Anda di halaman 1dari 8

Nama : Atik Mukaromah Kelas : IX-E

KONTRAK MEMBACA BUKU FIKSI


Saya Atik Mukaromah setuju membaca buku yang berjudul
Pertemuan Dua Hati, pengarang Nh. Dini , diterbitkan oleh PT
Gramedia Pustaka Utama, tahun terbit 2003. Saya mulai
membaca pada tanggal 25 Oktober 2019 dan selesai di laporkan
tanggal 5 November 2019.

Tanda Tangan Guru, Tanda Tangan Siswa,

Tanggal :
1. Identitas buku :
a. Judul : Pertemuan Dua Hati
b. Penulis : Nh. Dini.
c. Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
d. Tebal : 85 halaman
e. Cetakan : ke-11
f. Tahun terbit : 2003
g. Kota terbit : Jakarta
2. Unsur intrinsik :
a. Tema:
Perjuangan seorang wanita dalam membagi peran antara
keluarga dan profesinya sebagai seorang guru yang mampu
mengubah karakter seorang siswa sukar.
b. Tokoh :
 Bu Suci
- Baik,
- penyayang,
- perhatian,
- sabar,
- bijaksana,
- taat beragama,
- berbakti kepada orang tua.
 Waskito
- Agresif,
- sering memukuli temannya,
- emosional,
- sulit bergaul dengan orang lain karena sifatnya yang
kadang berubah-ubah,
- butuh perhatian dan bimbingan lebih dari orang
tuanya.

 Suami Bu Suci
- Baik,
- penyayang,
- perhatian,
- tegas,
- bertanggung jawab,
- pekerja keras.
 Anak pertama Bu Suci
- Lembut,
- baik,
- penurut pada orang tua,
- cepat mengerti,
- gemar membaca buku.
 Anak kedua Bu Suci
- Terampil
 Anak ketiga Bu Suci
 Bu De Waskito
- Baik,
- perhatian
- peduli pada anak-anaknya dan juga pada Waskito.
 Kepala Sekolah
- Tegas,
- bijaksana,
- berwibawa
 Uwak
- Baik,
- perhatian kepada anak Bu Suci,
- percaya akan adanya takhyul.
 Murid-murid SD Semarang
- Patuh
- penurut kepada guru.
c. Alur :
Alur cerita yang digunakan oleh penulis dalam novel ini
adalah alur maju
d. Sudut pandang :
Novel “Pertemuan Dua Hati” termasuk ke dalam sudut
pandang orang petama. Ini dapat dilihat dari cara pengarang
menggunakan penyebutan tokoh utama “aku” (sebagai aku-an)
di dalam novel.
e. Gaya Bahasa :
Gaya bahasa yang dipakai dalam novel “Pertemuan Dua
Hati” adalah gaya bahasa langsung, yaitu pengarang
menceritakan semua peristiwa secara langsung. Gaya bahasa
yang terdapat dalam novel ini di antaranya adalah gaya bahasa
hiperbola dan metonimia.
f. Latar cerita
 Latar tempat :
- Rumah Bu Suci,
- Sekolah Dasar di Kota Semarang,
- Purwodadi,
- Perusahaan,
- Kota Semarang,
- Mrican,
- Ruang Dokter,
- Ruang Kelas,
- Rumah Nenek Waskito,
- Rumah Orang tua Waskito,
- Rumah Bude Waskito,
- Rumah Sakit Syaraf,
- Lapangan Sekolah,
- Pabrik Makanan.

