Anda di halaman 1dari 7

Sajak Gadis Dan Majikan – WS Rendra

Janganlah tuan seenaknya memelukku.


Ke mana arahnya, sudah cukup aku tahu.
Aku bukan ahli ilmu menduga,
tetapi jelas sudah kutahu
pelukan ini apa artinya…..
Siallah pendidikan yang aku terima.
Diajar aku berhitung, mengetik, bahasa asing,
kerapian, dan tatacara,
Tetapi lupa diajarkan :
bila dipeluk majikan dari belakang,
lalu sikapku bagaimana !

Janganlah tuan seenaknya memelukku.


Sedangkan pacarku tak berani selangsung itu.
Apakah tujuan tuan, sudah cukup aku tahu,
Ketika tuan siku teteku,
sudah kutahu apa artinya……

Mereka ajarkan aku membenci dosa


tetapi lupa mereka ajarkan
bagaimana mencari kerja.
Mereka ajarkan aku gaya hidup
yang peralatannya tidak berasal dari lingkungan.
Diajarkan aku membutuhkan
peralatan yang dihasilkan majikan,
dan dikuasai para majikan.
Alat-alat rias, mesin pendingin,
vitamin sintetis, tonikum,
segala macam soda, dan ijazah sekolah.
Pendidikan membuatku terikat
pada pasar mereka, pada modal mereka.

Dan kini, setelah aku dewasa.


Kemana lagi aku ‘kan lari,
bila tidak ke dunia majikan ?

Jangnlah tuan seenaknya memelukku.


Aku bukan cendekiawan
tetapi aku cukup tahu
semua kerja di mejaku
akan ke sana arahnya.
Jangan tuan, jangan !
Jangan seenaknya memelukku.
Ah, Wah .
Uang yang tuan selipkan ke behaku
adalah ijazah pendidikanku
Ah, Ya.
Begitulah.
Dengan yakin tuan memelukku.
Perut tuan yang buncit
menekan perutku.
Mulut tuan yang buruk
mencium mulutku.
Sebagai suatu kewajaran
semuanya tuan lakukan.
Seluruh anggota masyarakat membantu tuan.
Mereka pegang kedua kakiku.
Mereka tarik pahaku mengangkang.
Sementara tuan naik ke atas tubuhku.

Membaca Tanda-Tanda - Taufik Ismail

Ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan


dan meluncur lewat sela-sela jari kita
Ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas
tapi kini kita mulai merasakannya

Kita saksikan udara abu-abu warnanya


Kita saksikan air danau yang semakin surut jadinya
Burung-burung kecil tak lagi berkicau pagi hari

Hutan kehilangan ranting


Ranting kehilangan daun
Daun kehilangan dahan
Dahan kehilangan hutan

Kita saksikan zat asam didesak karbon dioksid itu menggilas paru-paru
Kita saksikan
Gunung membawa abu
Abu membawa batu
Batu membawa lindu
Lindu membawa longsor
Longsor membawa air
Air membawa banjir
Banjir air mata

Kita telah saksikan seribu tanda-tanda


Biskah kita membaca tanda-tanda?
Allah
Kami telah membaca gempa
Kami telah disapu banjir
Kami telah dihalau api dan hama
Kami telah dihujani abu dan batu
Allah
Ampuni dosa-dosa kami

Beri kami kearifan membaca tanda-tanda


Karena ada sesuatu yang rasanya mulai lepas dari tangan
akan meluncur lewat sela-sela jari

Karena ada sesuatu yang mulanya tak begitu jelas


tapi kini kami mulai merindukanya.
Pamflet Cinta - W.S. Rendra
***
Ma, nyamperin matahari dari satu sisi.

Memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Aku menyaksikan zaman berjalan kalang-kabutan.


