Anda di halaman 1dari 28

PUISI BALADA

PENANTIAN
Hembus angin menerpa rambutku
Menyeruakkan harum melati
Membangunkanku dari lamunan
Dan ku sadari aku tlah lama menunggu
1 jam
2 jam
Tidak!!! Lebih dari itu ku tlah menunggu
Dan sampai saat ini aku tetap menunggu
Pandang ku lempar nun jaun disana
Tak ada tanda-tanda kedatanganmu
Dibawah pohon palem ini
Disamping bunga melati ini
Aku menunggumu..
.
.
*=*=*=*=*=*

Balada Penantian
Gadis yang dilewati kendaraannya merenda
depan jendela menggantungkan harimuka dan
anggur hidupnya pada penantian lelaki
petualang yang jauh pada siapa dulu telah
ia serahkan kendaraannya yang agung.
Janjinya kembali di Tahun Baru belum juga terpenuhi
(lelaki itu tak punya pos dan pangkalan)
ia menanti depan jendela, dilewati kendaraannya.
Kereta mati membawa ibunya, di belakangnya
tiga Tahun Baru pula tiba.
Usia sendiri meningkat juga di tiap pemunculan bulan muda.
Ia menanti depan jendela, terurai rambutnya.
Kail cinta membenan pada rabu
dilahirkan ke lubuk-lubuk yang dalam
tiada terlepas juga dan tetes darahnya
diulur kembali ke dada.
Ia menanti depan jendela, tetes hujan
merambat di kaca
Adik-adiknya sudah dulu ke alter,
dada diganduli bayi dan lelaki
lukanya menandingi dirinya dari tiap pinangan pulang sia-sia.
Ia menanti depan jendela, ketuaan
mengintip pada kaca
Kandungan hatinya mengilukan jumlah kata
seperti kesigupan gua
sebuah rahasia hitam, apa kepercayaan apa dendam
ditatapnya ujung jalan, kaki langit yang sepi
menelan segala senyumnya.
ia menanti depan jendela,
rambutnya mengelabu juga.
Dendamnya telah dibalaskan pada tiap
lelaki yang ingin dirinya
sebuah demi sebuah khayal merajai dirinya
makin bersilang parit-parit di wajah,

beracun bulu matanya


tatapan dari matanya menggua membakar ujung jalan
Ia menanti tidak lagi oleh cinta.
Ia menanti di bawah jendela, dikubur
ditumbuhi bunga bertuba.
Dendamnya yang suci memaksanya menanti disitu
dikubur di bawah jendela.
..

MUNGKIN PERTEMUAN

Jika tak ada aral, kita kan bertemu


Sebelum sunyi memetik pagi
Dan mimpi belum pergi dari janji

Aku berangkat kali ini, sehabis minum secangkir kopi


Dan sisa tembakau malam tadi

Setengah perjalanan adalah bukit dimana tempat kita


Mencatat pepohonan yang tumbang
Jalan yang terjal
Batuan yang bebal
Ini adalah pilihan, ujarku

Kelanalah aku
Mungkin kau menanti
Oleh: Erni W

.
*=*=*=*=*=*
.

Balada Perempuan-Perempuan Berarit

Surya masih mengeriyip kedip


Caping tersemat di ubun-ubun
Jatik terikat kuat

Dengan telanjang kaki


Arit dalam genggaman kuat
Menyusuri setapak becek yang remang
Langkah cepat-cepat keburu surya menggarang

Dia tak sendiri


Lima sampai sepuluh perempuan macam itu dihamparan emas yang berkilau
Tersepuh embun nan menyegarkan indera

Lekas-lekas tangan-tangan yang kurus dan hitam


Mulai menggenggam dan mengariti hamparan emas nan kemilau
Surya merangkak nan malas namun berarti
Berakibat melahirkan peluh-peluh di punggung
Yang berbalut kebaya tipis bak bengawan

Tak usahlah risaukan


Yang sekarang diutamakan

Segera rebut emas yang menguning


Raja siang tak lagi tersepuh hawa yang sejuk

Raja siang terpelese ke barat


Mencoba menampakkan wajah dengan susah payah
Mendung-mendung tak mau menyingkir
Sedikit hembusan udara yang membelai
Mengurangi derasnya aliran bengawan

Karena si raja siang sudah semakin terpuruk


Lekas-lekaslah mereka harus merampungkan
Urusan emas ini, agar esok pagi
Dilaksanakannya hitungan pembagian

.
*=*=*=*=*=*.
.

Balada Kehilangan

Karto membawa tubuh yang kecil


Dan kepala yang kecil pula
Ke tengah samudera
Mempertaruhkan nyawa

Tiga malam sudah Karto tak kembali


Sanak dan kawan pada mencari
Tak ketemu kabar berita
Sampan pun tak kembali rupa
Tak ada kabar jua dari seberang

Karto telah ditelan gelombang


Tinggalkan semua yang tersayang
Oleh: I. K
.
.
.

