Anda di halaman 1dari 16

1.

Bagaimana seharusnya pendidikan nasional Indonesia dikembangkan menurut


pemikiran Ki Hadjar Dewantoro ?

Jawab :

Pendidikan nasional saat ini meluncurkan gerakan “merdeka belajar” yang


memiliki esensi kebebasan berpikir yang ditujukan kepada siswa dan guru, sehingga
mendorong terbentuk karakter jiwa merdeka karena siswa dan guru dapat
mengeksplorasi pengetahuan dari lingkungannya, yang selama ini siswa belajar
berdasarkan materi dari buku atau modul dan guru hanya mengejar materi yang harus
tersampaikan pada siswa, tanpa memahami kebutuhan belajar masing-masing siswa
karena semua siswa dianggap sama rata. Namun pendidikan nasional sudah
mengalami transformasi yaitu pembelajaran sudah mulai terfokus pada kebutuhan
masing-masing peserta didik. “Merdeka belajar” yang menjadi program Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan saat ini, program tersebut sejalan dengan pemikiran Ki
Hadjar Dewantara mengenai pendidikan yang seharusnya terselenggarakan dengan
optimal di Indonesia. Pemikiran Ki Hadjar Dewantara mengenai merdeka belajar
dapat dilihat dalam pemikirannya mengenai pendidikan yang terfokus pada aspek
perkembangan siswa. Pendidikan menuntun anak untuk menjadi pribadi yang
mandiri, bermanfaat bagi lingkungan, dan menjadi manusia sesuai kodratnya, karena
setiap anak memiliki potensi dan pendidik bertugas mengarahkan anak untuk dapat
bertanggung jawab atas jalan hidupnya.

Menurut Ki Hadjar Dewantara, seorang pendidik juga diharapkan mampu


mendidik peserta didik dengan memegang semboyan dari Ki Hadjar Dewantara yakni,
ing ngarsa sung tuladha (dimuka memberi contoh), ing madya mangun karsa (di
tengah membangun cita-cita), tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya).
Semboyan Ki Hadjar Dewantara tersebut dapat menjadi nilai yang harus di amalkan
seorang pendidik dalam mendidik siswanya, sehingga pendidik dalam mengajar dapat
mengembangkan sistem among, yaitu mendidik dengan berjiwa kekeluargaan
bersendikan kodrat dan kemerdekaan. Kebijakan terbaru mengenai merdeka belajar,
yaitu penyederhanaan sistem RPP sehingga guru dapat lebih fokus kepada siswa. Hal
tersebut sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yaitu seorang pendidik harus
fokus kepada siswa, karena selama ini guru disibukkan dengan sistem administrasi
yang rumit, sehingga berdampak juga terhadap kualitas mengajar. Seorang guru
diharapkan memiliki sikap yang professional dan mudah beradaptasi maupun berelasi
dengan orangtua siswa. Selain itu, pendidikan nasional Indonesia saat ini memiliki
relevansi terhadap pengembangan pendidikan karakter. Selama ini pendidikan lebih
menekankan pada aspek pengetahuan, sehingga aspek karakter dan ketrampilan
kurang terkonsentrasi. Untuk mengembangkan pendidikan karakter/ budi pekerti
dalam pendidikan nasional dibutuhkan strategi yang menurut Ki Hadjar Dewantara
diantaranya yaitu pertama, pendidikan adalah proses budaya untuk mendorong siswa
agar memiliki jiwa merdeka dan mandiri. Kedua, membentuk watak siswa agar
berjiwa nasional, namun membuka diri terhadap perkembangan internasional. Ketiga,
membagun pribadi siswa agar berjiwa pionir-pelopor. Keempat, mendidik berarti
mengembangkan potensi atau bakat yang menjadi kodrat alam pada masing-masing
siswa.

Dengan demikian, pendidikan nasional Indonesia yang menerapkan prinsip


merdeka belajar adalah suatu langkah yang tepat untuk mencapai pendidikan yang
ideal untuk mempersiapkan generasi yang tangguh, cerdas, kreatif dan berkarakter
pelajar Pancasila. Selain aspek pengetahuan, siswa dan guru diberikan kebebasan
untuk mengembangkan bakat dan keterampilan yang ada dalam diri serta
pengembangan pendidikan karakter/budi pekerti, yang mana relevan dengan
pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan yang mempertimbangkan aspek
cipta, rasa dan karsa.

