Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Sejarah Pemikiran PAUD dan Paradigma Tokoh tentang AUD


Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Dalam Mata Kuliah “Konsep Dasar PAUD”
Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) A Semester 1
Dosen : Ibu Lutfatulatifah, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. Ismi Siti Humairoh ( 2008108003 )

2. Mega Nurhayati ( 2008108008 )

3. Lauhani Tsaniyatul Wafa ( 2008108009 )

4. Nur Fitria Farhanah ( 2008108016 )

5. Sa’adah ( 2008108017 )

6. Muchammad Najiich ( 2008108019 )

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang kami susun ini yang berjudul “
Sejarah Pemikiran PAUD dan Paradigma Tokoh tentang AUD” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Ibu Lutfatulatifah
M.Pd pada mata kuliah Konsep Dasar PAUD. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi kami dan teman-teman semuanya tentang Sejarah
Pemikiran PAUD dan Paradigma Tokoh tentang AUD.
Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada Ibu Lutfatulatifah M.Pd selaku dosen
Konsep Dasar PAUD yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan kami dan teman-teman semuanya. Kami juga mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membagi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Dengan selesainya makalah ini, kami mengharapkan jika makalah yang telah kami susun
ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang berguna bagi para pembaca, kami sadar
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami harapkan adanya kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya selanjutnya agar menjadi lebih baik lagi
kedepannya.
Akhir kata tim penyusun berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi siapa yang
memerlukannya dimasa yang akan datang.

Cirebon, 25 Oktober 2020

Kelompok 3
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUL…………………………..………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………..………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………..……………………………………………….…iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………..……………………………………………...4
B. Rumusan Masalah …………………………..………………………………….…5
C. Tujuan Pembelajaran…………………………..………………………………......5

BAB II PEMBAHASAN

A. Dasar Pemikiran PAUD menurut Ki Hajar Dewantara…………………………...6


B. Dasar Pemikiran PAUD menurut K.H. Hasyim Asy’ari……...…………………..7
C. Dasar Pemikiran PAUD menurut K.H. Ahmad Dahlan………..…………………11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan…………………………..……………………………………………15
B. Saran……………………………..………………………………………………..15
C. Daftar Pustaka……………………………………………………………………..16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mencetak generasi unggul dan “sukses hidup” di tengah persaingan global dapat dilakukan dengan
jalan menyelenggarakan pendidikan yang memberikan kesempatan seluas luasnya kepada anak didik untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, bakat, minat dan kesanggupannya. Menyelenggarakan
pendidikan yang membebaskan anak dari tindak kekerasan.

Pendidikan adalah hak warga Negara, tidak kecuali pendidikan di usia dini. Pendidikan usia dini
merupakan hak warga Negara dalam mengembangkan potensinya sejak dini. Berdasarkan berbagai
penelitian bahwa usia dini merupakan potensi terbaik dalam mengembangkan kehidupannya di masa depan.
Selain itu pendidikan di usia dini dapat mengoptimalkan kemampuan dasar anak dalam menerima proses
pendidikan di usia-usia berikutnya.

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang isi Diknas menyatakan bahwa “Pendidikan Anak Usia
Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan selanjutnya”.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan fondasi awal bagi perkembangan kualitas sumber
daya manusia selanjutnya. PAUD adalah pendidikan yang berusaha mengembangkan seluruh aspek
perkembangan anak usia dini, sehingga anak siap melaksanakan dan melanjutkan pendidikan di jenjang
yang formal. Hal itu menunjukkan bahwa pengembangan PAUD harus lebih ditingkatkan agar tujuan
pendidikan secara umum dapat dicapai.

Karena itu peningkatan penyelenggaraan PAUD sangat memegang peranan yang penting untuk
kemajuan pendidikan di masa mendatang. Arti pentingnya mendidik anak sejak usia dini dilandasi dengan
kesadaran bahwa masa kanak-kanak adalah masa keemasan (the Golden Age), karena dalam rentang usia
dari 0 sampai 3 tahun, perkembangan fisik, motorik dan berbahasa atau linguistic seorang anak akan tumbuh
dengan pesat. Selain itu anak pada usia 2 sampai 6 tahun dipenuhi dengan senang bermain.

Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang
mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam, sehingga di kemudian hari anak
bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, peran serta masyarakat
harus dipertahankan dan peran pemerintah dalam pembinaan dan mengembangkan berbagai kebijakan
tentang PAUD harus di optimalkan lebih beragam, sehingga di kemudian harian anak bisa berdiri kokoh
dan menjadi sosok manusia yang berkualitas.

Berdasarkan uraian diatas kami menilai pengkajian terhadap pemikiran para tokoh dan pakar
pendidikan anak usia dini perlu diapahami agar system pendidikan anak usia dini di Indonesia dapat
berjalan sesuai dengan aturan-aturan pemerintah agar tidak ada penyelewengan terhadap proses pendidikan
anak usia dini di Indonesia.
B. RumusanMasalah

1. Dasar Pemikiran PAUD menurut Ki Hajar Dewantara

2. Dasar Pemikiran PAUD menurut K.H. Hasyim Asy’ari

3. Dasar Pemikiran PAUD menurut K.H. Ahmad Dahlan

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dasar Pemikiran PAUD menurut Ki Hajar Dewantara

2. Untuk mengetahui dasar Pemikiran PAUD menurut K.H. Hasyim Asy’ari

3. Untuk mengetahui dasar Pemikiran PAUD menurut K.H. Ahmad Dahlan


BAB II
PEMBAHASAN

A. Dasar Pemikiran PAUD menurut Ki Hajar Dewantara

Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian
dan kerohanian, kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan menyiapkan para peserta didik
untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah
fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, kemudian sesebagai fasilitator atau pengajar.

Secara garis besar, Ki Hajar Dewantara mengemukakan pendidikan sebagai daya upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran, dan fisik seseorang. Dalam kaitan dengan pendidikan nasional, ketiga
elemen ini hendaknya berlandaskan garis hidup bangsanya atau berdasarkan kebudayaan ditujukan untuk
mengangkat derajat serta memerdekakan manusia. Kemerdekaan ini berarti berdiri sendiri, tidak
tergantung kepada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.

Ki Hajar Dewantara beranggapan bahwa pendidikan harus dilakukan melalui tiga lingkungan
pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan sosial (masyarakat). Keluarga merupakan pusat
pendidikan sedangkan sekolah dan lingkungan membantu anak untuk belajar. Pendidikan yang terutama
dan utama diperoleh anak adalah dari dalam keluarga.

Ciri khas dari pendidikan anak usia dini menurut Ki Hajar Dewantara ialah :

1. Budi pekerti
Materi yang penting diberikan kepada anak usia dini adalah pendidikan budi pekerti. Bentuknya
bukan mata pelajaran budi pekerti, tetapi menanamkan nilai, harkat dan martabat kemanusiaan, nilai
moral watak, dan pada akhirnya pembentukan manusia yang berkepribadian. Budi pekerti bertujuan untuk
mengatur kehidupan manusia.

Dalam menanamkan budi pekerti pada PAUD dengan memberikan contoh teladan, cerita atau
dongeng, dan permainan. Dengan pendekatan tersebut dapat mendidik anak tentang budi pekerti
sedangkan sang anak tidak merasa bahwa sikapnya sedang dibentuk. Kreativitas dan inovasi guru dituntut
dalam proses pembelajaran untuk mendididk, khususnya pembentukan sikap melalui pelajaran yang
sedang diberikan.

