Anda di halaman 1dari 89

ALWAYS BE SUCCESS

Hidayah Yahya

Yayasan Bina Insan Cita


(YASBIC)
ALWAYS BE SUCCESS

copyrigth@YASBIC, 2018

Penulis : Hidayah Yahya


Desain : Tim Kreatif

Diterbitka pertama kali oleh:


Yayasan Bina Insan Cita-Barru

Always be Success
Yayasan Bina Insan Cita, 2018
Hal: 82
Ukuran: 14 x 21 cm
Cetakan 1, 2018
ISBN: 9786025795077

Hak cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak, atau memindahkan sebagian
atau seluruh isi buku Eini dalam bentuk apapun tanpa
izin tertulis dari penerbit

All Right Reserved

ii
KATA PENGANTAR

Sejak tahun 2016 gerakan literasi sekolah sudah


menemukan wujudnya dalam kegiatan-kegiatan di
sekolah, membaca 15 menit, akses perpustakaan mandiri,
dan menulis bagi siswa. Bahkan di tahun 2017 gerakan
literasi masuk dalam gerakan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) sebagai sublimasi penting bagi kemajuan
pendidikan di Indonesia. Dengan demikian, tidak ada
keraguan akan perguatan gerakan literasi disekolah. Di
sekolah gerakan literasi tampak dari manajemen sampai
pada proese pembelajaran berbasis literasi.
Bila siswa sebagai bagian dari pengembangan
literasi sekolah (membaca dan menulis), lantas bagaimana
dengan gurunya, apakah guru juga mendapat beban
literasi itu. Tentu saja jawabnnya adalah kemampuan
literasi guru adalah kompetensi profesional paling bernilai
di samping kompetensi guru lainnya, karena menulis bagi
guru sama seperti dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan, bila salah satunya hilang maka ia akan
kehilangan nilai. Demikianlah guru dalam kaitannya

iii
dalam penguatan literasi. Salah satu yang sangat
menunjang kemampuan guru adalah menulis. Menulis
memang membutuhkan kemampuan tersendiri, tetapi
bukan berarti tidak dapat dilakukan, karena saat ini di
seluruh wilayah Indonesia sementara ada geliat baru dari
para guru-guru, yaitu menulis buku. Istilah mereka adalah
Satu buku untuk satu orang guru. istilah ini memang
belum menjadi ikon resmi kementerian pendidikan.
Akan tetapi, dapat dipastikan bahwa ikon ini akan
mengubah nuansa pendidikan di masa yang akan datang.
Guru bukan hanya pengajar tetapi mereka adalah penulis.
Etalase toko buku akan dipenuhi oleh karya guru. dan
tentu saja kebanggan itu akan menurun pada siswa
mereka.
Memang sampai saat ini, khususnya kita di Kab.
Barru, telah dilakukan beberapa langkah strategis untuk
mencoba memulai agar guru dapat menulis buku mereka,
tetapi beberapa “percobaan” itu selalu menemui jalan
buntu. Di masa mendatang tampaknya dinas pendidikan
akan mengandeng organiasi eksternal, mulai dari
penerbit, dan kelompok penulis untuk bersama dan
bersinergi menguatkan guru-guru menjadi guru penulis.

iv
Saya optimis dengan masalah ini, buktinya saat ini
saya mendapat kesempatan untuk memberikan kata
pengantar pada beberapa buku dari guru-guru dan
pengawas Kabupeten Barru yang akan diterbitkan. Tentu
saja ini menjadi momentum tak ternilai, bahwa di
Kabupaten Barru akan lahir generasi baru Arung Pancana
Toa Coliq Pujie penulis Kisah I Lagaligo karya sastra
terpanjang di dunia dan sudah diakui oleh UNESCO.
Sudah saatnya guru-guru dan pengawas Kabupeten Barru
memulai dan bukan mengeluh. Kita memiliki akar sejarah
penulis besar yang berpengaruh dalam sejarah dunia.
Karena itu saya ucapakan selamat pada guru-guru dan
pengawas yang memulai menulis ini, semoga jejak ini
dapat diikuti guru dan pegawas lainnya, dan tentu buku ini
bukan buku pertama sekaligus terakhir, tetapi awal dari
karya-karya selanjutnya.
Barru, Mei 2018

Dr. Ir. Abustan, M.Si.


(Kadis. Pend Kab.Barru)

v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................ iii
Daftar Isi .................................................................................. vi
Always Be Success ................................................................... 1
KKN Kampung Halaman....................................................... 3
Dari Pesantren dan Kembali ke Pesantren ............................ 6
Arti Persahabatan .................................................................... 10
MAU (Mesti Ada Usaha)........................................................ 12
Teriakan Sajak Jati Diri........................................................... 14
Hadiah HP .............................................................................. 20
Perjalanan yang Melelahkan ................................................... 22
Sesuatu yang Tak Pernah Aku Bayangkan............................. 25
Pecaya atau Tidak Percaya...................................................... 29
Mengenal Islam ....................................................................... 31
Lekfiah Art .............................................................................. 35
Jeritan Sang Ibu ....................................................................... 42
Kegagalan dan Usaha .............................................................. 44
Harta Bukanlah Segalanya ...................................................... 47
Amanah Orang Tua ................................................................ 50
Hidup Mandiri ........................................................................ 54
Rintihan Hati ........................................................................... 56

vi
Hilangnya Sang Motivator....................................................... 60
Semua dari Allah Swt. ............................................................. 68
Pesantren? Why Not! ............................................................. 73
This Is Me And The Real Me ................................................ 77
Tentang Penulis.................................................................... 82

vii
ALWAYS BE SUCCESS
SUCCESS bukan berarti mendapatkan harta yang
melimpah, punya mobil mewah, rumah megah, tapi
success apabila bisa mengatur diri sendiri, bisa mengambil
keputusan dan mandiri dalam mengerjakan sesuatu.

Hidup ini pilihan dari bangun tidur sampai tidur


kembali, ada beberapa pilihan tetap tidur atau melakukan
tindakan. Mau success atau tidak?

Buku ini adalah kumpulan cerita inspirasi di pondok


Pesantren dengan tujuan memotivasi diri sendiri,
khususnya dan pembaca secara umum agar lebih mudah
dan enjoy menjalani hidup untuk success dunia akhirat.

Demikian, semoga buku ini dapat memberikan


inspirasi dan manfaat sebanyak-banyaknya.

1
Buku ini saya persembahkan kepada kedua
orang tua dan saudara-saudara saya yang selalu
mendukung dan menginspirasi atas keberadaan buku
ini.
Ya Allah tunjukkan kebenaran agar aku
dapat mengikutinya dan tunjukkanlah kebatilan agar
aku dapat menghindarinya.

2
KKN KAMPUNG HALAMAN
Hidayah Yahya S.Pd, M.Pd.

Pembina Madrasah Aliyah

Saya terlahir dari keluarga kurang mampu walaupun


ayah punya penghasilan tetap, tetapi tidak cukup
menghidupi keluarga. Kami enam bersaudara dan mulai
memasuki jenjang sekolah masa SD, SMP, SMA dan
perguruan tinggi.
Waktu itu beberapa teman tamat SD melanjutkan
sekolah ke Pesantren terdekat di kotaku. Saya ingin juga
tetapi saya sadar biaya sekolah di Pesantren mahal. Dan
tentu saja orang tuaku tidak sanggup membayarnya.
Akhirnya niat itu hanya terpendam saja.
Alhamdulillah sama dengan kakakku yang lain,
akupun melanjutkan pendidikan sampai ke perguruan
tinggi. Aku kuliah di UNM jurusan Bahasa Inggris. Di
semester tujuh, kami ada program KKN. Ada tiga daerah
lokasinya yaitu Pinrang, Polmas, dan Barru. Kebetulan
saya kembali ke kampung. Kecewa juga awalnya mengapa
tidak KKN di tempat lain agar dapat melihat daerah lain,

3
tetapi saya tidak bisa protes karena sudah di atur.
Akhirnya akan menjalani KKN di tempatku tetapi
lokasinya berbeda kecamatan tepatnya di Desa Ajakkang
Kec. Soppeng Riaja.
Salah satu program kerja kami ialah mengajar di
sekolah termasuk di Pesantren. Saya berkunjung ke
Pesantren kebetulan guru Bahasa Inggrisnya, guru
pinjaman, beliau mengajar di dua tempat untuk Pesantren
putra dan putri, saya ditawari mengajar di Pesantren putri
menggantikan beliau untuk sementara selama 2 bulan
pada masa KKN. Sehari sebelum penarikan peserta KKN
saya pamit sama kepala Madrasah, beliau berkata “Kalau
nanti kamu selesai kuliah dan mau mengabdi d Pesantren
kamu bisa datang menemui saya untuk mengajar di sini.”
Ternyata inilah hikmahnya mengapa saya KKN di
kampung sendiri.
Setelah saya diwisuda, Saya mulai mengajar di
Pesantren karena guru bahasa Inggris yang tadinya
pinjaman sudah menjadi PNS dan jumlah kelas di putra
banyak jadi sudah tidak bisa mengajar di putri lagi.

4
Sampai saat ini saya mengajar di Pesantren. Banyak
suka dan duka dijalani apalagi menjadi Pembina dan
tinggal bersama anak-anak pengganti orang tua mereka.
Di sini saya belajar banyak hal tentang ikhlas ketika
kita mampu menyembunyikan amal sholeh sebagaimana
kita berusaha menutup rapat keburukan. Ikhlas ketika
mampu menolong sesama namun tidak mengharap
balasan, ikhlas ketika harus melepaskan sesuatu demi
kebaikan bersama sekalipun kita harus terluka.

==***==

5
DARI PESANTREN DAN KEMBALI KE PESANTREN

Radiyah.S.Pi

Pembina MA PI DDI Mangkoso)

Dari kecil saya di sekolahkan di Darud Da’wah Wal


Irsyad. Mulai dari tingkatan Raodatul Atfal (RA),
Madrasah Tsanawiya (MTs) dan pernah ditingkatan
Madrasah Aliyah (MA). Dari tingkatan RA sampai MTs.
Saya selalu dapat Rangking satu hingga saat itu. Saya
dianggap anak pintar atau guru dan teman saya.

Suatu ketika saya ke Makassar bersama keluarga


untuk berlibur. Kebetulan rumah Tante tempat saya
berlibur dekat dengan sekolah Keperawatan, dan ada
beberapa keluarga yang sekolah Keperawatan dan
Farmasi, saya mulai tertarik untuk sekolah Keperawatan
atau Farmasi. Apa lagi sepupu atau keluarga membujuk
saya supaya saya setelah tamat MTs melanjutkan sekolah
di Farmasi dan atau Keperawatan.
Tiga tahun di MTs, akhirnya lulus dan segera saya
mendaftarkan diri di sekolah Keperawatan atau Farmasi.

6
Semua perlengkapan atau berkas dibawa. Dan saya
dinyatakan lolos berkas. Tetapi pada saat pemeriksaan
tinggi badan saya tidak lolos. Tinggi badan yang diterima
150 cm. Sementara tinggi saya hanya 148 cm.
Akhirnya saya kembali ke Pesantren. Melanjutkan
sekolah ditingkatan Madrasah Aliyah. Satu tahun di
Madrasah Aliyah, saya meninggalkan Madrasah Aliyah
dan kembali mendaftar Farmasi atau Keperawatan dengan
harapan sudah dapat diterima karena kemungkinan tinggi
badan saya sudah cukup tapi ternyata tingginya hanya 149
cm. Dan lagi-lagi saya tidak lolos.
Saya pulang dengan rasa kecewa dan takut kembali
ke Pesantren karena saya dianggap kabur dari sekolah
atau guru dan teman saya. SMA 10 Makassar dari situ
saya harus mulia beradaptasi dengan lingkungan sekolah
SMA yang sangat jauh berbeda dengan sekolah Pesantren.
Tiga tahun saya di SMA dan mendapat prestasi yang
lumayan dianggap bisa. Dan saya ikut USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB) dan alhamdulillah saya lolos. Tanpa
tes dengan jurusan PSP Perikanan.
Dua tahun pertama saya kuliah di IPB suatu ketika
saya bermimpi di datangi gurutta K.H. Faseh Mustafa.

