Anda di halaman 1dari 15

MENDESAIN KERANGKA PEMBELAJARAN SESUAI

DENGAN PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA (KHD)

DISUSUN OLEH :

1. JAMIN
2. SUYONO
3. TITIK RUSYANTI
4. INA AGUSTINA

GURU PRAKTIK : SUWARTINI


FASILITATOR : DIDIK SUGIHARTO

CGP ANGKATAN 4
KABUPATEN OKU TIMUR
PROVINSI SUMATERA SELATAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha
Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai
yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas tentang desain kerangka
pembelajaran sesuai dengan pemikiran pada Ki Hajar Dewantara.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman masalah
desain kerangka pembelajaran sesuai dengan pemikiran pada Ki Hajar Dewantara.
Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya kami mendapatkan
bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-
dalamnya kami sampaikan kepada Bapak Didik Sugiharto selaku fasilitator yang
telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini
Demikian makalah ini kami buat semoga bermanfaat dan saran kritiknya
kami harapkan. terimakasih

OKU Timur, Oktober 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang...............................................................................................

B.Rumusan Masalah .........................................................................................

C. Tujuan ………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

A. Hal-hal postif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD yang dapat dilihat
pada budaya daerah…………………………………………………………
B. Hal postif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di kelas atau sekolah..
C. Kerangka pembelajaran sesuai dengan peikiran KHD………………………

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu proses dalam menemukan transformasi, baik
dari dalam diri maupun komunitas. Pendidikan adalah suatu fenomena
fundamental atau asasi dalam kehidupan manusia, di mana ada kehidupan
manusia, di sanalah ada pendidikan. Begitu pentingnya pendidikan, maka perlu
adanya regulasi yang jelas terhadap pendidikan tersebut. Pendidikan Indonesia
dewasa ini diguncang dengan berbagai permasalahan komplek berakar yang
mengakibatkan hilangnya jati diri dari pendidikan dalam konteks ke Indonesiaan.
Sejumlah fenomena yang terjadi belakangan ini memberikan tamparan keras bagi
pelaku pendidikan yang memberikan gambaran boboroknya nilai-nilai dan esensi
dari pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan nasional yang tertera UUD 1945
yakni setiap warganegara berhak memperoleh pendidikan yang paripurna secara
manusiawi seakan kehilangan arah orientasi dan tujuannya.
Masalah pendidikan bukan merupakan masalah baru dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Berdasarkan masalah pendidikan, tidak lepas
problematika yang dihadapi oleh lembaga pendidikan itu sendiri. Perhatian
tersebut tidak lepas dari akar sejarah lembaga pendidikan yang memunculkan
madrasah dan sekolah. Selaras dengan tuntutan zaman, lembaga pendidikan pun
berkembang. Persoalan-persoalan yang timbul baik berupa faktor intern maupun
ekstern. Faktor intern misalnya terkait dengan kurikulum, tenaga pendidik,
perserta didik dan lain-lain, sedangkan faktor eksternnya adalah faktor-faktor
sosial (masyarakat), pemerintahan maupun pihak-pihak yang terkait.
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan muncul dalam berbagai
bentuk dan paham. Dilihat dari sejarahnya, Pendidikan Indonesia dapat dibagi
secara urutan waktu kurang lebih sebagai berikut: (a) jaman pra-kolonial: masa
prasejarah dan masa sejarah, (b) jaman kolonial ketika sistem pendidikan (c)
jaman kemerdekaan RI yang berlangsung hingga sekarang. Masing-masing jaman
memiliki corak dan bentuk tersendiri (Rohman & Wibowo: 2016).