Pembagian perkembangan manusia dengan menggunakan interval tujuh tahunan usia kronologis
yaitu :

a. Usia 1-7 tahun dipandang sebagai masa kanak-kanak, pendidikan yang cocok pada fase ini yaitu dengan
cara pemberian contoh dan pembiasaan.
b. Usia 7-14 tahun dipandang sebagai masa pertumbuhan jiwa pikiran, pendidikan yang cocok pada fase ini
yaitu dengan cara pembelajaran, perintah atau hukuman
c. Usia 14-21 tahun dipandang sebagai masa terbentuknya budi pekerti atau periode sosial, pendidikan yang
cocok pada fase ini yaitu dengan cara mendisiplinkan diri sendiri dan melakukan atau merasakannya secara
langsung.
2. Sistem among, inti dari sistem among yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Napitupulu
(2001;15-16) adalah :

a. Ing ngarso sing tulodo, artinya jika pendidikan berada di depan wajib memberikan teladan bagi anak
didik. Posisi ini sebaiknya lebih banyak diberikan kepada anak usia dini, tidak perlu banyak nasehat, petuah
dan ceramah
b. Ing madya mangun karso, artinya jika pendidikan berada di tengah-tengah harus lebih banyak
membangun atau membangkitkan kemauan sehingga anak mempunyai kesempatan untuk mencoba berbuat
sendiri. Anak usia dini sudah dapat mengerjakan, namun lebih tepat setelah taman kanak-kanak teladan
pendidikan masih diperlukan.
c. Tut wuri handayani, artinya jika pendidik di belakang wajib memberikan dorongan dan memantau agar
anak mampu bekerja sendiri.

B. Dasar Pemikiran PAUD menurut K.H Hasyim Asy’ari

Untuk menuangkan pemikirannya tentang pendidikan Islam, K. H. Hasyim Asy’ari telah


merangkum sebuah kitab karangannya yang berjudul Adab al-‘alim waal-muta’allim. Kitab Adab al-‘alim
wa al-muta’allim merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan.

Kitab tersebut terdiri dari delapan Bab yaitu:


1. Keutamaan ilmu dan ilmuan serta keutamaan belajar mengajar.
Etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar.
Etika seorang murid terhadap guru.
Etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru.
Etika yang harus dipedomani seorang guru.
Etika guru ketika akan mengajar.
Etika guru terhadap murid-muridnya.
Etika terhadap buku, alat unutuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Dalam makalah ini akan dibahas konsep pendidikan beliau, meliputi: Tujuan Pendidikan, Konsep
pendidik, Konsep Peserta Didik, Kurikulum, Metode, dan Evaluasi Pendidikan.
a). Tujuan Pendidikan
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, pertama bagi murid, hendaknya
ia berniat suci menuntut ilmu, jangan sekali-kali berniat untuk hal-hal duniawi dan jangan melecehkan
atau menyepelekan. Kedua, bagi guru, dalam mengajarkan ilmu hendaknya ia meluruskan niatnya terlebih
dahulu, tidak mengharapkan materi semata-mata.

K.H. Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu pengetahuan adalah
mengamalkannya. Dalam hal belajar, yang menjadi titik penekanannya adalah pada pengertian bahwa
belajar itu merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah yang mengantarkan seseorang untuk memperoleh
kebahagiaan dunia dan akhirat. Karenanya, belajar harus diniati untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai-nilai Islam, bukan sekadar menghilangkan kebodohan.[8]

Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan menurut K.H Hasyim Asy’ari adalah:
Menjadikan insan yang bertujuan mendekatkan diri pada Allah SWT
Menjadi Insan yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
konsep pendidik

b). Menurut K.H Hasyim Asy’ari etika seorang guru, adalah:


Etika seorang guru
1) Senantiasa mendekatkan diri pada Allah
2) Takut pada Allah, tawadhu’, zuhud dan khusu’
3) Bersikap tenang dan senantiasa berhati-hati
4) Mengadukan segala persoalan pada Allah
5) Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih dunia

Etika guru dalam mengajar


1) Jangan mengajarkan hal-hal yang syubhat
2) Mensucikan diri, berpakaian sopan dan memakai wewangian
3) Berniat beribadah ketika mengajar, dan memulainya dengan do’a
4) Biasakan membaca untuk menambah ilmu
5) Menjauhkan diri dari bersenda gurau dan banyak tertawa
Etika guru bersama murid
1) Berniat mendidik dan menyebarkan ilmu
2) Menghindari ketidak ikhlasan
3) Mempergunakan metode yang mudah dipahami anak
4) Memperhatikan kemampuan anak didik
5) Tidak memunculkan salah satu peserta didik dan menafikan yang lain.

c). konsep peserta didik menurut K.H Hasyim Asy’ari, peserta didik harus memiliki etika sebagai
berikut:
1. Etika belajar
Membersihkan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniaan
Membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar dan qanaah
Pandai mengatur waktu
Menyederhanakan makan dan minum
Berhati-hati (wara’).

