Anda di halaman 1dari 9

"Fenomena Aurora"

Aurora adalah fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala – nyala
pada lapisan ionosfer dari sebuah planet sebagai akibat adanya interaksi antara medan magnetic
yang dimiliki planet tersebut dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari (angin
surya).
Aurora dibedakan menjadi dua macam, yaitu aurora yang terjadi di daerah sebelah utara,
yang dikenal dengan nama Aurora Borealis dan Aurora yang terjadi di daerah sebelah selatan
dikenal dengan nama Aurora Australis.
Aurora terbentuk karena interaksi partikel – partikel atmosfer bumi dengan partikel
permuatan dari matahari yang disebut dengan plasma. Plasma adalah artikel sejenis gas yang
telah terionisasi. Pada umumnya gas tidak bermuatan, tetapi karena suhu yang sangat panas di
matahari menyebabkan partikel gas terionisasi, maka terbentuklah plasma. Plasma ini
dipancarkan matahari ke segala arah (biasanya pada saat terjadi aktifitas matahari pancaran
plasma bertambah), kemudian saat mendekati medan magnet bumi (yang terpusat dikutub utara
dan selatan) maka plasma akan tertarik ke kutub - kutub bumi (gejala ini disebut “Angin
Matahari/Solar Wind”) saat bertemu dengan partikel atmosfer bumi terjadi eksitasi – relaksasi
electron sehingga memendarkan warna yang sangat indah.
Umumnya cahaya kutub yang sering ditemui berwarna hijau kekuningan, ini disebabkan
bagian partikel yang membawa energy berbenturan dengan molekul oksigen yang hanya berjarak
20km dari permukaan bumi. Ketika molekul nitrogen mendapat benturan partikel akan
memancarkan cahaya biru, sedangkan nitrogen yang netral akan memancarkan cahaya merah.
Karena itu, orang – orang baru dapat melihat garis cahaya merah, biru, hijau, dan ungu yang
berselang – seling menyelimuti angkasa. Bahkan aurora yang indah cemerlang memperlihatkan
bentuk yang selalu berubah, ada yang berbentuk tirai, busur, pita, sinar, dan berbagai macam
bentuk lainnya.
Fenomena aurora terkait dengan selubung medan magnet atau magnetosfer bumi dan
kemunculan bahaya dari matahari. Semakin kuat dan lama cahaya Aurora, dapat diperkirakan
semakin kuat gangguan dari matahari yang dikenal sebagai Badai Matahari (Solar Wind).
Cahaya kutub terjadi karena adanya aliran partikel energy tinggi di matahari yang
memasuki kawasan kutub – kutub medan magnet bumi. Gangguan pada medan magnet bumi ini
dinamakan Magnetic Strom (Badai Magnet).
"Kebakaran Hutan"

Kebakaran hutan adalah peristiwa di mana wilayah yang memiliki banyak tumbuhan lebat
(pohon), semak belukar, paku-pakuan, rumput, dan lain-lain atau yang dikenal hutan mengalami
perubahan bentuk yang disebabkan oleh aktifitas pembakaran secara besar-besaran. Kebakaran
hutan merupakan suatu keadaan dimana hutan di landa api sehingga memberi dampak negatif
maupun positif. Berdasarkan fakta yang ada dampak negatif kebakaran hutan jauh lebih
mendominasi dari pada dampak positifnya.

Faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan ada dua macam yaitu faktor alam dan faktor
manusia. Kebakaran hutan yang terjadi karena faktor alam sering disebabkan oleh musim
kemarau berkepanjangan, sambaran petir. dan aktifitas vulkanik yang biasanya mengeluarkan
lahar dan awan panas yang dapat menyebabkan terjadinya kebakaran. Kebakaran di bawah
tanah (Ground Fire) juga termasuk faktor alam karena pada daerah tanah gambut yang dapat
menyulut kebakaran diatas tanah pada saat musim kemarau ketika cuaca sedang panas-
panasnya.
Kebakaran hutan di Indonesia, hampir 95 persen kebakaran hutan di sebabkan oleh ulah
manusia. Faktor manusia sering kali dilakukan dengan unsur kesengajaan oleh manusia seperti
kelalaian membuang putung rokok, membakar hutan dalam rangka pembukaan lahan, api unggun
yang lupa dimatikan atau tidak benar-benar mati saat ditinggalkan, pembakaran sampah, dan
berbagai kelalaian lainnya. Kebakaran jenis ini sering terjadi di hutan-hutan di gunung-gunung
yang sering dikunjungi pecinta alam (pendaki gunung) di pulau Jawa seperti kebakaran hutan
digunung sindoro pada september 2015.
Kebakaran hutan berdampak kegundulan hutan yang bisa menyebabkan tanah longsor dan
banjir menerjang yang di karenakan kegundulan hutan. Kebakaran hutan selalu membawa
kerusakan besar bagi lingkungan, ekosistem alam, dan korban manusia. Kerusakan lingkungan,
misalnya kekeringan karena berkurangnya sumber daya air, pencemaran udara, dan emisi gas
CO2 ke atnosfer yang menyebabkan hujan asam. Kerusakan ekosistem alam, misalnya
musnahnya satwa dan tumbuhan yang hidup didalam hutan. Kadangkala terjadi korban jiwa
karena terinfeksi di saluran pernapasan dan biasanya terkena kanker paru-paru terutama untuk
yang berusia lanjut dan anak-anak yang menghirup udara yang sudah terkontamisai oleh asap
kebakaran hutan.
Komet

Komet. secara umum komet adalah benda langit yang diselubungi kabut tipis panjang dan
menyerupai ekor. Komet biasa disebut bintang berekor. Komet Halley yang terkenal muncul setiap
76 tahun sekali. Hal-hal yang perlu diingat tentnag komet adalah bagian fisik komet yakni nuklus
( bagian inti yang terdiri atas debu, metana beku, karbondiosida beku), koma (gas yang terlihat di
sekeliling nuleus), lapisan hidrogen (lapisan yang menyelubungi koma), dan ekor komet (gas
bercahaya yang memanjang dan panjangnya mampu mencapai satu satuan astronomi (1 SA =
jarak antara bumi dan matahari). Komet mengelilingi matahari dengan garis edar berbentuk
lonjong. Beberapa komet membutuhkan ribuan tahun untuk menyelesaikan satu kali mengorbit
matahari. Komet berbentuk kumpulan debu dan gas yang membeku pada saat berada jauh dari
matahari. Tetapi ketika mendekati Matahari, sebagian bahan penyusun komet menguap
membentuk kepala gas dan ekor.
Komet berasal dari awan Oort yang terletak di sisi luar sistem tata surya. Awan Oort berisi
triliunan komet. Seiring berjalannya waktu, komet-komet berpisah dari awan dan terlempar ke
matahari. Inti komet terletak di pusat, terbuat dari gas serta debu batuan dan merupakan benda
padat yang stabil. Pada saat komet mendekati matahari, sebagian materi tersebut terlempar dari
permukaan inti komet
Ekor ion, dapat mencapai 100 juta kilometer, terbentuk dari proses ionisasi gas pada saat
berinteraksi dengan angin matahari; dan ekor komet selalu menjauhi matahari. Hal ini disebabkan
oleh angin matahari menerpa awan gas yang melingkupi komet. Ketika komet mendekati matahari,
ekornya terbentang ke belakangnya.
Akibatnya gravitasi dari bintang lain di sekitar Matahari dapat mengganggu keseimbangan
awan ini dan mengirimkan beberapa komet secara acak menuju Matahari. Komet tersebut akan
menjadi komet periode panjang, yang orbitnya hampir mirip dengan parabola dan periode
revolusinya mengelilingi Matahari mencapai 200 hingga jutaan tahun.
Hujan Meteor

Hujan meteor adalah fenomena astronomi yang terjadi ketika sejumlah meteor terlihat
bersinar pada langit malam. Meteor ini terjadi karena adanya serpihan benda luar angkasa yang
dinamakan meteoroid, yang memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan tinggi. Ukuran meteor
umumnya hanya sebesar sebutir pasir, dan hampir semuanya hancur sebelum mencapai
permukaan Bumi. Serpihan yang mencapai permukaan Bumi disebut meteorit. Hujan meteor
umumnya terjadi ketika Bumi melintasi dekat orbit sebuahkomet dan melalui serpihannya.

