MEMBANGUN GERAKAN
MORAL DI SEKOLAH
Penerbit
ElHaf Publishing
2
MEMBANGUN GERAKAN
MORAL DI SEKOLAH
Penerbit
ElHaf Publishing
afaradhita@gmail.com
Desain Sampul:
Khudrotun Nafisah
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
3
Sweet love is for you Allah the Almighty
And the shalawat flows to you Kanjeng Nabi
Muhammad El Mustafa
4
DAFTAR ISI
Memulai Perubahan
1. Memaknai Pendidikan Sebagai Sistem Organik 66
2. Membangun Gerakan Moral Di Sekolah ......... 76
3. Pembelajaran Tanpa Verbalisme ....................... 84
4. Membangun Budaya Membaca Disekolah....... 90
5. Otak dan Pembelajaran ....................................... 103
6. Mencari Solusi Pengadaan Buku Pendidikan... 115
7. Buku SMK Masih Langka .................................. 139
8. UNAS Tahun 2011 .............................................. 153
5
Menjadi Seorang Guru
1. Profesi Genetik .................................................... 160
2. Menjadi Guru Berpredikat Profesional ............ 167
3. Mengapa Guru Harus Menulis .......................... 174
4. Membahagiakan Diri ........................................... 182
6
Titik Awal
7
pegawai dinas pendidikan, hingga sebagai penjual
faham atau bahkan pedagang yang mencoba mencari
keuntungan ditengah kebutuhan siswanya. Dalam
semua fakta ini, disinilah konsistensi profesi guru
menjadi dipertanyakan, sebab guru tidak lagi terfokus
untuk bagaimana membuat siswanya pintar, tetapi juga
terperangkap dalam hal-hal ―pragmatis‖. Dan inilah
yang membedakan guru ―dulu‖ dan guru ―hari ini‖.
8
Diperlukan kebersamaan dan selanjutnya kesadaran
semua ―civitas akademika‖ hingga menjadikan
bangunan sekolah menjadi gerakan moral yang ideal
bagi siapapun yang mengenyam pendidikan. Dalam
peran inilah tulisan-tulisan dalam buku ini hadir untuk
mengingatkan kita semua, bahwa profesi guru bukanlah
akhir dari tujuan kita setelah meraih gelar sarjana. Akan
tetapi adalah awal dari tugas besar, yang tidak hanya
berhenti pada keberhasilan menempuh UNAS belaka.
Sebab ada tiga hal yang tidak bisa kita pisahkan di dunia
pendidikan yaitu guru, sekolah dan perannya dalam
kaderisasi bangsa. Profesi guru adalah profesi
kemanusiaan, tentang bagaimana memanusiakan setiap
anak dengan keteladanan moral yang baik. Disinilah
makna sebenarnya profesi seorang guru, sekarang
bagaimana keputusan Anda?
9
Memberi Makna Dunia
Pendidikan
10
Refleksi Hari Pendidikan:
Pendidikan Karakter
11
aktif menjadi pengurus Boedi Oetomo dan Sarikat
Islam. Selanjutnya bersama Cipto Mangun Kusumo dan
EFE Douwes Dekker — dijuluki ‖Tiga Serangkai‖ —
ia mendirikan Indische Partij, sebuah organisasi politik
pertama di Indonesia yang dengan tegas menuntut
Indonesia merdeka. Pada zaman Jepang, peran Ki
Hadjar tetap menonjol. Bersama Soekarno, Hatta, dan
Mas Mansur, mereka dijuluki ―Empat Serangkai‖,
memimpin organisasi Putera. Ketika merdeka, Ki
Hadjar menjadi Menteri Pengajaran Pertama.
12
Seorang tokoh seperti Ivan Illich pernah berseru agar
masyarakat bebas dari sekolah. Niat deschooling tersebut
berangkat dari anggapan Ivan Illich bahwa sekolah tak
ubahnya pabrik yang mencetak anak didik dalam paket-
paket yang sudah pasti. ―…bagi banyak orang, hak
belajar sudah digerus menjadi kewajiban menghadiri
sekolah‖, kata Illich. Demikian pula halnya dengan
Rabindranath Tagore yang sempat menganggap sekolah
seakan-akan sebuah penjara. Yang kemudian ia sebut
sebagai ―siksaan yang tertahankan‖.
13
tak berhak menjadi perumus masa depan. Namun,
banyak kalangan sering menyejajarkan Ki Hajar
Dewantara dengan Rabindranath Tagore, seorang
pemikir, pendidik, dan pujangga besar kelas dunia yang
telah berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan
nasional India, karena mereka bersahabat dan memang
memiliki kesamaan visi dan misi dalam perjuangannya
memerdekakan bangsanya dari keterbelakangan.
14
bangsanya sendiri. Dipilihnya bidang pendidikan dan
kebudayaan sebagai medan perjuangan tidak terlepas
dari ―strategi‖ untuk melepaskan diri dari belenggu
penjajah. Adapun logika berpikirnya relatif sederhana;
apabila rakyat diberi pendidikan yang memadai maka
wawasannya semakin luas, dengan demikian keinginan
untuk merdeka jiwa dan raganya tentu akan semakin
tinggi.
15
Konsepsi Pendidikan Menurut Ki Hajar
Dewantara
Dalam berbagai sumber tulisan tentang pendidikan Ki
Hadjar Dewantara, Pendidikan harus dimulai dari
persamaan persepsi pemangku pendidikan tentang
mendidik itu sendiri. Menurut Kihajar dewantara
mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses
memanusiakan manusia (humanisasi), yakni
pengangkatan manusia ke taraf insani. Di dalam
mendidik ada pembelajaran yang merupakan
komunikasi eksistensi manusiawi yang otentik kepada
manusia, untuk dimiliki, dilanjutkan dan
disempurnakan. Jadi sesungguhnya pendidikan adalah
usaha bangsa ini membawa manusia Indonesia keluar
dari kebodohan, dengan membuka tabir aktual-
transenden dari sifat alami manusia (humanis).
16
tercapainya pendidikan yang mamanusiawikan manusia.
Ketika setiap peserta didik mampu menguasai dirinya,
mereka akan mampu juga menentukan sikapnya.
Dengan demikian akan tumbuh sikap yang mandiri dan
dewasa.
17
dewantara. Menurut tulisan Theo Riyanto, perubahan
nama tersebut dapat dimakna bahwa beliau ingin
menunjukkan perubahan sikap ningratnya menjadi
pendidik, yaitu dari satria pinandita ke pinandita
satria yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual
ke guru spiritual yang berjiwa ksatria, yang
mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi
bangsa dan Negara ini. Bagi Ki Hajar Dewantara, para
guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam
kepribadian dan spiritualitas, baru kemudian
menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga
menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela
nusa dan bangsa. Yang utama sebagai pendidik adalah
fungsinya sebagai model keteladanan dan sebagai
fasilitator kelas.
18
kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi
perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan
kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang
merupakan perantara Tuhan maka guru sejati
sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu
menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa
keselamatan.
19
suasana yang berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan
hati, empati, cintakasih dan penghargaan terhadap
masing-masing anggotanya. Maka hak setiap individu
hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya
membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan
independen secara fisik, mental dan spiritual;
pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan
aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang
kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap
individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi
harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya
memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga
diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru
hendaknya rela mengorbankan kepentingan-
kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta
didiknya.
20
kesejahteraan orang lain. Dalam pemikiran kihajar
dewantara, metode yang yang sesuai dengan sistem
pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode
pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada
asih, asah dan asuh. Metode ini secara teknik
pengajaran meliputi ‗kepala, hati dan panca indera‘
(educate the head, the heart, and the hand).
Teladan sesungguhnya memiliki makna sesuatu dari
proses mengajar, hubungan dan interaksi selama proses
pendidikan yang kemudian pada hari ini atau masa
depan peserta didik menjadi contoh yang selalu di tiru
dan di gugu. Jadi guru teladan tidak ada hubungannya
dengan sosok guru yang senantiasa menjaga wibawa,
menjaga ‗image‘ dengan selalu menampilkan dirinya
‗ferfect‘ dan ‗penuh aturan‘ dan kaku di hadapan
peserta didiknya.
21
yang akan menjadi ‗teladan‘ bagi kehidupan social
peserta didik. Secara psikologis pengaruh ‗perilaku‘
tersebut adalah pengaruh bawah sadar peserta didik,
yang akan muncul kembali saat ia melakukan aktifitas
dalam ‗bersikap‘, ‗bertindak‘ atau ‗menilai sesuatu‘ pada
dirinya maupun orang lain.
22
‗kehormatan‘ diri dan bangsanya. Sehingga dalam
prosesnya ‗mengajar‘ akan menjadi cara hidup seorang
guru untuk mencapai kemanfaatan sebanyak-banyaknya
melalui ‗pengabdiannya‘ dan proses menebarkan
‗kehormatan‘ tersebut pada hati, kepala dan
pancaindera peserta didiknya.
23
Urgensitas Pendidikan Karakter dan Revitalisasi
Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Tema Hardiknas tahun ini adalah ―Pendidikan Karakter
sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa‖ dengan subtema
―Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti‖. Tema ini,
kata Menteri Nuh, mengingatkan kembali pada hakikat
pendidikan yang telah ditekankan oleh Bapak
Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantoro. ―Karakter
yang ingin kita bangun bukan hanya kesantunan, tetapi
secara bersamaan kita bangun karakter yang mampu
menumbuhkan kepenasaranan intelektual sebagai
modal untuk membangun kreativitas dan daya inovasi,‖
katanya. Seolah pernyataan menunjukkan isyarat bahwa
sudah saatnya kita kembali merefleksi konsepsi
pendidikan kita saat ini berjalan. Sebab konsepsi
pendidikan karakter sebenarnya merupakan hasil
pemikiran luhur dari Bapak Pendidikan Nasional kita,
Ki Hajar Dewantara.
24
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu
hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan
alam dan masyarakatnya. Salah satu nilai luhur bangsa
Indonesia yang merupakan falsafah peninggalan Ki
Hadjar Dewantara yang dapat diterapkan yakni tringa
yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni . Ki Hadjar
mengingatkan, bahwa terhadap segala ajaran hidup,
cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian,
kesadaran dan kesungguhan pelaksanaannya. Tahu dan
mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan
menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak
melaksanakan dan tidak memperjuangkannya. Merasa
saja dengan tidak pengertian dan tidak melaksanakan,
menjalankan tanpa kesadaran dan tanpa pengertian
tidak akan membawa hasil. Sebab itu prasyarat bagi
peserta tiap perjuangan cita-cita, ia harus tahu, mengerti
apa maksudnya, apa tujuannya. Ia harus merasa dan
sadar akan arti dan cita-cita itu dan merasa pula
perlunya bagi dirinya dan bagi masyarakat, dan harus
mengamalkan perjuangan itu. ―Ilmu tanpa amal
seperti pohon kayu yang tidak berbuah‖, ―Ngelmu
25
tanpa laku kothong‖, laku tanpa ngelmu cupet‖. Ilmu
tanpa perbuatan adalah kosong, perbuatan tanpa ilmu
pincang. Oleh sebab itu, agar tidak kosong ilmu harus
dengan perbuatan, agar tidak pincang perbuatan harus
dengan ilmu.
26
Ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai
luhur universal, yaitu (1) karakter cinta Tuhan dan
segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan tanggung
jawab; (3) kejujuran/amanah, diplomatis; (4) hormat
dan santun; (5) dermawan, suka tolong menolong dan
gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri dan pekerja
keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan
rendah hati; (9) karakter toleransi, kedamaian, dan
kesatuan. Kesembilan karakter itu, perlu ditanamkan
dalam pendidikan holistik dengan menggunakan
metode knowing the good, feeling the good, dan acting
the good. Hal tersebut diperlukan agar anak mampu
memahami, merasakan/mencintai dan sekaligus
melaksanakan nilai-nilai kebajikan. Bisa dimengerti, jika
penyebab ketidakmampuan seseorang untuk
berperilaku baik, walaupun secara kognitif anak
mengetahui, karena anak tidak terlatih atau terjadi
pembiasaan untuk melakukan kebajikan.