2. Apa makna yang dapat anda konstruksi dari dasar-dasar pendidikan dalam
pemikiran Ki Hadjar Dewantoro  ?

Jawab :

Ki Hajar Dewantara memberikan pemikirannya tentang dasar-dasar


pendidikan. Menurut KHD, pendidikan adalah usaha kebudayaan yang bertujuan
menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Pendidik itu hanya dapat
menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar
dapat memperbaiki lakunya dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Peran Pendidik
diibaratkan seorang tukang kebun yang tugasnya adalah merawat sesuai kebutuhan
dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan berbuah dengan baik, tentu saja beda
jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya bahwa kita seorang pendidik harus bisa
melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar siswa yang berbeda-
beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa memberikan kebebasan kepada anak
untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif, mengembangkan bakat/minat
siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan berarti kebebasan mutlak,
perlu  tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak kehilangan arah dan
membahayakan dirinya.

Hal terpenting yang harus dilakukan seorang guru adalah menghormati dan
memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya (memanusiakan
manusia) sesuai asas kemanusiaan, dan melayani dengan setulus hati, serta berpegang
teguh pada prinsip KHD yaitu memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho),
membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut
wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak.

Pendidikan digunakan oleh setiap masyarakat untuk mempertahankan


kelangsungan hidup masyarakat dan budayanya, untuk mengupayakan agar setiap
warga masyarakat menjadi pendukung aktif institusi dan budaya yang bersangkutan.
Kekuatan sosio-kultural menjadi proses ‘menebalkan’ kekuatan kodrat anak yang
masih belum terlihat. Pendidikan bertujuan untuk menuntun
(memfasilitasi/membantu) anak untuk menebalkan masing-masing kodratnya agar
dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusia yang berbudaya dan berakhlak
sosial. Melalui pendidikan, keutuhan sosio-cultural beserta komponen-komponennya
dipertahankan dan dikembangkan. Pendidikan sosio-cultural menjadi suatu keharusan
supaya eksistensi masyarakat budaya dapat terjamin.

3. Buatlah refleksi dalam bentuk makalah dengan tema “Historisitas Pemikiran Ki


Hadjar Dewantoro masa lampau dan masa kini untuk mewujudkan pendidikan
emansipatoris”. Harus menggunakan referensi yang mendukung analisis Anda.

Jawab :

Berikut saya lampirkan makalah mengenai “Historisitas Pemikiran Ki Hadjar


Dewantoro masa lampau dan masa kini untuk mewujudkan pendidikan
emansipatoris”.
FILOSOFI PENDIDIKAN INDONESIA
HISTORISITAS PEMIKIRAN KI HADJAR DEWANTORO MASA LAMPAU
DAN MASA KINI UNTUK MEWUJUDKAN PENDIDIKAN
EMANSIPATORIS

Disusun Oleh :
Anggun Yusnia Sari, S.Pd.
7000107389
Kimia B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


LEMBAGA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAN PROFESI (LP3)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG)
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa
ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Prof. Dr. Achmad Lufti,
M.Pd. sebagai dosen pengampu mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia yang telah
membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, 30 Januari 2023

(Anggun Yusnia Sari,S.Pd)

