Anda di halaman 1dari 22

Makalah MK Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan

Basic Life Support


ABORTUS INKOMPLIT
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diampu oleh Dosen Ni Made
Dwi Mahayati, SST., M.Keb

Disusun oleh:
Nama : Luh Putu Ika Cahyani Juniantari
NIM : P07124018005
Kelas/Semester : A/IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul Abortus
Inkomplit. Makalah ini penulis susun secara maksimal dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan
Basic Life Support, Poltekkes Kemenkes Denpasar jurusan Kebidanan tahun
2020.
Selama proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak, baik bantuan secara moril maupun materiil. Untuk itu, dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Yth:
1. Ni Made Dwi Mahayani, SST., M.Keb selaku Pembimbing Mata Kuliah
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal Neonatal dan Basic Life
Support yang telah membimbing dan membina penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.
2. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak
langsung, baik berupa material maupun non-material demi
terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan
baik dari segi susunan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis memohon
maaf atas kesalahan dan kekurangan tersebut. Dengan tangan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik yang membangun dari pembaca dengan harapan
agar penulis mampu menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Akhir kata
penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi
bagi pembaca.

Denpasar, Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 1
C. Tujuan .......................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................ 2
BAB II KAJIAN TEORI ....................................................................... 3
A. Definisi Abortus Inkomplit ............................................................ 3
B. Epidemiologi Abortus Inkomplit.................................................... 3
C. Penyebab Abortus Inkomplit.......................................................... 4
D. Faktor-Faktor Risiko Abortus Inkomplit ........................................ 7
E. Gambaran Klinis Abortus Inkomplit .............................................. 8
F. Diagnosis Abortus Inkomplit.......................................................... 8
G. Penatalaksanaan Abortus Inkomplit ............................................... 9
BAB III TINJAUAN KASUS ................................................................ 11
A. Data Subjektif................................................................................ 11
B. Data Objektif ................................................................................. 13
C. Analisa. ......................................................................................... 14
D. Penatalaksanaan ............................................................................ 14
BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................... 15
BAB V PENUTUP ................................................................................. 18
A. Simpulan ...................................................................................... 18
B. Saran ............................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka abortus di seluruh dunia adalah sekitar 35 per 1000 wanita yang
berusia 15-44 tahun, sehingga abortus merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kematian ibu dari seluruh kehamilan (selain keguguran dan
lahir mati). Salah satu abortus yang menyumbang peran dalam angka kematian
ibu adalah abortus inkomplit, yaitu pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih terdapat sisa yang tertinggal di dalam
uterus. Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam
keselamtan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang dapat menimbulkan
kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.
Indikator keberhasilan pembangunan kesehatan adalah penurunan dan
peningkatan derajat kesehatan, salah satu indikator derajat kesehatan adalah
Angka Kematian Ibu (AKI), sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan
tepat dalam mengatasi hal-hal yang dapat menyebabkan kematian ibu, salah
satunya abortus inkomplit. Mengenal lebih banyak tentang abortus inkomplit
menjadi penting bagi para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan
diagnosis kemudian memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat serta
dapat melakukan pencegahan komplikasi. Selain penting bagi pelayan
kesehatan, masyarakat juga penting mengetahui tanda-tanda dari abortus
inkomplit agar dapat menyadari sedini mungkin sehingga bisa memeriksakan
diri sesegera mungkin. Oleh karena itu penulis menyusun makalah berjudul
‘Abortus Inkomplit’ guna menambah pengetahuan mengenai hal tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu abortus inkomplit?
2. Bagaimana epidemiologi abortus inkomplit?
3. Apa penyebab terjadinya abortus inkomplit?
4. Apa faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya abortus inkomplit?

1
5. Bagaimana gambaran klinis dari abortus inkomplit?
6. Bagaimana diagnosis abortus inkomplit?
7. Bagaimana penatalaksanaan abortus inkomplit?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus inkomplit.
2. Untuk mengetahui epidemiologi abortus inkomplit.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus inkomplit.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya abortus
inkomplit.
5. Untuk mengetahui gambaran klinis dari abortus inkomplit.
6. Untuk mengetahui diagnosis abortus inkomplit.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan terhadap abortus inkomplit.