27
Pemikiran Ki Hajar Dewantara dan Tantangan
Guru Hari ini
Lembaga pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan
pada tuntutan yang semakin berat, terutama untuk
mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi
berbagai dinamika perubahan yang berkembang pesat.
Perubahan yang terjadi bukan saja berkaitan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saja,
tetapi juga menyentuh perubahan dan pergeseran aspek
nilai moral yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat. Beberapa contoh penyimpangan-
penyimpangan perilaku amoral saat ini diantaranya
maraknya tawuran antar pelajar, perampokan,
pembunuhan diserta mutilasi, korupsi, dan isu-isu
moralitas yang terjadi di kalangan remaja, seperti
penggunaan narkotika, perkosaan, pornografi sudah
sangat merugikan dan akan berujung pada keterpurukan
suatu bangsa.
28
multidimensi pada era globalisasi ini. Krisis
multidimensi dan keterpurukan bangsa, pada
hakekatnya bersumber dari jati diri, dan kegagalan
dalam mengembangkan pendidikan karakter bangsa.
Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, salah satu
penyebabnya karena pendidikan di Indonesia lebih
menitikberatkan pada pengembangan intelektual atau
kognitif dan kurang memperhatikan aspek afektif,
sehingga hanya tercetak generasi yang pintar, tetapi
tidak memiliki karakter yang dibutuhkan bangsa. Selain
itu, sistem pendidikan yang top-down, dengan
menempatkan guru untuk mentransfer bahan ajar ke
subjek didik, dan subjek didik hanya menampung apa
yang disampaikan guru tanpa mencoba berpikir lebih
jauh, minimal terjadi proses seleksi secara kritis
(Hamengkubuwon, 2010:3). Russell dan Ratna (2010)
mengemukakan bahwa pada taraf jenjang sekolah dasar,
mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan
karakter pun semisal Pendidikan Pancasila dan
kewarganegaraan pada prakteknya masih sebatas teori
dan, belum menyentuh pada tataran aplikatif. Praktik
29
pendidikan yang cenderung kognitif-intelektualistik,
perlu direvitalisasi sebagai wahana pengembangangan
pendidikan karakter bangsa, pembangunan kecerdasan,
akhlak dan kepribadian peserta didik secara utuh sesuai
dengan tujuan pendidikan nasional (Sardiman, 2010.
Kedaulatan Rakyat)
30
lingkungan sekolah dalam hal ini guru menjadi
frontliner dalam peningkatan mutu pendidikan
karakter, budaya dan moral. Sebagai sosok atau peran
guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu dan
ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak
di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta
didik. Guru adalah model bagi anak, sehingga setiap
anak mengharapkan guru mereka dapat menjadi model
atau contoh baginya. Seorang guru harus selalu
memikirkan perilakunya, karena segala hal yang
dilakukannya akan dijadikan teladan murid-muridnya
dan masyarakat.
31
moral seperti kejujuran, keadilan, dan mematuhi kode
etik profesional. Lickona (1991), sekolah dan guru
harus mendidik karakter, khususnya melalui pengajaran
yang dapat mengembangkan rasa hormat dan tanggung
jawab. Penanaman dan pengembangan pendidikan
karakter di sekolah menjadi tanggung jawab bersama.
Pendidikan karakter dapat dintegrasikan dalam
pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Setiap mata
pelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan
sehari-hari. Pembelajaran nilai-nilai karakter ini tidak
berhenti pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada
tataran internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan anak didik sehari-hari di masyarakat. Hal
tersebut sesuai dengan ajaran hidup Ki Hadjar
Dewantara, ―Tringa‖ yang meliputi ngerti, ngrasa, dan
nglakoni, mengingatkan terhadap segala ajaran, cita-cita
hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran
dan kesungguhan dalam pelaksanaanya. Tahu dan
mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan,
32
menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak
melaksanakan dan tidak memperjuangkan. Diibaratkan
ilmu tanpa amal seperti pohon kayu yang tidak
berbuah.
33
Guru, Sekolah
dan Kaderisasi Bangsa
34
dengan capaian pembelajarannya, akan tetapi lebih pada
―bagaimana perilaku siswa yang sudah terbentuk‖.
Sebab pembelajaran adalah sebuah proses perubahan
perilaku, tanpanya pembelajaran hanyalah proses yang
tidak bermakna.
35
mustahil untuk dilakukan bukan? Disinilah pokok
persoalan yang kemudian ingin kita bahas.
36
resilent behaviour, individu yang aktif dan mandiri.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang guru
perlu membangun sekolahnya sebagai ruang kaderisasi.
Untuk mewujudkan hal tersebut ada beberapa hal yang
harus dilakukan oleh seorang guru. Dalam hal ini guru
harus mampu menjadi pendamping belajar, teladan
yang baik bagi anak didiknya, dan fasilitator sekaligus
terapis terhadap permasalahan anak disekolah.
37
Witing Tresno Jalaran Soko
Kulino
38
Disediakannya waktu satu jam pelajaran penuh, untuk
memeriksa buku catatan dan tugas siswa. Setiap anak
akan dipanggil berdasarkan nomor absensi masing-
masing, untuk mempertanggung jawabkan tugasnya.
Seperti seorang jaksa yang sedang memeriksa, dengan
teliti beliau memeriksa lembar demi lembar buku tugas
kami. Jangan harap ada yang terlewat saat buku tugas
diperiksa Bu Johana, urut tidaknya nomor soal yang
dikerjakan, benar atau salah pekerjaan siswa hingga
nama kode soal dan jumlah soal yang ada dibuku
dengan apa yang ada dibuku tugas siswa tidak akan ada
yang luput untuk diperiksa.
39
Hari ini saya memahami bahwa pelajaran berharga yang
sebenarnya ingin diajarkan oleh Bu Johana pada kami
adalah tentang pentingnya pendisiplinan diri.
Pemaksaan untuk mengerjakan setiap tugas matematika
yang tidak jarang jumlahnya puluhan, ternyata mampu
membuat kami lebih mudah memahami. Konsep
―learning by doing‖ memang tidak bisa ditinggalkan
begitu saja bagi para guru. Terlebih bagi mereka yang
mengajarkan pelajaran ilmu pasti yang sarat dengan
deretan rumus-rumus. Tanpa latihan yang teratur
deretan rumus itu akan mudah lenyap bergitu saja
ditengah rekaman kognitif yang harus diingat siswa
sehari-hari.
Membiasakan diri
Pepatah jawa pernah mengatakan bahwa ―witing tresno
jalaran soko kulino‖, betapa rasa suka atau minat
seseorang akan muncul dengan sendirinya melalui
sebuah pembiasaan. Prinsip inilah hari ini yang jarang
sekali kita temukan diterapkan oleh guru-guru kita pada
pembelajaran dikelas. Padahal manifestasi falsafah ini
40
lahir dan telah teruji beratus juta tahun sebelum guru-
guru itu lahir. Seorang anak akan cinta dengan buku
saat dia dikenalkan dengan buku sejak dini. Karena
sudah terbiasa maka seorang petani akan dengan rela
bangun dipagi yang dingin untuk berangkat ke sawah
bersua dengan padi yang ditanamnya.
41
Dalam era seperti ini terasa penting sekali
membangkitkan pembelajaran seperti yang diterapkan
Bu Johana diatas. Disini guru tidak perlu memaksa
siswa untuk menerima mentah-mentah materi
pelajaran. Tetapi lebih merupakan upaya guru untuk
membiasakan siswa pada kondisi yang dapat
menstimulus potensi yang dimilikinya. Melalui
pembelajaran yang diterapkan oleh Bu Johana kita
dapat peroleh sebuah pelajaran berharga bahwa tanpa
pemaksaan kedisiplinan tidak akan lahir. Setelah
kedisiplinan terbentuk maka akan terbentuk kebiasaan
dan pada akhirnya kebiasaan akan melahirkan
kebutuhan. Membentuk siswa-siswa yang ―butuh‖
pelajaran bukankah itu tujuan setiap guru, agar siswa
menjadi pribadi yang senantiasa ―haus‖ akan
pengetahuan.
42
dan Champbell selain bertujuan mengubah perilaku
negatif menjadi positif, pola pembelajaran ini mampu
melahirkan perilaku yang semula tidak dimiliki oleh
seseorang. Disinilah guru berperan untuk memberikan
penguatan- penguatan (reinforcement) kepada siswa
melalui sebuah keteladanan. Sebuah penelitian
membuktikan bahwa, 25% anak memperhatikan
nasihat, 18% melakukan yang sebaliknya, dan 57%
tidak melakukan apa pun. Dari penelitian itu hanya 1
dari 4 anak yang memperhatikan nasihat orangtua dan
guru. Sungguh disini menjadi demikian jelas betapa arti
keteladan seorang guru berperan besar dalam
pembentukan kepribadian siswa.
43
Belajar Dari Puntadewa
44
Dewa Indra dan burung elang adalah jelmaan Bathara
Guru yang ingin menguji Prabu Puntadewa.
45
dalam perilaku dan tutur kata. Hingga apa yang
disabdakan seorang resi tidak terbantahkan dan harus
dilaksanakan. Untuk menampilkan citra diri yang
mencerminkan kemanusiaannya maka setiap orang
harus mengakui hakekat dirinya di dalam masyarakat.
Atau lebih tepatnya, tentang bagaimana peran fungsi
yang harus dijalankan seseorang dimasyarakat, itulah
arti hakekat diri. Seperti kita tahu, seorang pemain bola
tidak akan bermain hebat, jika ia tidak mengakui bahwa
dirinya memang dilahirkan untuk bermain bola. Disini
kita belajar tentang pentingnya penerimaan diri sebelum
melaksanakan sesuatu.
Hakekat Guru
Mengenal hakekat guru tidak jauh beda dengan
mengenal hakekat pemain bola. Untuk menampilkan
kemanusiaannya maka seorang guru harus mengakui
terlebih dahulu keberadaannya sebagai ―pelayan
pendidikan‖ atau ―abdi pendidikan‖. Sebagai seseorang
yang sangat akrab dengan dengan kehidupan siswanya.
mengenal siswanya sebagai pribadi yang haus akan
46
sentuhan nilai-nilai kearifan, kejujuran, kesabaran dan
motivasi diri. Disini profesi guru tidak boleh dianggap
sebagai pilihan kedua, tetapi sebagai panggilan diri
untuk melawan ketidaktahuan siswa. Persoalan
pendidikan tidak hanya seputar anak bodoh dan tidak
bodoh, tetapi lebih pada akar ketidak tahuan setiap
pribadi siswa tersebut tentang model kemanusiaan itu
sendiri.
Untuk itu seorang guru hanya perlu meningkatkan
kepeduliannya terhadap siswa saat ingin menampilkan
model kemanusiaan tersebut. Sekolah dan kelas harus
dimaknai sebagai ruang pertemuan yang ―intens‖,
bukan terkesan ―formalistik‖ seperti hari ini. Betapa
banyak guru yang kemudian tidak mengenal siswanya
satu persatu dan hanya sebatas nomor absennya belaka.
Guru tidak boleh hanya menuntut siswa dengan
tumpukan tugas, namun juga memberi ruang
penghargaan dengan mengkoreksi tugasnya dengan
benar. Dan sesekali memberikan kata-kata magis
pembakar semangat disetiap lembar tugas yang
dikerjakan. Tidak boleh hanya memarahi siswa saat dia
47
melakukan pelanggaran terhadap aturan yang disepakati
bersama, namun juga membangun kepercayaan dan
tanggung jawab diri untuk bertindak berdasarkan nilai-
nilai yang baik. Tidak hanya menutup gerbang dan
komunikasi saat siswa datang terlambat atau mengalami
masalah tetapi juga menjadi teman terbaik bagi siswa
yang mampu memberikannya inspirasi. Tidak semata-
mata egois dengan urusannya sendiri namun lupa
memberikan penjelasan yang cukup atas ketidak tahuan
siswa. Ingatlah bahwa bagaimanapun pintarnya
muridmu, dia tetapkan anak-anak yang butuh
bimbingan guru disampingnya.
48
tersebut tidak lain adalah untuk belajar dan terus belajar
untuk menghargai hidup dan kehidupan.
49
layanan (service appearance) yang baik kepada siswanya.
