Anda di halaman 1dari 5

ANALISIS UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK

CERPEN “GURU” KARYA PUTU WIJAYA


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

Guru Pembimbing:
Dewi Haryani, S.Pd.

Oleh:
Rifky Herdiansyah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT


DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 2 BANJARSARI

Jl. Sukadana No. 239 Cigayam Telp. (0265) 2661054


Kec. Banjaranyar Kab. Ciamis
A. Unsur Intrinsik
1. Tema

Tema pada cerpen “Guru” karya Putu Wijaya adalah mengisahkan seorang anak
yang memiliki keinginan dan tekad yang kuat untuk menjadi seorang guru meskipun
lingkungan terdekatnya (keluarga) sendiri tidak mendukungnya.

2. Alur Plot

a. Pengenalan/eksposisi
Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja saya dan istri saya jadi
syok. Kami berdua tahu, macam apa masa depan seorang guru. Karena itu,
sebelum terlalu jauh, kami cepat-cepat ngajak dia ngomong.

b. Timbulnya konflik/komplikasi
Ketika Taksu, Ayah, dan Ibu berbincang, namun Ayah dan Ibu tidak setuju
apabila Taksu menjadi guru, tetapi Taksu tetap ingin menjadi guru.

c. Klimaks
Taksu tetap kuat pada pendiriannya untuk menjadi guru sekalipun ayahnya
merayu Taksu dengan membelikan laptop dan mobil mewah, ia tetap tak
goyah terhadap tekadnya.

d. Antiklimaks
Ibu Taksu bertentangan pendapat dengan suaminya, hal ini membuat ayah
Taksu menyesal dan berniat meminta maaf kepada Taksu, berharap keadaan
akan membaik.

e. Penyelesaian/resolusi
Tetapi itu 10 tahun yang lalu. Sekarang saya sudah tua. Waktu telah
memproses segalanya begitu rupa sehingga semuanya di luar dugaan.
Sekarang Taksu sudah menggantikan hidup saya memikul beban keluarga.
Ia menjadi salah seorang pengusaha besar yang mengimpor barang-barang
mewah dan mengekspor barang-barang kerajinan serta ikan segar ke
berbagai wilayah mancanegara.

3. Latar

a. Waktu
10 tahun yang lalu

b. Tempat
Rumah Kos
Bukan hanya satu bulan, tetapi dua bulan kemudian, kami berdua datang
lagi mengunjungi Taksu di tempat kosnya.

c. Suasana
Menegangkan, karena banyak terjadi adu mulut antara Taksu dan Ayahnya,
Ayah dan Ibu Taksu.
Senang;
Ia seorang guru bagi sekitar 10.000 orang pegawainya. Guru juga bagi
anak-anak muda lain yang menjadi adik generasinya. Bahkan guru bagi
bangsa dan negara, karena jasa-jasanya menularkan etos kerja.

4. Penokohan

a. Taksu:
Memiliki karakter kuat dalam mempertahankan pendiriannya, tak mudah
goyah dan tergoda akan tawaran dan rayuan di sekitarnya. Selain itu, ia juga
konsisten dalam menggapai mimpinya.

b. Ayah Taksu:
Merupakan tokoh dengan karakter keras kepala, dan menilai segala sesuatu
hanya dari sudut pandangnya saja.

c. Ibu Taksu:
Mempunyai sikap tidak konsisten dan mudah marah. Selalu menganggap
segala keputusan yang diambil suaminya adalah sesuatu yang salah.

5. Sudut Pandang/Point of View

Cerpen “Guru” karya Putu Wijaya ini menggunakan sudut pandang orang pertama.
Anak saya bercita-cita menjadi guru. Tentu saja saya dan istri saya jadi syok

6. Gaya Bahasa

a. Kata
Siapa yang sudah mengotori pikiran kamu dengan semboyan keblingermu
itu? Siapa yang mengindoktrinasi kamu?
pemberian ajaran secara mendalam (tanpa kritik) atau penggemblengan
mengenai suatu paham atau doktrin tertentu dengan melihat suatu kebenaran
dari arah tertentu saja;

b. Asosiasi/perumpamaan
Menjadi guru itu bukan cita-cita. Itu spanduk di jalan kumuh di desa.
...........
Guru itu hanya sepeda tua.
c. Majas Hiperbola
Satu jam saya memberi Taksu kuliah. Saya telanjangi semua persepsinya
tentang hidup. Dengan tidak malu-malu lagi, saya seret nama pacarnya Si
Mina yang mentang-mentang cantik itu. Mau menyeret anak saya ke masa
depan yang gelap.
7. Amanat

a. Tekad, konsistensi, dan kemauan dapat menentukan kesuksesan seseorang.


b. Sebagai orang tua, memang sudah sepatutnya memilih apa yang terbaik
untuk anaknya. Namun, orang tua juga perlu meninjau dari berbagai aspek
keputusan yang diambilnya. Anaklah yang berhak menentukan mana yang
terbaik untuk dirinya, dan tugas orang tua ialah mendukung apa pun yang
hendak maupun sedang dilakukan anaknya selama itu positif.
c. Memandang rendah profesi/pekerjaan seseorang adalah sikap yang tidak
terpuji.

B. Unsur Ekstrinsik
1. Latar belakang penulis

Putu Wijaya yang kita kenal sebagai seorang sastrawan mempunyai nama yang
cukup panjang yaitu I Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dari namanya, dapat diketahui
bahwa beliau berasal dari Bali. Putu memang dilahirkan di Putri Anom,
Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944
Pada masa remaja, ia memulai menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra.
Saat masih duduk di bangku SMP, ia sempat menulis cerita pendek dan beberapa
diantaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali. Ketika duduk di bangku
SMA, ia memperluas wawasannya dengan melibatkan diri dalam kegiatan
sandiwara. Setelah menyelesaikan SMA, ia melanjutkan kuliahnya di
Yogyakarta, kota seni dan budaya.

2. Latar belakang sosial/budaya

Dalam cerpen Guru dapat kita lihat bahwa pada saat itu terdapat beberapa
pandangan mengenai guru yaitu:
a. Honor yang didapat tidak sesuai dengan jam kerja, banyak menyita
waktu, tenaga, dan pikiran.
b. Pada saat itu, profesi guru hanyalah pelarian bagi seseorang yang
menganggur, dengan iming-iming “asal tidak menjadi pengangguran”.
c. Selain pelarian untuk tidak menganggur, profesi guru pada kala itu juga
menjadi pelarian bagi seseorang yang gagal dalam menggapai mimpinya.
Mereka menganggap bahwa standarisasi pekerjaan yang menyandang
gelar “layak” ialah pejabat negeri, atau petinggi lainnya. Bagi orang-
orang yang mengalami kegagalan dalam mendapat profesi itu, mereka
melarikan diri menjadi guru.

3. Latar belakang politik


Tidak jauh berbeda dengan latar belakang sosial budaya, latar belakang politik
dalam cerpen Guru adalah asumsi orang-orang yang menganggap bahwa profesi
guru bukanlah profesi yang layak dan seringkali dianggap rendah. Maka dari itu,
Ayah dan Ibu Taksu memaksa anak tunggal kesayangan mereka untuk menjadi
orang terpandang. Yakni menyandang gelar pejabat negeri atau mewarisi
perusahaan ayahnya.

Anda mungkin juga menyukai