Komet yang mendekat matahari selalu melepaskan gas dan debu yang tampak sebagai
ekor komet. Debu-debu komet itu yang tertinggal di sepanjang lintasan orbitnya merupakan
gugusan meteoroid yang bisa menyebabkan hujan meteor di bumi bila bumi melintasi lintasan
komet tersebut. Dampak hujan meteor terhadap bumi antara lain berupa ionisasi di ionosfer dan
penumpukan aerosol di stratosfer.

Menurut penelitian, gugusan meteoroid itu sifatnya berbeda-beda tergantung


umurnya. Ada yang masih padat tetapi terkonsentrasi di sekitar inti komet sehingga hanya akan
menyebabkan hujan meteor periodik, sesuai dengan waktu kehadiran komet mendekat bumi.
Golongan ini diwakili oleh hujan meteor Draconids (pada awal Oktober) tahun 1933, 1946 dan
1985 yang disebabkan oleh komet Giacobini-Zinner.

Golongan ke dua gugusan meteoroid tipis di sepanjang lintasannya, tetapi di dekat


kometnya kerapatannya tinggi, misalnya gugusan meteoroid Leonids (penyebab hujan meteor 14-
19 November) yang disebabkan oleh komet Tempel-Tuttle. Golongan ke tiga adalah gugusan
meteoroid yang tersebar merata di sepanjang lintasannya yang menyebabkan hujan meteor yang
hampir seragam intensitasnya setiap tahun, misalnya hujan meteor Geminids (11-16 Desember)
yang disebabkan oleh komet yang telah mati, asteroid Phaethon. Makin tua umurnya gugusan
meteorid itu makin tipis dan akhirnya tidak menunjukkan lagi gejala hujan meteor.

Beberapa hujan meteor telah diidentifikasikan berkaitan dengan komet yang masih aktif,
seperti hujan meteor Eta Aquarids (3-10 Mei) dan Perseids (7-15 Agustus) yang masing-masing
disebabkan oleh komet Halley dan Swift-Tuttle. Beberapa lainnya dikaitkan dengan komet yang
telah hancur, seperti hujan meteor Andromedids (5-23 November) akibat komet Biela yang telah
hancur, atau komet yang telah mati, seperti hujan meteor Geminids yang diakibatkan oleh komet
mati yang tinggal intinya berupa asteroid Phaethon. Dan beberapa hujan meteor lainnya belum
diketahui komet-komet penyebabnya seperti hujan meteor Quadrantids 2 – 5 Januari.

