Anda di halaman 1dari 12

Pilihan Puisi

A. PUISI DEMOKRASI HAM

1. Amarah di negeri para bedebah


Karya : Aliyah Purwati

Aku ingin marah tapi tak tahu pada siapa


Aku ingin memaki tapi pada siapa pula
Darahku naik, kian membuncah
Aku muak, sungguh muak
Tiada terkira
Pada mereka, penguasa-penguasa bedebah

Sungguh buta matamu, mati nuranimu


Tidak kah kau lihat
Jutaan rakyatmu, perempuan-perempuan itu
Rela meninggalkan anak-anaknya
Bayi-bayi mungilnya
Yang sungguh-sungguh sangat membutuhkan kasih sayang seorang bunda Mereka
tinggalkan suami dan keluarga tercinta
Hanya untuk sesuap nasi
Karena nyaris tidak ada yang diharapkan di negeri ini

Tidak kah kau lihat


Jutaan anak-anak tak bisa menikmati sekolah
Karma biaya yang sangat mahal
Dan mereka dipaksa menerima kenyataan hidup yang begitu pahit
Dari menjadi pengamen di sudut-sudut kota Penjual koran hingga gelandangan

Tapi mengapa begitu mudahnya


Kau mengagung-agungkan mereka yang jelas bersalah,
Merugikan negara tiada terkira mereka yang berwatak bejat, nyaris tak bermoral
Namun penjara yang kau ciptakan bagi mereka
Melebihi hotel berbintang lima

Hai penguasa keparat, apakah kalian sudah kelebihan uang,


Sudah makmur dan sejahtera kah bangsamu?
Uang yang kau hisap adalah hasil keringat dan darah rakyat
Dari tiap tetasan air mata yang harus mereka keluarkan
Keadilan tak lebih dari sebuah kata tanpa makna
Keadilan hanya milik mereka yang punya uang dan kuasa
Namun catat dan ingat tuan,
Dinding-dinding kekuasaanmu
Akan hancur, runtuh akibat ulahmu sendiri

Ingat dan catat itu baik baik, TUAN

2. Sajak Mbeling
Karya : Aliyah Purwati

Berhentilah berteriak tentang hak asasi manusia


Jika kau sendiri selalu melanggarnya
Jangan kau bicara tentang sebuah demokrasi
Jika kenyataanya kau selalu membungkam mulut mereka untuk bersuara
Dan kau penjarakan mereka pula

Berhentilah bicara tentang diskriminasi


Jika kau tak bisa menghargai sebuah perbedaan
Jangan lagi bicara tentang kasih sayang
Jika kaummu sendiri kau kucilkan

Berhentilah ngoceh tentang keadilan


Selama kau masih menindas yang lemah
Jangan kau berceramah tentang firman Tuhan
Jika hanya untuk meninabobokkan orang
Dan kau sendiri belum bisa melakukan

Jangan berdiskusi soal kemanusiaan


Jika dalam hidup kau tidak mau saling berbagi
Mari belajar BERCERMIN diri

3. Kebebasan
Karya : Muhammad Ali

Kebebasan itu lebih baik


Daripada berada dalam ketenangan semu
Yang mengantar saya dalam kehancuran
Secara perlahan, hingga akhir hayatku nanti

Kebebasan jauh lebih indah


Daripada segala tangisan dan jeritan
Atau berada dalam suatu kebobrokan

Biarlah saya mati sebagai Orang Hitam


Daripada harus mati karena serangan jantung
Atau mati karena kekurangan ganja

Mati karena kebebasan


Jauh lebih mulia
Bertahan melawan musuh kebebasan
Jauh lebih baik daripada melarikan diri

Kebebasan.
Jauh lebih baik daripada kehinaan
Atau berada di suatu tempat
Dihancurkan oleh segala kebobrokan dan kepedihan

Kebebasan....
Jauh lebih baik dari pada mati
Mati konyol
Sebagai korban keterkungkungan

Kebebasan..
Lebih indah dari kebusukan penjara
Aku pilih kebebasan
Daripada mati busuk sendiri

Demi kebebasan
Lebih baik sekarang saya nyatakan perang
Di saat darahku masih mendidih
Ketimbang kemudian hari, amarah hilang karena tuanya usia

Lebih baik saya mati


Daripada saya berjuang untuk Amerika
Menciptakan kedamaian semu

Saya bersungguh-sungguh
Saya ingin mati menuntut kebenaran
Di saat aku masih muda belia

Lebih baik sekarang daripada nanti


Sekarang, dimana tidak ada kekhawatiran maut
Kendati esok fajar masih menyingsing

4. Jokowi – kamis ke 500


Karya : Sumarsih

Payung hitam....
depan istana....
Kamis....
Pelanggaran HAM berat Lupa....ingat....lupa....oh ya....ingat....ingat janji kampanye
di televisi..