 Latar Waktu
- pagi,
- siang,
- sore,
- malam hari.
 Latar Suasana
- sabar,
- prihatin,
- kesal,
- bingung,
- marah,
- sedih,
- kacau,
- senang
- bahagia
3. sinopsis :
1) Orientasi :
Beberapa bulan yang lalu, sebuah keluarga Purmodadi
yang terdiri dari Bu Suci, suaminya, tiga orang anak, dan
bibinya dipindahkah ke kota besar Semarang karena suaminya
dipindah tugaskan tepatnya di daerah Mrican. Sehingga, mau
tidak mau Bu Suci juga meninggalkan pekerjaannya sebagai
guru di Purwodadi.
Saat masuk ke Sekolah baru di Semarang, ia menemani
anak-anaknya ke Sekolah. Dia juga memperkenalkan diri
kepada Kepala Sekolah. Sebagai Orang Tua murid juga
sebagai guru yang menunggu pengangKatan. Kepala Sekolah
pun memberi penawaran untuk mengajar di Sekolah tersebut.
Hari pertama mengajar Bu Suci memperkenalkan diri kepada
murid-murid. Agar suasana menjadi lebih santai, Bu Suci
menceritakan sedikit tentang karirnya sebagai guru.
2) Rangkaian peristiwa :
Bu Suci mengabsen kehadiran muridnya. Hari itu ada 3
anak yang tidak hadir, salah satunya adalah Waskito. Setelah
empat hari mengajar, Waskito belum juga masuk. Bu Suci
menanyakan kepada murid-muridnya tentang ketidakhadiran
Waskito. Dari murid-muridnya, dia mengetahui bahwa teman-
temannya tidak menyukai Waskito. Mereka menganggap
Waskito sebagai murid yang sukar. Kemarahan didorong oleh
hati yang kurang perhatian dari keluarganya.
Bu Suci mengirim surat kepada Nenek Waskito. Sore hari
yang telah ditentukan, Bu Suci mengunjungi Rumah Nenek
Waskito. Dari Neneknya, dia memperoleh banyak informasi
tentang Waskito. Bahwa Waskito pernah dipukul oleh Ayahnya
karena dia membolos. Selama berada di Rumah Orang Tuanya
dia tidak pernah di tegur, diberi tahu mana yang baik dan
buruk. Tetapi selama tinggal 1,5 tahun di Rumah Neneknya,
Waskito bersikap manis, sopan, sering mengerjakan tugas
rumah, masuk Sekolah secara teratur. Hasilnya Waskito
menjadi murid yang pandai. Rapornya menunjukan kemajuan.
Namun, Orang Tuanya mengambilnya kembali.
3) Komplikasi
Sementara itu, Suami Bu Suci menyampaikan kertas-
kertas hasil pemeriksaan kesehatan anaknya. Menurut Dokter
Perusahaan anak keduanya harus dibawa ke Dokter
Syaraf/Neurolog. Berhari-hari Bu Suci dan anaknya mondar-
mandir Rumah Sakit untuk menjalani serangkaian pemeriksaan
anaknya. Hasilnya, ternyata anaknya menderita penyakit
Ayan/Sawan/Epilepsi. Setelah anaknya sembuh, Bu Suci
mengunjungi Nenek Waskito untuk kedua kalinya. Neneknya
menceritakan bahwa kini Waskito tinggal bersama budenya.
Pada suatu hari Waskito masuk Sekolah. Di hari itu Bu
Suci meminta beberapa orang siswanya untuk berpindah
tempat duduk. Ia juga meminta Waskito untuk pindah namun
Waskito tidak mau. Suatu hari Sekolah melaksanakan
pelajaran turun ke Lapangan. Guru-guru dan murid-murid
mengunjungi Pabrik Makanan. Terlihat, Waskito aktif bertanya
tentang mesin pembuat makanan. Bu Suci membentuk
kelompok-kelompok di Kelasnya. Setiap kelompok diberi tugas
untuk membuat rencana belajar. Ternyata hasil karya kelompok
Waskito yang paling sempurna.
Bu Suci memberikan tugas kelompok membuat Kebun
Binatang. Karya kelompok Waskito yang paling bagus. Selama
tiga bulan keadaan tenang, Waskito tidak membuat onar. Pada
waktu istirahat, Waskito mengamuk. Guru-guru mengusulkan
agar Waskito dikeluarkan dari Sekolah. Bu Suci
mempertahankan muridnya tersebut. Dia meminta waktu satu
bulan kepada Kepala Sekolah. Kepala Sekolah pun
mengabulkan permintaannya.
4) Resolusi
Sejak kejadian itu, pada waktu istirahat Bu Suci lebih
sering berada di Kelas. Bu Suci pun mengobrol Waskito. Bu
Suci merasa lebih deKat dengan muridnya tersebut. Rapor
Waskito berikutnya berisi angka-angka yang baik. Waskito tidak
pernah mengacau seperti yang dilakukan tempo hari. Bu Suci
pun menepati janjinya untuk mengajak Waskito memancing.
Waskito ikut memancing sepuas hatinya di Purwodadi bersama
keluarga Bu Suci. Pada akhir tahun pelajaran, Waskito naik
kelas. Budenya datang ke Sekolah berterimakasih kepada
Kepala Sekolah, guru-guru terutama kepada Bu Suci. Atas
keuletannya, Waskito menjadi murid yang lebih pandai.
4. Kesimpulan :
Ibu Suci yang kuat, tekun dan sabar mengahadapi cobaan
yang dilaluinya tidak menyurutkan keinginanya untuk terus
membantu anak murid sukarnya menjadi anak yang normal seperti
anak biasanya. Ia mempertaruhkan karirnya sebagai guru demi anak
sukarnya karena perilaku anak sukar bisa dihilangkan dengan
ketekuguhan hati dan niat.
5. Pesan moral :
- Hendaklah bersabar dan tabah dalam menjalani kehidupan
yang penuh dengan cobaan;
- Jangan pernah menganggap remeh seseorang;
- Jangan pernah melihat seseorang dari sisi buruknya saja;
- Rajin dan tekunlah dalam belajar
- Bekerjalah secara profesional;
- Jadilah orang tua yang selalu peduli kepada anak-anaknya;
- Berikanlah perhatian yang baik terhadap keluarga; dan
- Jadilah seorang Guru yang selalu sabar dalam mendidik anak
didiknya.
6. Kelebihan buku :
Novel ini sangat mudah dipahami sehingga kita lebih mudah
mengerti maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh si
pembaca. Selain itu, novel ini juga terkandung banyak gaya bahasa.
Novel ini sangat cocok dibaca bagi orang banyak karena di dalam
novel ini banyak pesan-pesan penting yang bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
7. Kekurangan buku :
Novel ini banyak menggunakan kata tidak baku, seperti :
modern menjadi moderen, nasihat menjadi nasehat, berubah menjadi
berobah. Novel ini juga terdapat kesalahan penulisan kata
bertanggung jawab menjadi bertanggungjawab.

Anda mungkin juga menyukai