2. Etika seorang murid terhadap guru


Hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan guru
Memilih guru yang wara’
Memuliakan dan memperhatikan hak guru
Bersabar terdapat kekerasan guru
Dengarkan segala fatwa guru dan jangan menyela pembicaraannya
Gunakan anggota kanan bila menyerahkan sesuatu pada guru.

3. Etika murid terhadap pelajaran


Memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain
Berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
Mendiskusikan dan menyetorkan hasil belajar pada orang yang dipercaya
Senantiasa menganalisa dan menyimak ilmu
Bila terdapat hal-hal yang belum dipahami hendaknya ditanyakan.[10]
Kurikulum

d). Metode
Kesimpulannya bahwa K.H Hasyim Asy’ari dalam menggunakan metode pengajarannya lebih
menitik beratkan pada metode hafalan, sebagaimana pada umumnya menjadi karakteristik dari tradisi
Syafi’iyah dan juga menjadi salah satu ciri umum dalam tradisi pendidikan Islam. Dalam menentukan
pilihan metode pembelajaran sangat erat kaitannya dengan tujuan, materi maupun situasi lingkungan
pendidikan dimana setiap unsur mempunyai karakteristik yang berbeda[11]

e). Relevansi pemikiran pendidikan K.H Hasyim Asy’ari dengan pendidikan sekarang :
Beliau mengemukakan bahwasannya pendidikan islam merupakan sarana untuk mencapai
kemanusiaannya sehingga manusia dapat menyadari siapa sesungguhnya penciptanya dan untuk apa
diciptakan. Pendidikan tidak hanya dipahami sebagai pendidikan yang berlabel islam seperti madrasah-
madrasah atau Pondok-pondok pesantren, akan tetapi pendidikan islam mencakup semua proses
pemikiran,penyelenggaraan dan tujuan
Konsep pendidikan oleh K.H Hasyim Asy’ari tidak hanya berupa teori-teori saja, namun juga
mempraktikkannya. Dalam aktivitas kependidikannya walaupun pemikiran beliau masih bersifat
tradisionalis, tetapi pemikiran beliau tetap sesuai dan masih relevan diterapkan pada zaman sekarang
terutama dalam beberapa aspek, antara lain: di dalam tujuan pendidikan, materi dan dasar yang digunakan
yaitu al-Qur’an dan Hadits.
Pemikiran beliau tentang perpaduan antara pesantren yang tradisionalis dengan sekolah barat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa beliau merupakan tokoh yang berusaha memelihara tradisi turun menurun
dari pondok pesantren juga mengembangkan pendidikan keilmuan di Pondok Pesantren. Hingga
sekarang, pendidikan islam berkembang dari model pesantren tradisional, pesantren modern, madrasah
dan sekolah islam. Dari tujuan pendidikan menurut beliau bertujuan untuk mencetak lulusan siswa
menjadi seorang ulama yang intelektual dan intelek yang islami.

Dalam konsep pendidik menurut beliau bahwa pendidik itu harus memiliki ilmu yang mumpuni,
kewibawaan dan keteladaan, tekun, ulet, bertekad menyebarluaskan ilmu, kebenaran demi kebaikan, ikut
berbaur dengan masyarakat.