7
Dan ada satu lagi yang pakai sorban mirip sekali
Anregutta K.H. Ambo Dalle, dalam mimpi saya kedua
kiyai tersebut menghampiri saya dan berkata “Aga
tapugau, Nak?” saya menjawab “Ma’guruka Puang” dan
kemudian keduanya menepuk pundak saya sambil
berkata “Agguruki, Nak” saya terbangun dari mimpi dan
bertanya-tanya dalam hati apa arti mimpi saya.
Empat tahun delapan bulan saya akhirnya lulus dari
IPB. Dan mulai mencari pekerjaan di Jakarta. Saya
pernah bekerja di perusahaan yang sesuai dengan aplikasi
ilmu saya. Tapi tidak bertahan lama. Pernah mendaftar
jadi PNS tapi tidak lulus. Saya berinisiatif untuk kuliah
lagi dan menggambil Akta 4 supaya bisa mengajar. Lulus
Akta 4 saya mendaftar di Pesantren Mangkoso tepatnya di
kampus III Nurul Hidayah Bululampang. Alhamdulillah
saya diterima sebagai guru Biologi (Guru Kontra). Lagi-
lagi meleset dari disiplin ilmu saya. Tapi tak mengapa
ilmu Biologi yang saya dapat saat MTs, MA, dan SMA
cukup menbawa saya untuk mengajar mata pelajaran
tersebut
Alhamdulillah… sampai saat ini dari tahun 2015
saya mengabdikan diri di Pesantren. Banyak sekali ilmu,

8
pengalaman yang saya dapat dan muda-mudahan saya
tetap bisa mengabdikan diri di Pesantren ini, mungkin
inilah hikmah dan arti mimpi saya. Bertemu dengan
kedua Anregurutta tersebut. Bahwa dari Pesantren
Kembali ke Pesantren. walaupun sempat sekolah dan
kuliah pada lingkungan bukan Pesantren.

==****==

9
ARTI PERSAHABATAN
Asriani, S.Pd.I

(Pembina MA Pi DDI Mangkoso)

Seseorang datang ke rumah bertamu dengan alasan


mencari saudaraku. Sejak itu kami berkenalan dan lama
kelamaan akhirnya menjadi akrab, pada waktu masih
duduk di kelas 3 SMP, lalu ditanya “Mau lanjut di
mana?” lalu saya menjawab “Tidak tahu” berkat nasihat-
nasihatnya saya masuk Pesantren, karena waktu itu dia
sudah tamat Aliyah, dan mau lanjut di Makassar.
Satu tahun kemudian dia datang berkunjung ke
Pesantren dan menemuiku, bagaimana dengan
pelajarannya apakah bisa lanjut atau tidak lalu saya jawab
Insya Allah bisa, saya di pertemukan dengan kakak
sepupunya dan menitipkan saya kepadanya, dia tahu saya
tidak punya siapa-siapa di Pesantren ini, lewat itulah dia
berpesan agar membimbing saya, sehingga seperti santri-
santri yang lain pada umumnya menjelang dua tahun tiba-
tiba ada kabar kalau dia tidak akan pernah datang lagi
disitulah mulai saya harus mengambil sikap dan tidak
10
berharap banyak lagi. Tapi masih punya lagi teman yaitu
kakak sepupunya, yang sering memberi motivasi dan
semangat agar saya bisa bertahan di Pesantren ini, di saat
selesai ujian akhir tiba-tiba datang lagi dan membuat saya
bimbang, tidak bisa mengambil suatu keputusan, akhirnya
dengan terpaksa saya harus bersikap dan mengatakan,
saya masih mau lanjut kuliah karena orang yang ku kenal
dulu beda dengan yang datang padauk, kehidupanya
sudah berbeda. Maaf sahabatku kehidupan kita sudah
berbeda, saya juga menentukan sikap untuk mencapai apa
yang saya cita-citakan.
Terima kasih atas bimbingannya dan nasihatnya
yang telah menjadikan saya manusia yang berguna bagi
diriku dan agamaku, jasa-jasamu tak pernah terlupa dalam
hidupku. Saya tidak bisa membalas jasa-jasamu, hanya
doa yang menyertaimu, semoga dalam hidupmu
mendapatkan bimbingan dan berkah dari Allah SWT,
amin.
PESAN MORAL : JANGAN BENCI SESEORANG KARENA
KESALAHANNYA, TAPI KENANGLAH SESEORANG KARENA
KEBAIKANNYA.

11
MAU (Mesti Ada Usaha)
Muafifah Muhtar

Santriwati Madrasah Aliyah

Awalnya aku ditunjuk berdakwah oleh orang tuaku


untuk lomba antarkecamatan di daerahku. Sebenarnya,
aku tidak tahu berdakwah sampai kakak sepupuku
mengajariku “Orang berdakwah itu harus tegas” katanya
menasihatiku. Aku pun latihan dengan sungguh-sungguh.
Dihari lomba aku sangat nervous, aku takut jika
penampilanku tidak memuaskan dan akhirnya tanpa
kusangka aku mendapatkan juara 1.
Sejak itu aku berdakwah aku selalu berdakwah di
sekolahku maupun di daerahku. Di sekolahku aku selalu
berpartisipasi jika pondokku mengadakan lomba. Dan
alhamdulillah selalu mendapatkan juara 1 atau 2 lomba
Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Setelah tamat SMP DDI, aku melajutkan studiku di
MA PI DDI Mangkoso. Saat Milad yang ke-79, aku
ditunjuk mewakili Ordasku (Organisasi Daerah) untuk

12
pidato Bahasa Inggris tapi seteah pengumuman lomba itu
ternyata aku mraih juara 2. Aku bersyukur tapi aku juga
merasa kecewa dan sedikit down. Sebenarnya, aku ini juga
sedikit kecewa karena aku pernah ditunjuk oleh
sekolahku untuk pidato Bahasa Inggris di Departemen
Agama Barru dan waktu itu aku juga juara 2. Tapi tak
mengapa, mungkin aku harus lebih latihan dan terus
bersungguh-sungguh.
Tak sampai disitu, Setelah itu aku tetap percaya
diriku sendiri. Hingga aku ditunjuk mewakili sekolahku
untuk lomba MSQ sebagai pensyarah di UNM
(Universitas Negeri Makassar). Sejak itu aku menjadikan
kekalahanku sebagai motivasi untuk terus maju dan
berusaha jadi yang terbaik dengan latihan yang sungguh-
sungguh dan tak lupa mengaitkan Allah didalamnya.
Semenjak saat itu aku selalu yakin dibalik kesedihan
selalu ada kebahagiaan yang mendampinginya. Jadi jangan
pernah menyerah jika gagal karena sebenarnya tidak ada
orang yang gagal tapi yang ada orang yang belum berhasil.
Dan jika kita terlanjur berusaha jangan berhenti di tengah
karena sebenarnya sedikit lagi kita berada dititik
keberhasilan.

13
TERIAKAN SAJAK JATI DIRI
Nadiya Nahda

Santriwati Madrasah Aliyah

Madrasah Ibtidaiyah YAMRA, Yayasan tempatku


bersekolah di sayap timur tanah air Merauke. Aku
termasuk murid yang sangat tertutup saat itu. Pemalu,
penakut dan hal itu cenderung membuat teman-temanku
seantero sekolah mem-bully diriku. Nilai-nilaiku biasa
saja, mungkin pengaruh diriku yang terkenal tidak aktif
kala itu. Ejekan teman-teman yang membuatku semakin
tertutupi saat itu. Sering diejek, dijahili, dan dipukul telah
menjadi penderitaan yang bertubi-tubi dari hari-kehari.
Bodohnya aku saat itu yaitu tidak berani mengadu
kepada guru dan orang tuaku. Percuma mengadu sama
guru, mereka kira teman-temanku bercanda. Percuma
mengadu sama papa-mama, waktu untuk bersama saja
jarang sibuk mereka mengurus yayasanku di Merauke.
Saat ini yayasanya sudah berkembang maju. Pondok
Pesantren Al-Munawwarah, lingkungan tempaat tinggalku.

14
Berbeda dengan di sekolah, di rumah, aku orang yang
periang, aku tidak takut sedikitpun. Mungkin karena
semua perangkat di madrasah segan dan menghormati
kekuranganku termasuk papaku yang memang seorang
pemimpin di ponpes itu, begitu pikirku. Aku memang
periang tapi selalu merasa kesepian. Kalau belajar harus
sama santri padahal aku berkeinginan keras belajar
ditemani orang tuaku, Tapi waktunya yang tak pernah
menakdirkan mereka membimbingku. Madrasah
pertamaku sirna tak berbekas.
“Pondok Pesantren DDI Mangkoso,” mendengar
ucapan itu keluar dari mulut kedua orang tuaku, sontak
hatiku girang bukan main. Aku tau kedua orang tuaku
alumni Mangkoso. Aku juga tau Pesantren itu bertempat
di luar Provinsi, dari dulu aku sangat ingin lepas dari
penderitaan berkepanjangan ini. Dan hari itu juga kedua
orang tuaku memutuskan tempat penuntutan ilmuku
berlanjut di sekolah menengah pertama DDI. Tanpa
berpikir panjang aku langsung mengiyakan keputusan
indah itu. Selamat tinggal tanah kelahiran, selamat tinggal
kesengsaraan, selamat tinggal kesepian. Perjalananku
meraih jati diri yang sesungguhnya baru saja dimulai.

15
Hari itu datang juga. Hari dimana aku menghirup
udara ma’had tempatku akan berjuang menyerap ilmu
dan bertawakkal dalam mencari keberkahan ilmu. Hari
demi hari belalu, kujalani hari-hariku dengan semangat
dengan doa dan restu orang tuaku berharap aku belajar
dengan giat. Komunikasiku dengan teman-teman lancar,
akrab malah.
Aku berusaha menjadi sosok yang baik dan mudah
bergaul tanpa ku sadari aku berbaur lebih cepat dari yang
ku kira. Entah darimana keberanian itu datang. Aku lebih
percaya diri sekarang. Dikala jam pelajaran berlangsung,
tangan dan mulutku super aktif dalam pelajaran. Hingga
akhirnya aku terpilih sebagai ketua kelas dari kelas 1
hingga kelas 3 SMP, dan karena itu rasa percaya diriku
semakin besar lambat laun aku melupakan masa SD yang
tidak pernah berkesan baik.
Kesedihan itu hilang begitu saja, aku melatih diriku
dalam aktif berbicara, aku berjuang keras melenyapkan
rasa takut dan malu untuk bisa tampil berpidato di depan
santri-santriwati SMP DDI. Awalnya sangat sulit, tapi aku
percaya Allah selalu menberikan jalan kemudahan untuk
hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.