D. Manfaat
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan abortus inkomplit.
2. Mengetahui epidemiologi abortus inkomplit.
3. Mengetahui penyebab terjadinya abortus inkomplit.
4. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya abortus inkomplit.
5. Mengetahui gambaran klinis dari abortus inkomplit.
6. Mengetahui diagnosis abortus inkomplit.
7. Mengetahui penatalaksanaan terhadap abortus inkomplit.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Definisi Abortus Inkomplit


Abortus merupakan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan yaitu berat badan kurang dari 500 gr atau usia
kehamilan kurang dari 20 minggu. Berdasarkan aspek klinisnya, abortus
spontan dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu abortus imminens
(threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus
inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis (recurrent
abortion), abortus servikalis, abortus infeksiosus, dan abortus septik (Maryam,
2019). Adapun abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada kehamilan sebelum 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gr
dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus. Pada abortus inkomplit ini
didapatkan kanalis servikalis yang membuka. (Cunningham, et al., 2014)

B. Epidemiologi Abortus Inkomplit


Kejadian abortus berdasarkan data yang dikumpulkan di rumah sakit
pada umumnya berkisar antara 15-20%. Namun angka kejadian abortus
sebenarnya diperkirakan dapat lebih tinggi lagi di masyarakat. Hal ini
disebabkan karena tidak adanya kewajiban untuk melaporkan kejadian abortus
pada pihak yang berwenang. Menurut World Health Organization (WHO)
tahun 2004 diperkirakan 4,2 juta abortus terjadi setiap tahun di Asia Tenggara,
dengan perincian 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura, antara 750.000
sampai 1,5 juta di Indonesia, antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina, antara
300.000 sampai 900.000 di Thailand. Estimasi nasional menyatakan setiap
tahun terjadi 2 juta kasus aborsi di Indonesia. Ini artinya terdapat 23 kasus
aborsi per 100 kelahiran hidup. Laporan epidemiologis menyatakan bahwa di
Amerika Serikat angka kejadian abortus spontan berkisar antara 10-20% dari
kehamilan. (Cunningham, et al., 9 2014)
Angka kejadian abortus inkomplit bervariasi antara 16-21%. Laporan
dari rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan kejadian abortus

3
bervariasi antara 2,5-15%. Data pada dinas kesehatan Sumatera Utara
didapatkan angka kejadian abortus inkomplit pada tahun 2011 adalah 9,75%.
Di RSUP Sanglah diperoleh data angka kejadian abortus inkomplit pada tahun
2015 adalah 8%. (Anonim, 2015)

C. Penyebab Abortus Inkomplit


Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak
selalu tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada
ovum atau zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang
mungkin juga disebabkan oleh penyakit dari ayahnya. (Maryam, 2019)
1. Genetik
Lima puluh persen sampai tujuh puluh persen abortus spontan
terutama abortus rekuren disebabkan oleh kelainan genetik. Kelainan
genetik menjadi penyebab 70% pada 6 minggu pertama, 50% sebelum 10
minggu, dan 5% setelah 12 minggu. Kelainan ini dapat disebabkan faktor
maternal maupun paternal. Gamet jantan berkontribusi pada 50% material
genomik embrio. Mekanisme yang dapat berkontribusi menyebabkan
kelainan genetik adalah kelainan kromosom sperma, kondensasi kromatin
abnormal, fragmentasi DNA, peningkatan apoptosis, dan morfologi sperma
yang abormal. Sekitar 42% struktur vili korionik abnormal akibat gangguan
genetik. (Maryam, 2019)
2. Gangguan plasenta
Mayoritas kasus abortus berkaitan dengan kelainan genetik maupun
kelainan perkembangan plasenta terutama pada vili korionik yang berperan
sebagai unit fungsional plasenta dalam hal transpor oksigen dan nutrisi pada
fetus. Penelitian histologi Haque, et al. pada 128 sisa konsepsi abortus,
ditunjukkan bahwa 97% menunjukkan vili plasenta berkurang, 83% vili
mengalami fibrosis stroma, 75% mengalami degenerasi fibroid, dan 75%
mengalami pengurangan pembuluh darah. Inflamasi dan gangguan genetik
dapat menyebabkan aktivasi proliferasi mesenkim dan edema stroma vili.
Keadaan ini akan berlanjut membentuk sisterna dan digantikan dengan
jaringan fibroid. Pada abortus, pendarahan yang merembes melalui desidua