Aku melihat waktu melaju melanda masyarakatku.
Aku merindui wajahmu.
Dan aku melihat wajah-wajah berdarah para mahasiswa.
Kampus telah diserbu mobil berlapis baja.
Kata-kata telah dilawan dengan senjata.
Aku muak dengan gaya keamanan semacam ini.
Kenapa keamanan justeru menciptakan ketakutan dan ketegangan.
Sumber keamanan seharusnya hukum dan akal sihat.
Keamanan yang berdasarkan senjata dan kekuasaan adalah penindasan.

Suatu malam aku mandi di lautan.


Sepi menjadi kaca.
Bunga-bungaan yang ajaib bertebaran di langit.
Aku inginkan kamu, tetapi kamu tidak ada.
Sepi menjadi kaca.

Apa yang bisa dilakukan oleh penyair


Bila setiap kata telah dilawan dengan kekuasaan?
Udara penuh rasa curiga.
Tegur sapa tanpa jaminan.

Air lautan berkilat-kilat.


Suara lautan adalah suara kesepian
Dan lalu muncul wajahmu.

Kamu menjadi makna.


Makna menjadi harapan.
Sebenarnya apakah harapan?

Harapan adalah karena aku akan membelai rambutmu.


Harapan adalah karena aku akan tetap menulis sajak.
Harapan adalah karena aku akan melakukan sesuatu.
Aku tertawa, Ma!
Angin menyapu rambutku.
Aku terkenang kepada apa yang telah terjadi.

Sepuluh tahun aku berjalan tanpa tidur.


*Punggungku karatan aku seret dari warung ke warung.
Perutku sobek di jalan raya yang lenggang…
Tidak. Aku tidak sedih dan kesepian.
Aku menulis sajak di bordes kereta api.
Aku bertualang di dalam udara yang berdebu.

Dengan berteman anjing-anjing geladak dan kucing-kucing liar,


Aku bernyanyi menikmati hidup yang kelabu.
Lalu muncullah kamu,
Nongol dari perut matahari bunting,
Jam dua belas seperempat siang.
Aku terkesima.
Aku disergap kejadian tak terduga.
Rahmatku turun bagai hujan
Membuatku segar,
Tapi juga menggigil bertanya-tanya.
Aku jadi bego, Ma!

Yaaahhhh, Ma, mencintai kamu adalah bahagia dan sedih.


Bahagia karena mempunyai kamu di dalam kalbuku,
Dan sedih karena kita sering terpisah.
Ketegangan menjadi pupuk cinta kita.

Tetapi bukankah kehidupan sendiri adalah bahagia dan sedih?


Bahagia karena nafas mengalir dan jantung berdetak.
Sedih karena fikiran diliputi bayang-bayang.
Adapun harapan adalah penghayatan akan ketegangan.

Ma, nyamperin matahari dari satu sisi,


Memandang wajahmu dari segenap jurusan.

Pejambon, 28 April 1978

Di Pemakaman - Sapardi Djoko Damono

Kaukah yang menyapaku selamat pagi? Kita menundukan kepala


di depan kapal-kapal yang terdampar, elang yang lelah,
angin berhenti. Aku pun membalasmu selamat pagi dengan lirih
dan menundukkan kepala kembali. Kita tidak berhak tengadah ke matahari,
kita hanya akan menyihir alam: matahari akan menjelma api,
bau kembang akan membusuk, suara burung akan menjelma terompet
dari lembah orang mati. Kita adalah tukang sihir, menunduklah,
kita tak berhak tengadah ke matahari.
Kini, saat ini, kau dan aku adalah orang-orang asing terkucil
dari alam. Kita bukan bagian dari suara dan warna,
dan mesti menunduk. Pengembara-pengembara tak dikenal,
dan tak juga mau mengerti. Selamat pagi, katamu.
Sajak Putih - Chairil Anwar

Bersandar pada tari warna pelangi


Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba


Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka


Selama matamu bagiku menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita Mati datang tidak membelah...