16
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan.
Entah ada angin apa sehingga guru bahasa Indonesiaku
menunjuk mewakili sekolah dalam ajang lomba baca puisi
padahal aku sudah tercatat sebagai peserta vokal grup.
Tetapi guruku itu bersikeras memilihku.
Alhasil setelah kedua guru, antara guru bahasa
Indonesia dan guru seni budayaku itu berunding mereka
sepakat dirikulah yang akan mewakili sekolah untuk
lomba baca puisi. Padahal menurutku aku tidak terlalu
tahu menahu soal membaca puisi. Mau bagaimana lagi
aku rutin latihan di rumah guruku. Siang-malam
menjelang hari perlombaan aku giat latihan. Tidak di
asrama maupun di sekolah. Dan sehingga tiba dihari
dimana aku akan berdiri di depan banyak orang termasuk
juri untuk membacakan syair-syair puisi yang sebelumnya
telah kupelajari.
Membaca puisi tidak mudah, aku harus memahami
makna-makna tulisannya dengan mempelajari teknik -
tekniknya itu cukup sulit. Bagi diriku yang memiliki lawan
kebanyakan adalah laki-laki yang kalian tahu, suaranya asli
berat karena vokal termasuk nilai yang sangat penting
dalam pembacaan puisi. Tapi ternyata tidak selamanya

17
suara mereka notabene berat dan tegas itu
menyelamatkan penampilan. Karena syukur
Alhamdulillah. Pada ajang festival lomba seni siswa
nasional, cabang baca puisi itu, aku meraih juara Satu.
Aku senang bukan main, aku sampai berpikir aku
hanya berkhayal. Tapi ternyata, aku lolos ketingkat
Provinsi. Di tingkat Provinsi aku meraih posisi juara 2
orang-orang yang hadir di perlombaan sampai heran,
padahal nilaiku saat masuk final yang paling tinggi
mungkin bukan waktunya aku lolos ke Palembang kala itu
ditingkat Nasional. Aku kecewa, bukan karena hasil juara
panitia tapi karena orang tuaku yang tidak percaya aku
yang bisa di bidang baca puisi karena setahuku, aku orang
yang pemalu dan tidak percaya diri. Tapi tak apa itu
bukan penghalang bagiku. Hingga hari-hariku kembali
berjalan seperti biasa di Pesantrenku. Orang tuaku mulai
mengenalku saat kuberitahu mereka aku menduduki
peringkat 1 umum dan peringkat 1 intren. Terlepas dari
perlombaan panggilan untuk menjadi MC di acara-acara
di luarpun kupenuhi, mulai dari menjadi protokol di
upacara 17 agustus kecamatan, dan acara penamatan
santri. Itupun karena keseringan protokol di upacara

18
sekolah. Hingga Allah memberi kesempatan bagiku yang
kedua kalinya. Aku kembali terpilih di perlombaan baca
puisi FLS2N. Alhamdulillah aku lolos ke tingkat Provinsi,
dan berkat doa dan dukungan teman-teman, guru dan
orang tua ku aku pun lolos ketingkat nasional di Manado.
Inilah aku, aku tidak ingin kalah dari masa lalu, aku
ingin tahu akupun juga bisa berprestasi. Dari pengalaman-
pengalamanku aku belajar banyak. Aku belajar untuk
tidak menjadi tinggi hati saat kita menang dan belajar
untuk ikhlas saat kekalahan di pihak kita. Semuannya
tergantung usaha dan ikhlas pada Sang Pencipta.
==***==

19
HADIAH HP
Nurzulqaidah

Santriwati Idadiyah

Sebelum pengumuman kelulusan SD saya dan


teman-teman bercakap tentang ke mana kami akan
melanjutkan pendidikan, aku mengatakan kalau mamaku
menginginkan saya masuk Pesantren.
Hari-hari sekolah di Pesantren mulai kujalani yang
tahap awal namanya I’dadiyah kami belajar 5 pelajaran
perhari yaitu Nahwu, Shorof, Bahasa Arab, Al-qur’an,
dan tajwid dilakukan setiap hari dan membuat bosan.
Kehidupan penuh suka dan duka, harus mengikuti
aturan aturan yang ada, dilarang membawa HP, jadwal
sholat 5 waktu, datang ke sekolah dan lain lain.
I’dadiyah adalah program dasar di Pesantren untuk
tahap penguasaan pelajaran selanjutnya di tingkat MTs
dan MA setelah 6 bulan 5 pelajaran rutin diajarkan
mulailah di evaluasi hingga akhirnya menjadi 3 saja,

20
nahwu, saraf, bahasa arab, dan Al-quran tajwid. Aku
memilih Al-quran tajwid.
Saya mulai menghapal dari Ad-Duha, al-Lail hingga
akhirnya sampai ke An-Naba. Apa yang membuat saya
bisa mencapai keberhasilan ini karena dorongan dari
pembina bahwa belajar di waktu kecil bagaikan mengukir
di atas batu, dan belajar di waktu besar bagaikan mengukir
di atas air, artinya kalau belajar dari kecil akan lebih
mudah nanti bila sudah besar akan menjadi sulit karena
sudah banyak pemikiran.
Demikianlah karena di Pesantren ini dilarang
membawa HP sedangkan saya sangat menginginkan HP,
untuk memperlancar komunikasi dengan teman-teman
SD karena kami sudah berjauhan. Mudah-mudahan ada
jalan keluarnya. Amin.

==***==

21
Perjalanan yang Melelahkan
Isra Febriana

Santriwati Madrasah Aliyah

Waktu tamat SD, ayah mengatakan bahwa saya


akan di masukkan ke Pesantren karena waktu SD sangat
nakal akibat pergaulan yang salah.
“Saya tidak mau di masukkan ke Pesantren, karena
di Pesantren itu seperti penjaran” Sahutku kepada ayah.
“Masuk saja di Pesantren 1-3 bulan kalau tidak
betah nanti dipindahkan” Ucap ayah, terus saya
mengiyakan saja.
Seiring berjalannya waktu saya diantar ke pondok
waktu saya selesai mendaftar.
Kata petugasnya “Silahkan naik ke Bulu Lampang”
dalam hati saya mengatakan “Manalah kita tau yang mana
Bulu Lampang karena baru kali ini kami kesini.” Saya
dan orang tua pergi mencari Bulu Lampang, di perjalanan
kami singgah di salah satu rumah warga dan bertanya
“Pak Bulu Lampang itu di mana?”

22
Bapak itu menjawab “Terus saja, Pak nanti belok
kiri setelah itu kami terus mencari Bulu Lampang ternyata
kita sampai di penjual jagung, kami bertanya lagi di salah
satu warga,
“Pak Bulu Lampang di mana?”
bapak itu menjawab “Yang ada tower 4, terus di situ
ada pembelokan ke kanan terus belok kiri.”
“Iya pak makasih” Sahutku. Kamipun melanjutkan
perjalanan untuk mencari Bulu Lampang. Akhirnya kami
menemukan Bulu Lampang terus kami masuk mencari
asrama yang akan saya tempati, saya melihat-lihat
sekeliling dalam hati saya mengatakan “Ini asrama atau
gudang?” setelah saya mendapat kamar kami pergi untuk
belanja kebutuhan yang diperlukan kami berangkat untuk
mencari pasar Barru katanya ayah saya tahu karena dia
pernah KKN di Barru kamipun pergi mencari pasar tidak
terasa kami telah berada di perbatasan Barru-Pangkep ibu
saya bertanya kepada ayah ini sudah mau masuk Pangkep
ayah saya bilang “Oh.. Iya, kita kelewatan karena saya
ketiduran aduuhl.” Kamipun putar balik dan kembali
mencari pasar, singkat cerita kami telah tiba di pasar

23
Barru setelah selesai membeli keperluan kami kembali ke
Bulu Lampang.
Keesokan harinya orang tua saya sudah ingin
kembali ke kampung halaman, waktu itu saya melihat
teman saya menangis karena orang tuanya sudah ingin
kembali ke kampungnya, tetapi saya tidak menangis
karena saya sudah terbiasa tidak bersama dengan orang
tua, karena waktu SD saya pindah sekolah dan tinggal
bersama dengan Tante.
Orang tua saya sudah mau berangkat, terus saya
berjabat tangan dengan ibu dan ayah, saya mengatakan
kepada ayah bahwa cuma 3 bulan saja di sini setelah itu
pindah, ayah saya mengiyakannya.
Orang tua sayapun pergi, singkat cerita nyatanya
saya sudah kelas satu Aliyah dan tidak pindah-pindah
padahal kata ayah dulu cuma 3 bulan ternyata ini sudah 4
tahun saya selalu bilang kepada ayah kalau mau pindah
tapi ayah bilang “Tidak usah Nak, sudah mau tamat.”
Terus saya bisa apa kalau ayah sudah bilang begitu ya
harus dituruti seiring berjalannya waktu saya tetap di Bulu
Lampang.
==***==

24
SESUATU YANG TAK PERNAH AKU BAYANGKAN
Hardiyanti Nur, S.Sy

Pembina Idadiyah

Saya dilahirkan dan dibesarkan di sebuah desa yang


cukup jauh dari keramaian kota, yaitu tepatnya di desa
Andowengga, Kec. Poli-Poli, Kab. Kolaka {Sultra}. Saya
dirawat oleh ibuku seorang diri karena sejak kecil bapak
dan ibuku sudah berpisah, namun dari itu kasih sayang
bapak dan keluarga bapak tetap ada dan
memperhatikanku.
Ibuku menyekolahkanku dengan penghasilan yang
ia dapatkan dari kebun cokelat yang diberikan oleh orang
tuanya, Karena kondisi ekonomi yang kurang mampu,
jarak rumah dan sekolah yang cukup jauh (dulu hanya itu
sekolah SMP dan sekarang sudah banyak sekolah yang
dekat dari rumah), dan akhirnya dengan berat hati saya
memutuskan untuk berhenti sekolah. Tepatnya pada
waktu itu kelas 2 SMP, dan itu berlangsung selama 2
tahun dan 2 tahun itu saya lalui dengan berbagai

25
penderitaan, dengan perasaan yang sangat sedih karena
putus sekolah.
Singkat cerita, akhirnya saya berangkat ke Soppeng
(Sul-Sel) ikut dengan temanku yang ingin melanjutkan
pendidikannya di salah satu SMA yang ada di Soppeng
dan saya singgah di rumah Tanteku di Soppeng saudara
dari bapakku, dan beliau menyuruhku untuk tinggal
bersamanya dan mengurusku seperti anaknya sendiri
tanpa membeda-bedakan dengan anak-anaknya dan
akhirnya beliau menguruskanku untuk sekolah kembali,
dan pada saat itu saya mengikuti ujian persamaan {paket
B} di salah satu SMP yang ada di Kab. Soppeng, akhirnya
saya melanjutkan sekolah di MA DDI Pattojo selama 3
tahun dilalui dengan penuh kesabaran dan kesungguh-
sungguhan dengan mengharap berkah, walaupun dengan
biaya yang pas-pasan hanya untuk ongkos mobil dan uang
jajan yang terkadang tidak ada, namun pesan yang selalu
saya ingat: “Orang yang menuntut ilmu itu Insya Allah
rezekinya ada dari arah mana saja.”
Setelah itu saya melanjutkan pendidikanku di
perguruan tinggi STAI DDI Mangkoso yang ada di Kab.
Barru, sesuatu yang tidak bisa saya bayangkan bisa sampai

26
ke jenjang ini dengan selama 2 tahun tidak sekolah.
Setahun sebelum selesai kuliah, akhirnya saya ditawari
dan diajak untuk mengajar di madrasah I’dadiyah dan
menjadi pembina di Ponpes DDI Mangkoso tepatnya
kampus 3 putri Nurul Hidayah Bulu Lampang sampai
saat ini. Sejak saat itulah saya bisa merasakan nikmatnya
mendapatkan penghasilan sendiri dari hasil keringat
sendiri.
Pada tahun 2016 saya diwisuda sarjana (S1) dengan
gelar S.Sy, yang mengeluarkan air mata bahagia, terharu
dan tidak bisa lagi diungkapkan dengan kata-kata.
Masih terasa bagaimana ibuku mengirimkanku uang
di saat saya ingin membayar dan terkadang beliau pinjam
uang untuk mengirimkan uang itu untuk saya.
Alhamdulillah dari pekerjaan saya yang penuh dengan
berkah dan rezeki yang saya dapatkan, saya sudah bisa
membantu ibuku dengan penghasilanku sendiri walaupun
itu belum seberapa dari apa yang telah ia berikan
kepadaku, saya bisa menyekolahkan adikku dan
membantu keluargaku walaupun hanya sedikit.
Ahamdulillah, Wasyukurillah, selang 2 tahun saya
bisa melanjutkan pendidikanku (S2) di UIN Alauddin

27
Makassar dengan biaya sendiri, dengan keyakinan suatu
pesan yaitu:
“Orang yang menuntut ilmu itu ada rezekinya dari
arah mana saja”
Prinsip hidupku: Layukkallifullahu Nafsan Illa
Wus’aha “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya”
SELALU MENGHARAP BERKAH, BERKAH,
DAN BERKAH.
==***==

28
PERCAYA ATAU TIDAK PERCAYA
Wa Rahmah Nariya

Santriwati Madrasah Aliyah

Cerita ini dimulai ketika saya duduk di kelas 3 SMP


kala itu saya sekolah di SMP DDI Mangkoso pondok
Pesantren DDI Mangkoso. Saat di mana saya
menganggap diri saya masih anak ingusan, tapi disaat
itulah saya bisa dikenal dengan kaligrafi.
Awalnya, kaligrafi hanya saya jadikan hobbi dan
saya tidak terlalu respek pada yang namanya kaligrafi.
Tapi ketika perlombaan yang diadakan di Bulu Lampang
dalam rangka memperingati tahun baru Islam, saya di
tunjuk untuk mewakili kampus 1 dalam lomba kaligrafi.
Hasil dari lomba, Alhamdulillah saya tidak mendapatkan
juara. Kecewa? itu sudah jelas.
Kesempatan itu datang lagi kepada saya mewakili
Kab. Barru untuk mengikuti festival anak sholeh di
Soppeng dan lagi hasilnya membuat saya kecewa. Mulai
dari sinilah saya lebih tekun lebih menggeluti kaligrafi.