4
akan membentuk lapisan di sekeliling vili korionik. Kemudian, material
pecah dan merangsang degenerasi fibrinoid. (Maryam, 2019)
3. Kelainan uterus
Kelainan uterus dapat dibagi menjadi kelainan akuisita dan kelainan
yang timbul dalam proses perkembangan janin. Cacat uterus akuisita yang
berkaitan dengan abortus adalah leiomioma dan perlekatan intrauteri.
Miomektomi sering mengakibatkan jaringan parut uterus yang dapat
mengalami ruptur pada kehamilan berikutnya, sebelum atau selama
persalinan. Perlekatan intrauteri (sinekia atau sindrom Ashennan) paling
sering terjadi akibat tindakan kuretase pada abortus yang terinfeksi atau
pada missed abortus atau mungkin pula akibat komplikasi postpartum.
Keadaan tersebut disebabkan oleh destruksi endometrium yang sangat luas.
Selanjutnya keadaan ini mengakibatkan amenore dan abortus habitualis
yang diyakini terjadi akibat endometrium yang kurang memadai untuk
mendukung implatansi hasil pembuahan. (Maryam, 2019)
Inkomptensi serviks adalah ketidakmampuan serviks untuk
mempertahankan suatu kehamilan oleh karena defek fungsi maupun struktur
pada serviks. Inkompetensi serviks biasanya menyebabkan abortus pada
trimester kedua dengan insidensi 0,5-8%. Keadaan ini juga dapat
menyebabkan hilangnya barrier mekanik yang memisahkan kehamilan dari
flora bakteri vagina dan kebanyakan asimptomatik. Serviks merupakan
barier mekanik yang memisahkan kehamilan dari flora bakteri vagina.
(Maryam, 2019)
4. Kelainan endokrin
a. Defek Fase Luteal dan Defisiensi Progesteron
Defek fase luteal disebut juga defisiensi progesteron merupakan suatu
keadaan dimana korpus luteum mengalami kerusakan sehingga produksi
progesteron tidak cukup dan mengakibatkan kurang berkembangnya
dinding endometrium. (Maryam, 2019)
b. Sindrom ovarium polikistik, hipersekresi LH, dan hiperandrogenemia
Sindrom ovarium polikistik terkait dengan infertilitas dan abortus. Dua
mekanisme yang mungkin menyebabkan hal tersebut terjadi adalah

5
peningkatan hormon LH dan efek langsung hiperinsulinemia terhadap
fungsi ovarium. (Maryam, 2019)
c. Faktor Endokrin Sistemik seperti DM atau hipotiroid. (Maryam, 2019)
d. Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta mempunyai hubungan dengan kenaikan
insiden abortus. Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua,
defisiensi hormon tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada
hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan dalam peristiwa
kematiannya. (Maryam, 2019)
5. Kelainan Imunologi
Sekitar 15% dari 1000 wanita dengan abortus habitualis memiliki
faktor autoimun. Faktor autoimun misal SLE, APS, antikoagulan lupus,
antibodi antikardiolipin. Insidensi berkisar 1-5% tetapi risikonya mencapai
70%. Selain itu, faktor alloimun dapat mempengaruhi melalui HLA. Bila
kadar atau reseptor leptin menurun, terjadi aktivasi sitrokin proinflamasi,
dan terjadi peningkatan risiko abortus. Mekanismenya berhubungan dengan
timbal balik aktif reseptor di vili dan ekstravili tropoblas. (Maryam, 2019)
6. Infeksi
Berbagai macam infeksi dapat menyebabkan abortus pada manusia,
tetapi hal ini tidak umum terjadi. Organisme seperti Treponema pallidum,
Chlamydia trachomatis, Neisseria gonorhoeae, Streptococcus agalactina,
virus herpes simpleks, sitomegalovirus, Listeria monocytogenes dicurigai
berperan sebagai penyebab abortus. Toxoplasma juga disebutkan dapat
menyebabkan abortus. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma
urealyticum dari 4 traktus genetalia sebagaian wanita yang mengalami
abortus telah menghasilkan hipotesis yang menyatakan bahwa infeksi
mikoplasma yang menyangkut traktus genetalia dapat menyebabkan
abortus. Dari kedua organisme tersebut, Ureaplasma Urealyticum
merupakan penyebab utama. (Maryam, 2019)
7. Penyakit kronik
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
keadaan ibu misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang

6
menyebabkan abortus. Hipertensi jarang disertai dengan abortus pada
kehamilan sebelum 20 minggu, tetapi keadaan ini dapat menyebabkan
kematian janin dan persalinan prematur. Pada saat ini, hanya malnutrisi
umum sangat berat yang paling besar kemungkinanya menjadi predisposisi
meningkatnya kemungkinan abortus. (Maryam, 2019)
8. Trauma
Sekitar 7% wanita mengalami trauma selama kehamilan tetapi banyak
kasus yang tidak dilaporkan. Pada umumnya, mekanisme trauma yang
paling banyak adalah jatuh sendiri dan kesengajaan. Keadaan ini akan
menyebabkan abrupsio plasenta, pendarahan fetomaternal, rupture uteri,
trauma janin langsung. (Maryam, 2019)

D. Faktor-Faktor Risiko Abortus Inkomplit


1. Bertambahnya usia ibu.
Abortus meningkat dengan pertambahan umur setelah usia 30 tahun.
Risiko berkisar 13,3% pada usia 12-19 tahun; 11,1% pada usia 20-24 tahun;
11,9% pada usia 25-29 tahun; 15% pada usia 30-34 tahun; 24,6% pada usia
35-39%; 51% usia 40-44 tahun; 93,4% pada usia 45 tahun ke atas. Baru-
baru ini peningkatan usia ayah dianggap sebagai suatu faktor risiko
terjadinya abortus. Suatu penelitian yang dilakukan di Eropa melaporkan
bahwa risiko abortus tertinggi ditemukan pada pasangan dimana usia wanita
≥35 tahun dan pria ≥40 tahun. (Maryam, 2019)
2. Riwayat abortus.
Risiko pasien dengan riwayat abortus untuk kehamilan berikutnya
ditentukan dari frekuensi riwayatnya. Pada pasien yang baru mengalami
riwayat 1 kali berisiko 19%, 2 kali berisiko 24%, 3 kali berisiko 30%, dan 4
kali berisiko 40%. (Maryam, 2019)
3. Kebiasaan orang tua
a. Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko abortus. Risiko abortus
meningkat 1,2-1,4 kali lebih besar untuk setiap 10 batang rokok yang
dikonsumsi setiap hari. Asap rokok mengandung banyak ROS (Reactive
Oxygen Spesies) yang akan mendestruksi organel seluler melalui

7
kerusakan mitrokondria, nukleus, dan membran sel. Selain itu, secara
tidak langsung ROS (Reactive Oxygen Spesies) akan menyebabkan
kerusakan sperma. Hal ini menyebabkan fragmentasi DNA rantai tunggal
maupun ganda sperma. (Maryam, 2019)
b. Konsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Tingkat aborsi
spontan dua kali lebih tinggi pada wanita yang minum alkohol
2x/minggu dan tiga kali lebih tinggi pada wanita yang mengkonsumsi
alkohol setiap hari. (Maryam, 2019)
c. Kafein dosis rendah tidak mempunyai hubungan dengan abortus. Akan
tetapi pada wanita yang mengkonsumsi 5 cangkir (500mg kafein) kopi
setiap hari menunjukkan tingkat abortus yang sedikit lebih tinggi.
(Maryam, 2019)
d. Radiasi juga dapat menyebabkan abortus pada dosis yang cukup. Akan
tetapi, jumlah dosis yang dapat menyebabkan abortus pada manusia tidak
diketahui secara pasti. (Maryam, 2019)
e. Alat kontrasepsi dalam rahim yang gagal mencegah kehamilan
menyebabkan risiko abortus, khususnya abortus septik meningkat.
(Maryam, 2019)