Disinilah peran guru untuk memanusiakan siswanya,
sebab pendidikan hanya akan bermuara pada satu hal
yakni pada kemanusiaan itu sendiri. Kemanusiaan
disekolah ditandai oleh relasi yang hidup diantara guru
dan siswa, diwarnai dengan keceriaan dan kegembiraan
yang tidak berkesudahan. Seperti diawal tahun saat
perjumpaan dengan siswa, mereka berkata pada
gurunya: ‖ Bapak, boleh aku minta tolong
diajari…bantu aku memahami karena bapak kan
katanya guru paling pandai seantero negeri.
50
Mengajarkan Konsistensi
51
tanggung jawab koreksi tugas siswa yang tidak jarang
menumpuk dengan tanggung jawab lainnya diluar tugas
sebagai guru di sekolah. Pemberian tugas sering terjadi
karena guru memiliki kesibukan lain sehingga tidak bisa
hadir dikelas secara langsung. Berharap siswa berlatih
mandiri melalui tugas yang diberikan merupakan tujuan
lain yang ingin dilakukan guru selain tujuan diatas.
Guru sungguh tidak dapat kompromistis untuk urusan
tugas, kapan tugas harus dikumpulkan adalah deadline
yang berarti ―harga mati‖. Tidak jarang keterlambatan
sering diartikan sebagai ―pengurangan nilai‖. Siswa yang
mengeluh karena guru yang lain juga memberikan tugas
yang demikian banyaknya, dicap sebagai siswa yang
terlalu ―banyak omong‖. Dan pasti akan dicatat guru
sebagai kandidat peraih hadiah ―nobel‖ (nomor belek
atau nilai jelek).
Bias penilaian oleh guru kepada siswa memang sering
terjadi, terkesan tidak adil bagi siswa jika prestasi siswa
diukur dari kesan baik buruk komunikasi siswa dengan
guru. Menghukum siswa yang kritis dengan nilai yang
buruk sama artinya dengan menutup ruang kebebasan
52
atau demokrasi yang kita sepakati harus ada dan hidup
didunia pendidikan. Setidaknya sekolah mampu
menjadi media penanaman nialai-nilai demokrasi dalam
diri siswa sejak dini. Mengajarkan siswa sesuatu tentu
akan lebih mudah dengan mendidik siswa akan sesuatu.
Guru sering lupa bahwa pendidikan tidak hanya sebatas
tugas dan koreksi saja, tetapi juga berkaitan dengan
penanaman nilai-nilai kepribadian. Kita tahu betapa
mudahnya memberikan ancaman dibandingkan
memberikan sebuah pembelajaran. Melalui tugas
sebenarnya terdapat ruang bagi guru untuk
berkomunikasi dengan siswa secara tidak langsung.
coretan beserta catatan adalah bentuk dari komunikasi
tersebut. Melalui catatan dan coretan pada tugas yang
telah dikumpulkan siswa seorang guru telah memberi
bukti bahwa ia telah melakukan konsistensi akan tugas
dan tanggung jawabnya. Konsistensi sendiri tidak hanya
sebatas perilaku, tetapi ia merupakan kata kunci
keberhasilan bangsa Jepang yang telah diterapkan
selama bertahun-tahun yang lalu. Dan menurut Max
Weber konsistensi ini lahir dari nilai-nilai ajaran sintho
53
yang dipegang teguh masyarakat Jepang. Oleh sebab
itu, guru perlu memegang teguh nilai-nilai pedagogik,
yang mensyaratkan komunikasi yang manusiawi antara
guru dan siswa.
Problem Konsistensi
Konsistensi memang tidak akan muncul tiba-tiba, perlu
waktu dan pembiasaan sehingga seseorang dapat
berlaku konsisten. Semangat inilah yang sebenarnya
harus dibangun disekolah dan dimulai oleh guru.
Konsistensi yang berarti tanpa perbedaan atau
kontradiksi ini hanya bisa diajarkan dari sebuah
keteladanan. Saat kita ingin agar siswa kita mampu
belajar tentang tanggung jawab, maka akan dirasa perlu
adanya ―reward‖ dan ―punishment‖. Tentu kita akan
mengatakan tidak adil, jika sesorang yang tidak
melakukan apa-apa akan diberikan ―reward‖. Setiap
tindakan yang dilakukan sesorang akan berdampak baik
bagi dirinya maupun orang lain terlepas apa yang
dilakukan itu baik atau buruk. Dalam hal ini sungguh
perilaku guru yang konsisten atas apa yang
54
disampaikannya, akan membentuk pribadi siswa yang
dididiknya menjadi konsisten pula. Tentunya perilaku
untuk memperlakukan tugas siswa dengan sebagaimana
mestinya.
55
besar. Betapa dengan meluangkan waktu untuk
memeriksa lembar demi lembar tugas siswa, guru telah
memberikan penghargaan yang besar atas kerja keras
yang lahir dari potensi siswa itu sendiri. Urusan
men‖copy‖ pekerjaan teman adalah permasalahan yang
dapat disampaikan guru secara terbuka dikelas.
56
pribadi guru harus mengajar dirinya untuk konsisten
atas tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
57
Manajemen Tutur dan Kapur
58
Menjadi profesional sendiri bukan hal yang sulit, tetapi
juga tidak mudah untuk dilaksanakan butuh
―perjuangan‖. WS Rendra pun mengatakan bahwa
perjuangan sendiri adalah pelaksanaan dari kata-kata.
Dengan semua potensi yang sudah dimilikinya,
sebenarnya cukup bagi guru untuk menjadi
―profesional‖. Upaya yang harus dilakukan oleh guru
hanyalah bagaimana mengelola semua potensi yang ada
tersebut dengan baik. Istilah ―‗mengelola‖ kerapkali
disebut orang sebagai ―manage‖ atau manajemen, seni
mengelola. Lalu apa yang harus dikelola oleh guru
untuk menjadi profesional ?
59
Manajemen Tutur
Aspek pertama yang dikuasai dalam manajemen tutur
adalah keterampilan lisan menjelaskan materi. Untuk
dapat menguasai materi tentu tidak lain kecuali guru
harus rajin membaca. Membaca tidak hanya sebatas
pada buku, tetapi juga dinamika siswa. Mengenali
pribadi setiap siswa dan bagaimana berkomunikasi
dengan mereka, apa yang membuat siswa bersemangat,
apa yang membuat mereka bosan, apa yang membuat
mereka sedih. Rentetan kegiatan ini tentu tidak akan
dapat dilakukan oleh seorang guru, kecuali guru telah
mampu membangun komunikasi atau proses
pendidikan yang manusiawi dengan siswanya.
Memanusiakan manusia bukankah itu tujuan
sebenarnya dari sebuah proses pendidikan dimanapun
juga.
60
apabila memiliki siswa yang patuh, yang disuruh ke
kanan ke kanan, disuruh ke kiri ke kiri kita. Jika
demikian, apakah sebagai guru kita sudah berhasil ?
Padahal sebenarnya kita sudah mematikan bakat
terbesar anak kita, yakni ―kreativitas‖. Sedangkan
―kreativitas‘ adalah modal dasar seseorang untuk hidup
ditengah masyarakat beserta permasalahannya.
61
mampu, memiliki hal yang sama maka tentu akan lahir
pribadi-pribadi siswa yang penuh semangat pantang
menyerah demi meraih cita-citanya.
Manajemen Kapur
Ilustrasi materi melalui media dan tulisan merupakan
penguatan dari apa yang telah dijelaskan oleh guru
kepada siswa. Jika suatu ketika siswa lupa, maka tulisan-
tulisan ini akan menuntun siswa menemukan jawaban
dari pertanyaan yang ada dibenaknya. Kapur tulis,
merupakan alat didunia pendidikan yang telah menjadi
saksi hidup perjalanan pendidikan bangsa ini, hingga
kemudian tergeser oleh teknologi yang lebih canggih
yang mampu menampilkan beragam materi dengan
lebih jelas. Namun tetaplah apapun itu, mau kapur atau
teknologi canggih semua butuh guru sebagai operator
untuk menjalankannya. Disini jelas, pentingnya guru
untuk belajar sedikit hal tentang teknologi, hingga dapat
menjangkau siswanya yang mungkin telah jauh mahir
dari padanya untuk urusan teknologi.
62
Media pembelajaran mulai dari LCD, power point,
internet semua semuanya harus dimaknai sebagai alat
bantu yang memudahkan guru menyampaikan materi
kepada siswa. Adalah tugas guru melalui media tersebut
untuk dapat menjadikan m‖materi yang sulit‖ menjadi
―materi yang mudah‖ untuk difahami siswa. Materi
yang kerapkali dianggap ―berat‖ bagi siswa untuk
dikuasai oleh siswa ‖ menjadi mudah‖ setelah dijelaskan
guru melalui media yang dibuatnya.
63
fisika, padahal kita tahu fisika sering dianggap materi
yang sulit bagi sebagian besar siswa.
Mulai berbenah
Peran ―tutur dan kapur‖ dalam dunia pendidikan
memang tidak tergantikan, seolah menjadi harga mati.
Namun kehadiran guru ditengah-tengah siswa sungguh
lebih tidak dapat tergantikan. Keberadaan buku, atau
bahkan modul materi yang disusun oleh guru itu sendiri
akan hanya menjadi ―benda mati‖, jika tidak ada lisan
guru yang menuturkannya kepada siswa. Tutur atau
lisan guru layaknya ruh yang menghidupkan lembaran
kertas yang bertuliskan kalimat-kalimat ilmiah dan
menjadikannya hidup didepan siswa. Melalui lisan ini
guru memainkan imajinasi siswanya ke tempat yang
indah, dimana mimpi mereka bersemai. Hingga
perjumpaan dengan guru menjadi penambah semangat
mereka untuk mencari lazuardi keilmuan yang demikian
luas.
64
Semangat dan motivasi siswa tentu hanya akan muncul
jika guru menguasai manajemen tutur dan kapur guru,
oleh sebab itu tidak ada alasan lagi bahwa guru harus
berbenah diri. Guru harus mulai memperbanyak koleksi
pustakanya. Menyempatkan waktu untuk rutin
membaca dan membuat catatan kecil atas apa yang
dibacanya. Hingga kemudian disampaikan kepada siswa
hingga mampu menjadi ―penyemangat‖ mereka kelak.
Jika bukan mulai dari sekarang kapan lagi guru akan
berbenah ?
65
Memulai Perubahan
66
Memaknai Pendidikan Sebagai
Sistem Organik
68
Mencermati konsep dasar pendidikan diatas,
permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia yang salah satunya adalah rendahnya mutu
pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, misalnya pengembangan
kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi
guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat
pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu
manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai
indikator mutu pendidikan belum menunjukan
peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di
kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan
yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya
masih memprihatinkan.
69
input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara
konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga
pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang
apabila dipenuhi semua input (masukan) yang
diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka
lembaga ini akan menghasilkan output yang
dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa
apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku
dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana
pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan
(output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan,
mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi.
Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan
pendekatan educational production function terlalu
memusatkan pada input pendidikan dan kurang
memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal,
proses pendidikan sangat menentukan output
pendidikan.
70
gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang
atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang
tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu
mencakup input, proses, dan output pendidikan.
71
diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat
kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu
menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh
terhadap berlangsungnya proses disebut input
sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output.
Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah),
proses yang dimaksud adalah proses pengambilan
keputusan, proses yang dimaksud adalah proses
pengembilan keputusan, proses pengelolaan
kelembagaan, proses pengelolaan program, proses
belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi,
dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat
kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses
lainnya.
72
(enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan
minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti
bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai
pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi
pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani
peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut
mampu belajar secara terus menerus (mampu
mengembangkan dirinya).
73
prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, UNAS,
karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non-
akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,
kesopanan, olah raga, kesnian, keterampilan kejujuran,
dan kegiatan-kegiatan ektsrakurikuler lainnya. Mutu
sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang
saling berhubungan (proses) seperti misalnya
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
74
tenaga pengajar lainnya beserta alat evaluasi proses
pembelajaran yang dilakukan sekolah.