29
Alhamdulillah, saya di beri kepercayaan lagi
mewakili sekolah saya untuk menjadi peserta kaligrafi
yang di adakan kemenag barru (PENTAS PAI).
Mengetahui hal itu saya latihan lebih serius dan giat. saya
sempat down dan berpikir “Bagaimana kalau tidak dapat
juara lagi lagi?” tapi pikiran itu saya buang jauh-jauh dan
mulai optimis pada hasilnya. Alhamdulillah percaya, tidak
percaya, saya mendapat juara 1. Memang benar kata
pepatah hasil tidak pernah mengkhianati usaha.
Karena menjadi juara 1 di kab. Barru, otomatis saya
menjadi utusan Kab. Barru untuk di tingkat Provinsi.
Latihan, saya lebih tingkatkan lagi tak lupa pula doa restu
dari orang tua saya tercinta. Berkat doa dari orang tua dan
kegigihan saya mendapat juara 1 dalam lomba kaligrafi di
tingkat Provinsi, Alhamdulillah Ya Allah memang benar
pepatah itu.
Sampai sekarang, Alhamdulillah saya masih sering
berpartisipasi dalam cabang lomba kaligrafi dan hasilnya?
Alhamdulillah tidak mengecewakan.

==***==

30
MENGENAL ISLAM
Andi Dewi Rara Amiaty S.Pd.I

Pembina Madrasah Aliyah

Tepatnya saya berusia 12 tahun kelas 6 SD, saya


tinggal bersama paman, kakak dari ibu kandung, saya di
ambil sebagai anak angkat atau anak pancingan karena
keduanya belum memiliki anak sampai saya berumur 16
tahun. Pada saat saya berumur 17 tahun kedua orang tua
angkat saya memiliki momongan tidak lain anak dari
ponakannya sendiri, mereka sangat bahagia, sampai-
sampai mereka melupakan saya yang sudah beberapa
tahun tinggal bersama mereka.
Singkat cerita, tepatnya saya berusia 18 tahun (tamat
SMA) sekolah terkenal di Kendari saya mencoba
mendaftar perguruan tinggi di Kendari dengan mengambil
Fakultas Bahasa Inggris Psikologi dan Alhamdulillah saya
lulus di Fakultas Psikologi yang semua biaya pendaftaran

31
serta perlengkapan yang saya harus persiapkan selama
ujian saya minta kepada orang tuaku yang notebene pada
saat itu adalah masa-masa kesulitan keungan kedua orang
tua saya, tetapi pada saat saya ingin melanjutkan kuliah,
saya merasa orang yang sangat sedih karena tidak tau
harus berbicara pada siapa dan mengadu pada siapa,
hingga pada suatu hari kakak saya datang dari Sulawesi
Selatan yang mengenyam pendidikan di Pesantren, saya
sangat bahagia karena semua hal hal yang saya keluhkan
diberi solusi yang sangat menyentuh dan membuat saya
menangis terseduh seduh, hal yang sangat membuat saya
terharu dan menangis yang sangat dalam pada saat kakak
saya mengucapkan “Kamu sholat?” saya menjawab “Iya
saya sholat tapi pada waktu kalau orang sedang berpuasa
(tugas dari sekolah).” Terus kakak saya bertnya lagi “Apa
yang kamu minta di akhir shalatmu?” saya menjawab
“Tidak ada karna setelah salam saya langsung membuka
mukenah dan langsung melanjutkan pekerjaaan yang
belum selesai”. Obrolan kami tak terasa sudah hampir 5
jam tepatnya jam 01.00 dini hari, saya menuju kamar, saya
berbaring dan masih terbayang-bayang ucapan kakak saya
sampai saya tertidur dan bangun kesiangan. Keesokan

32
harinya, saya mulai berpikir untuk belajar sholat pada
kakak saya, lalu saya bertanya lagi pada kakak saya “Kak,
saya mau belajar sholat” tiba-tiba kakak saya menangis
dan memeluk saya dan kakak saya menjawab “Insya Allah
saya ajar sampai kamu bisa”. Tiba malam hari saya mulai
berpikir saya ingin mempelajari agama lebih dalam,
keesokan harinya saya bertanya lagi kepada kakak saya,
“Kak saya ingin mengetahui dan belajar agama lebih
dalam lagi, kakak saya kaget dan menangis lagi dan
memeluk saya, terus dia mengatakan ayo kita ke
Pesantren tempat kakak belajar, dan saya mengiyakan
dengan spontan dan bahagia.
Beberapa hari kemudian saya berbicara dengan
orang tua angkat saya (paman dan bibi) dengan terbata-
bata dan rasa takut, saya mengatakan saya ingin
bersekolah di Pesantren tempat kakak saya sekolah
dengan tanpa disadari paman saya terdiam dan gelas yang
di pegangnya terjatuh dan berserakan di lantai, beberapa
menit kemudian dia berkata “Dengan perasaan berat
pergilah kalau kamu memang kamu ingin pergi.”

33
Singkat cerita beberapa hari kemudian saya tiba di
mana tempat kakak saya mengenyam pendidikan selam
10 tahun. Awal saya tiba di tempat tersebut, saya merasa
sangat nyaman dan damai karena mendengar lantunan
ayat suci Al–Qur’an yang dibaca oleh anak-anak santri
yang tinggal serumah dengan kakak saya. Hari demi hari
saya lewati, saya mulai belajar yang diawali dengan
memakai jilbab, berpakaian yang sopan dan tata krama
dalam berucap dan pada saat kita makan, setelah
beberapa bualan saya lalui Alhamdulillah semua ajaran
agama yang patut ditaati dan wajib dilaksanakan sudah
saya ketahui dan sudah saya laksanakan atau kerjakan
sesuai yang diajarkan atau bimbingan kakak saya.
Beberapa tahun kemudian saya berhasil meraih
jenjang pendidikan strata 1 (S1 Pendidikan Agama Islam)
dengan gelar Spd,I tepatnya tahun 2007 dan tahun 2010
saya mengajar di salah satu madrasah yayasan pondok
Pesantren DDI Mangkoso dan naungan Kemenag.
“Selama kita masih punya tekad yang terpelihara
dalam semangat, maka tidak ada kata terlambat untuk
memulai sebuah awal yang baru.”
==***==

34
LEKFIAH ART
Rihlah Ilahiya

Santriwati Madrasah Aliyah

Aku. Putri sulung dari enam bersaudara, sekaligus


putri tunggal dari lima pangeran pangeranku, aku sangat
menyayangi mereka begitupun sebaliknya. aku bangga
bisa berada di sisi mereka dan bersyukur bisa dilahirkan
dari rahim yang sama, mempunyai orang tua yang sangat
hebat. Kami di lahirkan dari lingkungan yang berbau cat,
berperabot kuas kuas. Terkadang ada orang yang
mengatakan bahwa makananku dan minumanku adalah
cat dan kuas, aku hanya tersenyum mendengarkan
perkataan-perkataan mereka.
Sejak kami dalam kandungan, ayah selalu ikut
musabaqah (lomba) khususnya lomba kaligrafi. Aku lahir
pada tahun 2000, saat itu kami masih tinggal di Jakarta
Selatan, tepatnya di Ciputat, makanya aku dan anak
kedua lahir di Tangerang, yap kami berdua numpang
lahir di sana, kebetulan ayah kami kuliah di STAI Al-

35
Hikma Jakarta dan pada tahun 1998 -2002 ayah mengajar
di lembaga kaligrafi Al-Qur’an (LEMKA) Sukabumi Jawa
Barat, waktu itu ayah selalu pergi untuk mengikuti lomba
cabang kaligrafi dan melatih para peserta MTQ persiapan
MTQ nasional, serta menjadi dewan hakim kaligrafi pada
MTQ Provinsi Sulawesi Selatan, mungkin dari situ ayah
berinisiatif memberikan nama anak pertamanya “Rihlah”
yang berarti perjalanan atau bepergian. Tahun 2001 anak
kedua lahir di tangerang dan di beri nama “Alwan” yang
berarti warna-warna,dan pada tahun 2002 ayah
mendirikan tempat kursus kaligrafi yang di beri nama
“Lekfiah” (lembaga kaligrafi Azzukhrufiah), azzukhrufiah
diambil dari nama anak kedua yaitu “Alwan Zukhrufy”.
Hari demi hari banyak orang yang berdatangan ke
rumah untuk kursus, ada yang bermalam atau perbulan,
ada juga yang datang satu minggu sekali. Terkadang ketika
ayah mengajar murid muridnya di rumah, ayah dan ibu
selalu menyuruh aku dan adik ikut duduk dan
mendengarkan penjelasan dari ayah walaupun saat itu aku
belum mengerti apa apa dan sepertinya mulai dari situlah
tumbuh minat untuk belajar kaligrafi, kadang aku dan
adik mengutak-atik cat-cat ayah dan yang lebih parahnya

36
saat kami mengecat dan melukis dinding rumah
seenaknya. Ibu sempat kaget dan menegur tapi ayah
bilang “Jangan hentikan bakat mereka, jangan biarkan
otak kreatif mereka terhalangi oleh teguranmu, biarkan
mereka berkarya, sekarang mereka sedang mencari jati
dirinya.” Mendengar pekataan ayah, ibu tidak pernah lagi
melarang kami menulis di dinding, mengecat lantai dan
sebagainya. Sebenarnya kami sudah dikasih kertas untuk
menggambar tapi tak tau kenapa kami lebih suka di
dinding. Justru ibu sekarang mengulang atau
mengamalkan perkataan ayah kepada para ibu kepada
anaknya jika mengecat dinding rumah sembarangan.
Dan Alhamdulillah berkat semua itu aku dan adik
bisa mengikuti jejak ayah sebagai kaligrafer, yah walaupun
belum menjadi kaligrafer handal dan nasional seperti ayah
tapi Insya Allah kami akan berusaha, dari situlah aku
memahami cara ayah dan ibu mendidik anak-anaknya.
Bakat kaligrafiku terlihat saat aku masih kecil, tepat pada
saat masih duduk di bangku SD saat itu aku mulai aktif
mengikuti perlombaan, baik antar desa, kecamatan
sampai ketingkat Provinsi, sebelum mengikuti lomba
kaligrafi, aku sempat mengikuti cabang lomba tartil Al-

37
Qur’an, terakhir pas kelas 4 SD karena setelah itu
umurku sudah lewat, jadi aku beralih pada cabang
kaligrafi.
Ada pengalaman yang tidak pernah terlupakan
saat aku dan adik pertama kali mengikuti lomba kaligrafi
golongan dekorasi (yang pake tripleks) pada MTQ tingkat
Provinsi di Sinjai, di situ aku masih kelas 6 SD dan
adikku kelas 5 SD, kami cuman beda 1 tahun. Saat itu
aku masih kecil sekali bahkan tripleks yang kami pake
lomba lebih tinggi dari kami, dan lawan-lawan kami
adalah bapak-bapak dan ibu-ibu, wajar sih karena batas
maksimalnya 35 tahun. Pas di pendaftaran peserta, panitia
pelaksana mempermasalahkan umur kami yang masih
terlalu muda untuk mengambil cabang lomba dekorasi
(yang kata orang sangat sulit), tapi kata ibu Kemenag
Kabupaten Takalar “Kenapa di permasalahkan umurnya
Pak? Saya kira cabang lomba kaligrafi tidak memberikan
batasan minimal umurnya, biarpun umur 3 tahun boleh,
hanya batasan maksiamalnya 35 tahun yang ada, jadi apa
salahnya jika kita biarkan mereka untuk tampil, ini peserta
cilik dan favorit pak, kami harusnya bangga terhadap
orang yang bersaudara ini karna masih kecil mereka