E. Gambaran Klinis Abortus Inkomplit


Abortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi
telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan
ibu karena dapat menyebabkan terjadinya syok. Sering serviks tetap terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing
(corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya
dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak
sehebat pada abortus insipiens. (Anonim, 2018)

F. Diagnosis Abortus Inkomplit


Diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan gambaran klinis
melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan fisik, setelah menyingkirkan

8
kemungkinan diagnosis banding lain, serta dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik mengenai status ginekologis meliputi
pemeriksaan abdomen, inspikulo dan vaginal toucher. Palpasi tinggi fundus
uteri pada abortus inkomplit dapat sesuai dengan umur kehamilan atau lebih
rendah. Pemeriksaan penunjang berupa USG akan menunjukkan adanya sisa
jaringan. (Opi, 2018)
Tidak ada nyeri tekan ataupun tanda cairan bebas seperti yang terlihat
pada kehamilan ektopik yang terganggu. Pemeriksaan dengan menggunakan
spekulum akan memperlihatkan adanya dilatasi serviks, mungkin disertai
dengan keluarnya jaringan konsepsi atau gumpalan-gumpalan darah. Bimanual
palpasi untuk menentukan besar dan bentuk uterus perlu dilakukan sebelum
memulai tindakan evakuasi sisa hasil konsepsi yang masih tertinggal.
Menentukan ukuran sondase uterus juga penting dilakukan untuk menentukan
jenis tindakan yang sesuai. (Opi, 2018)

G. Penatalaksanaan Abortus Inkomplit


Terlebih dahulu dilakukan penilaian mengenai keadaan pasien dan
diperiksa apakah ada tanda-tanda syok. Penatalaksanaan abortus spontan dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik pembedahan maupun medis. Teknik
pembedahan dapat dilakukan dengan pengosongan isi uterus baik dengan cara
kuretase maupun aspirasi vakum. Induksi abortus dengan tindakan medis
menggunakan preparat antara lain : oksitosin intravenus, larutan hiperosmotik
intraamnion seperti larutan salin 20% atau urea 30%, prostaglandin E2, F2a
dan analog prostaglandin yang dapat berupa injeksi intraamnion, injeksi
ekstraokuler, insersi vagina, injeksi parenteral maupun per oral,
antiprogesteron - RU 486 (mefepriston), atau berbagai kombinasi tindakan
tersebut di atas. (Opi, 2018)
Pada kasus-kasus abortus inkomplit, dilatasi serviks sebelum tindakan
kuretase sering tidak diperlukan. Pada banyak kasus, jaringan plasenta yang
tertinggal terletak secara longgar dalam kanalis servikalis dan dapat diangkat
dari ostium eksterna yang sudah terbuka dengan memakai forsep ovum atau
forsep cincin. Bila plasenta seluruhnya atau sebagian tetap tertinggal di dalam

9
uterus, induksi medis ataupun tindakan kuretase untuk mengevakuasi jaringan
tersebut diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan lanjut. Perdarahan
pada abortus inkomplit kadang-kadang cukup berat, tetapi jarang berakibat
fatal. Evakuasi jaringan sisa di dalam uterus untuk menghentikan perdarahan
dilakukan dengan cara:
1. Evakuasi dapat dilakukan secara digital atau cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika pendarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskular atau misoprostol 400 mcg
per oral. (Opi, 2018)
2. Evakuasi hasil konsepsi dengan:
a. Aspirasi Vakum merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia. (Opi, 2018)
b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskular (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400
mcg per oral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu). (Opi, 2018)