75
mengolah resiko, pengunaan uang lebih efesien karena
sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran
tahun depan (Effesiensi-based budgeting), lebih
mengutamakan teamwork, informasi terbagi ke semua
warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan,
dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih
efesien.
76
Membangun Gerakan Moral
di Sekolah
77
―Ada permasalahan serius di sekolah ini Bapak dan Ibu
guru, ada GAM di sekolah. Anak-anak kita akan
terpecah belah, murid-murid kita akan berselisih.
Ketika anak-anak sepakat dengan GAM, mereka harus
memakai PIN bertuliskan ―Pejuang GAM‖. Apa itu
GAM, ―Gerakan Anti Menyontek‖ apa itu, semua
hanya akan menanamkan benih-benih perpecahan. Ini
perbuatan orang-orang yang melanggar komitmen kita
sesama guru. Mereka ingin kita sesama guru tidak lagi
―kompak‖, lalu apa kita akan berdiam diri…. ucap Pak
Nyoto seorang guru agama, sesaat sebelum
memberikan doa penutup. Kami semua yang semula
sudah tidak antusias lagi mengikuti detik-detik akhir
paparan ISO lantaran bahan bakar yang sudah menipis
dan gempuran orasi yang menjenuhkan dan terus saja
memaksa telinga untuk didengarkan. Seketika itu kami
terjaga dan waspada…‖Ada apa ini‖ kata seorang guru
penuh tanda tanya.
78
bertanya tentang kesejahteraan, dan gemuruh guru-guru
yang berbicara sendiri seperti lebih pakar dibandingkan
yang didepan. Atau bahkan tawa ceria saat cerita-cerita
lucu dan janji-janji perubahan dari kepala sekolah baru
diucapkan. Kami semua waktu itu menunggu sebuah
penjelasan….
79
pernyataan kepala sekolah tadi.‖Bapak Ibu guru, GAM
atau Gerakan Anti Menyontek‖ adalah ide saya. Saya
prihatin dengan maraknya perilaku menyontek
dikalangan anak-anak kita. Bukankah dengan
menyontek mereka menjadi terbiasa berpola pikir
instan, sehingga pada akhirnya mereka tidak lagi
mengerti tentang pentingnya nilai-nilai bekerja keras.
Padahal ―pola pikir instan‖ hanya akan menjadi awal
dari tindakan ―korupsi‖. Lalu, apakah kita akan diam
saja dengan ini semua!!. Saya tidak pernah memaksa
anak-anak kita untuk memakai PIN, tetapi kesadaran
nurani yang mendorong mereka berbuat demikian.
Setiap mereka yang memakai PIN, berarti mereka
berkomitmen untuk ―jujur‖, dengan tidak memberikan
contekan kepada temannya saat ujian. Saya tidak berniat
mempecah belah anak-anak kita, PIN hanya menjadi
sarana saya untuk menanamkan nilai-nilai kejujuran dan
sportivitas kepada anak-anak kita, demikian pernyataan
Bu Umi menanggapi keberatan dari Pak Nyoto yang
juga seorang guru agama.
80
Tentu, keterkejutan kita melihat perdebatan ini adalah
perselisihan antara seorang guru agama dengan seorang
guru. Bagaimana bisa terjadi ketidaksepakatan seorang
guru agama, terhadap gerakan anti menyontek yang
merupakan gerakan moral. Gerakan ini lahir dari
maraknya budaya menyontek yang seolah telah
menyekap anak-anak kita tanpa memberikan pilihan
lain kecuali melakukannya. Bukan rahasia lagi, jika
hingga UNAS anak-anak kita harus ―bekerjasama‖
untuk mendapatkan nilai tinggi. Namun bukan
ketidaksepakatan ini yang akan dibahas dalam tulisan
ini, tetapi tentang peran guru dalam gerakan moral
disekolah.
81
untuk tidak lagi menyontek. Mengkaitkan sekolah
dengan gerakan moral, sungguh merupakan hal yang
sangat jarang dilakukan oleh kita di sekolah. Inilah yang
menyebabkan Visi dan Misi terkadang hanya tulisan
belaka yang nyaris tidak pernah ditanamkan pada setiap
pribadi yang ada disekolah.
82
pendidikan karakter berarti suatu cara untuk
memahamkan siswa tentang moral atau berperilaku
yang baik. Tentu akan lebih mudah, apabila kita
memberikan pengalaman langsung tentang moral atau
perilaku yang baik, dengan sepenuhnya melibatkan
pemikiran dan peran aktif siswa. Daripada kita
melakukan hal yang tidak mungkin dengan
menyeragamkan nilai-nilai moral dan mengajarkannya
kepada anak-anak kita, sebab nilai moral bersifat relatif
ditiap pribadi.
83
telah pula tercapai jika kita mau memperkaya ―kearifan
sosial‖ ditiap pribadi, dimulai dari guru .
84
Pembelajaran Tanpa Verbalisme
85
Tentu salah satu diantara Anda yang membaca tulisan
ini akan bertanya-tanya, mengapa percakapan guru dan
murid diatas harus ada diawal tulisan ini. Seperti halnya
murid-murid dalam dialog tersebut, Anda mungkin saja
baru tahu kalo Phi yang sama dengan 3,14 itu hasil dari
keliling dibagi diameter. Kenapa terjadi demikian,
seorang murid bisa saja hafal suatu rumus tapi tidak
pernah tahu apa aplikasinya, mereka juga hafal nama
para sastrawan dan karyanya tetapi tidak pernah
membaca karya sastra apalagi mengapresiasinya, mereka
tahu bagaimana mengkonversi satuan derajat Fahrenheit
ke derajat Celcius tapi tidak pernah tahu cara
menggunakan thermometer, mereka tahu istilah
fotosintesis tapi tak pernah mengamatinya, mereka
hafal tanggal-tanggal bersejarah tapi justru gagal belajar
dari sejarah, mereka tahu tentang reboisasi tetapi tak
pernah sekalipun belajar menanam pohon dan
merawatnya. Jika demikian adanya maka tidak salah jika
dikatakan bahwa sekolah kita telah terjebak dengan
verbalisme. Pendidikan yang lebih mengedepankan
hapalan dan bukannya pemahaman, menyukai
86
formulasi dan bukannya substansi, lebih mengagungkan
prestasi belajar dan bukannya tradisi ilmiah.
87
manusia menjangkau hal-hal yang tidak pernah
terpikirkan sebelumnya. Kebiasaan ini dapat
membentuk karakter manusia yang terus berkembang.
Sedangkan ilmuwan berdiri setelah sebagai pribadi yang
memiliki memiliki tradisi ilmiah yang kokoh dan terus
mengembangkan keilmuannya dengan maksimal.
Adanya tiga konsep tentang anak pintar, pembelajar
dan ilmuwan, sebenarnya ingin saya asosiasikan denga
realitas yang terjadi sekarang. Bahwa secara sadar atau
tidak, sebenarnya kita sendiri mengalami verbalisme
dalam memandang fungsi lembaga pendidikan. Sejauh
ini sekolah seolah dirancang sebagai lapangan pacuan
kuda. Di sana anak-anak dipacu untuk mengetahui
lebih banyak. Bukan untuk menjadi sesuatu yang lebih
baik. Tapi untuk mengalahkan orang lain. Kemajuan
belajar diukur dengan capaian angka-angka. Bukan
dengan perubahan-perubahan mendasar pada cara
berpikir, struktur emosi dan pola sikap. Di sekolah
seperti itu kasta-kasta baru dibangun berdasarkan
kecerdasan!!! Sekolah semacam itu biasanya melahirkan
anak-anak pintar, bukan pembelajar apalagi ilmuwan.
88
Mereka mempunyai prestasi belajar yang baik, tetapi
tidak memiliki tradisi ilmiah yang kokoh.
89
dan diskusi ilmiah dalam kehidupan sekolah untuk
membangun tradisi ilmiah yang baik.
90
Membangun Budaya Membaca
Di Sekolah
91
Sebaliknya, hampir semua tentara Jepang tahu
‖membaca dan menulis‖. Mereka mahir menggunakan
persenjataan militer modern dan memanfaatkan
infrastruktur intelijen militer secara benar. Jepang
bahkan sudah memodifikasi sistem telegraf nirkabel
dari Jerman.
92
oleh UNDP untuk melek huruf pada 2002
menempatkan Indonesia pada posisi 110 dari 173
negara. Posisi tersebut kemudian turun satu tingkat
menjadi 111 di tahun 2009.
93
kebiasaan dan kecintaan membaca sejak dini, mereka
ketika memelajari apapun akan menjadi lebih mudah.
Semakin tinggi kemampuan dan kecintaan terhadap
kegiatan membaca, akan semakin tinggi pula tingat
kesenangan dan kegembiraan anak-anak ketika belajar.
Mereka akan lebih mudah memahami setiap pelajaran
di sekolah. Yang pada gilirannya akan meningkatkan
prestasi akademik.
94
‖seperangkat kemampuan mengolah informasi, jauh di
atas kemampuan mengurai dan memahami bahan
bacaan sekolah‖ (A Campbell, I Kirsch, A Kolstad,
1992). Melalui pemahaman ini, literasi tidak hanya
membaca dan menulis, tetapi juga mencakup bidang
lain, seperti matematika, sains, sosial, lingkungan,
keuangan, bahkan moral (moral literacy).
95
hasil riset PIRLS akan berbicara lain.namun, fakta
dilapangan menunjukkan bahwa Sekolah Dasar yang
memiliki perpustakaan baru sekitar 1 persen lebih
sedikit. Dan hal ini baru sebatas jumlah dan belum
menyangkut seberapa banyak koleksi buku yang
dipunyai. Apakah keragaman bacaan yang dimiliki
sudah cukup memenuhi harapan pemustaka.
Bagaimana kondisi fisik perpustakaan (sarana), dan
prasarana lainya (buku, rak buku, sistem
pengolahannya). Sekaligus apakah petugas yang
mengelola perpustakaan adalah pustakawan, atau
sekadar guru non job yang dikaryakan. Sehingga
perpustakaan yang ada sekadar menjadi tempat buku-
buku berhimpun, bertumpuk-tumpuk, kumal,
terselimuti debu tebal.
96
sumber pembelajaran di luar buku teks yang digunakan
oleh guru. Satu contoh sederhana, kita tidak memiliki
standar minimal tentang bacaan wajib buku yang harus
dikhatamkan siswa di tiap jenjang pendidikan, entah itu
berdasarkan jumlah (quantity) maupun judul-judul
tertentu (quality). Alih-alih secara bertahap dan rutin
ada pengecekan tingkat kemajuan bacaan siswa, baik
yang menyangkut bacaan yang diwajibkan (required
reading), bacaan yang dianjurkan (recommended
reading), dan bacaan menyangkut pengetahuan umum
(general knowledge).
97
Membangkitkan Minat Baca
Minat baca berarti adanya perhatian atau kesukaan
(kecendrungan hati) untuk membaca. Perhatian atau
kesukaan untuk membaca merupakan keterampilan
dasar untuk belajar dan untuk memperoleh kesenangan.
Membaca merupakan alat bagi orang-orang yang melek
huruf untuk membaca jendela ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang luas dan mendalam melalui karya
cetak atau karya tulis seperti kata pepatah buku adalah
jendela dunia dan perpustakaan adalah pintunya.
Tujuan pembinaan minat baca pada anak adalah untuk
mengembangkan masyarakat membaca dengan
penekanan pada penciptaan lingkungan membaca
untuk semua jenis bacaan yang dimulai dalam
lingkungan keluarga. Secara lebih khusus, pembinaan
minat baca pada anak bertujuan untuk mewujudkan
suatu sistem penumbuh-kembangan minat baca dengan
menyediakan fasilitas berupa bahan bacaan yang sesuai
dengan kebutuhan anak.