38
sudah berani untuk tampil.” Itulah kata-kata yang
dilontarkan Ibu Kab. Takalar, karena waktu itu aku
mewakili Kabupaten Takalar. Dan akhirnya panitia
pelaksana menerima berkas-berkas pendaftaran kami.
Saat ke arena lomba, semua orang heran melihat kami
memasuki garis yang menjadi pembatas antara peserta
dan penonton agar tidak mengganggu konsentrasi, semua
orang bilang “Hei, kenapa anak kecil itu masuk?” panitia
pun berkata “Anak itu juga peserta,” orang yang bertanya
pun langsung kaget dan tertawa. Kami jadi bahan
pembicaraan orang, ada yang kagum, ada yang ketawa
sambil senyum-senyum, ada juga yang mengajak foto,
aduh kayak artis dadakan kita. Hehehe.. Itulah
pengalaman lomba yang tak akan terlupakan.
Pernah sih aku sama adik-adik jenuh latihan
sering malah, apalagi kalau sudah ada lomba, pasti ibu
selalu suruh kami latihan, beda dengan ayah, ayah nggak
pernah suruh kami latihan, kata ayah “Seni itu nggak bisa
di paksa karena nanti hasilnya nggak bagus, seni itu sesuai
jiwa dan perasaan kita, kalau perasaan bagus maka
hasilnyapun bagus”. Tapi biasanya kalau ibu sudah
marah-marah karena udah capek nyuruh kami latihan

39
terus ayah dengar pasti ayah pake kata Balagah, misalnya
“Biarmi tidak latihan, diaji nanti itu yang repot sendiri di
arena perlombaan, kalau tiba masa tiba akalpi.” Kalau
ayah sudah bilang begitu pasti kami harus peka, kami
langsung berlarian mencari alat alat kaligrafi masing-
masing. Tapi aku bersyukur sekali punya ibu yang selalu
perhatian kepada kami dan selalu mengingatkan kami
agar tidak membuang buang waktu, manfaatkan waktu
untuk berlatih kaligrafi karna kami satu atap dengan
pelatihnya, sedarah daging. Akupun bersyukur punya
ayah yang pengertian kepada anak anaknya, tidak
memaksakan anak-anaknya latihan apa lagi mood anak
anaknya lagi nggak baik atau lagi malas latihan, pasti ayah
sangat mengerti.
Terkadang kami saling bandel kalau di suruh
latihan, kadang pas kita lagi seru-serunya main HP, ibu
datang nyuruh latihan, tetapi kami belum bergerak, pas
suruhan kedua ibu tambahkan dengan ancaman “Kalau
tidak ada yang mau latihan ku sita semua HP”. Kamipun
langsung berlarian ke ruangan tempat kami latihan, terus
pura pura simpan HP pas ibu ada, tapi kalau ibu pergi
lagi, kami main HP lagi. Astagfirullah, maafkan kami Ya

40
Allah, dan untuk ibu maafkanlah anak anakmu yang tidak
pernah serius latihan. Banyak sih suka dukanya jika
seseorang ingin sukses, sukses itu terdapat tangis
perjuangan di dalamnya, butuh perjuangan dan kerja
keras. Dan saya pun termasuk golongan orang yang masih
harus lebih meningkatkan kerja keras, agar dapat
mencapai hasil yang memuaskan. Marilah kita sama sama
meningkatkan semangat, pantang menyerah dalam
menggapai mimpi mimpi bersama. di mana ada usaha di
situ ada hasil, karna hasil tidak pernah menghianati usaha.
dont afraid, jangan takut untuk memulai May Allah Bless
You In Everything You Do.

==***==

41
JERITAN SANG IBU
Dra.Mursyidah Jafar

Pembina Madrasah Aliyah

Ibuku mengasuhku seorang diri tanpa ada campur


tangan seorang ayah, namun ibuku. Tidak pernah putus
asa dengan tugas ganda yang diberikan oleh Allah sebagai
amanah untuknya.
Cita-Cita demi cita-cita silih berganti, namun
awalnya tidak pernah terwujud. Cita-cita terakhirku saya
ingin menjadi Daia kemudian saya memberanikan diri
mendaftar di UIN Alauddin Makassar, ketika itu masih
bernama IAIN Alauddin Ujung Pandang dan
Alhamdulillah diterima. Saya langsung menjadi wakil
ketua tingkat, 41 hari kemudian saya pergi KKN di
Bulukumba. Saat itu saya dilantik menjadi wakil
Koordinator Kabupaten. Tahun demi tahun, saya jalani
dengan berat, namun saya yakin Insya Allah saya akan
sukses berkat doa dari seorang ibu, jeritanmu adalah

42
kekuatanku, doamu membuatku kuat walaupun
kesehatanku tidak menunjang ketika itu.
Akhirnya toga hitam yang berbis biru tua melekat di
badan saya, yang tubuhku kala itu tinggal kulit pembalut
tulang karena penyakit yang tidak pernah berakhir.
Namun, berkat doa ibuku akhirnya cita-citaku
mempunyai ijazah di Fakultas Dakwah tercapai,
Alhamdulilah.
Demikianlah kisahku ini saya tulis dengan
sejujurnya bahwa saya ini adalah seorang wanita yang
hanya mendapatkan kasih sayang hanya dari seorang ibu.
Mudah-mudahan amal ibadah ibuku dengan
memberikan begitu banyak perhatian dan kasih sayangnya
kepadaku diterima oleh Allah SWT. Amin...

==***==

43
KEGAGALAN DAN USAHA
“KEGAGALAN ADALAH KEBERHASILAN YANG SEMPAT TERTUNDA”

Amirah Rasyfah

Santriwati Idadiah

Berawal dari sosok seorang perempuan yang


dulunya tak mempunyai tujuan hidup maupun cita-cita.
Itu ialah aku. Aku mungkin mempunyai bakat. Akan
tetapi, aku mungkin tak pernah menyadari hal itu. Dulu,
saat aku menduduki bangku kelas tiga SD, aku
dimasukkan ke Masjid Islamic Center Pare-Pare untuk
dilatih bertilawah. Di tempat itu mempunyai dua
tingkatan, senior dan junior. Junior berada di hari Jumat
dan Senior di hari Ahad.
Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Aku
adalah anak kelahiran 2 Agustus 2002. Tempat
kelahiranku ialah kota Pare-Pare. Di sana aku hidup
bersama kedua saudaraku, ayah dan ibuku. Ayahku
bekerja sebagai guru PNS, sedangkan ibuku hanyalah
seorang ibu rumah tangga.

44
Terkadang aku berpikir betapa sedihnya seorang
orang tua jikalau ia mengetahui anaknya tak mempunyai
perubahan dalam menuntut ilmu. Tak pernah mengeluh
dalam membiayai anaknya untuk bersekolah. Saat ini aku
disekolahkan jauh dari kedua orang tuaku. Aku merasa
terpukul ingin marah, sedih entah perasaan apa saat
mengetahui akan dimasukkan ke pondok Pesantren.
Pesantren yang jauh dari alat teknologi. Aku berada di
Mangkoso di kampung orang. Sulit bagiku untuk
beradaptasi dengan teman yang berbagai daerah. Tinggal
di asrama yang menurutku sangat layak.
Kini aku berada di pondok melwati berbagai
macam pengalaman hidup ber-Pesantren. Aku merasa
sedih, selalu menangis akibat tak dikunjungi. Para ustadz
dan ustadzah sering menceramahi para santri dengan
mengatakan “Lebih baik meninggalkan daripada
ditinggalkan.” Orang tua sebenarnya lebih sedih
ditinggalkan oleh anaknya hanya untuk melihat
kebahagiaan masa depan anaknya di dunia dan akhirat.”
Aku menjadikan ustadz Muhammad Agus, S.Hi., M.THI
sebagai motivator dalam menuntut ilmu. Ustadz Agus juga
pernah mengatakan, “Ada seseorang yang membuat status

45
singkat tapi sangat menyentuh yaitu orang tua tak pernah
takut miskin membiayai anaknya, hanya anaklah yang
takut miskin membiayai orang tuanya.”

==***==

46
HARTA BUKANLAH SEGALANYA

Riski Sekar Arum

Santriwati Idadiah

Aku adalah seorang anak yang terlahir di sebuah


keluarga yang sederhana. Tetapi, dikeluarga itulah aku
mengerti akan sebuah arti kesusahan, kesenangan, dan
kebahagiaan. Pada suatu hari, usiaku telah mencapai
untuk masuk Aliyah. Sebenarnya aku ingin melanjutkan
Aliyahku di MAN 2 Makassar. Tetapi karena temanku
mengajakku masuk Pesantren dan keluargaku pun setuju
walhasil akupun masuk di Pesantren. Ya, disinilah aku
sekarang tinggal di sebuah pondok yang jauh dari orang
tua, alat elektronik, jauh dari kampung halaman, serta
jauh dari pergaulan bebas.
Di Pesantren aku dididik untuk tidak membuang-
buang waktu. Di sini aku diajarkan betapa berharganya
waktu. Salah satu mottoku adalah “No Time For Play”.
Pada suatu hari aku mendapatkan sebuah masalah. Aku
selalu ingin mengatakan masalahku kepada keluargaku
tetapi aku takut untuk mengatakannya. Aku takut kalau
47
keluargaku kecewa padaku. Hingga pada akhirnya aku
menyimpannya sendiri dan tidak memberitahukannya
kepada orang di rumah.
Di setiap aku menelepon kepada ibuku, aku selalu
ingin mengatakan, “Ibu aku rindu. Aku ingin menjagamu
dari dekat. Aku ingin berada di sampingmu terus” tetapi
kata-kata itu selalu tertahan di tenggorokanku. Dan
hasilnya setiap kali ku menelepon hanya air mata yang
terus keluar. Ibu pernah bertanya, “Mengapa kamu selalu
menangis setiap kali menelpon?,” lalu aku menjawab,
“Tidak, Bu, hanya ada sedikit masalah” Tangisku
semakin pecah, dalam hatiku memohon maaf kepada
Allah karena telah berbohong kepada orang tuaku. Aku
terlalu takut untuk mengatakannya. Aku terlalu bodoh
jadi manusia. Aku terlalu malu mengatakan yang
sebenarnya bahkan pada orang tuaku sendiri. Dari situlah
aku berpikir untuk membahagiakan keluargaku.
Aku pernah bertanya pada ibuku, “Ibu aku ingin
menjadi apa?” lalu ibu menajwab “Kamu lebih baik
menjadi dosen karena kemampuannmu lebih ke sana”.
Lalu aku menjawab, “Tapi bu, aku ingin menjadi dokter
bedah”. “Kalau begitu ikuti saja kata hatimu yang paling

48
kamu yakini itulah yang kamu pilih” sahut ibu. Lalu aku
terdiam tak menjawabnya dan disitulah aku mulai berpikir
aku harus membahagiakan keluargaku meski bukan
dengan harta. Setidaknya aku dapat membahagiakannya
lewat kepintaranku. Dan disinilah aku berpikir bahwa
harta bukanlah segalanya. Aku dapat membuat senyuman
di bibir keluargaku meskipun bukan dengan harta.

==***==

49
AMANAH ORANG TUA
Muslina

Santriwati Madrasah Aliyah

Semua orang mungkin mempunyai rasa takut, tapi


itu tak berlaku untukku. Setidaknya itu yang kurasakan
sebelum menginjakkan kaki di penjara suci ini.
Kisahku bermula saat suatu malam yang kurasa
tidurku akan lebih panjang berubah menjadi jeritan
tertahanku. Bagaimana tidak? Ibuku telah mengisi
formulir pendaftaran di sebuah Pesantren di Barru.
“Bu, kakak kan sudah kelas tiga SMP kok mau
pindah sekolah sih?,” tanyaku dengan nada yakin tapi
terselip dalam pikiranku itu mungkin tidak masuk akal,
kakak juga tidak pernah terdengar mengeluh dengan
sekolahnya.
“Hahaha… Lia, Lia. Siapa bilang formulir ini untuk
kakakmu. Kamu tidak amnesia kan? Lupa abjad kamu?”
jawab ibuku dengan nada bercanda.