Orbit Komet

Untuk mengetahui komet-komet penyebab hujan meteor maka orbit (lintasan) komet-komet
periodik dianalisis dan dicari yang mempunyai kemungkinan menyebabkan hujan meteor di bumi.
Ini kemudian dibandingkan dengan hujan meteor yang terdeteksi oleh Meteor Wind Radar (MWR)
di Serpong (dioperasikan secara kerjasama antara LAPAN, BPPT, dan Universitas Kyoto).
Pendekatan yang dilakukan agak berbeda dari yang biasa dilakukan para peneliti sebelumnya
yang mengkaji elemen orbit meteoroid dan membandingkannya dengan elemen orbit komet. Cara
seperti itu rumit dan memerlukan data pengamatan hujan meteor secara visual, fotografi, atau
pemantauan TV untuk menentukan arah datangnya meteor. Cara itu tidak mungkin dilakukan bila
hanya menggunakan data MWR.
Dengan pendekatan itu dapat didentifikasikan kembali hujan meteor utama yang memang
telah diketahui komet penyebabnya. Maka dengan pendekatan serupa itu pula hujan-hujan meteor
lainnya yang terdeteksi MWR di Serpong diidentifikasi dan dikaitkan dengan komet yang mungkin
menyebabkannya.
Karakteristik orbit benda-benda langit mengitari matahari dinyatakan oleh elemen-elemen
orbitnya yang menyatakan secara spesifik bentuk kelonjongan orbit, posisi terdekat dan terjauh
terhadap matahari, kemiringan bidang orbitnya terhadap bidang ekliptika (bidang orbit bumi), dan
posisi titik perpotongan orbitnya pada bidang ekliptika. Dengan menganalisis elemen-elemen orbit
komet dapat ditentukan komet-komet apa saja lintasannya dekat dengan orbit bumi. Demikian
juga dapat ditentukan kapan akan terjadi hujan meteor bila bumi melintasi orbit komet tersebut.
Dari analisis itu diketahui bahwa antara 1 Januari dan 1 April bumi paling sedikit bertemu dengan
lintasan komet, sedangkan antara 1 Oktober – 1 Desember terbanyak.
Dari 153 komet periodik yang saya pelajari, diketahui bahwa 33 komet mempunyai orbit
yang melintas dekat orbit bumi. Kemudian dengan menganalisis jarak terdekat ke-33 orbit komet
itu, disimpulkan bahwa secara teoritik komet yang menyebabkan atau berpotensi menyebabkan
hujan meteor sebanyak 21 komet dengan kemungkinan menyebabkan 30 kali hujan meteor setiap
tahun.
Menurut pengamatan radar meteor di Serpong diketahui bahwa jumlah meteor yang
memasuki bumi secara umum naik turun secara periodik (sinusoidal). Pola umum itu diduga kuat
disebabkan oleh meteor sporadik akibat masuknya debu-debu antarplanet (meteoroid) yang
bervariasi akibat perubahan lintang bumi pada kedudukan “haluan” sepanjang orbit bumi. “Haluan”
bumi dalam hal ini adalah titik terdepan pada bola bumi selama beredar di orbitnya yang terletak
pada bidang ekliptika. Perubahan lintang “haluan” bumi disebabkan oleh kemiringan equator
23,5o terhadap ekliptika.
Di samping pola umum itu di dapati juga ada kenaikan jumlah meteor secara mendadak
pada waktu-waktu tertentu. Kenaikan mendadak itu disebabkan oleh hujan meteor, terutama
akibat masuknya debu-debu komet ke atmosfer Bumi. Setidaknya dijumpai adanya 25 kali hujan
meteor dalam satu tahun, sebagian diantaranya “baru” (belum/tidak terkenal). Dari identifikasi
hujan meteor tersebut, 18 titik lintasan komet yang menyebabkan 19 kali hujan meteor. Sekali
hujan meteor mungkin disebabkan oleh lebih dari satu lintasan komet yang berdekatan. Demikian
juga sebuah komet mungkin menyebabkan dua kali hujan meteor.
Hujan meteor utama yang telah lama diketahui komet penyebabnya juga terlihat jelas pada pada
data MWR: Hujan meteor Eta Aquarids (oleh komet Halley) tampak pada tanggal 2 – 9 Mei. Hujan
meteor Perseids (oleh komet Swift-Tuttle) tampak pada tanggal 7 – 15 Agustus. Hujan Meteor
Taurids (komet Encke) tampak pada tanggal 3 – 9 November.
Pada tanggal 6 Mei bumi melintasi orbit komet Halley yang lintasannya berada pada jarak