10
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. Data Subjektif
1. Identitas Istri Suami
Nama : Ny. A Tn. S
Umur : 36 tahun 40 tahun
Suku : Sunda Sunda
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SMP
Pekerjaan : Tidak Bekerja Wirausaha
Alamat : Jln. Bogasari No. 100x, Leuwibatu, Rumpin
2. Keluhan Utama
Ibu mengaku sedang hamil 3 bulan, namun ibu mengalami pengeluaran
darah beserta gumpalan disertai nyeri perut bagian bawah sejak kemarin
sore pukul 17.00 WIB. Saat ini ibu merasa lemas dan pusing.
3. Riwayat Kehamilan Saat Ini
Ini merupakan kehamilan ibu yang ke-4. Ibu memiliki 2 orang anak dan
pernah mengalami keguguran 1 kali. Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
ibu pada 18 November 2017 dan Taksiran Persalinan pada 25 Maret 2018.
Selama kehamilan, ibu baru 1 kali periksa hamil ke bidan dan belum pernah
di USG. Ibu tidak pernah mengonsumsi obat yang diberikan bidan. Ibu
terakhir berhubungan seksual dengan suami 2 hari yang lalu, yaitu pada hari
Minggu, 25 Februari 2018.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang Lalu
Jenis Tempat
Anak Ke- BB Lahir PB Lahir
Persalinan Persalinan/Penolong

1 (1999) Spontan Rumah/Paraji - -

2 (2004) Spontan BPM/Bidan 2700 gram 47 cm

3 (2015) Abortus pada usia kehamilan 2 bulan (ekspulsi spontan)

11
4 (2018) Hamil Ini

5. Riwayat Kesehatan Ibu dan Keluarga


a. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang di derita
Ibu mengatakan pernah sakit maag 5 tahun yang lalu. Ibu tidak memiliki
penyakit menular seperti TBC dan campak. Penyakit menurun seperti
diabetes melitus dan hipertensi ataupun menahun seperti asma dan
jantung.
b. Riwayat penyakit keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit
menular seperti TBC dan campak, penyakit menurun seperti DM dan
hipertensi ataupun penyakit menahun seperti asma, dan jantung dan juga
tidak ada keturunan kembar.
c. Riwayat KB
Ibu pernah menggunakan alat kontrasepsi IUD sebanyak 2 kali, pada
tahun 2006 dan 2011. Ibu tidak memiliki keluhan selama penggunaan
kontrasepsi.
d. Riwayat Menstruasi
Ibu mengatakan siklus haid ibu tidak teratur. Lamanya haid selama 6-7
hari disertai sakit yang tidak terlalu berat pada hari pertama warna darah
haid merah. Konsistensi pada hari pertama dan kedua berupa gumpalan
merah dan hari selanjutnya encer.
e. Riwayat Bio-Psiko-Sosial dan Ekonomi
1) Biologis
Ibu makan terakhir pukul 14.00 WIB dengan sepotong roti, ibi biasa
makan 2 -3 kali/hari. Minum terakhir pukul 14.00 WIB air mineral.
Ibu biasa minum 4-5 gelas perhari. BAB 1x/hari BAK 3-4x/hari, tidak
ada keluhan.
2) Psikologi
Ibu merasa khawatir dengan keadaannya. Ibu sudah pasrah dan
mengikhlaskan bayi yang ada di dalam kandungannya jika tidak dapat
dipertahankan.

12
3) Sosial
Ibu menikah 18 tahun yang lalu. Ini pernikahan yang pertama bagi ibu
dan suami. Suami dan keluarga mendukung kehamilan ibu dan
memberikan dukungan emosional atas kondisi ibu saat ini.
4) Ekonomi
Ibu menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk
membiayai perawatan selama di RS.
B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda Vital : Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 82x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,7C
Antropometri : BB sebelum hamil : 48 kg
BB sekarang : 47 kg
TB : 152 cm
2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : tampak pucat, tidak oedeme, konjungtiva pucat,
sklera putih, bibir kering, tidak ada karies gigi.
Leher : tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid dan limfe.
Payudara : simetris, tidak ada nyeri tekan/massa/benjolan,
tidak ada retraksi/dimpling, puting susu menonjol.
Abdomen : tidak ada bekas luka operasi, ballottement tidak
teraba, kandung kemih kosong.
Ekstremitas : tidak ada eodeme dan varises, kuku merah muda.
Genitalia : bersih, tidak ada massa/benjolan, tidak ada
pembengkakan kelenjar skene dan bartolini,
terlihat darah yang bergumpal keluar dari vagina
pada pemeriksaan inspekulo terlihat OUE terbuka.
Anus : tidak ada haemoroid

13
3. Pemeriksaan Penunjang
USG : terlihat sisa-sisa plasenta tidak utuh lagi dan
terlihat kantong kehamilan tidak utuh lagi, terlihat
sisa jaringan dalam cavum uteri.