Dalam mengajar seorang guru harus memiliki niat yang tulus dan ikhlas dalam menyampaikan
ilmu kepada peserta didik. Ikhlas disini adalah pendidik harus bekerja secara profesional. Yaitu ahli
sesuai denga bidangnya. Guru harus tegas dan jelas dalam menyampaikan ilmu, tidak menjadikan
bingung dan ragu peserta didiknya, sehingga dapat memahamkan ilmu bagi mereka.
Konsep peserta didik menurut beliau memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap guru dan
dalam belajarnya. Dalam menuntut ilmu peserta didik hendaknya berniat suci menuntut ilmu dan untuk
mengamalkannya, mengembangakan dan melestarikan nilai-nilai islam bukan sekedar menghilangkan
kebodohan. Niatnya demi mencari ridho Allah

C. Dasar Pemikiran PAUD menurut KH Ahmad Dahlan

Gagasan KH Ahmad Dahlan tentang pembaharuan islam di Indonesia, selain karena


interaksinya dengan beberapa pemikiran pembaharuan di Timut Tengah,juga dikuatkan dengan
keprihatinannya terhadap kondisi umat islam di Indonesia.Umat islam terjebak pada
kejumudan,kebodohan dan stagnanasi.Hal ini diperparah dengan penjajahan Belanda yang begitu
merugikan bangsa Indonesia.

Secara umum ide pembaharuan KH Ahmad Dahlan dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu; pertama berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran islam dari khurafat,tahayul dan bid’ah
yang tercampur dalam aqidah dan ibadah.Kedua,mengajak umat islam untuk keluar dari pemikiran
tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat
diterima oleh rasio.[1]

Oleh karenanya upaya strategis yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan umat Islam
dari pemikiran yang statis menuju pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan.Pendidikan
harus menjadi prioritas dalam pembangunan umat.Kunci dari kemajuan umat adalah dengan
kembali pada Al-Quran dan Hadis

Bagi KH Ahmad Dahlan, Islam hendaknya didekati serta dikaji melalui kacamata modern
sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Beliau mengajarkan kitab
suci Al Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun
melagukan Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. Dengan
demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan Qur’an
itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam
dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu
dogma yang mati.[2]
1. Tujuan Pendidikan

Dalam merumuskan konsep dan tujuan pendidikan islam yang ideal,harus dilandaskan
pada sebuah kerangka filosofis yang kokoh.Tugas penciptaan manusia setidaknya ada dua yaitu
sebagai Abd Allah dan sebagai Khalifah di bumi.Oleh karenanya pendidikan yang diberikan harus
mendukung upaya manusia untuk melakukan tugas penciptaannya.

Dalam proses penciptaannya,manusia diberikan ruh dan akal.Pendidikan yang diberikan


hendaknya dapat sebagai media dalam mengembangkan potensi ruh untuk menalar petunjuk
pelaksanaan kepatuhan manusia pada Penciptanya.Akal disini dipandang sebagai potensi yang
perlu dikembangkan untuk menyusun kerangka tentang bagaimana menciptakan hubungan yang
harmonis baik secara vertikal maupun horisontal dalam pelaksanaan tugas penciptaannya.

Menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan islam hendaknya diarahkan pada usaha
membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, alim dalam agama, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.

Tujuan pendidikan tersebut merupakan pembaharuan dari tujuan pendidikan yang saling
bertentangan pada saat itu yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan sekolah model Belanda. Di
satu sisi pendidikan pesantren hanya bertujuan untuk menciptakan individu yang saleh dan
mendalami ilmu agama.tetapi tidak menguasai ilmu pengetahuan umum Sebaliknya, pendidikan
sekolah model Belanda merupakan pendidikan sekuler yang didalamnya tidak diajarkan agama
sama sekali. Akibatnya lahirlah dua kutub : lulusan pesantren yang menguasai agama tetapi tidak
menguasai ilmu umum dan sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai
ilmu agama.

Melihat adanya ketimpangan antara pesantren dengan sekolah model Belanda tersebut,
KH. Ahmad Dahlan mempunyai gagasan bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah
melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spritual serta
dunia dan akhirat. Bagi KH. Ahmad Dahlan kedua hal tersebut (agama-umum, material-spritual
dan dunia-akhirat) merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain .Proses pendidikan
harusnya menggabungkan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum untuk mempertajam
intelektualitas dan spiritualitas siswa atau dengan kata lain bersifat integral.. Inilah yang menjadi
alasan mengapa KH. Ahmad Dahlan mengajarkan pelajaran agama dan ilmu umum sekaligus di
Madrasah Muhammadiyah.