Kampanye pemilu Capres dan Cawapres....


Visi, Misi dan Program Aksi....Nawa Cita....
selesaikan pelanggaran HAM berat....hapus impunitas....
HAM-pir lupa?

Hari ini....
27 Juli....kudatuli....
kantor DPPku diserang aparat, banyak korban yang jatuh!
Tapi tak satu pun yang diduga pelaku maju ke meja hijau

Tapi...ah sudahlah
Semua sudah nyaman..
Mereka aman..
Lawan sudah menjadi kawan
Dalam satu kepentingan

Namun saya ingat


Saya Presiden

Saya dipilih oleh rakyat


Tuan saya adalah rakyat dan bukan para aparat

Saya seharusnya mengabdi mengupayakan keadilan dan kesejahteraan

Ah apalah arti sebuah jabatan


Saya lebih merdeka menjadi saya yang dahulu
Ah, tapi waktu tak bisa diputar ulang ke masa lalu
Tanggung jawab harus dilaku
Mungkin esok, nafas berujung
Atau masa jabatan rampung

Kerja....kerja....ayo kerja....itu hanya slogan belaka


Pikir....pikir....pikir....ayo mikir!

Dua tahun lagi akan segera berlalu....


haruskah saya ingkar janji seperti para pendahulu?

Kampanye Capres/Cawapres akan segera kembali berdengung....


Akankah para pelanggar HAM akan tetap berada di panggung

Akankah kejahatan HAM berat tetap ada di negaraku tanpa rampung

Akankah kasus pelanggaran HAM berat kembali dijadikan tangga menuju


singgasana??

5. Balada seorang bocah


Karya: Aliyah Purwati

Masih terlintas jelas di mataku wajah bocah itu


Ketika hujan deras mengguyur kota
Dan orang-orang sibuk berpayungan
Ia hanya mencoba berteduh di sebuah emperan took

Tubuhnya menggigil menahan dingin


Matanya sayu, wajahnya kusut dan pucat pasi
Tanda ia merasakan kelelahan yang teramat sangat

Tiba-tiba seorang laki-laki berdasi lewat di depannya


Lalu ia bertanya “Om, siapakah orang tua saya, di manakah mereka, kenapa aku
sendirian di dunia ini?”
Laki-laki itu tak menjawab, berlalu begitu saja
Bocah itu terisak, matanya berkaca
Dan perlahan bulir-bulir air matanya jatuh Sambil terus menggigil

Perlahan hujan pun reda


Bocah itu berjalan gontai tanpa arah dan tujuan
Hanya mengikuti gerak kaki ke mana pun melangkah
Sandal jepit bututnya saja yang selalu setia menemani
Ia menjual suara, demi rupiyah, demi sesuap nasi
Panas, dingin dan sakit pun nyaris tak dirasakan
Bahkan nyawa pun jadi taruhan
Di tengah kerasnya hidup, hiruk piruk kota metropolitan

Hari mulai gelap, bocah itu pun mulai pulang


Di sebuah perkampungan kumuh, pinggiran kota
Dihitungnya kepingan uang yang ia dapat
Lalu direbahkannya tubuh yang masih menggigil, lelah dan penat di atas selembar
kardus bekas
Tanpa sadar, matanya pun terpejam Ia terlelap dan merangkai mimpi-mimpi

Tentang esok hari dan kehidupan nanti


Tentang negri yang nyaris mati ini
Ia memimpikan sebuah negri kayangan
Di mana ada sebuah kedamaian
Di mana para pejabat tidak asyik mengurus perut sendiri dan berkonspirasi korupsi
Di mana ia bisa merasakan nikmatnya sekolah seperti halnya anak-anak yang lain
Di mana yang di atas tidak sibuk berebut kekuasaan
Di mana benar-benar ada keadilan yang tak lagi diperjual belikan
Dan di mana benar-benar ada undang-undang yang tidak hanya manis di atas kertas
saja

Kerasnya hidup telah mengajarinya untuk peka terhadap keadaan


Malam semakin larut dan akhirnya berganti pagi
Ia terbangun kala melihat mentari tersenyum
Rupanya ia harus kembali mencari rupiyah

Ia pun mulai melangkah


Kembali dilihatnya suasana kota yang beraneka warna
Namun tiba-tiba langkahnya terhenti
Ketika melihat anak-anak memakai seragam sekolah
Asyik bercengkrama dengan kawan-kawannya matanya kembali berkaca
Lalu ia bergumam “Tuhan, aku ingin seperti mereka,”

6. Buruh Pabrik
Karya: Aliyah Purwati

Buruh pabrik, tenagamu diperas habis


Gak peduli siang, atau pun malam
Seperti robot digerakkan ke sana kemari
Buruh pabrik, keringat terus mengalir
Dari tubuhmu yang peluh
Upahmu tak seberapa
Libur nyaris tak ada