DIALOG BUKIT KAMBOJA - D. Zawawi Imron

Inilah ziarah di tengah nisan-nisan tengadah


Di bukit serba kamboja. Matahari dan langit lelah

Seorang nenek, pandangnya tua memuat jarum cemburu


Menanyakan., mengapa aku berdoa di kubur itu

"Aku anak almarhum,” jawabku dengan suara gelas jatuh


Pipi keriput itu menyimpan bekas sayatan waktu

lewat berpuluh kemarau


telah kubersihkan kubur didepannmu
karena kuanggap kubur anakku”

hening merangkap lambat bagai langkah siput


tanpa sebuah sebab senyumnya lalu merekah
seperti puisi mekar pada lembar bunga basah

“Anakku mati di medan laga, dahulu


Saat bung Tomo mengibarkan bendera dengan takbir
Berita ini kekal jadi sejarah: Surabaya pijar merah
Ketika itu sebuah lagu jadi agung dalam derap
Bahkan pada bercak darah yang hyampir lenyap.”

Jauh di lembah membias rasa syukur, karena laut bebas debur

“Aku telah lelah mencari kuburnya dari sana kemana


Tak ketemu. Tak ada yang tahu
Sedang aku ingin ziarah, menyamaikan terima kasih
Atas gugurnya: mati yang direnungkan melati
Kubur ini memadailah, untuk mewakilinya.”
“Tapi ayahku sepi pahlawan
Tutur orang terdekat, saat ia wafat
Jasadnya satu tingkat di atas ngengat
Tapi ia tetap ayahku tapi ia bukan anakmu.”

Apa salahnya jika sesekali


Kubur ayahmu kujadikan alamat rindu
Dengan ziarah, oleh harum kemboja yang berat gemuruh’
Dendamku pada musuh jadi luruh”

Sore berangkat ke dalam remang


Ke kelopak kelelawar

"Hormatku padamu, Nenek! Karena engkau


Menyimpan rahasia wangi tanahku, tolong
Beri aku apa saja, kata atau senjata!”

“Aku orang tak bisa memberi, padamu bisaku Cuma minta


Jika engkau bamboo, jadilah saja bamboo runcing
Jangan sembilu atau yang membungkuk di depan sembilu!”

Kelam mendesak kami berpisah. Di hati tidak


Angin pun tiba dari tenggara. Daun memperdengarkan gamelan doa
Memacu roh agar aku tidak jijik menyeka nanah
Pada anak-anak desa di bawah
Untuk sebuah hormat
Sebuah cinta yang senapas dengan bendera
Tidak untuk sebuah palu

1995

DATANGLAH KE NEGERIKU - Jose Rizal Manua

Datanglah ke negeriku
Akan kau jumpai di sana
Sambutan hangat
Dari keramahan rakyatnya
Dari keragaman budayanya
Musim panas akan mengubah
Gunung-gunung jadi benderang
Menyilaukan pancaindera
Musim hujan akan mengubah
Sawah-ladang jadi gemilang
menyejukkan jiwaraga
Datanglah ke negeriku
Akan kau jumpai di sana
Pohon kelapa
Pohon rotan
Pohon beringin
Bunga anggrek
Bunga kamboja
Bunga alamanda
Pisang
Nanas
Kangkung
Petai dan jengkol;
Yang akan mengharumkan udara
Datanglah ke negeriku
Akan kau jumpai di sana
Kisah-kisah yang dilisankan
Sejarah-sejarah yang dilukiskan
Datanglah ke negeriku
Akan kau jumpai di sana
Orang yang bekerja menurut kemampuannya
Orang yang berusaha menurut kebutuhannya
Datanglah ke negeriku
Akan kau jumpai di sana
Pemimpin yang mempunyai satu tujuan besar
Dalam meningkatkan taraf hidup
Dalam meningkatkan kebudayaan
Pemimpin yang senantiasa
Menjinakkan sungai-sungai yang mengamuk
Dalam nafas perdamaian yang kekal dan abadi
Mei, 2015

Lomba Baca Puisi

1. Penafsiran/Interpretasi 30 %
2. Penghayatan 30 %
3. Vocal 25 %
4. Penampilan 15 %

Anda mungkin juga menyukai