Anda di halaman 1dari 6

Synopsis dan unsur intrinsik novel angkatan 66

1.PERTEMUAN DUA HATI

>Unsur-unsur Intrinsik
1. Tema :

Kehidupan Sosial

2. Tokoh :

-Bu Suci -Bapak (Ayahnya Bu Suci)

-Waskito -3 anak Bu Suci

-Suami Bu Suci -Uwak

-Murid-murid SD kota Semarang

-Istri RT7

-Bu De Waskito -Kakek dan Nenek Waskito

-Kepala Sekolah -Guru Agama

3. Penokohan :

Bu Suci (protagonis) : baik, lembut, penyayang, tanggung jawab, bijaksana, rajin,


penurut kepada orang tuanya, selalu megalah diantara saudara-saudaranya, sabar dan tabah
dalam menghadapi kehidupan, tidak pernah menuntut lebih kepada suaminya, peduli kepada
peserta didiknya,selalu meminta pendapat kepada orang lain setiap akan mengambil
keputusan.
Waskito (antagonis menjadi protaginis menjelang akhir cerita) , Nakal, suka
marah-marah tidak jelas, sering membolos, sering memukuli teman-temannya, pendiam,
selalu meluapkan perasaannya dengan kekerasan/ memberontak, sulit bergaul dengan teman
sekelasnya karena ia ditakuti teman-temannya karena sikapnya yang keras, sebenarnya ia
hanya minta untuk diperhatikan dan sedikit bimbingan.

Suami Bu Suci (protagonis), pengertian, tanggung jawab, dan perhatian.

Bu De Waskito (protagonis), baik, perhatian pada anak.

Kepala Sekolah (protagonis), tegas, berwibawa.

Bapak (Ayahnya Bu Suci), tegas dalam mendidik anak.

3 Anak Bu Suci :
- Anak ke-1 perempuan => lembut, cepat mengerti

- Anak ke-2 laki-laki => diceritakan mengidap penyakit ayan

- Anak ke-3 perempuan => masih balita

Uwak : Sabar, penuh kasih sayang.

Istri RT : Ramah

Kakek dan Nenek Waskito : Penyabar, ramah

Guru Agama : Baik, mudah menyesuaikan diri

Murid-murid SD Semarang : Patuh terhadap guru

4. Latar :

Tempat : Rumah Bu Suci, Sekolah Dasar di Kota Semarang, di rumah RT, Rumah Sakit,
Kota Purwodadi, di sepanjang jalan dari rumah Bu Suci ke SD.

Waktu : Pagi, siang, sore dan malam hari.

Suasana : Sabar, prihatin, kesal, dan di akhir cerita semuanya merasa senang
5. Alur :

Dilihat dari jalan ceritanya, Novel berjudul Pertemuan Dua Hati karya Nh. Dini termasuk
kedalam alur campuran (dimana cerita dimulai dari masa dahulu masa sekarang kembali
ke masa dahulu dan seterusnya).

Berdasarkan standart kehidupan berceritanya, Novel ini termasuk alur tertutup, sebab jalan
ceritanya sudah ditentukan dengan jelas oleh pengarang dan tidak memberi kesempatan
kepada pembaca untuk menentukan bagaimana akhir cerita tersebut.

6. Sudut pandang :

Posisi atau letak pengarang dalam sebuah cerita yang dikarang atau disampaikan. Novel
Pertemuan Dua Hati ini termasuk ke dalam sudut pandang orang pertama. Ini dapat dilihat
dari cara pengarang menggunakan penyebutan tokoh utama aku (sebagai aku-an) di dalam
novel.

7. Amanat :

Hendaklah kita bersabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup dan jangan pernah
menganggap remeh seseorang dan memandang hanya dari sisi buruknya saja. Dan kepada
orang tua janganlah lupa akan memberikan pengajaran yang baik untuk anaknya.

