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu

menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika

mereka jatuh

Malam Rabiul Awal – Remy Sylado

Kuingin

Malam-malam bersua denganmu

Kala hujan turun

Membasah kalbu.
Ia sempurna

Tapi bukan dewa

Bukan juga Pencipta

Ia manusia seperti kita.

Kuingin

Malam-malam bersua denganmu

Kala hujan turun

Membasah kalbu.

Surat Cinta – Goenawan Mohamad

Bukankah surat cinta ini ditulis

ditulis ke arah siapa saja

Seperti hujan yang jatuh ritmis

menyentuh arah siapa saja

Bukankah surat cinta ini berkisah

berkisah melintas lembar bumi yang fana

Seperti misalnya gurun yang lelah

dilepas embun dan cahaya.


Guruku – Mustofa Bisri

Ketika aku kecil dan menjadi muridnya

Dialah di mataku orang terbesar dan terpintar

Ketika aku besar dan menjadi pintar

Kulihat dia begitu kecil dan lugu

Aku menghargainya dulu

Karena tak tahu harga guru

Ataukah kini aku tak tahu

Menghargai guru?

Guru – Kahlil Gibran

Barang siapa mau menjadi guru

Biarlah dia memulai mengajar dirinya sendiri

Sebelum mengajar orang lain

Dan biarkan pula dia mengajar dengan teladan

Sebelum mengajar dengan kata-kata

Sebab, mereka yang mengajar dirinya sendiri

Dengan membenarkan perbuatan-perbuatan sendiri

Lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan

Daripada mereka yang hanya mengajar orang lain

Dan membenarkan perbuatan-perbuatan orang lain


Bintang – Chairil Anwar

Aku mencintai kelasmu

Kamu membantuku ‘tuk melihat

Bahwa untuk hidup bahagia

Belajar adalah kuncinya

Kamu memahami muridmu

Kamu perhatian dan pandai

Kamu guru terbaik yang pernah ada

Aku tahu itu dari awal kita bertemu

Aku memperhatikan kata-katamu

Kata-kata dari seorang guru sejati

Kamu lebih dari teladan terbaik

Sebagai guru, kamu adalah bintang

Nasehat-Nasehat Kecil Orang Tua – Taufiq Ismail

Pada Anaknya Berangkat Dewasa

Jika adalah yang harus kaulakukan

Ialah menyampaikan kebenaran

Jika adalah yang tidak bisa dijual-belikan

Ialah ang bernama keyakinan


Jika adalah yang harus kau tumbangkan

Ialah segala pohon-pohon kezaliman

Jika adalah orang yang harus kauagungkan

Ialah hanya Rasul Tuhan

Jika adalah kesempatan memilih mati

Ialah syahid di jalan Ilahi.

Dengan Puisi, Aku – Taufiq Ismail

Dengan puisi aku bernyanyi…

Sampai senja umurku nanti..

Dengan puisi aku bercinta…

Berbaur cakrawala…

Dengan puisi aku mengenang…

Keabadian Yang Akan Datang…

Dengan puisi aku menangis…

Jarum waktu bila kejam mengiris..

Dengan puisi aku mengutuk…

Napas jaman yang busuk…

Dengan puisi aku berdoa..

Perkenankanlah kiranya…

Anda mungkin juga menyukai