98
Buku, sebagai media teks yang lazim digunakan untuk
mengukur tingkat minat baca dikenalkan pada anak-
anak dengan cara yang tidak menarik. Bahkan
menimbulkan pengalaman yang traumatik. Biasanya
mereka dikenalkan pada buku untuk pertama kalinya
adalah berupa buku pelajaran yang tebal (menurut
ukuran anak), sudah begitu, isinya melulu tulisan,
ukuran hurufnya pun kecil-kecil, tidak ada gambarnya
lagi. Tentu saja keharusan membaca buku yang
demikian, laksana menyuruh anak untuk membenci
buku secara berjamaah.Namun giliran anak-anak tengah
mendapatkan keasyikan membaca buku, meskipun
dalam bentuk komik atau cergam (cerita bergambar),
buru-buru—terutama para orangtua—melarang keras,
disertai semburan kata ancaman. Difatwakan pada
anak-anak bahwa membaca komik dan cergam hanya
akan membuat si anak malas belajar dan bodoh.
Padahal komik bisa menjadi pintu masuk bagi anak
untuk mengembangkan imajinasi, serta ragam
bacaannya tingkat yang lebih luas dan tinggi. Karena
apa yang dibaca sesungguhnya mengikuti
99
perkembangan wawasan, cara berfikir, dan kebutuhan
pembacanya.
100
3. Tersedianya tempat koran, sebagai media
rekreatif setelah siswa penat dengan pelajaran
sehari-hari sehingga media koran/surat kabar
dapat dijadikan sebagai alternatif media belajar
dan ilmu pengetahuan.
4. Menggalakkan lomba sekolah bertemakan
kegiatan menulis, seperti; mengadakan lomba
sinopsis, karya tulis, cerpen dan lain sebagainya.
5. Membuat jadwal kunjungan ke perpustakaan,
misalnya setiap hari rabu kelas 5 dan 6
diwajibkan berkunjung ke perpustakaan untuk
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.
Dalam hal ini pustakawan berperan aktif
sebagai pustakawan referens. Jika, siswa ada
yang bertanya tentang referensi sebuah mata
pelajaran.
6. Mewajibkan semua siswa, guru, dan karyawan
sekolah untuk membudayakan membaca, dan
membuat slogan-slogan di kelas seperti ―Tiada
Hari Tanpa Membaca‖, ―Gunakan waktu luang
untuk membaca‖, dan ―Buku adalah jendela
101
ilmu pengetahuan‖. Dengan membuat kegiatan
yang bersifat rekreatif dan edukatif diharapkan
dapat membangun minat baca di kalangan siswa
sekolah.
102
yang berada di luar diri anak antara lain kurangnya
perhatian orang tua terhadap perkembangan minat baca
anak-anaknya. Bahkan di sekolah dan perguruan tinggi
banyak tenaga kependidikan yang kurang
memperhatikan perkembangan minat baca peserta
didiknya. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi
adalah terbatasnya jumlah karya cetak, khususnya buku
yang diterbitkan baik jumlah eksemplarnya maupun
judulnya sesuai dengan kebutuhan anak.
103
Otak dan Pembelajaran
105
1. Batang Otak atau Otak Reptil
Dikatakan otak reptil, karena reptil seperti kadal, buaya
punya otak ini. Otak reptil terletak di bagian bawah
tengkorak. Fungsinya untuk mengontrol pernapasan,
denyut jantung, dan reaksi insting dalam keadaan
bahaya atau terancam. Kalau kita mendadak lari karena
takut anjing, otak inilah biang keroknya.
107
maksudnya: jika kita melakukan sesuatu yang
melibatkan emosi yang mendalam, kita akan lebih
mudah mengingatnya; tak gampang lupa. I see, jadi
inilah penyebab kenapa seseorang yang patah hati susah
sekali melupakan kenangan indah bersama si dia. Setiap
hal yang dilakukan bersama si dia, melibatkan emosi
secara mendalam, sih. Kenapa hal ini tidak kita lakukan
ketika sedang belajar, ya?
Karena namanya otak mamalia, setiap mamalia punya
otak ini. Mungkin karena itulah mamalia lebih
bersahabat dengan manusia daripada reptil. Lihat deh
kucing, masih bisa dielus-elus, disayang-sayang. Sedang
buaya, jangankan mau dielus, didekati saja mulutnya
sudah menganga.
3. Neokorteks atau otak berpikir.
Nah, inilah yang membedakan manusia dengan mahluk
lainnya di muka bumi; otak berpikir! Fungsinya untuk
mengendalikan penglihatan, pendengaran, kreasi,
berpikir, berbicara, dan semua hal yang berkaitan
dengan kemampuan yang lebih tinggi atau intelegensi.
Manusia, banget kan!
108
Neokorteks inilah yang membuat kita; manusia, bisa
mengendalikan nafsu dan emosi. Tidak seperti binatang
yang begitu pengen langsung main serodok. Neokorteks
membuat kita berpikir secara intelek, waras, mengambil
keputusan hati-hati, kendali motorik sadar dan
menciptakan gagasan nonverbal. Bersyukurlah karena
Yang Kuasa memberi kita Neokorteks selain otak reptil
dan otak mamalia.
109
sebutkan. Setelah itu lakukan rangsangan untuk
mengaktifkan belahan otak yang lain.
110
samping itu, secara garis besar, otak otak manusia
terbagi atas kerja otak belahan otak kanan, tetapi
aktifitas kerja kedua otak tersebut tidak terpisah.
Aktivitas kedua otak itu saling menyatu dan juga saling
membangun.
111
Cara kerja otak kanan bersifat acak, tidak teratur,
intuitif dan holistik. Cara berpikirnya sesuai dengan
cara-cara untuk mengetahui yang bersifat non verbal
seperti perasaan dan emosi, kesadaran yang berkenaan
dengan perasaan (merasakan kehadiran suatu benda
atau orang), kesadaran spasial, pengenalan bentuk dan
pola, musik, seni, kepekaan warna, kreativitas dan
visualisasi.
112
guru dapat menyeimbangkan kedua fungsi otak dalam
proses pembelajaran.
113
yang disekitarnya kering, dan ternyata sekarang adalah
musim kemarau‖. Belahan otak kirilah yang
bertanggung jawab terhadap pengolahan bahasa dan
mengutarakan konsep-konsep yang ada dalam persepsi
seseorang. Namun, semua merupakan hasil dari
penggeneralisasian yang dilakukan oleh belahan otak
kanan. (Restak, 2004:97).
114
menyenangkan bagi siswa. Implikasinya pada diri siswa
akan terbentuk pola pembelajaran yang kreatif dan
tidak tergantung pada orang lain. Ini akan menjadikan
siswa lebih siap dan mampu menyesuaikan diri dengan
segala perubahan dan tuntutan yang terjadi dalam
lingkungannya.
115
Mencari Solusi Pengadaan Buku
Pendidikan
117
canggih. Dengan demikian, bahan ajar dapat berwujud
kaset, video, CD-ROM, kamus, buku tata bahasa,
kumpulan bahan bacaan, buku-kerja, atau bahan-
bahan latihan fotokopian. Di samping itu, bahan
ajar juga dapat berupa surat kabar, kemasan
makanan, foto, ujaran langsung pembicara yang
diundang, arahan yang diberikan guru, ujaran yang
tertulis pada kartu atau diskusi antarpebelajar
(Tomlinson 1998, p. 2).
118
pembelajaran. Oleh karena itu, ia membatasi
pengertian teknis bahan ajar hanya pada bahan-
bahan yang mengandungi teks, yang dapat meliputi: (1)
teks yang secara khusus dipersiapkan untuk
pembelajaran bahasa (seperti buku teks, lembar
kerja, dan perangkat lunak komputer); (2) bahan-
bahan otentik (seperti rekaman off-air dan artikel surat
kabar) yang dipilih khusus dan dipergunakan untuk
tujuan pembelajaran; (3) bahan ajar tulisan guru atau
dosen; dan (4) bahan-bahan buatan murid atau
mahasiswa (McGrath 2003, p.7).
119
(lisan dan tulisan); (2) sumber kegiatan praktik
pebelajar dan interaksi komunikatif; (3) sumber
rujukan bagi pebelajar mengenai tata bahasa, kosa
kata, lafal, dan sebagainya; (4) sumber stimulasi dan
gagasan untuk kegiatan kelas; (5) silabus
(khususnya jika buku pelajaran mencerminkan
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditentukan);
dan (6) bantuan bagi guru yang belum berpengalaman
tetapi telah berani mengajar (Cunningsworth 1995, p.
7). Pemerintah mengeluarkan aturan mengenai
pembuatan, pejaminan mutu, distribusi, pemilihan,
dan pemanfaatan buku melalui Peraturan Meteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 2
Tahun 2009. Pasal 1 Permendiknas tersebut
menyebutkan empat kategori buku yang digunakan
di lembaga-lembaga pendidikan, yaitu: buku teks,
buku panduan pendidik, buku pengayaan, dan buku
referensi.
120
sebagai buku acuan wajib yang digunakan di satuan
pendidikan dasar dan menengah atau perguruan
tinggi yang memuat materi pembelajaran dalam
rangka peningkatan keimanan, ketakwaan, akhlak
mulia, dan kepribadian, penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, peningkatan kepekaan
dan kemampuan estetis, peningkatan kemampuan
kinestetis dan kesehatan yang disusun berdasarkan
standar nasional pendidikan.‖ Buku panduan
pendidik didefinisikan sebagai ―…buku yang
memuat prinsip, prosedur, deskripsi materi pokok,
dan model pembelajaran untuk digunakan oleh para
pendidik.‖ Buku pengayaan didefinisikan sebagai
―…buku yang memuat materi yang dapat memperkaya
buku teks pendidikan dasar,menengah dan
perguruan tinggi.‖ Buku referensi didefinisikan
sebagai ―…buku yang isi dan penyajiannya dapat
digunakan untuk memperoleh informasi tentang
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya secara
dalam dan luas.‖
121
Penilaian Buku Teks
Tujuan penilaian buku teks adalah untuk memastikan
bahwa buku-buku teks yang akan digunakan di
sekolah-sekolah benar-benar layak pakai dan
memenuhi standar nasional. Seperti disebutkan
pada Permen 2/2008, Depdiknas, departemen yang
menangani urusan keagamaan, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat berupaya menjamin
ketersediaan buku teks yang bermutu yang
memenuhi standar nasional dan kebutuhan pendidik
dan peserta didik (Depdiknas, 2008b, Pasal 1 dan
Pasal 3 [1]). Dalam kaitan tersebut, kelayakan
buku dinilai berdasarkan empat aspek pokok, yaitu: isi,
metodologi, kebahasaan, dan desain grafis. Penilaian
seberapa jauh sekolah memenuhi standar buku
dilaksanakan sebagai bagian dari akreditasi sekolah
oleh Badan Akraditasi Sekolah (BAS) yang ada di
kabupaten/kota dan menjalankan akreditasi sekolah
secara berkala dengan instrument standar nasional.
122
Amat dapat dimengerti bahwa di sekolah perlu ada
proses pemilihan buku meskipun buku-buku teks
telah dinilai oleh BSNP. Penilaian yang dilakukan
oleh BSNP hanya untuk menilai apakah suatu buku
layak berdasarkan standar nasional. Pihak sekolah
dan komite sekolah masih perlu memilih mana
yang paling cocok. Berdasarkan (1) kesesuaian
tingkat kesulitan bahan ajar dengan kapasitas
intelektual murid; (2) kesesuaian metodologi dengan
kemampuan murid; (3) kesesuaian aspek kebahasaan
dengan kemampuan membaca murid; (4)
kesesuaian isi dengan keperluan pengayaan
pengetahuan bagi murid; (5) kesesuaian wujud dan
penampilan fisik buku dengan konteks penggunaan
oleh murid; dan (6) kesesuaian isi, kegiatan, dan
ilustrasi dengan lingkungan sosial dan budaya murid.
123
pemerintah mengurangi peran dalam penyediaan
barang dan jasa, termasuk dalam pengadaan buku,
dan meningkatkan peran swasta. Menurut Daniel
Fernandez (Fernandez dkk, 2011) peralihan yang cepat
pengadaan buku dari yang semula oleh pemerintah
menjadi oleh swasta telah menimbulkan kekisruhan
dalam produksi dan distribusi buku teks.
Kekisruhan tersebut ditandai oleh tingginya harga
buku karena tingginya permintaan tidak sesuai
dengan kemampuan pemasokan dan distribusi yang
hanya mencakupi wilayah-wilayah yang mudah
dijangkau oleh wiraniaga. Di samping itu, buku-
buku yang disediakan tidak mencakupi seluruh jenis
buku yang diperlukan; para penerbit swasta
cenderung menerbitkan buku pada jenjang tertentu
dan pada topik-topik tertentu karena alasan bisnis.
