Anda di halaman 1dari 4

Nama : Tiara Pratiwi

Kelas : XII MIPA 5

Aku Pasti Bisa

Hidup bagaikan panggung sandiwara kita harus bisa memainkan peran dengan
sebaik-baiknya, agar mendapatkan apa yang kita inginkan. Hidup juga bagaikan sebuah
papan permainan, kita harus berjuang untuk mendapatkan kemenangan. Hidup itu
berputar, kadangkala kita berada diatas, merasa semua yang kita miliki itu pantas. Namun,
kadangkala kita juga berada dibawah, memaksa kita merasakan duka yang kadang kala
membuat kita mengangkat tangan dalam menghadapinya. Ya, itulah kehidupan, tak mudah
untuk menjalani nya, penuh dengan suka dan duka.

Nama ku Tiara Pratiwi, dan biasanya orang - orang memanggilku Tiara.


Namun,kadang juga Lala, tergantung meraka ingin memanggilku apa. Dan aku adalah anak
ketiga dari dari empat bersaudara, aku adalah anak yang paling keras kepala, kata mama.
Aku adalah gadis kelahiran tahun 2001 dan sekarang usia ku menginjak 18 tahun. Kadang
aku bingung mengapa aku masih duduk dibangku SMA dengan usia ku ini. Namun, kata
mama, aku terlambat masuk SD pada saat itu. Oleh karena itu, sekarang aku masih duduk di
bangku kelas tiga SMA dan aku bersekolah di salah satu SMA favorit di kota ku yaitu SMA 4
Pekanbaru.

Ketika biasanya seseorang memulai tingkat pedidikannya dari Taman Kanak- Kanak
(TK). Namun, hal itu tidak terjadi pada ku. Aku memulai tingkat pendidikan ku dari PDTA
yaitu salah satu sekolah pendidikan keagamaan. Bukan tanpa alasan orang tuaku
menyekolahkan aku di sekolah agama seperti ini, karena memang pada dasarnya keluarga
kami dapat dikatakan muslim yang taat karena almarhum kakek adalah seorang ustad dan
nenek selalu menggunakan cadar. Di PDTA ini, aku bukanlah siswa yang menonjol, bahkan
mungkin aku salah satu siswa yang paling malas dikelas. Mungkin, hal ini juga yang
menyebabkan aku tidak mempunyai teman, hari-hari ku berjalan dengan kesepian. Kadang
aku marah, kesal dan benci terhadap diri ku sendiri. Hari – hari pun aku lalui dengan
kesendirian hingga akhirnya awal tahun 2008 aku lulus dari PDTA, walaupun nilai ku pas-
pasan aku tetap senang karena pada akhirnya aku dapat bebas dari kesendirian ini.

Dan aku pun melanjutkan pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri (SDN), disini aku
memulai kehidupan baru dan berharap aku bisa mendapatkan teman baru. Dan
alhamdulillah ,disini aku dapat bergaul dan memiliki banyak teman. Di kelas aku adalah
siswa yang bisa dikatakan nakal, mungkin karena dalam pikiranku yang ada hanya bermain
saja. Bahkan, aku lebih suka bermain dengan laki-laki dibandingkan dengan perempuan,
karena bagi ku perempuan itu cengeng dan lemah. Karena ketika aku mengganggu mereka
maka kebanyakan dari mereka akan menangis. Hingga, pernah pada suatu ketika orang tua
dari salah satu temanku datang kesekolah, ya tentu saja ini karena ulahku. Aku menjailinya
dengan mencoret – coret seluruh bukunya, hal ini membuat orang tuanya marah sehingga
aku dipanggil wali kelas dan dimarahi, serta sebagai hukumannya aku dipasangkan dengan
teman sebangku laki-laki. Namun, tidak masalah karena pada dasarnya aku juga lebih suka
bermain dengan teman laki – laki ku dibandingkan dengan perempuan ku.