50
“Bu, itukan namaku? Ibu salah nama kali, Lia
ambil stip X yah bu.” Aku dengan keringat dinginku,
ibuku dengan senyum jahilnya.
“Lupakan sekolah elite, kamu harus masuk
Pesantren!,” kata ayahku yang langsung duduk di dekat
ibuku.
“Yah… Kakak saja bebas masa aku enggak,”
jawabku dengan nada memelas.
“Kamu tahu kan ayah tidak menerima penolakan?”.
Ayahku yang lagi-lagi dengan wajah horornya.
“Baik ayah, Oh tuhan, ini tidak baik. Ini sangat
buruk. Kenapa batal sih sekolah elitnya” keluhku dalam
hati.
Hari yang dinanti oleh kedua orang tuaku sekaligus
hari yang paling kuhindari kini tiba. Aku dimasukkan ke
dalam Pesantren bersama murid yang lain. Aku sudah
berpesan ke ayah harus selalu mengunjungiku tiap
bulannya, harus menunggu telepon dariku tiap minggu
dan ku di mulai mengenal temanku satu asrama.
Pada hari keempat, ibu meneleponku. Aku cukup
kaget karena ini belum cukup seminggu dan persediaan
uangku pun masih banyak.

51
“Ya, Bu?” tanyaku di telepon.
“Lia kamu baik-baik saja?” kata ibu.
“Iya, Bu, Alhamdulillah.” Lalu aku bercakap-cakap
ringan dengan ibuku, berkta sangat merindukannya. Hari
itu aku tidak tahu ternyata ibu menangis tersedu
mendengar suaraku. Hari itu aku masih terlalu labil untuk
mengetahui isi hati seorang ibu. Hari itu aku masih terlalu
bodoh untuk mengetahui perubahan suara ibu. Dan hari
itu aku berjanji akan sekolah lebih baik serta hari itu terbit
cita-cita dalam diriku. “Ibu takkan kubuat kau menangis
karena kenakalanku tapi karena kau bangga mempunyai
anak sepertiku, janjiku dalam hati.”
Hidup di Pesantren mungkin tidak semudah yang
orang bayangkan. Di sini kami diajarkan arti
kesederhanaan. Tidak ada lagi sekolah elite yang
kudambakan selama ini namun di tempat ini akan lebih
berarti dan lebih berharga dari sekolah elite manapun dan
suatu saat nanti aku akan merindukan perjuangan susahku
hidup di tempat ini.
Tiga tahun itu tidaklah lama, aku harus
mengutamakan perasaanku dari egoku dan sekarang
kalimat pertamaku itu berlaku juga untukku.

52
Aku takut pada orang tuaku? Tidak.
Aku takut pada guruku? Tidak.
Aku tidak akan pernah takut pada mereka.
Kenapa? Kalian ingin marah? Silahkan! Aku hanya patuh
pada mereka karena aku menghormati mereka dan segan
kepada mereka. Karena penjara suci inilah yang
membuatku percaya ternyata hanya Allah yang patut dan
sangat pantas untuk ditakuti.

==***==

53
HIDUP MANDIRI
Rusmatika

Santriwati Madrasah Aliyah

Saya tinggal di Pesantren. Banyak cerita yang


tercantum di dalamnya mulai dari pertama masuk sampai
sekarang. Mondok mengajarkan seseorang untuk hidup
mandiri dan tentunya banyak penderitaan. Selama
mondok saya merasakan penderitaan salah satunya jauh
dari orang tua itu diwarnai dengan tangisan karena rindu
kepada orang tua.
Seiring berjalannya waktu saya betah hidup mondok
tidak ada kata pindah yang timbul di hatiku.
Alhamdullilah, saya benar-benar merasakan kenyamanan
walaupun kekurangan air, masalah teman, dll.
Tapi orang tuaku memberiku semangat memberi
nasihat untuk sabar menghadapi sesuatu. Innallaha
Maashobirin kata orang tuaku.
Selama mondok saya merasakan perubahan dalam
hidupku masalah ibadah Alhamdullilah bahkan sholat

54
sunnah terlaksanakan dengan baik. Juga kitab kuning,
berpidato berbahasa Arab, Inggris dan juga berakhlakkul
karimah yang baik
“Ala bisa karena biasa” itu yang dikatakan oleh
pembinaku mulai saat itu kutingkatkan cara
menghapalku. Kebetulan ada tes stiffin saya
memeberanikan diri untuk mengikuti tes untuk
menemukan jati diriku sebenarnya. Ketika saya
mengetahui bahwa saya kuat hafalan maka dari situlah
saya mencoba menambah hafalan dan Alhamdullilah saya
mampu menghapal 2 lembar per harinya.

==***==

55
RINTIHAN HATI
Aminah

Santriwati Madrasah Aliyah

Aku anak ke 3 dari 6 bersaudara. Keluargaku


tinggal di kota penghujun kota Nunukan. Hidupku drop
ketika ibuku meninggal, ekonomi keluargakupun
menurun ketika ayahku terlilit utang di karenakan karena
penipuan. Setelah aku pulang sekolah, aku di kagetkan
oleh tulisan di depan rumahku yang bertulis “Rumah ini
milik Bank.” Hatiku bertanya, “Apa yang terjadi?. Di
mana aku, adik, kakak dan bapakku akan tinggal?
Mengapa hidupku sesuram ini?” Aku menjadi iri kepada
teman temanku yang hidupnya bahagia bersama ibu
mereka, ibu? Aku rindu engkau, mengapa engkau pergi
secepat ini. Allah memang tidak pernah adil kepadaku
pikirku 2 tahun lalu aku memiliki ibu tiri yang baik

56
kepada keluargaku. Aku sangat menyayanginya seperti
aku menyayangi ibu sendiri.
Seiring berjalannya waktu, kehidupan ekonomi
keluargaku mulai membaik. Ayahkupun memasukkanku
ke dalam pondok. Aku berdoa “Ya Allah aku ingin
membahagiakan ayahku yang bermandi keringat dingin
demi membiayai sekolah adikku” lantas aku berpikir Aku
pasti bahagia bersekolah di pondok “Batinku”.
Lokasi pondok itu berada di Barru yakni pondok
Pesantren DDI Mangkoso sehingga ketika aku di sana
mengendarai kapal. Hari demi hari berlalu, aku mulai
drop menghadapi kehidupan Pesantrenku ini. Yang aku
pikir dulu tak seindah yang aku hadapi rasa dendam ku
mulai menggebu dalam hati. Aku rindu kehidupanku
yang dulu. Ketika aku menelpon menumpahkan segala
kekecewaanku dan kesedihanku kepada sang bapak, aku
berkata “Aku tak tahan tinggal disini, aku mau pulang pak
aku tak mau berkenalan dengan orang jahat aku benci
pak aku mau pulang.” Air mataku tumpah begitu saja.”
Bapakkupun membalas “Putri kecil bapak yang sabar yah
di sana, kamu harus bertahan demi bapak nak,
bersabarlah.” Itulah pesannanya sehingga kata sabar,

57
sabar, sabar, sabar aku begitu bahagia kepada Allah dia
telah memberi seorang pahlawan yang sangat aku cintai.
Satu tahun telah berlalu telah nyaman dengan
kondisi Pesantrenku. Teman-temanku juga mulai banyak
dan kami akrab. Aku juga kagum dengan berkah yang
selalu di katakan guruku. Berkah? Oh berkah bagaimana
aku bisa menggengam mu?.
Sebelum penamatan tiba ada tes bacaan untuk
masuk bacaan Asrama Tahfidz aku berkeinginan untuk
masuk di dalamnya. Setelah tes, aku dinyatakan lulus
betapa gembiranya aku pada waktu itu sehingga aku
menelpon dan berkata “Bapak aku masuk Asrama
Tahfidz.” Tetapi bapakku menjawab “Nak kondisi
ekonomi bapak berkurang bapak ingin memindahkan
kamu ke Pesantren yang ada di dekat rumah kamu bisa
kok menghapal sendiri di sana.” Aku langsung menutup
telponku. Betapa hancurnya hidupku ketika aku mulai
nyaman dengan kondisi ini, keluargaku dilanda krisis
ekonomi aku berikrar aku akan berbuat nekad dengan
tinggal ramadhan pada tahun itu sehingga aku tak akan
pulang. Aku ingin bersekolah serta menghapal di sini dan
akhirnya kelas 1 aliyah aku masih bersekolah di sini.

58
Dalam batinku berkata “Maafkan aku pak, aku
ingin membahagiakanmu. Aku ingin mengangkat derajat
kita di masyarakat dengan cara ini pula aku harus
melanggar perintahmu untuk bersekolah di Pesantren
lain. Hari demi hari terlewati aku tinggal bersama teman-
temanku di Asrama Tahfidz. Kehidupan ku begitu
bahagia bersama mereka. Aku bahagia degan kehidupan
warna-warni Pesantren ini.

==***==

59
HILANGNYA SANG MOTIVATOR
Ratnawati

Santriwati Madrasah Aliyah

Aku adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara, dan


sekarang aku sekolah di Kabupaten Barru, khususnya
Pesantren DDI Mangkoso.
Awalnya, bapakku ingin menyekolahkanku di SMA
khusus yang ada di Jeneponto dan aku menyetujuinya.
Selang beberapa hari, bapakku berubah pikiran, dan
berkata kepadaku “Kamu sekolah di Pesantren saja ya,
Nak, Pesantren Mangkoso.” Aku sontak kaget dan
bertanya-tanya “Kenapa?.” Aku bersikeras tidak mau
sekolah di Pesantren, apalagi hidup jauh dari keluargaku.
Aku lalu menghampiri ibuku, aku menangis di depannya
berharap ibuku dapat mencegah bapakku untuk
menyekolahkanku di Pesantren, sebab ibuku sangat tidak
setuju aku di sekolahkan jauh-jauh.
Lalu, aku langsung kaget dengan apa yang di
katakan ibuku, “Kamu sekolah di Mangkoso saja nak, ada
juga keluarga disana, hatiku langsung down, pupuslah

60
harapanku orang yang satu-satunya kuharapkan yaitu
ibuku malah menyetujui aku sekolah di Pesantren, aku
langsung menangis dan meronta-meronta tidak mau, lalu
bapakku menghampiriku dan berkata dengan suara
lembutnya (plus logat makassarnya), “Disana maki nak
bagus sekolahnya, kalau hanya sekolah di kampung
pengetahuanmu tidak akan bertambah. Karena sebagian
ilmu itu didapatkan dari pengalaman. Ulama pernah
mengatakan tuntutlah ilmu sampai ke Negeri Cina, nah
kita dituntut untuk mencari ilmu sampai ke Cina,
sedangkan kamu di suruh saja sekolah di Mangkoso yang
jaraknya tidak terlalu jauh masa tidak mau.” Dengan
ketawa khasnya sambil mengelus-elus kepalaku. (Hal
yang sangat aku rindukan saat ini), “Pergaulan anak
sekolah di kampung juga sangat buruk dan berantakan,
bapak tidak ingin kamu terjerumus kedalamnya nak,
bapak ingin kamu sukses dunia akhirat.” Lanjutnya. Aku
hanya diam mendengarkan nasihatnya, aku berpikir
bahwa semua pilihan orang tua adalah yang terbaik untuk
anaknya, lalu aku menyetujuinya.
Menjelang keberangkatanku ke Pesantren, ibuku
kerjanya hanya menangis, siang malam tidak ada hari