8. Gaya Bahasa :

Bahasa Jika dilihat dari gaya berceritanya (style of though), novel ini termasuk kategori gaya
bahasa langsung. Pengarang menceritakan sendiri semua peristiwa-peristiwa yang terjadi
baik pada dirinya sendiri maupun orang lain disekitarnya. Dalam novel ini juga banyak dipakai
kata yang merupakan kata-kata istimewa. Misalnya : sukar, konon, kelak, sekonyong-konyong.
Mengintruksikan tumpuhan, jeng (bu), dsb. Dalam novel ini juga terdapat gaya bahasa yang
bermacam-macam. Gaya bahasa yang dipakai dalam kutipan itu berkisar antara gaya bahasa
Hiperbola (misalnya : tercekik oleh keharuan,..pastilah mulutku akan terloncat cerita
peristiwa dikelas kehadapan rekan-rekanku). Gaya bahasa Metonemia (misalnya: dalam kata
membuka Hati)
Sinopsis

Bu Suci adalah seorang guru di sebuah desa di Purwodadi. Ia adalah seorang guru yang bijak serta sangat
mencintai keluarganya. Namun, karena pekerjaan suaminya, bu Suci dan keluarganya terpaksa pindah ke kota
Semarang. Disana ia tinggal dengan suami dan ketiga anaknya serta dengan uwaknya yang menjaga anak-anak
bu Suci. Bu Suci mempunyai seorang suami yang sangat pengertian terhadap keluarganya. Dia selalu mendukung
apa saja yang bu Suci lakukan selama yang dilakukannya itu benar. Ia pun berniat untuk mencari pekerjaan
sebagai guru kembali, karena ia sudah sangat rindu dengan pekerjaannya itu. Hingga suatu saat ia mengantarkan
anaknya ke sekolah dan ia pun mendapat pekerjaan sebagai seorang guru di sekolah dasar dimana anakanya
bersekolah.

Hari pertama mengajar dilalui bu Suci dengan baik. Namun, ia mulai merasa ada suatu kejanggalan yang
terjadi pada kelas tersebut. Sebisa mungkin bu Suci tidak pernah mencampurkan persoalan pribadi dengan
persoalan di dalam pekerjaannya. Ia berusaha profesional dengan bisa membagi waktu, agar anak-anaknya tidak
pernah merasa kehilangan sosok ibu dalam dirinya.

Hari-hari berikutnya dilalui bu Suci dengan mulus pula, namun sekarang ia mulai mengerti apa yang mengganjal
didalam pikirannya. Seorang murid bernama Waskito ternyata telah menarik perhatiannya. Setiap kali ditanya
tentang murid tersebut, semua anak seolah terdiam dan tidak ingin memberi jawaban pada bu Suci. Namun,
akhirnya bu Suci pun mendapatkan jawaban atas semua yang terjadi. Ternyata muridnya yang bernama Waskito
tersebut salah satu murid yang nakal, dan selalu membuat keonaran. Semua murid yang ada dikelas segan pada
dia, mereka takut jika bermasalah dengannya. Menurut cerita yang ada, Waskito seringkali memukul dan
menjahili temannya yang ada di kelas, tanpa sebab apa pun atau mereka merasa tidak pernah berbuat sesuatu
yang membuat Waskito marah. Entah kenapa bu Suci merasa ada hal yang perlu ia selesaikan dan ia ingin
terlibat jauh pada masalah itu. Dorongan hati yang kuat membuat bu Suci semakin ingin membantu Waskito
menyelesaikan masalahnya.

Sementara itu, anak kedua bu Suci telah di vonis oleh dokter mengidap penyakit ayan, sehingga
kesehatannya perlu dijaga serta ia tidak boleh banyak beraktivitas. Semua cobaan seolah tengah menghadang
pada bu Suci. Disisi lain ia ingin sekali berada di kelas serta mengetahui perkembangan muridnya yang nakal
tersebut, namun disisi lain ia harus bersusah payah mengantar anaknya ke rumah sakit untuk berobat.