10,5 juta km di “bawah” (selatan) bidang ekliptika (bidang orbit bumi). Karena sebaran debu-debu
komet itu melebar, bumi akan merasakan hujan meteor sebelum tanggal 6 Mei dan beberapa hari
sesudahnya. Hujan meteor Eta Aquarids memang biasa terjadi pada tanggal 3 – 10 Mei dengan
puncaknya pada tanggal 4 – 5 Mei. Dan data MWR menunjukkan bahwa hujan meteor itu terjadi
antara tanggal 2 – 9 Mei dengan puncaknya pada tanggal 4 mei.
Data pengamatan hujan meteor menunjukkan adanya beberapa puncak pada hujan meteor Eta
Aquarids ini dan juga Orionids. Variasi jumlah meteor itu menunjukkan bahwa distribusi debu-
debu komet Halley itu tidak merata.
Lintasan komet Swift-Tuttle (yang diduga akan menabrak bumi pada tahun 2026)
merupakan yang terdekat dengan bumi dan nyaris tepat memotong orbit bumi. Lintasannya
berada di belahan utara (“atas”) orbit bumi pada jarak sekitar 2 juta km. Bumi memotong lintasan
komet Swift-Tuttle pada tanggal 13 Agustus. Ini akan menyebabkan bumi mengalami hujan
meteor sekitar tanggal 13 Agustus. Memang, hujan meteor Perseids biasanya terjadi antara
tanggal 7 – 15 Agustus dengan puncaknya pada tanggal 12 – 13 Agustus. Data MWR
menunjukkan adanya hujan meteor pada tanggal 7 – 15 Agustus dengan dua puncak utama,
tanggal 10 dan 15 Agustus. Menurut Lindblad & Porubcan (1994) adanya dua puncak hujan
meteor Perseid bisa disebabkan karena orbit gugus meteoroid lama bergeser dari orbit gugus
meteoroid baru.
Pada tanggal 1 November bumi melintasi orbit komet Encke yang berada pada ketinggian
29 juta km di “atas” orbit bumi. Ini menyebabkan hujan meteor yang dihasilkannya terutama terjadi
sesudah tanggal 1 November ketika bumi melintas di dekat gugusan meteoroidnya. Hujan meteor
yang terdeteksi oleh MWR terjadi pada tanggal 3 – 9 November. Biasanya hujan meteor Taurids
memang teramati antara tanggal 23 Oktober dan 20 November dengan puncaknya pada tanggal 4
– 7 November.
Hal yang menarik, komet Hartley juga mempunyai kemungkinan besar memberikan
kontribusi hujan meteor 3 – 9 November itu. Jarak lintasannya ke orbit bumi lebih dekat (5,5 juta
km) dari pada lintasan komet Encke (28 juta km). Melihat jarak terdekatnya terjadi pada tanggal 5
November, komet ini menyebabkan hujan meteor terutama sesudah tanggal 5 November. Jadi,
hujan meteor 3 – 9 November yang terdeteksi MWR disebabkan oleh dua komet: Encke dan
Hartley
Hujan meteor ini merupakan sebuah fenomena alam yang bisa diprediksikan kapan
terjadinya. Hal ini dimungkinkan karena para ilmuwan sudah mampu menganalisa tentang
penyebab terjadinya hujan meteor yang terjadi secara periodik. Meski pun wilayah yang terkena
hujan meteor ini tidak selalu sama, namun pola waktu kapan peristiwa itu berlangsung sudah bisa
diramalkan.
Penyebab terjadinya hujan meteor ini adalah diakibatkan adanya pertemuan lintasan orbit
komet dan lintasan orbit bumi. Di mana hal ini terjadi karena lintasan orbit membentuk konsep
elips, yang memungkinkan adanya pertemuan waktu kedua orbit saling berdekatan.
Pada saat berdekatan itulah, volume meteor yang masuk ke atmostfir bumi mengalami
peningkatan secara pesat. Sehingga hal ini yang menyebabkan terjadinya hujan meteor di
sebagian wilayah bumi.
Dari perhitungan lintasan orbit bumi dan komet, bisa diketahui waktu yang memungkinkan
volume terjadinya hujan meteor meningkat. Biasanya, hujan meteor akan sering terjadi pada 1
Oktober hingga 1 Desember. Hal itu terjadi karena pada waktu tersebut, orbit bumi dan komet
akan saling berdekatan atau bertemu.
Sementara pada tanggal 1 Januari hingga 1 April, biasanya interval hujan meteor sangat
jarang terjadi. Kondisi ini terjadi karena pada rentang waktu tersebut, lintasan orbit bumi dan
komet dalam posisi yang saling berjauhan.
Hujan Es