Buruh pabrik, kau ingin berontak


Namun suaramu hilang
Ditelan deru mesin-mesin
Tapi bukan berarti kau harus diam

Lisanmu mungkin tak sanggup berkata


Tapi tulisanmu bisa bicara, berteriaklah
Ambil kembali hakmu katakan, bahwa kau manusia
Bukan BUDAK

B. PUISI ANTI PERUNDUNGAN


1. Stop membuliku!
Karya: Mustika Renjis

Hari hariku
Menyeruput segelas luka
Menimbun tumpukan hina
Memunguti serpihan duka
Dalam keruhnya telaga air mata

Bergelayut kantung mataku yang bungkuk


Pun seolah deretan gigi yang gingsul enggan bersorak sorai
Ditengah kerumunan tawa mereka

Ya!
Aku menelan cerca
Aku menikahi cela
Membiarkan murka hanya mewadah didada
Menukikkan semangkuk iba dalam getar merana

Aku ingin meronta!


Namun jemariku telah lebih dahulu kau potong semua
Membiaskan secuil beda rupa dan tahta
Kali ini kubertanya
Apa aku pernah goresmu luka?
Apa kau bahagia kalaku lara?

Stop membuliku kawan!!


Bukankah aku juga sama makhluk tuhan?

2. Justice for Audrey

Karya: Ranu Ambara

Memar cipta luka

Serak jerit tak berdaya

Derai tangis memeluk petaka

Terkapar lemah penuh derita

Hati siapa tidak murka

Mendengar kisah penuh angkara

Adik kecil memekik tersiksa

Menjadi korban mereka yang gagal memaknai cinta

Lantas siapa yang bisa disalahkan?

Ketika semua terjadi dari kuncup kembang belum dewasa

Sementara para dewasa berdalih ini hanya kemalangan belaka

Tidakkah mereka lihat, adik kecil itu merintih pilu, mendekap erat sembilu

Sementara hukum padam tiada makna di tangan instansi keadilan yang memegang
jabatan
Tuhan, ukirlah kembali senyum manis untuknya, tanpa ada lagi tangis

Sembuhkan lukanya meski cerita ini tiada pernah ia lupa

Indahkan hari dalam langkah kecilnya meski tidak pernah hilang trauma

Dan para manusia tak berjiwa, semoga kelak Tuhan tidak menjadikanmu seperti ini
agar bisa mengerti

3. Kalimat mematikan

Karya: Nada Nadhifah

Semua angan nan asa pupus tak berjejak

Tiada lagi cahaya nya menyinari dunia

Tiada lagi canda nya membahagiakan ayah bunda

Hanya sayatan yang terasa di hati

Mulut api berkoar koar

Tak henti menyiksa raga tak bersalah

Tiap kalimat terucap bagai bilah menyayat hati

Rasa lelah ingin menyudahi

Tak sanggup didengar lagi dan lagiHancur batin menahannya

Redup karenanya

Sayup tatapannyaLetih jiwanya

Hilang harapannya

Patah semangatnya

Sadarkah kau membunuh sesamamu


Kalimat tak pantas kau utarakan

Karna kau hilang senyumnya

Karna kau pergi raganya

Tiada hiburan terdengar

Tiada canda tawa

Hanyalah terdengar bullyan

Menghancurkan kehidupan

Sang mentari pun redup kala tersayat

Mentari dambaan ayah bunda kini tenggelam

4. Anti perundungan

Karya: Marsya Aqila

Hai hujan terus membasahi tubuhku

Tanpa sadar aku meneteskan airmataku

Di saat hujan turun di situ

Aku merasakan kenyamanan

Aku merasa, aku tidak sendirian menghadapi dunia

Aku berteriak sekuat mungkin dan meneteskan air mata tanpa ada satu orang pun
yang tahu

Iya ...
Ini adalah salah satu cara untuk menenangkan diriku

Banyak sekali pulih dan terus menghampiriku

Entah itu tentang fisikku perkataanku ataupun tingkah lakuku

Bullyan itu membuat percaya diriku hilang hatiku rapuh dan hancur mendengar

Bullyan mereka kepadaku

Aku ingin berkata kepada mereka

Aku hanya manusia biasa yg tidak luput dari dosa

Aku juga punya perasaan yang harus kalian jaga

Tapi mulut ini tidak bisa berkata itu hati ini sudah terlalu rapuh

Sampai pada akhirnya aku menemukan satu motivasi yang membuatku bangkit
kembali

Mama pernah bilang jika kamu membalas kepada mereka dengan kemarahan sama
saja kamu seperti mereka

Tapi balaslah dengan kesuksesan mu nak

Anda mungkin juga menyukai