DAFTAR ISI
Hlm
COVER…………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii
BAB I: PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 2
1.4 Tujuan Penulisan ………………………………………………….......... 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pendidikan di Zaman Klasik Hingga Modern…………………. 3
2.2 Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Nasional………… 4
2.3 Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Pendidikan 5
Emansipatoris …………………………………………………………
BAB III: PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………... 8
3.2 Saran……………………………………………………………………. 8
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan nasional telah melalui proses transformasi yang cukup panjang
dari zaman kolonial dan telah berkembang hingga saat ini. Tokoh-tokoh pendidikan
berpengaruh dalam menggiring nasib pendidikan nasional menuju kemerdekaan, yang
mana pendidikan menjadi lebih layak. Pendidikan nasional terus berkembang seiring
perkembangan zaman. Setiap individu di era global dituntut mengembangkan
kapasitasnya secara optimal, kreatif dan mengadaptasikan diri ke dalam situasi global
yang amat bervariasi dan cepat berubah.
Pendidikan seharusnya dapat membebaskan individu dari kungkungan,
intimidasi dan eksploitasi. Dengan melihat fenomena penyimpangan krisis nilai,
moral dan karakter pada generasi sekarang yang terjadi dimana-mana. Peran
pendidikan inilah yang menjadi pusat perhatian. Pendidikan adalah solusi untuk
mengatasi permasalahan tersebut karena pendidikan merupakan tempat persemaian
segala benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyakarat. Pendidikan tidak
hanya tentang kemampuan kognitif saja, melainkan juga diimbangi dengan
pendidikan karakter (Jumanta Hamdayama, 2014). Ki Hajar Dewantara mengusung
pendidikan nasional dengan konsep penanaman nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh
bangsa ke dalam kehidupan anak didik.
Selama ini realitas pendidikan nasional belum dapat diaktualisasikan dengan
baik. Pendidikan dalam konteks yang sesungguhnya diyakini oleh Ki Hajar
Dewantara yaitu upaya menerapkan pendidikan berbasis humanisasi (memanuasiakan
manusia) dalam artian dapat memahami dan mengayomi kebutuhan peserta didik
sebagai subjek pendidikan. Kondisi pendidikan yang tidak mendewasakan tersebut
sehingga diperlukan pembaharuan paradigma pendidikan, yaitu pendidikan
emansipatoris. Pada hakikatnya murid dituntun dengan lahir dan batin untuk menjadi
manusia yang mandiri dan punya kehendak bebas dimana kesadaran masing-masing
dapat mengadakan kehendak yang menuntun menjadi manusia sesuai kodratnya.
Pendidikan emansipatoris menitikberatkan pada pendidikan yang berfokus pada
peserta didik sehingga peserta didik diberi ruang yang luas untuk bereksplorasi,
menemukan pengalaman baru dan berpikir kritis dalam menemukan dan memecahkan
masalah yang ditemuinya dalam sebuah pembelajaran holistik dan bermakna.

1
Pendidikan emansipatoris diharapkan akan menguatkan pendidikan karakter pada diri
peserta didik, yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah pendidikan di zaman klasik hingga modern ?
2. Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan nasional ?
3. Apa yang dimaksud dengan pendidikan emansipatoris ?
4. Bagaimana pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam mewujudkan pendidikan
emansipatoris ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui sejarah pendidikan di zaman klasik hingga modern
2. Mengetahui pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan nasional
3. Mengetahui pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam mewujudkan pendidikan
emansipatoris

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pendidikan di Zaman Klasik Hingga Modern


Dimulai dari didirikannya Bumi Putera pada tahun 1854 yaitu pendidikan pada
zaman kolonial belanda yang bertujuan hanya untuk mendidik calon-calon pegawai
pemerintahan dan rakyat diajarkan hanya sebatas membaca, menulis dan berhitung
seadanya, semua cuma bertujuan supaya membantu usaha dagang pemerintah Hindia
Belanda. Keadaan inilah yang membuat Ki Hajar Dewantara menjadi terdorong untuk
memperjuangkan nasib bangsanya, bahkan ketika KHD diasingkan ke Belanda karena
tulisannya yang banyak mengkritik kebijakan pemerintah Belanda. Pada waktu itu
KHD tetap aktif menulis dan tetap peduli dengan perjuangan pergerakan bangsanya.
Selama pengasingan di Belanda ini KHD menemukan suatu konsep pemahaman
tentang pendidikan yang kemudian diterapkannya ketika sudah kembali ke tanah air
yaitu pada tahun 1922 lahirlah pendidikan taman siswa di Yogjakarta sebagai pintu
gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan budaya bangsa, dan sekaligus sebagai jiwa
rakyat untuk merdeka dan bebas dari pemerintahan kolonial Belanda. Tujuan
Perguruan Tamansiswa itu adalah menuju Indonesia merdeka, demi terwujudnya
masyarakat tertib dan damai.
Pada tahun 1937, perkumpulan Muhammadiyah mendirikan sekolah baru di
Yogyakarta yaitu Inheemse Mulo. Sekolah itu adalah yang pertama sekali yang
memberikan pengajaran lanjutan dengan memakai bahasa daerah (bahasa Indonesia)
sebagai bahasa pengantar. Pendidikan antara tahun 1945-1950 adalah pendidikan
masa perjuangan yang mana terjadi dualisme dalam pendidikan. Terdapat pihak
pendidikan dan pengajaran berlangsung di daerah-daerah negara federal yang dikuasai
atau dipengaruhi Belanda, sedangkan di pihak lain langsung dikuasai oleh Pemerintah
Republik Indonesia.
Pada masa orde lama, perhatian pada pendidikan agama sangat tinggi, dimana
lahirnya kebijakan Lembaga - lembaga pendidikan formal yang berbasis islam. Hasil
rapat badan pekerja komite nasional indonesia pusat taggal 27 Desember 1945
merekomendasikan pendidikan agama mendapat bagian dari kurikulum pendidikan,
dimulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Walaupun
pendidikan agama telah dimasukkan ke dalam kurikulum, pendidikan tetap memberi
kebebasan kepada peserta didik untuk memilih. Dengan demikian, kebijakan ini