Hujan es dalam ilmu meteorologi disebut dengan hail, merupakan presipitasi yang terdiri dari
bola-bola es. Salah satu proses pembentukannya melalui kondensasi uap air lewat dingin di
atmosfer pada lapisan di atas freezing level.

Proses ini biasanya es berukuran besar. Karena ukurannya, walaupun telah turun ke arah
yang lebih rendah dengan suhu relatif hangat tidak semuanya mencair. Hujan es tidak hanya
terdapat pada negara subtropis, tapi juga di daerah ekuator.

Proses yang menyebabkan hujan es yang lain adalah riming, yakni dimana uap air lewat
dingin tertarik ke permukaan benih-benih es. Karena terjadi pengembunan mendadak maka
terjadilah es dengan ukuran yang besar.

Hujan es yang disertai puting beliung berasal dari jenis awan bersel tunggal berlapis-lapis
(CB) dekat dengan permukaan bumi, dapat juga berasal dari multi sel awan, dan tumbuh secara
vertikal dengan luas area horizontalnya kira-kira 3-5 km dan kejadiannya singkat sekitar antara 3-
5 menit.

2 per 3 bumi mengandung air dan sisanya daratan. Air tersebut tersimpan di samudera,
lautan, dan permukaan tanah. Air tersebut mengalami penguapan atau evaporasidengan bantuan
sinar matahari, sedangkan air pada tumbuhan akan mengalami proses penguapan yang
dinamakan transpirasi.

Kemudian uap-uap air mengalami proses kondensasi atau pemadatan yang akhirnya
menjadi awan. Awan-awan tersebut bergerak ke tempat yang berbeda dengan bantuan embusan
angin baik secara horizonal maupun vertikal.

Awan yang mengandung uap air tertiup angin ke tempat yang dingin, mencapai dew
point/titik embun lalu mengembun, dan karena beratnya, kemudian jatuh sebagai hujan.

Setelah mengembun menjadi air, lalu tertiup oleh angin thermis yang naik, ke ketingian
dengan temperatur di bawah freezing point. Embun tersebut lalu membeku menjadi es dan akan
jatuh.

Karena ikatan antarmolekul es selaku benda padat jauh lebih kuat dari ikatan antarmolekul
air, maka es tersebut lalu jatuh dalam bentuk yang tidak beraturan, bisa sebesar kepala tangan.
Inilah fenomena hujan es.
Puting Beliung
Angin puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 63 km/jam
yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum 5 menit. Angin jenis ini di
Amerika disebut Angin Tornado mempunyai kecepatan 320 km/jam dan berdiameter 500 m.

Angin puting beliung terjadi pada siang hari ataupun sore hari pada musim pancaroba. Angin
ini dapat menghancurkan apa saja, karena dengan pusarannya benda yang terlewati terangkat
dan terlempar.

Untuk menambah kewaspadaan ada beberapa gejala awal puting beliung seperti udara
terasa panas hingga menyebabkan gerah, di langit ada pertumbuhan awan putih yang
membentuk gerombolan berlapis-lapis, diantara banyak awan kumulus tersebut, ada salah satu
jenis awan yang memiliki batas tepi dengan warna abu-abu yang sangat jelas.

Ada beberapa dampak angin puting beliung yang dapat menimbulkan banyak kerusakan,
seperti kerusakan pada rumah serta infrastruktur pada suatu daerah, ada juga beberapa kasus
yang menimbulkan korban jiwa.

Untuk mengantisipasi terjadinya angin puting beliung ada baiknya mengenali tanda-tanda
yang menandakan terjadinya angin puting beliung, serta dengan melakukan hal-hal seperti
mengenali dengan pasti tempat Anda tinggal, melakukan penghijauan, membuat hunian yang kuat.

Anda mungkin juga menyukai