Namun, hal ini tentu saja berdampak pada nilai raport ku. Aku banyak mendapatkan
nilai yang merah. Aku sedih, bukan karena nilai ku. Namun, karena melihat mama kecewa
pada ku, meskipun mama tidak mengatakannya,namu aku tahu itu dari bola matanya, aku
tahu sorot kekecewaan itu. Meskipun mulutnya membisu tapi matanya tak bisa berbohong.
Dan ketika aku menginjakkan kaki di kelas dua sekolah dasar aku berniat dan berjanji akan
mendapatkan nilai yang baik dan juga akan mendapatkan juara , tujuan ku cuma satu yaitu
membuat mama bahagia. Akupun mulai rajin belajar, mendengarkan ketika guru
menjelaskan dan berubah menjadi anak yang lebih sopan. Setelah semua aku lalui, dengan
berbagai rintangan yang menerpa, alhamdulillah pada akhirnya aku bisa mencapai tujuanku
yaitu mendapatkan juara. Meskipun aku hanya mendapatkan juara dua di kelas namun aku
sangat senang inilah hasil dari kerja keras ku selama ini. Dan yang paling membuat aku
senang adalah aku bisa menghapus kekecewaan di mata mama, aku dapat menggantinya
dengan kebahagiaan. Dan aku melihat senyum itu di wajahnya, ya, senyum itu. Dan semakin
lama aku semakin rajin belajar dan alhamdulillah aku dapat mempertahankan prestasi ku.

Namun, kepuasan ku tak berhenti di situ saja. Aku ingin menjadi juara satu, aku ingin
mendapatkannya. Memang tidak mudah, apalagi sekarang sekolah ku mengadakan kelas
favorit, dan alhamduliilah aku termasuk di dalamnya. Hari demi hari aku lalui, aku bukanlah
lagi anak yang ceria dan suka bermain seperti dulu, aku menjadi anak yang introvert. Aku
hanya memiliki satu teman saja, namanya Ami. Ami berbeda dengan ku, dia adalah anak
yang sangat ceria dan suka bermain. Aku tidak tahu mengapa aku bisa berteman dengan
Ami, sifat kami sangat berbeda, sangat bertolak belakang. Namun, dia sangat mengerti aku,
dia tau aku seperti apa. Bahkan, dalam hubungan pertemanan dia yang paling sering
mengalah, dia yang selalu mencairkan suasana saat kami sedang bertengkar, dia sangat lucu
dan menggemaskan. Apalagi untuk anak seusia kami, dia sangat cantik , rambutnya terurai
panjang dan memiliki kulit putih. Dia bukan hanya teman yang baik, tetap juga motivator
yang handal. Dikala aku sedih dia selalu ada dan dia selalu menghibur ku. Aku sangat
menyayanginya. Hari demi hari pun kami lalui bersama, aku tidak tau akan seperti apa hidup
ku bila tidak ada Ami, Mungkin akan datar saja tanpa ada warna sedikit pun. Aku sangat
bersyukur Allah mempertemukan aku dengan teman seperti dia. Dan tak terasa, waktu pun
sudah banyak aku lewati. Dan tibalah saatnya ujian akhir sekolah, aku sangat keras belajar
ini demi mencapai tujuan ku yaitu juara satu. Seseorang yang sangat memotivasi aku untuk
bangkit adalah Rangga.
Rangga adalah teman sekelas ku, dia adalah pemegang juara satu yang sulit untuk
dikalahkan. Dia sangat pintar dan juga tampan, banyak wanita di kelas ku yang suka
padanya. Apalagi di sangat rajin beribadah, untuk anak seusia kami dia sangat sempurna,
tidak ada kekurangan dalam dirinya. Namun, dibalik kesempurnaannya itu, ternyata dia
menyembunyikan sebuah luka yag sangat dalam. Orang tuanya bercerai, beberapa bulan
sebelum Ujian Nasional akan dilaksanakan. Aku tau dia sedih dan terpukul, namun dia
terliahat baik - baik saja dan semangat belajarnya juga tinggi. Dari situ aku termotivasi
olehnya, mengapa dia bisa sedangkan aku tidak. Pikiran selalu mengatakan aku bisa, aku
pasti bisa.Oleh sebab itu , aku berjuang, aku belajar, belajar dari hidup orang lain. Setelah
semua aku lalui, tibalah pengumuman kelulusan. Alhamdulillah, aku lulus dengan nilai
terbaik di sekolah. Aku dapat mengalahkan Rangga, aku tahu mungkin dia begini karena
keluarganya, dia menjadi tidak fokus belajar. Tapi tujuan utama ku bukanlah
mengalahkannya. Namun, melihat senyum mama dan aku mendapatkan itu. Akan tetapi,
dibalik semua ini aku juga sedih karena mata ku rabun aku harus menggunakan kacamata.
Aku menyesal ,aku terlalu memaksa mataku, aku tidak pernah berfikir hal ini akan terjadi.