3
bertujuan untuk memenuhi hak-hak umat Islam dalam memperoleh pendidikan
religiusitas dari negara (Aswir & Misbah, 2018).
Pada masa orde baru, kebijakan pemerintah tentang pendidikan sangat
dipengaruhi oleh perkembangan politik yang bersifat sentralistik. Sentralistik artinya
seluruh masyarakat harus menunjukkan mono loyalitas yang tinggi, baik secara
ideologis, politis, birokrasi, maupun hal-hal yang bersifat teknis. Pendidikan pada
zaman orde baru adalah sistem doktrinisasi, artinya sistem yang memaksakan paham-
paham pemerintahan orde baru agar mengakar pada benak anak. Hal ini
diimplementasikan sejak sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi yang berisi
penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang berisi tentang
hafalan butir-butir Pancasila. Kekurangan dari pendidikan orde baru ini adalah
keharusan menolak segala bentuk budaya asing, baik itu memiliki nilai yang naik
ataupun buruk (Bagja Hidayat, 2010).
Pada tahun 1998, dimulailah masa reformasi atau masa perubahan. Perubahan
yang paling signifikan adalah adanya otonomi daerah termasuk otonomi
Pendidikan. Pada masa ini, Pendidikan diberikan ruang kebebasan untuk dapat
berkembang hingga saat ini.
Sistem pendidikan saat ini yang telah mencanangkan pendidikan yang
memerdekakan. Yang sebelumnya pendidikan berpusat pada guru yang mana guru
terlalu fokus mengejar target materi yang harus tersampaikan di kelas, sekarang justru
terfokus pada kebutuhan belajar anak didik. Fokus pembelajaran disesuaikan dengan
minat, bakat dan potensi yang dimiliki peserta didik agar pembelajaran dapat bersifat
holistik dan meaningful.
Pendidikan yang memerdekakan memiliki kepercayaan bahwa setiap anak
sebagai makhluk yang secara kodrat diciptakan sempurna dengan akal, emosi dan
potensinya, dimana kesadaran masing-masing dapat menciptakan kehendak untuk
menuntun menjadi manusia yang semestinya. Serta mengembalikan manusia pada
kodratnya sebagai mahkluk yang punya kehendak bebas dalam menentukan jalan
hidupnya. Guru tidak membatasi anak justru guru mendukung, mengarahkan dan
menuntun dalam mengaktualisasikan potensi yang dimiliki setiap anak.

4
2.2. Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Nasional

Ki Hajar Dewantara menggagas konsepsi tentang Dasar Pendidikan Nasional.


Menurut KHD, Pendidikan (Opvoeding) memberi tuntunan (menuntun) terhadap
segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya, baik sebagai seorang manusia maupun sebagai
anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “Pendidikan dan Pengajaran
merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia,
baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-
luasnya”. Oleh sebab itu, pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki hidup dan
tumbuhnya kekuatan kodrat anak”.