PUISI HIMNE
Doa
Karya: Taufiq Ismail
Tuhan kami Telah nista kami dalam dosa bersama
Bertahun membangun kultus ini
Dalam pikiran yang ganda
Dan menutupi hati nurani
Ampunilah kami
Ampunilah
Amiin
Tuhan kami Telah terlalu mudah kami
Menggunakan asmaMu bertahun di negeri ini
Semoga Kau rela menerima kembali
Kami dalam barisanMu
Ampunilah kami
Ampunilah
Amiin

PUISI HIMNE
Indah Permai bulan purnama
Cahayanya kemilau menimpa bumi
Daun berdesir melagukan sorga
Air beriak berlincah-lincah
Tuhan, Tuhanku
Karya besar kerajaan-Mu...!
Susah payah kata kucari
Memuji kasih-Mu berlimpah-limpah
Dalam bangsaku menghadapi bagya
Rahmat ini pun berderai-derai
Tuhan, Tuhanku
Benar-benar kemurahan-Mu...!

PUISI HIMNE
Aku kecil namun aku tak bisa dianggap kecil
Aku lemah namun aku tak bisa menyerah
Selama nyawa masih melekat di dalam raga
Dan suara detak jantung msih terasa
Ku akan terus berlari mengejar sang surya
Walaupun aku miskin bukan berarti aku tak punya
Dengan semangat empat lima
Dengan suara lantang mendeka
Ku terus kobarkan sang saka
Demi bangsaku tercinta
(ditulis oleh Fia Afridah dengan judul Bangsaku)

Himne
Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi
Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya dipucuk-pucuk para
Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu
Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang
Segenap warga desa mengepun hutan itu
Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo
Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang
Berpancaran bunga api, anak panah dibahu kiri
Satu demi satu yang maju terhadap darahnya
Penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!
Tombakmu pucuk daun dan metiku jauh orang pap
Majulah Joko Pandan! Di mana ia?
Majulah ia kerna padanya seorang kukandung dosa
Anak parah empat arah dan musuh tiga silang
Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang
Joko Pandan! Di mana ia?
Hanya padanya seorang kukandung dosa
Bedah perutnya tapi maish setan ia
Menggertak kuda, di tiap ayun menunggung kepala
Joko Pandan! Di manakah ia!
Hanya padanya seorang kukandung dosa.
Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan
Segala menyibak bagi derapnya kuda hitam
Ridla dada bagi derunya dendam yang tiba
Pada langkah pertama keduanya sama baja
Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo
Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak ansoka
Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka
Pesta bulan, sorak sorai, anggur darah.
Joko Pandan mengak, menjilat darah di pedang
Ia telah terbunuh bapaknya.
(ditulis oleh W.S. Rendra dengan judul Balada Terbunuhnya Atmo Karpo)

Himne
Bahkan batu-batu yang keras dan bisu
Mengagungkan nama-Mu dengan cara
sendiri
Menggeliat derita pada lekuk dan liku
bawah sayatan khianat dan dusta.
Dengan hikmat selalu kupandang patung-Mu
menitikkan darah dari tangan dan kaki
dari mahkota duri dan membulan paku
Yang dikarati oleh dosa manusia.
Tanpa luka-luka yang lebar terbuka
dunia kehilangan sumber kasih
Besarlah mereka yang dalam nestapa
mengenal-Mu tersalib di datam hati.
(Saini S.K)

PUISI ODE
Ode
Guruku....
Engkau pahlawanku
Pahlawan tanpa tanda jasa
Engkau menemaniku
Saatku di sekolah
Saatku belum mengenalmu
Engkau mengajariku
Mulai dari taman kanak-kanak
Engkau kusampai kuliah

Guruku ....
Takkan kulupakan semua jasamu
Yang telah bersusah payah mengajariku
Hingga aku bisa
Terima kasih guruku
Thank you guruku

Puisi ode

Aduh kekaasihku juwita kusuma


Di mana gerangan intan mutiara
Pusaka nenekku milik bersama
Hilang sahaya tiada terkira?
Buah hati puspa Padma
Buka dadamu molek dan dara
Supaya kulihat benda utama
Sorak seramai seluruh Sumatera.
O, Intan di dada perawan
Walau percaya tiada kelihatan
Sepantun bulan diliputi awan
Aduh Padma, emas tempawan
Oleh serimu, permata intan
Berdesir semangatku, dimabuk rawan.
Ketika tuan di dalam kandungan
Belum sejengkal, tiada bergaya
Sudahlah sedia sayang gerangan
Permata ini akan bercahaya.

