yang sederhana.Tempat terjadinya pemberontakan pada 30 September. Di desa yang sangat menyejukkan dan banyak kenangan.Di sanalah aku dilahirkan dan dibesarkan. Linda,itulah namaku. . Aku memiliki 3 orang sahabat dari kecilku,Andrian,Ridho,David. Tapi sayangnya kami berbeda i.Aku bersekolah di Madrasah dan mereka di Sekolah Dasar.Perbedaan tersebut tidaklah menjadi penghalang untuk persahabatan kami.Hari demi hari kami lewati bersama dengan mengukir berbagai kenangan di desa tersebut.12 tahun telah berlalu.Semua kenangan indah itu terpaksa berhenti karena aku harus pindah ke luar pulau bersama keluargaku.
Di hari itu, Jumat 28 Oktober 2014, kesedihan
menyelimuti desa tercinta.Semua orang di desaku menangis dan menyaksikan kepergian kami.Mulai saat itu juga semua impianku musnah. Dulu aku bermimpi ingin meneruskan pendidikan di pondok pesantren dan menjadi seorang ustadzah,tapi Allah berkehendak lain.Berat rasanya untuk meninggalkan tanah kelahiran,ditambah lagi banyak sekali guru yang melarangku untuk pindah.
Kami pindah ke pulau kalimantan, tepatnya di
kota Singkawang. Kami tinggal dengan keluarga jauh kami. Aku melanjutkan pendidikan di sekolah dasar. Jujur, pada saat itu aku menangis karena aku harus beradaptasi dari madrasah ke sekolah dasar, itu cukup sulit bagiku.Seiring berjalannya waktu,aku lulus dari SD dengan nilai yang cukup memuaskan dan akhirnya aku masuk ke sekolah favorit yaitu SMPN 3 Singkawang.
Hari demi hari telah kami lalui seperti biasanya.
Akan tetapi,disinilah permasalahan mulai muncul. Keluarga jauhku menjadi lebih jahat, bahkan bisa di katakan kejam. Aku juga tidak mengerti mengapa mereka menjadi seperti itu. Saking banyaknya kejahatan mereka, sampai-sampai aku bingung mau menceritakan yang mana. Suatu hari, mereka membuat toko susu di depan rumahnya dan aku yang di perintahnya untuk menjaganya. Bayangkan saja seorang anak SMP menjaga toko susu dari sepulang sekolah sampai tengah malam, tanpa di gaji sepeserpun. Saat ada barang yang datang, aku juga yang harus mengangkatnya dan menata ke tempatnya,tidak hanya 1 kardus tapi minimal 7 kardus. Bahkan bukan bukan hanya itu saja, memakan nasi sisa, ikan bangkai pun sudah kami lakukan. Air mata terus membanjiri pipiku setiap harinya.Inilah saat saat tersulitku dalam menjalani hidup ini. Banyak sekali sesuatu yang ku sesali,tapi orang tuaku mengajarkanku untuk tidak menyesali sesuatu yang telah terjadi.
Suatu hari kami bertemu dengan seorang tentara
muda yang bernama Huda. Dia sangat baik sekali bahkan kami sudah menganggapnya seperti keluarga. Aku menganggapnya seperti abangku sendiri. Aku sering curhat masalah masalah yang tengah aku hadapi lalu bang Huda menyarankan dan mengatakan kepada orang tuaku bahwa sebaiknya kami pindah. Karena sudah tidak tahan lagi, akhirnya kami memutuskan pindah dan mencari sebuah kontrakan.
Ketika malam hari, aku keluar rumah dan duduk
di bawah pohon menatapi bintang yang begitu indah. Mataku tertuju ke satu bintang yang yang paling terang.Terlintas di pikiranku bahwa aku harus bisa menjadi orang yang sukses seperti bintang itu, paling terang diantara yang terang, agar aku bisa menjunjung nama baik keluargaku,mengangkat derajat kedua orang tuaku dan membahagiakan mereka. Tapi di samping itu, aku juga ingin mengabdikan diriku seutuhnya untuk negara.