Menurut KHD Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat
zaman. Pada kodrat alam, kita sebagai pendidik harus memberikan teladan yang baik
dengan harapan siswa dapat meneladaninya demi membentuk karakter siswa misanya
bersikap sopan dan ramah terhadap sesama baik di lingkungan sekolah maupun di
lingkungan masyarakat. Sedangkan kodrat zaman yaitu, pada pendidikan global
menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki keterampilan abad 21 apalagi
ditengah situasi pandemi ini anak dituntut untuk bisa menguasai IT sebagai salah satu
sarana untuk mensukseskan pendidikan di Indonesia.

Kita sebagai Pendidik atau guru, harus melaksanakan dasar kerja pendidik
seperti yang diungkapkan Ki Hajar, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodho (di depan
memberi teladan), Ing Madya Mangun Karso (di tengah membangun semangat,
kemauan), Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan). Dalam
pelaksanaanya, pendidik harus berkolaborasi dengan berbagai pihak baik pihak
sekolah, keluarga maupun masyarakat (Tri Pusat Pendidikan).

2.3. Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Mewujudkan Pendidikan


Emansipatoris

Pada kondisi pendidikan yang tidak mendewasakan, diperlukan paradigma


baru untuk memperbaiki kondisi pendidikan nasional. Pendidikan paradigma baru

5
dibutuhkan untuk membebaskan umat manusia dari berbagai belenggu yang berupa
ekonomi, sosial, politik dan belenggu-belenggu lainnya.

Pandangan Ki Hajar Dewantara tentang manusia sebagai mahkluk yang


berbudi pekerti dan berpotensi sejatunya mampu bertanggung jawab dan memilih
jalan hidupnya, serta dapat menjadi manusia yang semestinya di masyarakat. Dengan
kata lain, setiap peserta didik mempunyai kodratnya sendiri dan kebebasan dalam
menentukan hidupnya. Model pendidikan humanistik dapat membantu peserta didik
dalam mengembangkan potensinya dan membiarkan siswa belajar dari pengalaman
hidupnya.

Pendidikan emansipatoris merupakan pendidikan paradigma baru yang sejalan


dengan prinsip humanistik Ki Hajar Dewantara, yang mana memuat dimensi proses
belajar mengajar yang mengarah kepada refleksi diri dan memberdayakan serta
membebaskan, yang bertujuan untuk membentuk pribadi yang mandiri. Pendidikan
tersebut mendorong manusia untuk sadar akan potensi, minat dan bakatnya dan dapat
menentukan arah tujuan hidupnya.

Pendidikan emansipatoris dalam pembelajaran akan bersifat mengarahkan


peserta didik pada objek yang dipelajari dan memahami diri sendiri sehingga akan
tumbuh kesadaran. Implementasi pendidikan emansipatoris, peserta didik tidak hanya
mengumpulkan informasi / sumber satu-satunya dari guru, melainkan siswa terlibat
aktif mencari informasi/sumber-sumber yang lain dalam memecahkan persoalan. Jika
seorang guru berperilaku emansipatoris, maka pendidikan yang efektif akan terwujud,
yang mana pendidikan berpusat pada peserta didik yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa (Verdiyansyah, 2004). Guru bertugas menuntun peserta didik untuk
menemukan, mengembangkan, dan mencoba mengaplikasikan kemampuan yang
dimiliki.

Model dalam pendidikan emansipatoris memiliki tiga kunci antara lain ;


humanisasi, kesadaran kritis dan demokratis. Humanisasi merupakan suatu upaya
untuk memberdayakan pemahaman kritis antara guru dan siswa, untuk menciptakan
manusia yang humanis diperlukan cinta, kerendahan hati, iman, kepercayaan,
harapan, serta pemikiran kritis (Muchsin, 2010). Banyak orang yang pandai secara
intelektual tetapi belum tentu ia mampu menjadi orang yang humanis bagi yang lain.