61
tanpa menangis, dan pernah suatu hari aku mendengar
bapakku bicara dengan ibuku “Tidak usah menangis
terus, begutulah jika orang tua sayang sama anak- anaknya
dan ingin melihat anaknya sukses, karena bukti orang tua
yang sayang dengan anaknya, ya harus tega membuangnya
jauh-jauh (bahasa kasarnya) untuk menuntut ilmu, kalau
memang kita ingin melihatnya sukses di kemudian hari.”
Singkat cerita, sesampainya aku di Pesantren aku
mulai berbaur dan beradaptasi dengan teman baruku.
Lambat laun aku sudah mulai suka kehidupan Pesantren.
Di samping itu, Pesantren juga banyak mengadakan
perlombaan, di mana aku juga ikut berpartisipasi dalam
lomba tersebut, yaitu MQK, MSQ, Qasidah, dan CCQ,
dan Alhamdulillah dari salah satu lomba tersebut aku
meraih juara 2.
Dua tahun kemudian, tak terasa, aku sudah kelas 2
Aliyah. Dan pernah suatu hari ada tes untuk masuk
Asrama Tahfidz, tapi sayangnya aku terlambat mendaftar
jadinya asramanya sudah penuh. Lalu aku menelpon, aku
bilang ke bapakku, “Bapak asramanya sudah penuh”
kataku. “Jadi, tidak bisa menerima lagi?” tanyanya, “Iya”
kujawab dengan suara kecewaku. Lalu bapakku

62
mengatakan “Orang menghapal itu tergantung niat dan
kesungguhanya, sekalipun tinggal di Asrama Tahfidz tapi
tidak bersungguh-sungguh kerjanya hanya main-main
tidak jadi hapalannya, tapi biarpun bukan di Asrama
Tahfidz tapi bersungguh-sungguh pasti jadi hapalannya,
asalkan dihadapkan. Aku hanya mengiyakan setiap
perkataanya, dalam hatiku berkata, “Aku telah
mengecewakan bapakku” kataku. “Semangat saja
menghapal nak, rajin belajar, jangan pernah tinggalkan
shalat.” lanjutnya. Dan termasuk kalimat terakhir setiap
bapakku menutup teleponnya.
Tanggal 14 januari 2018 aku pulang ke Makassar,
aku ingin melepas rinduku yang amat dalam kepada
bapak-ibuku. Aku sangat bahagia waktu itu karena kami
semua dapat berkumpul seperti tahun-tahun yang lalu
lagi.
Keesokan harinya, bapakku ingin pulang ke
Jeneponto karena ada urusan yang harus diselesaikan.”
Kenapa cepat sekali pulangnya, ahh… yang jelas aku
sudah bertemu dan melihat bapakku dan semua
keluargaku”. Gumamku dalam hati, lalu bapakku
beranjak dari tempat duduknya, aku menyalimi bapakku,

63
lalu bapakku mencium, memeluk dan mengelus-elus
kepalaku, aku hanya menangis, “Bapak pergi dulu!”
(duluanka nak di) kata bapakku, aku hanya manggut-
manggut. Dan sekitar 10 meter langkah kaki bapakku
terhenti dan berbalik, aku berada di belakangnya lalu dia
tersenyum padaku. Aku tambah menangis dan disitulah
pertama dan terakhir kalinya aku melihat bapakku
menangis tersedu-sedu dan ternyata itu senyuman dan
perjumpaan terakhirku dengan bapakku tercinta.
Bertepatan pada tanggal 19 maret 2018 (Senin)
adalah hari yang sangat menyakitkan dan buruk seumur
hidupku yang tidak pernah ku bayangkan. Saat itu
sepulang sekolah aku ingin menelpon, aku telpon
kakakku tidak diangkat, bapakku tidak aktif, “Mungkin
bapakku sedang tidur,” gumamku dalam hati, kuhentikan
menelponku dan berniat menelpon kembali sore nanti,
lalu aku beranjak untuk tidur siang. Sekitar jam 4 sore
Ba’da Ashar aku dikagetkan dengan teriakan temanku
dengan mengatakan “Hey kamu dipanggil pembina,
sambil membangunkanku aku langsung bangun dengan
wajah kaget, “Ada apa?” tanyaku dan raut wajah temanku
kelihatan cemas, aku langsung ke kamar pembina, dan

64
pembinaku mengatakan ini ada yang menelpon katanya
“Bapakmu sakit,” aku langsung gemetar, lemas pikiranku
sudah melayang kemana-mana. Kita perjelas dulu sempat
hanya penipuan, katanya. Aku berdo’a dalam hatiku “Ya
Allah aku harap itu benar hanya penipuan,” lalu
pembinaku menghubungi kakakku, diangkat oleh
temannya, lalu pembinaku menanyakan semua yang
terjadi, aku lalu mendengar pembinaku mengatakan
Astagfirullahhaladzim.
Dengan raut wajah yang kaget, aku tidak tahu apa
yang terjadi, pembinaku memberikan HP itu kepadaku,
lalu aku bicara, “Ya hallo kenapa!” lalu dijawab “Kita
dek?” lalu aku menjawab “iya” dengan suara tangisku.
“Dek, bapakmu meninggal” aku langsung membanting
HP, aku gemetaran lemas dan berteriak histeris seolah-
olah aku ingin mencabut telinga ini, dengan pikirannya
masih tidak percaya, aku tidak bisa menggambarkannya
terlalu menyakitkan bagiku, seolah-olah dunia ini hancur
seketika, aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain hanya
menangis histeris.
Dan hari itu juga aku pulang ke rumah.
Sesampainya aku, aku sudah melihat bendera putih yang

65
menghiasi pekarangan rumahku, rumahku sudah
dipenuhi banyak orang dan ketika aku memasuki rumah,
aku hanya melihat jasad bapakku telah terbujur kaku
dengan kain yang menutupi seluruh tubuhnya. Aku hanya
bisa menangis, menjerit, berteriak, dengan memandangi
jasad bapakku, aku tidak percaya secepat inikah engkau
mengambil bapakku Ya Allah.
Bapak aku pergi untuk menuntut ilmu seperti yang
bapak katakan dulu dan sekarang aku kembali, aku hanya
mendapati jasadmu saja yang telah terbujur kaku, mana
canda tawamu, mana nasihatmu, mana pelukanmu lagi
bapak setiap aku kembali kerumah aku tidak bisa
merasakanya lagi untuk selama-lamanya.
Sakit rasanya mendengar orang-orang memberikan
title Almarhum kepada bapakku aku hancur seakan tidak
ada guna lagi untuk hidup, sang motivatorku telah tiada,
tidak ada lagi yang menasihatiku, memberikan semangat,
menopangku, dan menuntunku, dia telah
meninggalkanku untuk selama-lamanya.
Tapi aku berpikir bahwa aku harus kuatkan diriku
sendiri motivasi diriku sendiri, karena aku masih punya
ibu, kakak, adik dan keluarga yang lain yang harus aku

66
bahagiakan. Aku juga sangat kecewa kepada diriku sendiri
aku belum sempat membahagiakan bapakku sebelum dia
meninggal, dia tidak bisa melihat anak-anaknya sukses,
tidak bisa memantau anak-anaknya lagi, kecuali dari
kejauhan.
“Ya Allah aku rindu bapakku, aku rindu suaranya,
aku rindu canda tawanya, nasihatnya, aku ingin berbicara,
bertemu denganya walaupun itu hanya dalam mimpi. Aku
sudah bahagia.”
---SELAMAT JALAN BAPAK---

67
SEMUA DARI ALLAH S.W.T
Sahwa Kana

Santriwati Madrasah Aliyah

Aku anak bungsu dari lima bersaudara sejak kecil


aku di ajar untuk hidup mandiri, selalu ditinggal orang
tua, subuh-subuh buta ayah dan ibu sudah keluar rumah
untuk mencari nafkah, sehingga aku di rumah bersama
kakak-kakakku harus mengurus diri sendiri. Walau
terkadang dibantu oleh kakak, setelah lulus dari sekolah
dasar aku lanjut sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTS).
Pelajaran di MTS sangat berbeda dengan SD banyak
pelajaran–pelajaran baru yang aku pelajari salah satunya
Training Dakwah, setiap hari jumat kami wajib mengikuti
Training Dakwah serta para siswa dan siswi di wajibkan
untuk menghapal minimal satu judul ceramah/dakwah.
Awalnya aku sangat susah untuk menghapal, aku
mengeluh kepada ayah yang juga seorang penceramah,
karena satu judul ceramah tak bisa aku hapalkan, Ayah
berkata padaku “Jangan cuma dihapal Nak, pahami apa

68
isi dan maksudnya,” sejak itu aku terus mendapat
dukungan dari Ayah. Di sekolah, setiap Apel pagi
diwajibkan bagi setiap perwakilan kelas untuk kultum itu
tidak berjadwal, pada saat Apel pagi baru saat itu pula
kami ditunjuk untuk kultum. sehingga kami semua harus
punya persiapan. Dari situ sedikit demi sedikit aku belajar
ceramah. Hingga sampai waktunya perlombaan ceramah
antar sekolah, tenyata aku terpilih untuk mewakili
sekolahku beban yang berat tentunya, aku sangat
sungguh–sungguh latihan dan memperbanyak doa karena
tak ingin mengecewakan sekolah dan keluargaku. Setelah
perlombaan usai dan pengumuman juara pun keluar.
Alhamdulillah aku mendapat juara ll aku ingat bersyukur
meskipun targetku belum tepat sasaran dan selanjutnya
aku dipilih menjadi ketua Departemen Dakwah.
Setiap bulan suci Ramadhan aku di wajibkan oleh
ayah untuk ceramah, katanya untuk latihan tampil di
depan banyak orang. Setelah lulus Tsanawiyah ayah ingin
aku sekolah di Pesantren DDI Mangkoso aku pun tak
keberatan. Saat itu Ibu tidak setuju karena tidak ingin jauh
dariku, Ayah tetap bersikeras dengan keputusannya ayah
berkata pada ibu “Kalau kita sayang anakta buangi jauh-

69
jauh.” aku yang mendengar itu dengan pemahaman yang
masih sempit sangat kaget, mengapa ayah tega
membuangku jauh-jauh dan akhirnya ibupun setuju
setelah mendapat nasihat panjang kali lebar dari ayah.
Setelah itu aku lanjut sekolah di Pondok Pesantren
DDI Mangkoso dan ternyata sesampainya di sana aku
harus sekolah selama 4 tahun, 1 tahun I’dadiyah
(mempelajari pelajaran dasar) dan 3 tahun aliyah, aku
menangis saat orangtuaku pulang sehabis mengantarku
karena baru kali ini aku pisah jauh dari mereka tapi
berkat didikan beliau aku yakin pasti bisa sekolah sampai
selesai.
Bekal sedikit yang kudapat di sekolah ku dulu
ternyata berguna di Pesantren wajar saja di Pesantren
tempat kaula muda di cetak sedemikian rupa agar
berguna nantinya untuk orang banyak. Di Pesantren
sering diadakan latihan dan perlombaan ceramah atau
dakwah. Alhamdulillah, hasilnya sering membuahkan
hasil yang baik walau kadang tidak sesuai harapan, aku tak
berkecil hati itu menjadi cambuk untuk terus bangkit.
Hingga pada suatu saat pelajaran di sekolah berlangsung,
salah seorang Guruku masuk dan mencariku Beliau

70
berkata “Akan ada perlombaan pidato di Barru tepatnya
di Perpustakaan Daerah aku memilih kamu untuk
mewakili sekolah kita, acaranya 2 hari lagi.” Aku sangat
kaget mendengar itu aku menjawab dengan spontan “2
hari bu?” Beliau menjawab “Ya, saya yakin kamu pasti
bisa,” dalam hati aku bergumam “Mana mungkin aku bisa
menghapal, memahami, serta latihan dalam waktu 2
hari?” Semua teman saat itu berpendapat “Terimalah
tawaran itu, tawaran seperti ini tidak datang dua kali, ini
kesempatan untuk kamu, setelah mendengar nasihat dari
teman,” serta memikir-mikirnya terlebih dahulu akhirnya
aku pun setuju, dan tiba saatnya perlombaan. Bukan main
aku sangat grogi luar biasa baru kali ini aku ikut
perlombaan waktu persiapanku hanya dua hari, semuanya
telah kuserahkan kepada Allah SWT yang penting aku
sudah berusaha dengan sungguh serta berdoa setiap saat.
Karena manusia dapat berencana tapi Allah yang dapat
menentukan. Tinggal menunggu hasil sangat lama hasil
dari perlombaan itu di umumkan, aku berpikir bahwa aku
tak dapat juara serta merasa bersalah kepada guruku pasti
beliau kecewa, setelah beberapa hari dan mungkin 1
minggu aku dipanggil, hasilnya sudah keluar dan ternyata.