Kenyataan lain yang didapati pada masa itu adalah
bahwa, karena belum adanya sistem penjaminan
mutu buku, para pelajar terpaksa menggunakan
buku-buku yang mutunya belum diketahui.
124
Pengadaan buku sebagai kebutuhan elementer dalam
prakteknya kerap kali terjadi penyimpangan, hal ini
dilakukan oleh banyak pihak seperti penerbit, dinas
pendidikan, kepala daerah bahkan politisi mengambil
keuntungan dari bisnis ini. Menurut catatan Bank
Dunia indikasi penyimpangan dalam proyek pengadaan
buku diperkirakan mencapai USS 43 juta. Bayangkan,
berapa total nilai proyek dalam pengadaan buku jika
nilai penyimpangannya saja sudah mencapai angka
tersebut.
125
Pola pengelolaan buku berganti memasuki tahun 90-an,
monopoli Balai Pustaka dihapus dan tata niaga buku
diserahkan kepada mekanisme pasar untuk mendorong
adanya kompetisi yang adil bagi para penerbit melalui
tender. Sumber pendanaan dilakukan pemerintah
melalui utang kepada Bank Dunia.
126
demikian masih terdapat kekurangan-kekurangan yang
perlu segera dibenahi untuk tercapainya tujuan
reformasi perbukuan tersebut.
127
terlebih dahulu dinilai oleh Badan Standardisasi
Nasional Pendidikan (BNSP). Sejak itu Pemerintah
Republik Indonesia, dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasional, menjalankan program
penilaian buku teks dengan maksud mengendalikan
mutu buku-buku teks yang akan dipergunakan oleh
para pelajar Indonesia. Selanjutnya, sebagai upaya
pemerataan kesempatan memeroleh pendidikan yang
layak, Pemerintah mengupayakan terciptanya harga
buku teks yang murah dengan cara membeli hak
cipta buku-buku teks pelajaran dari penulis atau
penerbit untuk dipergunakan selama lima belas tahun.
Berbagai pihak dipersilakan mencetak baik secara
tunggal maupun masal tanpa harus membayar
royalti kepada Pemerintah selaku pemilik hak cipta.
Seperti diketahui, Pemerintah baru saja mengeluarkan
Permendiknas No.2 Tahun 2008 tentang buku. Melalui
permendiknas ini, Depdiknas akan membeli hak cipta
dari penulis dan distribusinya berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan oleh Depdiknas. Setidaknya Depdiknas
128
mengalokasikan dana sebesar 20 miliar untuk
pembelian hak cipta sebanyak 295 jilid buku.
129
(dinyatakan layak oleh Meteri) dan
memersilakan semua pihak mencetak dalam
jumlah besar maupun kecil secara gratis.
3. Untuk menjamin akses, Pemerintah
mengunggah (upload) buku-buku yang hak
ciptanya telah dibeli ke laman internet.
4. Untuk menjamin kedemokratisan, Pemerintah
tidak memaksa penulis/penerbit menjual
bukunya dan memersilakan peneribitannya
tanpa campur tangan Pemerintah jika mereka
menghendaki.
130
Layak. Keempat bentuk buku tersebut masing-masing
dijelaskan sebagai berikut.
1. BSE Internet adalah buku teks layak (bermutu)
yang diunggah ke internet sengan maksud dapat
diunduh oleh siapa pun baik untuk dibaca di
computer maupun untuk dicetak dalam jumlah
terbatas. Buku jenis ini disediakan untuk
mengantisipasi keterbatasaan sediaan buku
cetak di pasar. Sampai saat ini telah tersedia 940
judul BSE Internet yang dapat diakses oleh
masyarakat.
2. BSE CD adalah buku layak (bermutu) yang
isinya sama-persis dengan BSE Internet namun
disediakan dalam bentuk cakram padat (compact
disk). BSE CD disediakan dengan maksud agar
percetakan, penerbit, Pemerintah Provinsi,
Pemerintah kabupaten/Kota, dan pihak-pihak
lain yang tergerak membantu penyediaan buku
teks dapat menggandakannya baik dalam
bentuk Buku Murah atau BSE Cetak maupun
dalam bentuk data elektronik (ke dalam hard
131
disk, flash disk, floppy disk, CD, dsb.) secara
masal. Jumlah judul/jilid BSE CD sama persis
dengan jumlah BSE Internet.
3. BSE Cetak adalah buku teks layak (bermutu)
yang isinya sama-persis dengan BSE Internet
maupun BSE CD namun disediakan dalam
bentuk cetakan di atas kertas dalam bentuk
buku konvensional. Singkatnya, BSE Cetak
adalah BSE CD yang dicetak. Karena hak
ciptanya dimiliki Pemerintah, harga jual eceran
tertingginya (HET-nya) ditentukan oleh
Pemerintah. HET rata-rata BSE Cetak berkisar
dari Rp 6.000,- sampai Rp 20.000,-. Karena
harganya terjangkau, BSE Cetak juga disebut
Buku Murah atau Buku Teks Murah. Setiap
orang atau badan hukum di Indonesia
diperbolehkan mencetaknya berapa pun
jumlahnya (baik untuk kepentingan sendiri
maupun untuk dijual di pasar) namun harus
mencantumkan beberapa hal yang
dipersyaratkan, yaitu: (a) harga eceran tertinggi;
132
(b) logo BSE; dan (3) keterangan bahwa hak
cipta buku tersebut dimiliki oleh Pemerintah.
4. Buku Layak atau Buku Teks Layak adalah buku
yang telah lolos penilaian dan dinyatakan layak
oleh Menteri namun hak ciptanyanya tidak
dijual kepada atau dibeli oleh Pemerintah. Buku
tersebut diperbanyak, didistribusikan, dan dijual
kepada masyarakat oleh penerbit, distributor,
dan toko buku secara mandiri. Pemerintah tidak
ikut serta dalam proses penentuan harga jual
buku-buku tersebut.
133
buku-buku terbitan swasta yang belum tentu
melewati penilaian BSNP. Kenyataan di lapangan
ditemui oleh peneliti Pemanfaatan Buku-buku BSE itu
banyak buku yang tidak melalui penilaian yang
terpakai di sekolah-sekolah.
134
Buku (Kitab) di beberapa wilayah seperti Jakarta,
Bekasi dan Depok menemukan jika banyak kepala
sekolah yang belum paham tentang buku elektonik.
Bahkan Fitri Sunarto selaku koordinator Kitab berani
menjamin kalau sampai saat ini belum ada satu pun
sekolah dasar yang menggunakan buku sekolah
elektronik.
135
lima server mirror yang disiapkan untuk mengatasi
penumpukan para pengunduh dari seluruh Indonesia.
Hanya saja, sekali lagi, pintu masuknya tetap saja
melalui website BSE. Semuanya akan menumpuk di
pintu masuk. Ada beberapa langkah yang sebenarnya
bisa ditempuh jika tidak ingin lagi tersendat dalam
mengunduh buku elektronik sekolah tersebut. Ini
adalah tips bersama karena memang masalahnya adalah
masalah bersama. Pemerintah pun seharusnya belajar
lebih matang lagi dalam menyiapkan kebijakan yang
berkaitan dengan masyarakat.
136
bentuk kepingan compact disc (CD). Selanjutnya,
didistribusikan di dinas-dinas pendidikan seluruh
Indonesia. Jadi, sekolah yang merasa kesulitan, bisa
meminta CD tersebut.
137
204 judul buku untuk SMK. Namun sangat
disayangkan, ternyata komposisi buku BSE masih
belum memperhatikan jenis-jenis mata pelajaran
sebagaimana terdapat dalam kurikulum, khususnya
buku SD/MI dan SMP/MTs. Dari sekian judul buku
SD/MI dan SMP/MTs yang siap diunduh tidak ada
yang membahas tentang pelajaran ketrampilan,
kesenian, olahraga dan kesehatan. Sedangkan
berdasarkan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah disebutkan bahwa mata pelajaran tersebut
merupakan bagian dari paket mata pelajaran yang harus
diajarkan tingkatan satuan pendidikan dasar dan
menengah dalam rangka mencapai kompetensi lulusan
minimal. Bahkan mata pelajaran Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK) sebagai buku materi pelajaran di
SMU baru diluncurkan kemudian. Belakangan
menyusul, atas inisiatif bersama Ristek, Depkominfo
dan Diknas, bertambah lagi satu koleksi BSE yaitu BSE
138
TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk
tingkat SMU.
139
Buku SMK Masih Langka
140
terkait pengangguran terdidik yang mungkin
disebabkan minimnya keterampilan bagi lulusan
SMA.Tingginya animo masyarakat terhadap pendidikan
kejuruan ini ditunjukkan dengan naiknya pendaftar
setiap tahun. Pada tahun 2008, perbandingan antara
pendaftar SMK dan pendaftar SMA di Jawa Timur
adalah 48 persen dibanding 52 persen, tetapi sekarang
pada tahun 2009 sudah berubah dengan komposisi 55
persen berbanding 45 persen. Pada tahun 2012
ditargetkan jumlah pendaftar SMK mencapai 60 persen
(Kompas, 13/07/09).
141
No. Thn. Jumlah Murid Jumlah
Pelajaran SMA Murid
SMK
(49,1%)
5. 2007/2008 500.197 (52%) 462.378
(48%)
6. 2008/2009 508.256(49,1%) 526.460
(50,9%)
(Sumber: Harian Kompas, 14 Juli 2009).
142
Kita tahu bahwa buku ajar merupakan kebutuhan
utama setelah guru, dalam proses pembelajaran.
Tingkat kepentingan dan kebermaknaan buku pelajaran
sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan siswa
dalam belajar tidak perlu diragukan lagi. Laporan
Word Bank (1989) mengenai adanya korelasi yang
positif antara kepemilikan buku dan
fasilitas lainnya dengan prestasi belajar siswa patut
digarisbawahi. Hal ini dikukuhkan pula oleh hasil
penelitian Supriadi (1997) yang mempertegas bahwa
tingkat kepemilikan siswa akan buku berkorelasi
positif dengan prestasi belajar yang dicapainya.
Fenomena yang sama terjadi pula di Filipina.
Dilaporkan oleh Word Bank (1995) bahwa
peningkatan rasio kepemilikan buku di negeri
tersebut dari 1 : 10 menjadi 1 : 20 dapat
meningkatkan hasil belajar siswa secara signifikan.
Kenyataan tersebut menyebabkan banyak negara
menyadari arti pentingnya buku pelajaran bagi para
pelajar. Oleh karenanya, banyak negara yang
143
berinvestasi secara besar-besaran dalam hal
pengadaan buku (pelajaran), termasuk Indonesia.
Berpijak dari argumentasi bahwa penunjang
keberhasilan proses pembelajaran adalah buku, dengan
kondisi ideal masing-masing individu siswa memiliki
buku pelajaran yang dijadikan sebagai rujukan. Dengan
memiliki buku ajar Akuntansi sesuai dengan
kelompoknya (sebagaimana di atas), maka siswa dapat
―belajar lagi‖ di rumah atau di luar sekolah. Namun,
kondisi ini belum berhasil ditemukan penulis pada
buku-buku ajar akuntansi yang idealnya mudah
ditemukan di toko buku seperti halnya buku-buku
pelajaran jenjang pendidikan lain.
144
begitu, standar penetapan mutu buku pelajaran
berada di bawah tanggung jawab pemerintah c.q
Pusbuk Depdiknas melalui suatu mekanisme seleksi
dan penilaian yang ketat. Artinya, hanya buku-buku
pelajaran yang memenuhi standar mutu
pemerintahlah yang dinyatakan lolos, lulus, layak pakai,
dan layak edar bagi penggunaannya oleh siswa di
sekolah-sekolah. Hal ini digariskan dalam UU N0
22 tahun 2000 tentang otonomi daerah serta
Kepmendiknas 175/O/2001 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Pusat Perbukuan.
145
akhirnya saya menjadi teringat akan buku sekolah
elektronik (BSE) yang disediakan online dan gratis bagi
masyarakat.