Keesokan harinya,aku jogging di lapangan brigif
dan bertemu bang Huda. Setelah jogging bang Huda menanyakan tentang cita-citaku dan aku bingung mau jawab bagaimana karena aku belum tahu juga cita-cita apa yang sekarang aku impikan.Lalu bang Huda menyarankanku untuk masuk polwan atau kowad. Nah,mulai saat itulah cita-cita kecilku muncul kembali. Dahulu waktu kecil,aku ingin menjadi seorang polwan akan tetapi pikiran itu spontan ku buang jauh-jauh, karena kemungkinannya kecil kalau anak dari desa yang cukup terpencil menjadi seorang polwan. Bang Huda sangat mendukungku. Dan ternyata orang tuaku juga menginginkan aku menjadi seorang polwan atau kowad. Sejak saat itu pula aku membulatkan niat dan tekadku untuk menjadi seorang polwan atau kowad.
Waktu terasa begitu cepat dan sekarang aku lulus
dari SMP dan alhamdulillah mendapat nilai yang cukup memuaskan, sehingga aku bisa masuk ke SMA favorit, SMAN 3 Singkawang. Di sini,banyak sekali pengalaman baru yang ku dapatkan. Aku duduk di kelas 11 ipa 3, bersanding dengan berbagai macam sifat makhluk yang ada didalamnya. Aku bersahabat dengan 17 perempuan lainnya yang ada di kelas itu. Dan nama persahabatan kami adalah “BUNA”(Bucin Nasional). Dimana mereka mempunyai sifat dan karakternya masing-masing. Ada yang rempong,ada yang cengeng,aneh,keras kepala,pendiam dll. Kalau aku dikenal dengan cewek tangguh tentunya dengan panggilan khas “madi”. Semua yang ada di Buna memang mempunyai panggilan unik masing-masing seperti umik,donggala,citrus,makde,mesi,gondang,cunuy dll. Memang,nama persahabatan kami ‘bucin nasional’ tapi itu tidak menjamin kisah cinta kami. Setiap kali ada salah satu dari kami yang dekat dengan cowok, pasti selalu saja kandas. Kami rasa itu kutukan untuk kami, karena kami memang ditakdirkan jomblo sampai halal. Aku beruntung sekali punya sahabat seperti mereka, yang selalu ada di sisiku, mereka mengerti akan diriku, bahkan mereka tahu impianku dan mereka sangat mendukung dan mensupportku.
Suatu hari, semua sekolah libur kecuali sekolah
kami. Dan saat itu aku bangun kesiangan, pukul 06.31. Orang tuaku juga tidak membangunkanku karena mengira aku libur dan kasihan melihat aku kelelahan usai kegiatan paskibra kemarin malamnya. Akupun mmenjelaskan bahwa aku harus masuk,karena ada simulasi UAS. Lalu orang tuaku habis-habisan memarahiku, karena mereka tidak suka melihat aku tidak disiplin. Karena sejak dini aku sudah di ajarkan kedisiplinan, kejujuran, dan sebagainya. Tetapi semenjak SMA orang tuaku lebih keras mendidikku.
Buna sering berkumpul di markas, saat
berbincang mengenai lanjut pendidikan, mereka tidak menanyakan itu padaku, karena mereka sudah hafal, pasti aku akan menjawab Polwan atau Kowad. Sampai suatu ketika, kami kedatangan tamu, beliau mempromosikan bimbel online tapi entah kenapa pembawaannya itu sangat mendalami dan menjiwai, mungkin karena beliau lulusan UGM jurusan psikologi. Beliau memberikan motivasi untuk kami, bahkan memberi semangat untuk kami meraih cita-cita. Di sesi terakhir kami menyaksikan satu video yang mengharukan dan kamipun menangis. Lalu beliau menantang ‘siapa yang berani janji kepada kita semua yang di ruangan ini bahwa akan bisa meraih cita- cita nya’ dan aku pun tunjuk tangan. Aku maju ke depan dengan air mata yang mengalir di pipi. Aku mulai mengucap janji, aku mengatakan “saya berjanji pada diri saya bahwa 2 tahun kedepan, kalian sudah melihat saya mengenakan pakaian dinas yang saya impikan yaitu polwan ataupun kowad dan saya memohon kepada kalian ingatkan saya jika saya salah jalan dalam menempuh cita- cita saya”. Teman-temanku pun ikut menangis dan suasana haru menyelimuti kelas kami. Aku berharap kalian juga mendoakanku agar aku bisa meraih impianku.