ODE
Generasi Sekarang
Di atas puncak gunung fantasi
Berdiri aku, dan dari sana
Mandang ke bawah, ke tempat berjuang
Generasi sekarang di panjang masa
Menciptakan kemegahan baru
Pantoen keindahan Indonesia
Yang jadi kenang-kenangan
Pada zaman dalam dunia
(Asmara Hadi)

ODE
Beta bertanya, kekasih imangan
Mengapa kipi tuan mulia-ya
Bermenung selalu, ditarik angin
Bermenung sahaja tiada berdaya?
Di dalam mimpi di tengah malam
Kulihat langit, hujan nirmala
Bertabur bintang, berseri silam
kemudian kejora di tengah kelam
Timbul berseri intan kumala
Menyinari bumi di atas alam

EPIGRAM

Hari ini tak ada tempat untuk berdiri


Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang berada di garis depan,
Yang menunggu sejanak sekalipun pasti tergilas

EPIGRAM

Hari ini tak ada tempat berdiri


Sikap lamban berarti mati
Siapa yang bergerak, merekalah yang di depan
Yang menunggu sejenak sekalipun pasti tergilas.
(Iqbal)

PUISI EFIGRAM

Siapa cinta anak,


jangan jual
tanah sejengkal.

Siapa cinta tanah air,


jangan lupakan
bunda meninggal
Siapa ingat hari esok,
mesti sekarang
mulai menerjang

ROMANCE

Meski duka menyayat kalbu


Perihnya kurasakan
sebagai sentuhan lembut cintamu
Kau dinda
yang diujung mata
Kutetap menyayangimu
hingga akhir hidupku.
Tetesan keringat menjadi

REMANCE

Mencintaimu
Mungkin aku bukanlah cinta yang paling sempurna
Hanya sebatas hati yang ingin mencurahkan rasa padamu
Karena mencintaimu adalah keindahan dilangit hatiku
Dan, mencintaimu adalah kesempurnaan kebahagiaan hatiku.

Aku mencintaimu
Seperti bunga mencintai keharumannya
Seperti hujan mencintai tetes airnya
Seperti bulan mencintai malamnya
Seperti matahari yang mencintai cahayanya
Jantung ini tidak akan berdetak selamanya
Tapi jika Tuhan mengijinkan
Selama jantungku berdetak
Ijinkan mencintaimu dalam ketulusan

Aku mencintaimu
Bukan karena aku inin memiliki apa yang ada di dalam dirimu
Hanya ingin melihatmu tersenyum
Melukis rasa bahagia di setiap titian hidupmu

ROMANCE
Aku mencintaimu
Bukan karena aku kagum pada dirimu

Hanya ini membuatmu sempurna


Meski aku tak pernah bisa sempurna

Aku mencintaimu
Bukan kemarin atau saat ini
Tapi percayalah,
Kemarin, kini, dan nanti
Adalah saat-saat di mana aku kan terus mencintaimu.

Elegi

Dalam rintihan hati


Aku selalu menyebut nama-Mu

Renungi dosa yang tak terampuni


Khilaf-khilaf kian perih
Sembahyangku bersujud kepada-Mu
Merangkai doa yang kian banyak
Menepis rasa sesal di hati
Oh Tuhan...
Hanya kepada-Mu aku memohon
Ampunilah dosa dan lhilafku
(ditulis oleh Dhea Permata Resky dengan judul Doa dan Khilaf)

ELEGI
Senja di Pelabuhan Kecil
Ini kali tidak ada yang mencari cinta di antara gudang, rumah tua, pada cerita tiang serta temali.
Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut

Gerimis mempercepat kelam.


Ada juga kelepak elang
menyinggung muram,
desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. Tiada
lagi.
Aku sendiri. Berjalan menyisir semenanjung, masih pengap
harap sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
(Chairil Anwar)

PUISI SATIRE
Bapak jadi hewan

tapi hewan bukan bapak


hewan kasih kepada anak.
Aku ratapi kemalangan
bapak bilang : Diam!
aku tak mau diam
dan kami bermusuhan.
Bapak jadi hewan
tapi hewan bukan bapak
hewan kasih kepada anak.

SATIRE

Senja di Pelabuhan Kecil


Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

PUISI SATIRE

Aku bertanya...
Tetapi pertanyaan-pertanyaanku
Membentur jidat penyair-penyair salon,
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan,
Sementara ketidakadilan terjadi di sampingnya,
Dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
Termangu-mangu dalam kaki dewi kesenian
(W.S. Rendra dengan judul Aku Bertanya)

PUISI SATIRE
Aku bertanya
tetapi pertanyaan-pertanyaanku

membentur jidad penyair-penyair salon,


yang bersajak tentang anggur dan
rembulan,
sementara ketidakadilan terjadi
di sampingnya,
dan delapan juta kanak-kanak tanpa pendidikan,
termangu-mangu dl kaki dewi kesenian.
(Rendra)

Anda mungkin juga menyukai