146
memperjualbelikan buku dengan harga yang telah
ditetapkan pemerintah. Tujuan diluncurkannya BSE tak
lain adalah dapat menyediakan sumber belajar alternatif
bagi siswa, dapat merangsang siswa untuk berpikir
kreatif dengan bantuan teknologi informasi dan
komunikasi, memberi peluang kebebasan untuk
menggandakan, mencetak,memfotocopy,
mengalihmediakan, dan/atau memperdagangkan BSE
tanpa prosedur perijinan, dan bebas biaya royalti, dan
memberi peluang bisnis bagi siapa saja untuk
menggandakan dan memperdagangkan dengan proyeksi
keuntungan 15% sesuai dengan ketentuan yang
diberlakukan Menteri.
Karena BSE ini berupa e-book, maka untuk
mendapatkan filenya diperlukan komputer yang
terkoneksi internet, yakni dengan mengakses salah satu
dari beberapa situs yang disediakan, diantaranya:
http://www.bse.depdiknas.go.id, www.depdiknas.go.id,
www.pusbuk.or.id, atau www.sibi.or.id. Setelah
mendapat filenya, masyarakat diberi kebebasan untuk
meng-copy, mencetak, menggandakan,
147
mengalihmediakan bahkan sampai dengan
memperdagangkannya. Buku yang diterbitkan secara
online tersebut, menurut Mendiknas, merupakan buku-
buku yang telah dibeli hak ciptanya oleh Depdiknas
yang telah dinilai kelayakannya oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP).
148
dipisahkan per jenjang; (4) besarnya file yang mau
diunduh, sehingga perlu dilakukan kompresi dan
terkadang jika banyak yang mengakses pada saat yang
bersamaan butuh waktu yang cukup lama untuk dapat
mendownload 1 file saja; (5) buku yang disediakan
belum memadai/mengakomodasi semua kebutuhan
sekolah; (6) masih banyak sekolah dan orang tua siswa
yang belum terbiasa dengan internet sehingga sulit bagi
mereka untuk mendownload sendiri, ini berdampak
pada tidak semua sekolah dapat merasakan manfaat
BSE, dapat dikatakan hanya sebagian kecil saja yang
mampu secara mudah mendownload, mencetak serta
mendistribusikannya kepada para siswa; (7) tidak semua
pihak setuju dengan kebijakan ini, terutama para
penerbit buku, karena sejak diluncurkannya BSE
melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
2 Tahun 2008 para penerbit buku dilarang menjual
buku ke sekolah-sekolah.
149
tiga provinsi yaitu, DKI Jakarta, Sumatera Barat,
NTT menyiratkan bahwa pemanfaatan buku-buku
BSE sebagai buku penunjang 67 %, dan yang
menggunakan sebagai bahan ajar utama 33 %. Hal
itu menyiratkan sebuah kenyataan bahwa yang
banyak terpakai sebagai buku ajar utama adalah
buku-buku terbitan swasta yang belum tentu
melewati penilaian BSNP. Kenyataan di lapangan
ditemui oleh peneliti Pemanfaatan Buku-buku BSE itu
banyak buku yang tidak melalui penilaian yang
terpakai di sekolah-sekolah. Guru-guru memilih
buku sebagai pegangannya adalah buku yang
memuat tulisan sesuai dengan KTSP 2006 di sampul
buku tersebut, bukan pernyataan sudah dinilai oleh
BSNP.
150
hasil namun masih jauh dari harapan karena belum
lengkap seperti:
1. http://bse.depdiknas.go.id/ . Belum semua buku
akuntansi ada, akuntansi perbankan, buku2 Dasar-
Dasar Kompetensi juga tidak ada
2.http://bos.fkip.uns.ac.id/pub/ono/pendidikan/
materi-kejuruan/bisnis-manajemen/akuntansi/ .
Di situs ini lumayan dapat saya temukan beberapa
materi meski hanya berbentuk modul, tapi mungkin
hanya saya dan beberapa orang tau link ini dan
bagaimana membukanya. Perlu diketahui link ini masuk
pada root website, yang memang diciptakan oleh Bapak
Dr. Onno W. Purbo untuk mudah diakses. Beberapa
modul merupakan peninggalan Bapak Dr. Ir. Gatot
Hari Priowirjanto sewaktu menjabat sebagai Direktur
Pendidikan Menengah Kejuruan.
3. http://psmk.net. Ini merupakan situs resmi
Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan,
tapi sayang tidak ada tautan buku yang dapat saya
temukan. Sungguh ironis memang jika melihat bahwa
151
ini situs resmi, terlebih melihat penampilan websitenya
yang tidak menarik dan informatif
4. http://pustaka.ictsleman.net/bisnis/ Link ini
merupak root website, saya memang suka memeriksa
root karena terkadang karena webmasternya memang
dermawan, biasanya rootnya dibiarkan terbuka. Namun
sayang rootnya tertutup dan anehnya saat membuka
situs resminya kategori bahan ajar bisnis ternyata tidak
ada melihat kenyataan ini, komitmen pemerintah dalam
mengembangkan sekolah kejuruan masih sebatas
peningkatan sarana prasarana fisik seperti gedung,
laboratorium, namun belum memberikan perhatian
serius terhadap penulisan dan/atau penerbitan buku
akuntansi kejuruan. Bisnis buku pelajaran adalah
knowledge industry, creative industry (industri
pengetahuan, industri kreatif). Industri jenis ini
bukanlah sekadar membuat dan menjual BSE seperti
menjual gorengan yang per se terbuat dari pisang,
singkong, dan ketela yang sehat tapi berkolesterol tinggi
karena memakai minyak jelantah. Walaupun buku
pelajaran dicetak dengan kertas koran dan tidak
152
berwarna dan siklus hidupnya hanya 2 tahun, namun
isinya harus bermutu. Ini syarat mutlak, conditio sine qua
non. Inilah kebijakan buku pelajaran yang ditempuh
RRC dan India yang memiliki jumlah siswa terbanyak di
dunia. Dan, kebijakan perbukuan yang diterapkan
secara konsisten menjadi salah satu faktor yang
melahirkan generasi muda India dan Cina yang kini
menguasai ilmu dan teknologi dan menjadi dua dari
kekuatan multipolar dunia.
153
UNAS Tahun 2011
155
Kemendiknas) Prof Mansur Ramli (DetikNews.com, 24
Februari 2011) menyebutkan bahwa bobot
penggabungan adalah 60% untuk UN dan 40% untuk
US. Misal nilai UN = 8 dan US = 9. Nilai akhirnya = 8
X 0,6 + 9 X 0,4 = 4,8 + 3,6 = 8,4 berarti lulus karena
syarat kelulusannya adalah 5,5 juga merupakan hal baru
lainnya yang ada pada UNAS Tahun 2011 ini selain 5
paket soal tadi. Prinsipnya kelulusan siswa antara lain
ditentukan oleh nilai akhir yaitu gabungan antara nilai
ditentukan oleh nilai akhir yaitu gabungan antara nilai
UN yang diselenggarakan Badan Standardisasi Nasional
Pendidikan (BSNP) dan nilai ujian sekolah (US) yang
mengakomodir rata-rata nilai rapor semester 1 sampai
dengan 5 untuk SMP dan SMA. Formula yang
digunakan adalah menggabungkan 60 persen hasil ujian
nasional (UN) ditambah 40 persen prestasi sekolah
terdiri dari nilai ujian dan rapor. Nilai setiap mata
pelajaran minimum 4,00.
156
Tahun Pelajaran 2010/2011 merupakan irisan
(interseksi) dari pokok bahasan/sub pokok bahasan
Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar pada Kurikulum 2004, dan Standar Isi.
Sedangkan, dalam pengawasan pelaksanaan ujian
nasional tahun 2011 ini tetap menggunakan pengawas
silang. Guru di suatu sekolah tidak diperkenankan
menjadi pengawas di sekolahnya sendiri, tetapi harus
menjadi pengawas di sekolah lain. Ini dilakukan demi
menghindari adanya tindakan kecurangan yang
dilakukan siswa, bekerja sama dengan guru dalam
mengerjakan soal-soal ujian. Pengawas silang ini juga
sesuai dengan standar pusat dalam pelaksanaan UN.
157
mengkombinasikan nilai ujian nasional dan prestasi
sekolah. Idealnya prestasi sekolah akan merupakan
cerminan hasil UNAS yang diselenggarakan. Meski
demikian pekerjaan berat ke depan adalah
meningkatkan ―legitimasi‖ hasil UNAS itu sendiri,
sebab sejauh ini pihak perguruan tinggi belum
memercayai model UN dan tidak mau menggunakan
hasil UN sebagai standar kompetensi lulusan dalam
memasuki perguruan tingginya.
158
of man in all its aspects, spirituals, intelectual,
imaginative, physical, scientific, linguistic, both
individually and collectively, and motivate all these
aspects toward goodness and attainment of perfection.
The ultimate aim of Muslim Education lies in the
realization of complete submission to Allah on the level
of individual, the community and humanity at large.‖
159
Menjadi Seorang Guru
160
Profesi Genetik
161
jarang kita sebagai orang tua merasa paling berhak
terhadap anak-anak kita, mulai dari baju apa yang harus
mereka pakai, dimana ia harus bersekolah, dengan siapa
dia harus berteman, hingga pekerjaan terbaik yang
harus dia miliki. Sekarang, cobalah kita renungkan
kembali apakah semua itu adalah untuk anak-anak kita,
atau ambisi masa muda kita yang gagal kita raih. Lalu,
apakah seorang anak tidak boleh memilih dengan
bebas, akan menjadi seperti apa dia nanti dengan semua
potensinya ?
162
menjawab, ―Lalu bagaimana kalau kita memiliki anak
dengan otak seperti Anda, dan wajah seperti saya?‖. Ya
demikianlah menurut ilmu genetika. Pola pikir hahwa
banyak hal kita warisi secara turun temurun dari orang
tua kita. Kulit kita yang sawo matang, rambut kita yang
hitam, hidung kita yang tidak mancung. Hingga ke hal-
hal yang sifatnya non fisik seperti misalnya sifat atau
bakat tertentu. Maka banyak anak penyanyi yang
kemudian menjadi penyanyi, anak jenderal jadi tentara,
dan anak pedagang jadi pedagang. Maklum, bakat dari
orang tua nya mengalir deras di darah mereka. Mungkin
pola pikir ini yang menjadikan Bejo, harus tidak
memiliki pilihan lain selain memenuhi profesi yang
diturunkan oleh nenek moyangnya terdahulu sebagai
guru.
163
Prof. Kazuo Murakami, seorang ahli genetika, dalam
bukunya The Divine Message of The DNA yang
kemudian membuka wawasan saya lebih luas. Ternyata
menurut ilmu genetika memang betul, segala sesuatu
yang merupakan ―bakat‖ ditentukan oleh kode genetis
yang ada dalam DNA kita. Sebagai gambaran, setiap
kilogram tubuh kita terdiri dari sekiar 1 trilyun sel. Jadi
seorang bayi yang baru lahir sudah memiliki sekitar 3
trilyun sel. Padahal awalnya kita hanyalah satu buah sel
yang sudah dibuahi. Yang kemudian membelah menjadi
2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8 dan seterusnya hingga
trilyunan tadi. Setiap sel memiliki inti sel (nucleus) yang
mengandung DeoxyriboNucleic Acid (DNA). DNA
inilah yang menyimpan kode genetis yang menjadi cetak
biru tubuh kita. Jadi akan menjadi seperti apa kita,
seolah sepertinya sudah terprogram dalam DNA tadi.
Lalu jika dalam setiap sel tubuh kita terdapat DNA
yang sama, bagaimana sebuah sel tahu bahwa ia adalah
bagian dari rambut, misalnya, dan kapan rambut mulai
tumbuh, dsb. Menurut pakar genetika, ternyata terdapat
mekanisme ―nyala/padam‖ pada DNA tadi. Sebagai
164
contoh, gen yang menentukan sifat kelamin laki-laki
(berkumis, bersuara berat, dsb) yang semula ―padam‖
akan ―menyala‖ pada saat pubertas.
165
bisnis sehebat Donald Trump yang masih terpendam
dalam diri saya, dan menunggu dinyalakan?