4
Budaya sekolah adalah kualitas sekolah di kehidupan sekolah yang
tumbuh dan berkembang berdasarkan spirit dan nilai-nilai tertentu yang dianut
sekolah (Dikmneum: 2002:14). Lebih lanjut dikatakan bahwa budaya sekolah
adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim sekolah
yang secara produktif mampu memberikan pengalaman baik bagi bertumbuh
kembangnya kecerdasan, keterampilan, dan aktifitas siswa. Budaya sekolah dapat
ditampilkan dalam bentuk hubungan kepala sekolah, guru, dan tenaga
kependidikan lainnya bekerja, kedisiplinan, rasa tanggung jawab, berfikir rasional,
motivasi belajar, kebiasaan memecahkan masalah secara rasional. Budaya
sekolah/Madrasah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan
(Muhaimin; 2011:48) antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh guru-guru dan
para karyawan yang ada dalam sekolah /madrasah tersebut. Nilai-nilai tersebut
dibangun oleh pikiran-pikiran manusia yang ada dalam sekolah/madrasah.
Pertemuan pikiran-pikiran manusia tersebut.
Dari pikiran organisasi itulah kemudian muncul dalam bentuk nilai-nilai
tersebut akan menjadi bahan utama pembentuk budaya sekolah/madrasah. Dari
budaya tersebut kemudian muncul dalam berbagai simbol dan tindakan yang kasat
indra yang dapat diamati dan dirasakan dalam kehidupan sekolah/madrasah
sehari-hari. Pendidikan sebagai salah satu cara menetralisir globalisasi harus
selalu diimbangi dengan penguatan pendidikan karakter. Masyarakat Indonesia
memandang tentang pendidikan pada umumnya dianggap sebagai suatu pranata
yang dijalankan pada tiga fungsi sekaligus; Pertama, dalam menyiapkan generasi
muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam anggota masyarakat di
masa depan. Kedua, mentransfer maupun memindahkan pengetahuan yang sesuai
dengan peranan kehidupan yang diharapkan, dan Ketiga, mentransfer nilai-nilai
dalam rangka untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai
prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban.
Di sisi lain, bangsa Indonesia dihadapkan dengan bangsa asing. Menurut
Ki Hadjar Dewantara, bergaul dengan kebudayaan-kebudayaan asing adalah
merupakan jalan menuju ke arah kemajuan bangsa dan negara. Oleh karena itu
hendaknya bangsa Indonesia harus memiliki metode tertentu untuk mencapai

5
kemajuan tetapi tetap didasari kepribadian Indonesia. Pemikirannya sangat
relevan sebagai sebuah terobosan dalam membangun pendidikan saat ini yang
dalam keadaan kritis. Semboyannya yang terkenal ialah tut wuri handayani (di
belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah menciptakan
peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sung tulada (di depan memberi teladan).
Bagian depan dari semboyannya, tut wuri handayani, menjadi slogan Departemen
Pendidikan Nasional (Dewantara, Ki Hajar 1977.hal.215.) Ketiga semboyan ini
apabila kita maknai serta hayati bersama merupakan akar dan ujung tombak dari
peran serta guru dalam menjalankan roda pendidikan nasional. Semboyan ini
sejalan dengan yang diutarakan oleh Abidin (2015) bahwa tugas dan fungsi guru
didalam kelas tidak hanya transfer knowladge, melainkan inti dari tugas guru
adalah mengembangkan, mengarahkan, dan memberimotifasi. Makna ing ngarsa
sung tulada (di depan memberi teladan) seyogianya dimaknai sebagai guru
mampu memberikan contoh yang baik dalam berbagai dimensi. Semboyan ini
memberikan rambu-rambu kepada kita bahwa sebagai guru harus mampu ampil
sebagai sosok teman atau sahabat yang baik ditengah-tengah siswa. Apalagi
apabila kita berbicara mengenai pendidikan dasar atau lebih spesifik kepada
pendidikan sekolah dasar. Anakanak terkadang jauh lebih peka dibandingkan
dengan orang dewasa. Anakanak adalah peniru/imitator ulung. Apa yang dia lihat
dan dia dengan apalagi apabila muncul dari sosok yang bisa dikatakan dijadikan
sebagai panutan, maka apapun yang keluar dari sosok panutan itu adalah akan
dijadikan sebagai acuan. Berikutnya adalah tut wuri handayani, tentunya
selayaknya seorang guru harus senantiasa memberikan motivasi positif kepada
seluruh siswanya. Hakikatnya manusia mempunyai kebutuhan lain, yakni salah
satunya adalah motivasi.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, disusun rumusan masalah sebagai
berikut.
1. Apa hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD yang dapat
dilihat pada budaya daerah?
2. Hal postif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di kelas/sekolah ?

6
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diidentifikasikan tujuan
penulisan yaitu :
1. Hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD yang dapat
dilihat pada budaya daerah?
2. Hal postif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di kelas/sekolah ?