6
Humanis lebih menekankan bagaimana manusia mampu berinteraksi dan berelasi
dengan manusia yang lain.

Kesadaran kritis mempunyai makna bahwa orang belajar untuk menerima


keadaan sosial, ekonomi dan politik yang bertolak belakang, kemudian melawan arus
penindasan realistis. Kesadaran kritis terletak pada saat seseorang mampu menerima
atau menolak realitas dalam hidupnya dan mampu mempertahankan. Kemudian
pedagogik kritis adalah sebuah teori tentang pendidikan dan praktis pembelajaran
yang dimodel untuk membangun kesadaran kritis yang sesuai dengan kondisi sosial

Dalam mengekspresikan diri, demokrasi menjadi kata kunci untuk


memberikan kebebasan dalam sebuah proses pembelajaran, demokratis dirasa sangat
perlu, namun harus diperhatikan akan adanya kesalahpahaman akan makna demokrasi
itu sendiri. Jangan sampai kebebasan yang diartikan itu kebebasan yang tanpa batas
atau tidak terkontrol. Melainkan kebebasan yang diberikan adalah kebebasan dalam
menghormati dan memahami kebebasan individu lain. Ini perlu ditanamkan dan
benar-benar dijaga untuk dapat menghindari pemberian makna yang berlebihan.
Menciptakan suatu pembelajaran yang demokratis tidak hanya memberi kebebasan
kepada peserta didik dalam mengungkapkan ide pemikirannya, tetapi juga perlu ada
upaya untuk memberikan kesadaran bahwa setiap orang mempunyai ide dan
pemikiran yang berbeda. Selain itu, upaya yang harus dilakukan adalah menciptakan
iklim sekolah yang demokratis yang mana selalu mengutamakan persamaan hak dan
kewajiban serta perlakuannyang sama dan adil kepada semua siswanya tanpa
membeda-bedakan dalam segala aspek dalam kegiatan pembelajaran baik di dalam
kelas maupun di luar kelas.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
3.1.1 Dengan mengetahui sistem-sistem pendidikan pada era klasik dan modern, kita
dapat membedakan sistem pendidikannya sehingga menjadi suatu pembelajaran
di masa yang akan datang untuk menjadi lebih baik lagi. Pendidikan yang
dulunya pembelajaran berpusat pada guru, yang mana guru lebih aktif untuk
mengejar target berupa materi yang harus disampaikan pada siswa. Pendidikan
yang sekarang lebih terfokus pada kebutuhan siswa dan siswa aktif mencari
sumber informasi serta mandiri dalam membangun konsep sendiri.
3.1.2 Pemikiran emansipatoris Ki Hajar Dewantara dalam pendidikan, yaitu dengan
menginterpretasikan pendidikan sebagai penuntun, yang mana penuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik agar mereka menjadi manusia
yang mandiri dan bertanggung jawab atas hidupnya serta mencapai
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Peserta didik sebagai mahkluk yang
memiliki potensi untuk memahami diri sendiri sesuai kodratnya.
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada pembaca mengetahui historisitas
pendidikan nasional masa lampau hingga masa kini dan mewujudkan pendidikan
emansipatoris. Sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan nasional serta mampu
menjawab tantangan masa kini dan masa depan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Aswir, & Misbah, H. (2018). No Perkembangan Pendidikan Agama Islam Masa Orde
Lama. Photosynthetica, 2(1), 1–13. http://coretan-rossi.blogspot.com/

Bagja Hidayat, D. U. M. arif zulkifli. (2010). Hatta: Jejak Yang Melampaui Zaman.
Series Buku Tempo: Bapak Bangsa, 80.

Dewantara. Ki Hadjar, Karya Bagian I: Pendidikan, Yogyakarta: MLPTS, cet II,


1962.
Dewantara. Ki Hadjar, Menuju Manusia Merdeka, Yogyakarta: Leutika, 2009.
Dewantara, Ki Hadjar, Asas-asas dan Dasar-dasar Taman Siswa, Yogyakarta: Majlis
Luhur Taman Siswa, 1964.

Jumanta Hamdayama, Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter,


Bogor; Ghalia Indonesia, 2014.

Muchsin, Bashori, dkk. Pendidikan Islam Humanistik: Alternatif Pendidikan


Pembebasan Anak. Bandung: Refika Aditama, 2010

Verdiyansyah, Very. Islam Emansipatoris: Menafsir Agama untuk Praksis


Pembebasan. Jakarta: P3M, 2004

Anda mungkin juga menyukai