C. Analisis
Diagnosa
Ny. A 36 tahun G4P2A1 UK 14 minggu dengan Abortus Inkomplit

D. Penatalaksanaan
1. Memberitahu hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, ibu dan keluarga
paham akan kondisi ibu.
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk tindak lanjut keadaan
ibu, advice dokter yaitu melakukan tindakan prokuretase
3. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa menurut anjuran dokter ibu harus
dilakukan tindakan kuretase serta menjelaskan gambaran tindakan yang
akan dilakukan serta risiko atas tindakan tersebut, ibu dan keluarga setuju
dan menandatangani informed consent.
4. Memberikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga, ibu merasa
lebih baik.
5. Memasangkan dower kateter pada ibu, ibu tidak mengalami keluhan.
6. Menganjurkan ibu untuk berpuasa selama 6 jam sebelum kuretase
dilakukan, ibu bersedia.
7. Melakukan observasi tanda-tanda vital ibu, perdarahan, serta output urine
ibu, hasil dalam batas normal.

14
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Data Subjektif
Berdasarkan hasil anamnesa yang dilakukan, diketahui bahwa ibu sedang
hamil 3 bulan anak ke-4, ibu pernah keguguran 1 kali, namun ibu mengalami
pengeluaran darah beserta gumpalan disertai nyeri perut bagian bawah sejak
kemarin sore pukul 17.00 WIB. Saat ini ibu merasa lemas dan pusing. Hal ini
sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa abortus inkomplit adalah di mana
sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dan pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam
kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahannya masih
terjadi dan jumlahnya bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang
tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus
B. Data Objektif
Untuk melengkapi data objektif, dilakukan pemeriksaan terhadap Ny. A
umur 36 tahun yang meliputi pemeriksaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Adapun hasil dari pemeriksaan umum yaitu keadaan umum tampak
lemah, kesadaran composmentis, tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 82x/menit,
suhu 36,7C, pernafasan 20x/menit, terjadi penurunan berat badan selama
hamil 1 kg. Mata konjungtiva pucat, sklera putih, genitalia bersih, tidak ada
massa/benjolan, tidak ada pembengkakan kelenjar skene dan bartolini, terlihat
darah yang bergumpal keluar dari vagina, pada pemeriksaan inspekulo terlihat
OUE terbuka. Hal ini sesuai dengan teori bahwa gambaran klinis dari abortus
inkomplit yaitu :
1. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak lemah, kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, tekanan nadi cepat dan kecil, suhu
badan normal atau meningkat.
2. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya jaringan hasil
konsepsi.

15
3. Rasa mulas atau kram perut di daerah simpisis, sering nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus
4. Pemeriksaan dalam:
a. Servik masih membuka, mungkin teraba jaringan sisa
b. Perdarahan mungkin bertambah setelah pemeriksaan dalam
5. Pembesaran uterus sesuai usia kehamilan
Tes kehamilan mungkin masih positif akan tetapi kehamilan tidak dapat
dipertahankan.