71
Alhamdulillah aku mendapat juara 1 aku bersyukur
kepada Allah atas semua nikmat-Nya yang di berikan
padaku, tenyata betul kesungguhan tak akan dapat
mengkhianati hasil. Tapi Perlu kita ingat semuanya
hanyalah titipan Allah SWT. Puji-pujian yang justru sering
kita dengar adalah ujian terbesar bagi kita, jangan jadikan
semua kegagalan yg pernah kita alami menjadi alasan
untuk tidak berani bangun jadikan dia cambuk dan guru
terbesar sebagai pemicu untuk terus melangkah dan
menggapai keinginan dan kesuksesan,
Sekian dari penulis yang belum mencapai
kesuksesan yang nyata.
==***==

72
PESANTREN? WHY NOT!
Khusnul Amalia

Satriwati Idadiyah

Aku adalah salah satu murid di sekolah pondok


Pesantren DDI AD Nurul Islam. Berasal dari Papua dan
entah kenapa aku bisa ada di sini. Dulu aku sangat
membenci yang namanya Pesantren aku selalu
membayangkan hal-hal negatif yang menyangkut
Pesantren seperti akan disuruh bangun jam 4 subuh
untuk sholat Tahajjud atau mencuci pakaian sendiri,
mencuci piring, memasak atau hal-hal lain yang mungkin
tidak cukup dikerjakan di Pesantren karena waktu yang
sangat padat jujur saja aku sangat malas bangun jam 4
subuh biasanya saja aku baru bangun jam 7 subuh semua
kebiasaan di rumah kubawa ke Pesantren malas bangun
untuk sholat Subuh, malas mendengar pengajian, atau
malas melaksanakan sholat-sholat yang lain, bagiku itu
awal yang baik di Pesantren mungkin bisa saja orang
tuaku akan berubah pikiran dan membawaku pulang, tapi

73
itu semuanya sia-sia tidak ada yang berubah sama sekali
aku masih tetap ada di Pesantren ini.
Awal semester satu semuanya baik-baik saja aku
masih rajin pergi sekolah, menghapal apa yang diberikan
dan mengerjakan tugas-tugas yang di berikan. Pertengahan
semester satu kemalasanku mulai menjadi-jadi, aku malas
pergi sekolah dengan alasan sakit kepala, sakit perut
ataupun yang lain, malas pergi sholat Ashar, Subuh,
Dhuhur, apa lagi kalau bagianku sholat di masjid itu
sungguh memalaskan kalau di suruh hitung berapa kali
aku masuk sekolah dalam semester satu mungkin aku bisa
menghitungnya tanpa berpikir.
Semuanya berubah setelah pembinaku menelpon
ibuku untuk mengatakan apa yang terjadi pada diriku saat
hidup di Pesantren, pembinaku mengatakan semuanya
tanpa terkecuali ibuku kaget, dia tidak percaya kalau aku
seperti itu, jadi ibuku pengen berbicara langsung padaku.
Ibuku menangis saat berbicara langsung kepadaku dan
aku orang yang tidak bisa dibentak sedikitpun oleh orang
tua atau mendengar, ibuku menangis, karena aku akan
ikut menangis.
Singkat cerita…

74
Aku pindah asrama dari asrama AG.H. AMBERI
SAID ke Asrama Tahfidzul Qur’an Al-Amin. Kalian
tidak perlu tahu kenapa aku bisa sampai pindah asrama
karena ceritanya akan sangat panjang aku tidak sanggup
menulisnya, jangan tanya seperti apa aku sekarang, aku
lebih rajin pergi sekolah, melaksanakan sholat, dan aku
lebih banyak mendapatkan teman.
Aku mulai sadar, Pesantren bukanlah tempat untuk
pelampiasan, agar bisa jauh dari orang tua, menghindar
dari suruhan orang tua, bisa tidur sepuasnya, tanpa
dibangunkan secaraa paksa, atau tidak pergi ke sekolah,
Pesantren bukan hotel yang bisa kalian tinggali seenaknya,
Pesantren bukan tempat seperti itu. Tetapi, Pesantren
ialah tempat untuk menimpah ilmu, tempat untuk
membuatmu menjadi lebih baik, mendapat lebih banyak
lagi, dan kalian bisa belajar tentang kesederhanaan,
kemandirian, dan kerinduan. Pesantren juga punya
peraturan yang harus di taati, dan semenjak kalian mengisi
formulir, untuk masuk Pesantren, mulai saat itu kalian
sudah menyepakati semua peraturan-peraturan yang ada,
jadi kita tidak boleh melanggar semua perintah, atau
melanggar semua peraturan yang ada.

75
Ingat ini…
Balaslah tangisan kedua orang tuamu dengan
bersungguh-sungguh belajar, karena akan tersaji keelokan
istana dengan taman agungnya di langit kuasa bagi mereka
yang meniti hidup tanpa keputusasaan.
Jangan telalu lebay memikirkan Pesantren, jangan
terlalu jauh memikirkan Pesantren, Pesantren bukan
kandang buaya yang harus kamu takuti, kalaupun nanti di
Pesantren kamu harus menahan sakit, semua itu pasti
akan terbalaskan. Buktinya, banyak lulusan Pesantren
yang sukses. Tetaplah berusaha jangan pernah menyerah,
rajin-rajinlah jangan sampai mengecewakan orang tua. Jika
kalian mulai malas ingatlah kembali pengorbanan orang
tuamu yang begitu besar.

==***==

76
THIS IS ME AND THE REAL ME
Nurul Azizah

Santriwati Madrasah Aliyah

Aku berdiri di gerbang sekolah, bersiap memulai


petualangan baruku, hari yang kunantikan. Inilah hari
pertamaku masuk SMP. Perjuangan yang sangat sulit
bersaing dengan ratusan siswa untuk masuk ke sekolah
yang bergengsi itu. Meskipun jaraknya cukup jauh dari
kediamanku, aku tetap bertekad karena itu adalah
sekolah terfavorit yang ada di daerahku. Setelah lolos
masuk SMP itu, akupun menjalani tes berikutnya, yaitu
tes penempatan kelas. Aku belajar dengan sungguh-
sungguh demi masuk ke kelas yang terbaik. And finally,
kudengar pengumuman dari pengeras suara yang
menyebutkan puluhan nama siswa yang lolos ke kelas
bilingual, terdengar nama dan nomor tesku disebutkan
diurutan ke-2, akupun sangat bangga bisa masuk ke kelas
bilingual yang Rintisan Berstandar Internasional (RSBI)
dimana semua mata pelajarannya berbahasa Inggris.

77
Awalnya aku merasa kewalahan dengan program tersebut,
tetapi lama-kelamaan akupun terbiasa karena teman
temanku juga banyak membantu.
Di sekolah, aku aktif dalam berorganisasi, seperti
menjadi anggota OSIS, wakil pemimpin pramuka, juga
aktif menjadi pengurus inti dalam perkumpulan pelajar.
Dan yang kuikuti yaitu pada English Community
(SECOM) dan Biology Lovers (BILS). Akupun sering
menjuarai lomba dibeberapa event.
Di sekolah, aku banyak dikenal oleh teman-teman
dari kelas lain, akupun sangat akrab dengan mereka,
karena aku memang mudah akrab dengan siapapun.
Awalnya aku merasa aneh karena keseringan diajak oleh
mereka pergi bersenang-senang hingga larut malam, tetapi
karena mereka meyakinkanku bahwa tidak akan terjadi
sesuatu, akupun sering mengiyakan ajakannya, aku
semakin sering pulang malam, menghamburkan uang dan
waktu demi hal yang tidak berguna. Di rumah aku sudah
jarang mengerjakan PR, aku juga sering lalai dalam
ibadahku, dan tak jarang aku mengabaikan nasihat dan
perintah orang tuaku hanya karena aku lebih memilih

78
bersenang senang dengan teman-teman yang mungkin
baru aku kenal.
Orang tuaku pernah menasihatiku agar memilih
teman teman yang baik dan jangan salah pergaulan, tetapi
aku tetap saja percaya bahwa teman-temanku adalah
orang baik, padahal semenjak aku bergaul dengan
mereka, prestasiku dikelas semakin menurun, akupun
jarang muncul dalam perkumpulan pelajar.
Suatu hari tejadi suatu kesalahpahaman dalam
hubungan pertemananku, akupun sadar bahwa mereka
tidak sebaik yang kubayangkan, mereka sering membuat
masalah yang tidak kuketahui. Tetapi, karena aku adalah
salah satu dari mereka, namaku ternyata ada dalam
masalah yang mereka buat. Aku marah tapi ini memang
kesalahanku, aku sudah mengabaikan nasihat orang
tuaku, aku melupakan teman-teman yang sering
membantuku dalam pelajaran, aku mengabaikan
organisasi dan perkumpulan pelajarku dan akupun
melalaikan ibadahku hanya karena pergaulan yang salah.
Mungkin Tuhan marah padaku.
Aku berdoa kepada Tuhan agar memberiku
petunjuk atas apa yang telah terjadi. Aku memutuskan

79
untuk pindah ke sekolah yang ada di dekat rumahku,
pihak sekolah menempatkanku di kelas excellent yaitu
kelas favorit karena melihat prestasiku, teman-teman di
sana banyak yang mengaggap curang hal itu, mereka pun
meremehkanku, sehingga aku bertekad membuktikan
bahwa aku memang pantas berada di kelas tersebut.
Seiring berjalannya waktu akupun aktif kembali dalam
berorganisasi, prestasikupun begitu, tak hanya Bahasa
Inggris dan Biologi, aku pernah menjuarai Cerdas Cermat
Umum juga bidang non akademik yaitu pertandingan
bola volly. Dan yang paling membanggakan adalah ketika
pengumuman kelulusan SMP, ternyata akulah siswa
dengan nilai UN tertinggi di sekolahku. Akupun sangat
bangga.
Allah Maha Pengasih dan memberi petunjuk ke
jalan yang baik dan benar. Allah Maha Penyayang dengan
memberikanku kesempatan untuk memperbaiki diri.
Disaat teman temanku sibuk mencari dan
mendaftar SMA, entah kenapa aku tidak tertarik untuk
sekolah di SMA, akupun meminta orang tuaku agar
mencarikanku sekolah agama yang sederhana. Orang
tuaku pun mengajakku pergi melihat lihat pondok

80
Pesantren, tetapi aku belum merasa ada yang cocok,
hingga akhirnya ibuku menyarankanku bersekolah di
sekolahnya dulu yaitu di Mangkoso. Nama yang terdengar
asing bagiku, dengan persyaratan bahwa aku harus
sekolah selama 4 tahun dan dengan kesederhanaannya,
akupun pergi melihatnya dan ternyata aku langsung
tertarik dengan pondok tersebut karena kesederhanaan
dan keunikannya.
And then, here I’m. in DDI Mangkoso Islamic
Boarding School. Tuhan sudah membuat skenario ini
untuk kuperankan
Wish me luck and success here, hope I can be better than
my past ;)
Pesan untuk para readers : “Make a friendship with
everybody, but follow only a possitive habbits”

==***==

81
TENTANG PENULIS
Hidayah Yahya, S.Pd., M.Pd. lahir di Barru, 28 Agustus
1974. Pendidikan terakhir adalah S1 Universitas Negeri
Makassar Fakultas Pendidikan Bahasa da Seni Jurusan Bahasa
Inggris (1994-1999), kemudian lanjut S-2 Universitas
Muhammadiyah Pare, Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris (2009- 2011).
Pengalaman mengajar diawali di SMP 3 Balusu, SMP 2
Mallusetasi, SMA Muhammadiyah Takkalasi dan terakhir di
MA Putri DDI Mangkoso, dan mendirikan Lembaga Kursus
dengan nama SLASH (Spritual Language and Technology).
Buku ini adalah buku ketiga dari penulis, 2 buku
sebelumnya dipakai di lembaga kursus yaitu Smart Happy
Successful English for Elementary level dan English for
Religion Senior High School. Penulis berharap dengan
keberadaan buku ini terinspirasi untuk buku berikutnya.
Penulis dengan senang hati terbuka untuk berdiskusi
ataupun berbagi pengalaman dan ilmu kepada para pembaca.

==***==

82

Anda mungkin juga menyukai