Akhirnya bu Suci pun mendatangi kediaman kakek dan Nenek Waskito untuk mendapatkan informasi yang
sebanyak mungkin. Ia pun mendapatkan informasi bahwasannya Waskito sebenarnya merupakan anak yang
baik, namun karena perilaku orang tuanya yang memperlakukannya dengan tidak baik maka ia pun menjadi
murid yang nakal. Neneknya mengatakan bahwa ayahnya seringkali memukul Waskito tanpa alasan yang jelas
jika Waskito melakukan suatu kesalahan tanpa memberikan pengarahan yang baik, yang seharusnya Waskito
perbuat, sementara ibunya selalu memanjakannya sehingga Waskito tidak pernah tahu mana yang baik dan
buruk. Selama tinggal bersama neneknya ia menjadi anak yang tahu aturan dan menjadi disiplin, namun setelah
orangtuanya memintanya kembali, maka ia kembali menjadi anak yang nakal dan selalu menjahili teman-
temannya.

Bu suci mencoba membantu permasalahn yang dihadapi oleh Waskito. Seringkali ia memperhatikan
semua perilaku Waskito, dan ia perlahan mencoba mendekati Waskito. Ia meminta Waskito untuk mengantar
makanan pada anak keduanya yang sakit tersebut. Bu suci mencoba menggambarkan pada Waskito bahwa ia
masih beruntung diberi kesehatan sehingga ia tidak perlu melakukan sesuatu yang tidak berguna untuk
hidupnya. Bu Suci juga memberi kepercayaan pada Waskito untuk membuat sesuatu, hingga pekerjaan yang
dilakukan Waskito dan kelompoknya mendapat penghargaan dari teman-temannya. Waskito dibuat ada
keberadaannya oleh bu Suci. Selama ini semua murid yang ada di kelas menganggap Waskito hanya sebagai
biang onar dan keributan sehingga keberadaanyya tidak diinginkan dan dibutuhkan. Namun, sekarang bu Suci
mencoba membuat semua hal tersebut musnah.

Kini Waskito tinggal bersama bibinya, sehingga sedikit demi sedikit ia mulai mendapatkan pelajaran tentang
sebuah kasih sayang. Terutama dari keluarga bibinya, yang selalu rukun meskipun keadaan ekonomi mereka
sulit. Bahkan mereka kadangkali harus berbagi makanan. Namun Waskito senang tinggal di sana. Lantaran di
sana ia mendapat pengajaran tentang sopan santun dan kasih sayang. Ibu Suci merasa lega dengan semua
perubahan yang mulai Waskito tunjukkan.

Namun suatu hari ia kembali mengamuk lantaran ada seorang yang menghina tanaman yang ia tanam,
padahal maksud temannya tersebut hanya sekedar gurauan belaka. Waskito sampai membawa Cutter yang di
acuhkan keudara, namun dengan berani bu Suci merampas Cutter tersebut dari tangan tersebut saat Waskito
lengah. Tanpa memikirkan sesuatu yang buruk akan terjadi padanya. Entah kenapa ia yakin bahwa Wasktito
tidak akan sanggup untuk menggunakan senjata tajam tersebut. Semua guru di sekloah tersebut sepakat untuk
mengeluarkan Waskito dari sekolah karena sikap Waskito sudah keterlaluan. Namun bu Suci dengan segenap
hati meminta agar diberi waktu untuk membimbing Waskito, jika ia gagal jabatannya sebagai guru rela jika harus
di cabut. Ia pun menekankan kepada Waskito bahwa Bu Suci percaya bahwa Waskito akan merubah sikapnya
karena selain ia yang harus pindah, jabatan bu Suci sebagai guru juga dipertaruhkan untuknya.

Sejak saat itu bu Suci dan Waskito semakin dekat dan akhirnya sedikit demi sedikit Waskito
mau berbagi cerita dan mau untuk mnerima nasihat bu Suci. Akhir semester Waskito naik
kelas dan keluarganya sangat berterimakasih karena mereka tidak menyangka bahwa Waskito
dapat merubah sikapnya dan dapat pula naik kelas. Waskito dan keluarga bu Suci pun berlibur
ke desa mereka di Purwodadi sesuai dengan janjinya kepada Waskito. Sejak bertemu dengan
Waskito bu Suci merasa hatinya telah dipertemukan dengan hati Waskito dan sejak saat itu
pula keprofesionalisme yang bu Suci gunakan dalam memisahkan urusan pekerjaan dan
rumah tangga tak beralu lagi semenjak kedatangan Waskito.

Anda mungkin juga menyukai