C. Analisa
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang telah didapat maka dapat
ditegakkan analisa “Ny. A 36 Tahun G4P2A1 UK 14 Minggu dengan Abortus
Inkomplit”

D. Penatalaksanaan
Asuhan yang dapat diberikan pada Ny. A meliputi pemberian penjelasan
hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, melakukan kolaborasi dengan
dokter SpOG untuk tindak lanjut keadaan ibu berupa advice dokter yaitu
melakukan tindakan prokuretase, memberitahu ibu dan keluarga bahwa
menurut anjuran dokter ibu harus dilakukan tindakan kuretase serta
menjelaskan gambaran tindakan yang akan dilakukan serta risiko atas tindakan
tersebut dengan evaluasi ibu dan keluarga setuju dan menandatangani informed
consent, memberikan dukungan emosional kepada ibu dan keluarga,
memasangkan dower kateter pada ibu, menganjurkan ibu untuk berpuasa
selama 6 jam sebelum kuretase dilakukan, melakukan observasi tanda-tanda
vital ibu, perdarahan, serta output urine ibu. Hal ini sesuai dengan teori
penanganan abortus inkomplit, yaitu:
1. Melakukan rujukan ke dokter SpOG untuk penatalaksanaan selanjutnya.
2. Bila terdapat tanda-tanda syok, maka atasi syok dengan pemberian cairan
pengganti dan transfusi darah. Pemberian cairan pada penatalaksanaan syok
hipovolemik yaitu sebagai berikut.

16
a. Untuk memulihkan status volume, pasang dua jalur intravena, berikan 1-
2 liter kristaloid seperti NaCl 0,9% atau RL secara intravena selama 30-
60 menit, sambil menentukan tanda-tanda edema paru, dan teruskan
pemberian cairan berdasarkan tanda-tanda vital.
b. Pemberian transfusi darah bila kadar Hb <8 gr%.
2. Mengeluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan
kuretase.
a. Sebelum kuretase pasien harus mengosongkan kandung kemih terlebih
dahulu, lalu diberikan cairan intravena seperti RL dengan drip oksitosin
20 unit. Oksitosin berguna sebagai pembantu dalam mengurangi
kecepatan perdarahan dan merangsang kontraksi uterus sementara
kuretase dilaksanakan.
b. Setelah itu berikan obat-obatan uterotonika seperti metilergometrin
maleat 3x1 tablet/hari selama lima hari dan antibiotika diberikan selama
kurang lebih lima hari. Selalu melakukan observasi perdarahan setelah
dilakukan kuretase dan keadaan umum serta tanda-tanda vital ibu. Jika
tidak ada komplikasi, maka pasien dapat dipulangkan setelah masa
observasi (biasanya dua sampai empat jam) dengan resep obat yang telah
diberikan, serta anjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang
seminggu pasca kuretase.

17
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus inkomplit merupakan salah satu hal yang menjadi penyumbang
terbesar dalam angka kematian ibu. Terdapat berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya abortus inkomplit ini seperti faktor fetal dan faktor
maternal. Penanganan yang cepat dan tepat diperlukan dalam menangani kasus
abortus inkomplit karena merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
nyawa ibu seperti mengakibatkan komplikasi yaitu syok hipovolemik dan
perdarahan terus menerus. Oleh karena itu pelayan kesehatan sudah seharusnya
menerapkan cara-cara yang tepat dan cepat dalam menangani kasus abortus
inkomplit sehingga tidak menambah angka kematian ibu.

B. Saran
Sebagai petugas kesehatan kita harus melakukan asuhan kebidanan
secara teliti dan cermat agar masalah kebidanan yang timbul dapat diatasi
sesuai dengan hak dan kewenangan masing-masing petugas kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2015. Kajian Teori Abortus Inkomplit. Badung: Universitas Udayana.


Anonim. 2018. Tinjauan Pustaka Abortus. Sumatera Utara: Universitas Sumatera
Utara.
Cunningham, et al. 2014. Obstetri Williams Edisi 23. Jakarta: EGC.
Opi. 2018. Makalah Abortus Inkomplit. Scribd.
https://www.scribd.com/doc/62762420/Abortus-Inkomplit (diakses pada 18
Maret 2020)
Saliimah, Maryam Balqis. 2019. Laporan Kasus Abortus Inkomplit. Riau: Bagian
Obstetri Dan Ginekologi RSUD Dr. R.M Pratomo Bagansiapiapi
Zuliyanti, R. 2019. Tinjauan Pustaka. Tanjungkarang: Poltekkes Kemenkes
Tanjungkarang.

19

Anda mungkin juga menyukai