166
bagi seorang anak mengembangkan bakatnya. Tentu,
seorang Bejo yang ada pada cerita ini belum tentu akan
menjadi guru, atau bahkan akan menjadi guru yang luar
biasa jika orang tua atau gurunya mampu bertindak
demikian. Memberikan ruang berarti memberikan
penghargaan terhadap potensi luar biasa yang ada di
setiap anak. Sekarang, sudahkah kita melakukannya
untuk anak-anak kita?
167
Menjadi Guru Berpredikat
Profesional
168
Walaupun, dalam beberapa kasus tertentu ditemukan
ketidakselarasan dan inkonsistensi program studi yang
dipilihnya. Misalnya, semula dia berlatar belakang D3
Bimbingan dan Konseling tetapi mungkin karena
alasan-alasan tertentu yang sifatnya ―pragmatis‖, dia
malah melanjutkan studinya pada program studi lain.
Belum lagi yang kemudian berfikir pendek hingga
berani mengambil jalan singkat, dengan proses yang
tidak bertanggung jawab
169
mengendalikan tentang berbagai fenomena yang
berhubungan dengan Biologi, walaupun dalam hal ini
mungkin tidak sehebat ahli biologi (sains).
170
mampu menuliskan (literary skills) segala sesuatu yang
berhubungan bidang keilmuan (substansi mata
pelajaran) dan bidang yang terkait pendidikan dan
pembelajaran, misalnya kemampuan membuat laporan
penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi
lainnya. Inilah kriteria yang ketiga dari seorang
profesional.
171
Kritera terakhir, seorang guru dikatakan sebagai
seorang profesioanal yang sejati apabila dia dapat
berperilaku sejalan dengan kode etik profesi serta dapat
bekerja dengan standar yang tinggi. Beberapa produk
hukum kita sudah menggariskan standar-standar yang
berkaitan dengan tugas guru. Guru profesional yang
sejatinya tentunya tidak hanya sanggup memenuhi
standar secara minimal, tetapi akan mengejar standar
yang lebih tinggi. Termasuk dalam kriteria yang kelima
adalah membangun rasa kesejawatan dengan rekan
seprofesi untuk bersama-sama membangun profesi dan
menegakkan kode etik profesi.
172
melengkapi diri mereka dengan pelbagai pengetahuan
dan kemahiran. Tidak hanya itu, di antara peranan dan
tanggungjawabnya, guru juga berperan sebagai
pengurus organisasi pendidkan.
173
dan penggunaannya. Hingga konsistensi guru dalam
melaksanakan semua tupoksinya, termasuk kegiatan
pengembangan profesi (KTI) pun harus dibuat guru
melalui proses yang serba boleh. Semua hal ini
menegaskan bahwa program sertifikasi guru perlu
adanya komitmen dan pengawalan yang maksimal.
Jika tidak, maka kita mungkin hanya akan menyandang
predikat sebagai ―guru-guruan‖, alias pura-pura menjadi
guru atau malah mungkin menjadi guru gadungan yang
justru akan semakin merusak dan membahayakan
pendidikan. Bukan menjadi guru yang luar biasa tetapi
biasa diluar, yang selalu mangkir dari pekerjaannya
sebagai guru. Hingga pada akhirnya sertifikasi lebih
merupakan ―buah simalakama‖ yang hanya
memberikan beban baru bagi guru, namun tidak
dimaknai sebagai tuntutan peningkatan kualitas pribadi
dan intelektualitas seorang pendidik. Bukankah guru
adalah mereka yang selalu belajar?
174
Mengapa Guru
Harus Menulis
175
Pertanyaan yang ada kemudian adalah mengapa seorang
guru harus menulis? Salah satu yang dapat dijadikan
alasan adalah peraturan baru yang mewajibkan guru dari
golongan III/b diwajibkan membuat karya
pengembangan profesi minimal 2 untuk bisa naik
pangkat ke golongan III/c. Dari golongan III/c ke
III/d minimal 4 angka kredit pengembangan profesi.
Golongan III/d ke IV/a = 6, Golongan IV/a ke IV/b
= 8, IV/b ke IV/c = 10, IV/c ke IV/d = 12, dan IVd
ke IV/e =14. Jika peraturan tersebut telah benar-benar
diberlakukan, maka sudah saatnya bagi guru golongan
III untuk memulai melakukan pengembangan profesi,
yang salah satunya dapat dilakukan dengan membuat
karya tulis ilmiah.Namun apakah hanya karena aturan
itu saja, mengapa seorang guru harus menulis. Lebih
jauh mari kita kupas manfaat menulis bagi seorang
guru, sehingga terdapat alasan yang kuat mengapa
seorang guru harus membiasakan diri menulis.
176
Menghitung Manfaat Menulis
Kalau ditelisik lebih jauh, manfaat menulis di media
massa cukup banyak. Pertama, ini kiranya yang
terpenting, yakni untuk mendapatkan nilai kredit (credit
point) bagi profesinya sebagai guru. Dengan menulis
guru yang bersangkutan akan mendapatkan nilai angka
kredit, dan ini berdampak langsung bagi
karier/kepangkatan.
177
dalam artikelnya. Alangkah menyenangkan kalau
melalui artikel-artikelnya di media cetak para guru juga
bisa berbagi kepada masyarakat luas, bukan?
Masyarakat kita tentu akan semakin cepat meningkat
kecerdasan dan meningkat pula pengetahuannya
melalui bantuan para guru yang penulis.
178
berdampak langsung terhadap peningkatan kemampuan
intektual dan daya imajinasinya.
Diperlukan Komitmen
Banyak sekali alasan yang bisa dipakai sebagai dalih bagi
seseorang untuk menolak atau menghindari kegiatan
menulis. Seperti disebutkan di awal, kesibukan-
kesibukan yang padat menjadi alasan pamungkas untuk
tak menyentuh aktivitas menulis. Alasan-alasan itu
menjadi sah dan masuk akal. Akan tetapi, menurut
penulis, yang diperlukan sesungguhnya adalah
komitmen. Artinya, ada tekad dari para guru untuk
meluangkan waktu di sela-sela kesibukan mereka untuk
menuangkan gagasan ke dalam bentuk karya tulis untuk
media massa. Kalau seseorang berkomitmen, maka
tidak akan ada alasan lagi baginya untuk menghindari
aktivitas tulis-menulis. Komitmen itu seperti sebuah
janji kepada diri sendiri. Dengan kata lain, diperlukan
‗kebulatan tekad‘ untuk menulis dan menjadi penulis.
Selanjutnya, guna mendukung kegiatan ini diperlukan
pembiasaan menggali pengetahuan dari berbagai
179
sumber. Buku, majalah, koran, internet, radio, siaran
televisi, dan berbagai bentuk sumber informasi lainnya
dapat dipakai sebagai bahan mentah untuk diolah
menjadi tulisan. Oleh karena itu, guru yang (calon)
penulis mesti rajin membaca, mendengar, menonton,
dan mencatat. Keempat aktivitas ini akan
memampukan seseorang untuk menjadi penulis yang
baik. Menulis adalah kegiatan merangkai gagasan ke
dalam sebuah karya dengan menggunakan huruf, angka,
kata, kalimat, dan data. Orang tak mungkin
menghasilkan sebuah tulisan yang berbobot dari pikiran
kosong, bukan?
180
kesulitan, segalanya kemudian menjadi mudah, bagai
aktivitas yang berlangsung otomatis. Apalagi mengingat
guru adalah intelektual yang rata-rata berpendidikan
tinggi. Potensi ini kalau dimanfaatkan dengan baik akan
dapat mengantarkannya menjadi penulis andal.
181
tulis-menulis pun terbuka lebar bagi para guru kita.
Maka, tinggal satu langkah lagi : memulainya sekarang
juga.
182
Membahagiakan Diri
183
Atau Anda pernah sekedar membaca sebuah karya
Dety Anggraeny, yang menulis puisi untuk anak
didiknya:
Aku adalah seorang guru, kata orang yang digugu dan ditiru.
Dulu aku seorang guru yang tak tahu apa-apa, yang kutahu
hanya mengajar tanpa harus banyak belajar. Ditengah-tengah
ketidaktahuanku aku menemukan guru yang amat luar biasa,
mereka adalah murid-muridku.
Murid-muridku adalah guru yang tidak pernah memarahiku,
kesalahan apapun yang aku perbuat dengan sabar mereka
membimbingku menjadi guru yang bijaksana.
Murid-muridku adalah guru yang selalu menghiburku, sesedih
apapun perasaanku akan hilang bila bersama mereka. Aku
selalu dihibur dengan tawanya yang riang, dengan sikapnya yang
lucu sehingga aku menjadi guru yang periang.
Apabila aku tidak menguasai pelajaran aku selalu dibimbing
agar aku bersemangat untuk terus berusaha tanpa pernah
mereka mengkritik aku dengan kata-kata yang pedas, murid-
muridku adalah guru yang mengerti akan keterbatasanku.
Bila aku kehilangan ide-ide merekalah inspirasi bagiku,
mereka memberikanku energi yang luar biasa dalam berkreasi.
184
Sikapnya, celetukannya, gurauannya, dan kesedihannya adalah
bagian dari pelajaran yang mereka berikan kepadaku sehingga
aku menjadi guru penuh inspirasi.
Murid-muridku juga mengajarkan bagaimana caraku
berbusana yang pantas layaknya sebagai guru, sehingga aku
menjadi guru yang enak untuk dipandang.
Dari cerita-cerita mereka akupun belajar menjadi orang tua
yang bijaksana dan menjadi orang tua yang diimpikan oleh
anak-anakku.
Murid-muridku adalah guru yang luar biasa bagiku. Semoga
ilmu yang mereka berikan padaku terus mengalir sebagai bekal
kelak nanti dihadapan Sang Maha Pencipta, aamiin
Aku persembahkan tulisan ini untuk semua murid-muridku
Sungguh akan menjadi hal yang sangat dramatis atau
bahkan mengharukan apabila suatu ketika guru dan
siswa dapat menyampaikan perasaannya secara terbuka.
185
Hal ini tentunya berlaku sama bagi kita sebagai guru
yang setiap hari berinteraksi dengan siswa di kelas.
Murid adalah tempat guru belajar untuk lebih
manusiawi. Belajar untuk menghargai bahwa setiap
anak memiliki potensi yang berbeda. Sehingga
kebenaran yang selama ini secara tidak langsung ada
pada guru, akan bersifat relatif karena berhadapan
dengan dimensi pribadi siswa yang beragam. Penilaian
baik atau tidaknya seorang guru mengajar, jelas atau
tidaknya seorang guru menjelaskan, semua hadir dari
cermin seorang siswa. Dimata setiap siswa kita-lah,
sebenarnya arti kebermaknaan profesi kita sebagai
seorang guru.
186
Kolvenbach ingin mengingatkan kita pada hal yang
utama dari pendidikan disekolah, yakni keteladanan.
Menurut istilah john locke (tabularasa), bayi itu
dilahirkan bagaikan papan kosong ia akan meniru atau
belajar apa yang ditanamkan orang tuanya atau
lingkungannya. Dalam hal ini orang tua adalah guru
yang pertama, sedang para guru adalah guru yang
kedua. Kedua-duanya memiliki peran yang sangat
penting dalam membentuk karakter pribadi dari sebuah
keteladanan diri. Disinilah arti sebuah simbiosis
mutualisme (hubungan yang saling menguntungkan)
perlu terjalin antara orang tua dan guru, dalam
mendidik siswa.
187
guru harus jujur dengan dirinya, menerima dengan rela
profesinya, meski dia berjuang ditengah ketidakjujuran
pemerintah. Ketidakjujuran untuk mengakui bahwa
pemerintah belum dapat memberikan pendidikan yang
sama untuk semua anak. Ketidakjujuran untuk
mengakui bahwa pemerintah belum dapat memberikan
penghargaan setinggi-tingginya untuk seorang guru.
Ketidakjujuran untuk mengakui bahwa pemerintah
belum dapat memberikan kebahagiaan yang nyata dihati
setiap guru. Kebahagiaan yang tidak sebatas sertifikasi
tetapi kepastian bahwa guru tidak akan merisaukan
nasib diri dan keluarganya.
188
189