Dan setelah aku lulus dari SD, akupun ingin meneruskan pendidikan ku di pesantren.
Namun, mama tidak menyetujuinya. Dia takut jauh dari ku, baginya aku hanyalah putri kecil,
aku belum mampu melakukannya apapun sendiri meskipun aku sedih namun tidak masalah
aku tetap menerimannya. Dan akhirnya aku dimasukkan di salah satu SMP di kota ku.
Sekolahnya lumayan bagus, aku menyukainya dan yang terpenting aku juga merasa nyaman
disini. Di SMP ini, aku memiliki banyak teman lebih banyak pada saat aku SD. Di masa SMP
ini aku yang tadinya introvert, sedikit demi sedikit aku mulai membuka diri untuk dunia luar,
aku mulai pandai bergaul dan aku juga mulai suka bermain dengan teman ku. Namun, aku
tidak melupakan kewajibanku untuk belajar,aku masih sama seperti Tiara yang dulu, Tiara
yang suka berteman dengan buku- buku. Dan bahkan, alhamdulillah aku bisa menjadi juara
umum di SMP ku, aku sangat besyukur karena Allah masih mempercayai hal ini pada ku.
Hari demi hari pun aku lalui, berbagai ajang perlombaan pun aku ikuti untuk mewakili
sekolah ku. Aku sangat bahagia di masa SMP ku ini.

Namun, semuanya berubah, ketika aku menginjak kelas 3 SMP, seketika semuanya
berubah, kehidupan ku berantakan dan aku merasa hancur pada saat itu. Bagaimana tidak
mulai dari ayah kehilangan pekerjaanya , kakak yang gagal menikah serta ayah dan mama
sering bertengkar. Dan ditambah lagi aku yang sudah mulai menyukai lawan jenis ku, tentu
saja ini membuat ku jarang belajar aku lebih suka menghabiskan waktu dengan ponsel ku
hanya untuk sekedar bertukar kabar dengannya. Semua ini membuat ku hancur, aku sangat
terpukul, sedih dan aku benci hidup seperti ini. Mengapa semua ini terjadi pada ku,
mengapa Allah memberikan ujian yang sangat berat kepada ku. Dan tentu saja semua ini
bedampak pada nilai raport ku, nilai ku jauh merosot. Namun di dalam keterpurukkan itu,
aku tersadar, aku teringat Rangga, aku teringat akan sosok nya. Bocah yang memilikinya hati
yang kuat dan tegar. Hidup ku tidaklah seburuk hidupnya dan ujian hidupnya pada saat itu
lebih berat dari yang ku hadapi pada saat ini dia tetap tabah. Aku harus seperti dia, aku tidak
boleh lemah.

Dan mulai saat itu aku pun bangkit, aku menjadi Tiara seperti dulu lagi. Aku mulai
semunya dari awal, dan yang paling penting aku mulai mendekatkan diri kepada Allah swt.
Aku selalu berdoa kepadanya agar semuanya baik- baik saja. Akupun mulai belajar dan terus
belajar. Dan alhamdulillah semuanya mulai membaik, pekerjaan ayah mulai membaik
walaupun tidak seperti dulu lagi namun aku tetap bersyukur, serta hubungan ayah dan
mama sudah mulai harmonis lagi. Oh iya, kakak ku juga sudah mulai menjalani kehidupan
yang baru. Dan tentunya, alhamdulillah nilai ku sudah mulai membaik lagi. Meskipun, aku
tidak memegang juara umum pertama lagi. Namun, aku senang Allah mengabulkan doa ku
selama ini, dan Allah memberikan kepercayaan berupa juara umum yang kedua kepada ku.
Dan alhamdulillah, aku bisa masuk di salah satu SMA favorit di kota ku.

Semua ini mengajarkan ku, betapa pentingnya berusaha dalam hidup, karena
sesunguhnya hasil tidak akan membohongi usaha. Allah memberikan kita kekuatan agar kita
pergunakan dalam kehidupan. Tidak ada manusia yang bodoh atau manusia yang lemah.
Yang ada yaitu manusia yang malas dan manusia yang pasrah, hidup itu anugerah kita harus
menjalankannya dengan sebaik – baiknya. Pantang menyerah dan tidak mudah putus asa,
serta selalu yakin akan kehendak Allah swt.

Anda mungkin juga menyukai