Kami telah berjanji kepada sejarah untuk pantang menyerah.
Bukankah telah kami lalui pulau demi pulau, selaksa pulau, dengan perahu yang semakin mengeras oleh air laut.
Selalu bajakan otot-otot lengan kami, ya Tuhan,
yang tetap mengayuh entah sejak kapan; barangkali akan segera memutih rambut kami ini, satu demi satu merasa letih, dan tersungkur mati, tapi berlaksa anak-anak kami akan memegang dayung serta kemudi menggantikan kami kamilah yang telah mengayuh perahu-perahu Sriwijaya serta Majapahit mengayuh perahu-perahu Makasar dan Bugis, sebab kami telah bersekutu dengan sejarah untuk menundukkan lautan.
Laut yang diam adalah sahabat kami,
dan laut yang memberontak dalam prahara dan topan adalah alasan yang paling baik untuk menguji kesetiaan dan bakti kami padaMu.
Barangkali beberapa orang putus otot-otot lengannya,
yang lain pecah tulang-tulangnya, tapi anak-anak kami yang setia segera mengubur mereka di laut, dan melanjutkan perjalanan yang belum selesai ini. Biarlah kami bersumpah kepada Sejarah, ya Tuhan, untuk membuat bekas-bekas yang tak terbatas di lautan Teruntuk Kita, Insan-Insan Pendidikan Karya : Najwa Shihab
Tugas guru bukan menjejalkan pelajaran
Guru harus menghidupkan pengetahuan
Kebenaran Guru bukan hal yang absolut
Karena murid bukan kerbau yang harus serba menurut
Kelas bukan untuk menyucilkan diktat penuh angka
Pengetahuan bukan ayat-ayat penuh dogma
Ilmu jangan hanya obyek hapalan semata
Ilmu untuk memahami dan menuntaskan persoalan
Sekolah perlu terus membuka diri pada perubahan
Guru jangan segan beradaptasi dengan kebaruan
Agar belajar menjadi proses yang menyenangkan
Agar kreatifitas terus ditumbuh kembangkan
Siswa niscaya akan haus pengetahuan
Ijazah takkan mengakhiri proses pembelajaran
Inilah pengajaran yang memanusiakan manusia
Bukan pendidikan yang mengkerdilkan siswa
Tinggal tunggu waktu lahirnya generasi pencipta
mereka yang akan mengharumkan Indonesia dengan karya
Hanya pendidikan yang bisa menyelamatkan masa depan
Tanpa pendidikan Indonesia tak mungkin bertahan Sagu Ambon Karya : WS. Rendra
Ombak beralun, o, mamae.
Pohon-pohon pala di bukit sakit. Burung-burung nuri menjerit. daripada membakar masjid daripada membakar gereja lebih baik kita bakar sagu saja.
Pohon-pohon kelapa berdansa.
Gitar dan tifa. Dan suaraku yang merdu. O, ikan, O, taman karang yang bercahaya. O, saudara-saudaraku, lihat, mama kita berjongkok di depan kota yang terbakar.
Tanpa 'ku sadari
laguku jadi sedih, mamae. Air mata kita menjadi tinta sejarah yang kejam.
Laut sepi tanpa kapal layar.
Bumi meratap dan terluka. Di mana nyanyian anak-anak sekolah? Di mana selendangmu, nonae? Di dalam api unggun aku membakar sagu. Aku lihat permusuhan antara saudara itu percuma. Luka saudara lukaku juga.