2. Kurikulum Pendidikan

a. Materi Pendidikan

Menurut Ahmad Dahlan materi pendidikan hendaknya mencakup beberapa hal diantaranya
yaitu,
1) Al Quran dan Hadis yang meliputi ibadah,persamaan derajat,fungsi perbuatan manusia dalam
menentukan nasibnya,musyawarah,pembuktian kebenaran AlQuran dan hadis menurut akal
,kerjasama antara agama-kebudayaan,kemajuan peradapan ,hukum kausalitas perubahan,nafsu
dan kehendak,demokratisasi dan liberalisasi,kemerdekaan berpikir,dinamika kehidupan dan
peranan manusia di dalamnya
2) membaca,menulis,berhitung dan ilmu bumi
3) menggambar,seni
4) pendidikan perilaku (akhlak)

Berpijak dari hal diatas,maka sesungguhnya KH Ahmad Dahlan menginginkan


pengelolaan pendidikan islam secara modern dan profesional,sehingga pendidikan yang
dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya.Untuk
itu pendidikan islam perlu membuka diri ,inovatif dan progresif.

b. Metode Pengajaran

Islam menolak adanya kejumudan dan taklid buta .Islam mendorong umatnya untuk
mendayagunakan potensi akalnya untuk berpikir dan melakukan tindakan nyata.Hal ini dilakukan
dengan proses ijtihad,yaitu mengerahkan otoritas intelektual untuk sampai pad asuatu konklusi
tentang berbagai persoalan.

KH Ahmad Dahlan menggugat praktek pendidikan di Indonesia di masa itu.Pendidikan


hanya dipahami sebagai proses pewarisan adat dan sosialisasi perilaku individu maupun sosial
yang telah menjadi model baku dalam masyarakat.Pendidikan tidak memberikan kebebasan
peserta didik untuk berkreasi dan berprakarsa.Hal ini menyebabkan proses pendidikan tidak
menuju arah dialogis,padahal dengan cara dialogis dimana peserta didik dikembangkan
kemampuan berpikir kritis adalah satu langkah strategis untuk mendapat pengetahuan yang tinggi.

Untuk itu KH Ahmad Dahlan mendirikan lembaga pendidikan yang berorientasi pada
pendidikan modern yaitu menggunakan sistem klasikal.Menggabungkan antara sistem pendidikan
Belanda dan Sistem pendidikan tradisional secara integral.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Setiap anak sudah memiliki kodratnya masing-masing sejak lahir ke dunia, dengan potensi-
potensi yang di miliki yang harus di bantu dan di kembangkan agar tak diam saja dan hilang begitu
saja karena tidak pernah di asah. Pertumbuhan dan perkembangan pada anak harus tercapai sukses
pada satu tahap sebelum masuk ke tahap berikutnya, jika tahap pada satu tahap terjadi hambatan
maka akan memberi pengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan berikutnya. Dan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan akan tercapai dengan optimal tanpa hambatan jika
pendekatannya melalui alamiah, pendidikan yang kembali pada alam dan belajar sambil bermain
akan meghasilkan dan memacu berkembangnya kualitas semacam kebahagiaan, spontanitas dan
rasa ingin tahu. Serperti itulah pendidikan yang tergambar pada pendidikan anak usia dini.

B. SARAN

Untuk mencetak generasi-generasi yang gemilang dan unggul untuk bangsa ini, maka mulailah
proses tahap demi tahap pendidikannya dari usia dini. Agar setiap anak akan mencapai masa depan
cerah dengan bimbingan yang sempurna dan baik sejak usia dini.
DAFTAR PUSTAKA

Baihaqi.Ensiklopedi Tokoh Pendidikan.Bandung.Nuansa.2007


Nizar,Samsul.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:Ciputat Press.2005
www.muhammadiyah.or.id
www.tokohindonesia.com
www.wikipedia.or.id

[1] Samsul Nizar,Filsafat Pendidikan Islam h.103-104


[2] www.tokohindonesia.com

Anda mungkin juga menyukai