BAB II

7
PEMBAHASAN

A. Hal-hal positif yang dipelajari dari pemikiran KHD


1. Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tempat persemaian
benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. KHD memiliki keyakinan
bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradab maka
pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan
dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan
yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara yang begitu melekat yaitu dipaparkan
sebagai berikut:
a. Menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sehingga anak dapat
mencapai titik keselamatan dan kebahagian yang setinggi - tingginya.
Dalam hal ini menuntun bukan pada kodrat dasarnya tapi menuntun untuk
memperbaiki tingkah lakunya. 
b. Dalam menuntun ini, pendidik diibaratkan petani yang menanam padi.
Dalam menanam padi menjadi beras yang unggul petani akan memiliki
berbagai cara dan akan sabar mengurusnya.Sama halnya dengan pendidik
dalam kegiatan pembelajaran guru harus memiliki banyak cara ,bersabar
dan ikhlas untuk dapat menghasilkan generasi atau anak yang baik.
c. Pendidikan yang berupaya memenuhi kodrat kebutuhan tumbuh kembang
anak.Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantar Bahwa yaitu "
Menghamba pada anak " Pokoknya pendidikan harus terletak di dalam
pangkuan ibu bapak karena hanya dua orang inilah yang dapat "berhamba
pada sang anak" dengan semurni-murninya dan se-ikhlas-ikhlasnya, sebab
cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak
terbatas (Karya Ki Hajar Dewantara, Pendidikan, halaman 382)
.Menghamba ini bukan berarti dapat diperlakukan semena- menanya ,tapi
pendidikan harus berorientsi pada kebutuhan anak sehingga anak dapat
berkembang sesuai dengan minat dan bakatmya.

8
d. Budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak
pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan
tenaga/semangat.Budi pekerti yang dimaksud adalah bahwa pendidikan
bisa memanusikan manusia menuju perbuatan yang baik.
e. Bermain merupakan kodrat anak. menurut KHD, Permainan anak itulah
pendidikan. Ki Hajar Dewantara (Pendidikan, halaman 241). Dalam hal
ini pendidik harus memahami bahwa kodrat anak adalah bermain
sehingga pembelajaran bisa diintegraskan dengan bermain sambil belajar
atau belajar sambil bermain.

Peran Pendidik diibaratkan seorang Petani atau tukang kebun yang tugasnya


adalah merawat sesuai kebutuhan dari tanaman-tanamannya itu agar tumbuh dan
berbuah dengan baik, tentu saja beda jenis tanaman beda perlakuanya. Artinya
bahwa kita seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk  kebutuhan metode
belajar siswa yang berbeda-beda (berorientasi pada anak). Kita harus bisa
memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan ide, berfikir kreatif,
mengembangkan bakat/minat siswa (merdeka belajar), tapi kebebasan itu bukan
berarti kebebasan mutlak, perlu  tuntunan dan arahan dari guru supaya anak tidak
kehilangan arah dan membahayakan dirinya.

KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka dan mengikuti
perkembangan zaman yang ada namun tidak semua yang baru itu baik, jadi
perlu diselaraskan dulu. Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang
dapat dijadikan sebagai sumber belajar. KHD menjelaskan bahwa dasar pendidikan
anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan
dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman
berkaitan dengan isi dan irama. Artinya bahwa setiap anak sudah membawa sifat
atau karakternya masing-masing, jadi sebagai guru kita tidak bisa menghapus sifat
dasar tadi, yang bisa dilakukan adalah menunjukan dan membimbing mereka agar
muncul sifat-sifat baiknya sehingga menutupi/mengaburkan sifat-sifat jeleknya.

2. Profil pelajar Pancasila yaitu sebagai berikut:

9
a) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia
Pelajar Indonesia yang berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak
dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pelajar Pancasila
memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan
pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Elemen kunci beriman,
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia adalah
akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada
alam, dan akhlak bernegara.
b) Berkebinekaan global
Pelajar Indonesia mempertahankan kebudayaan luhur, lokalitas, dan
identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan
budaya lain. Perilaku pelajar Pancasila ini menumbuhkan rasa saling
menghargai dan memungkinkan terbentuknya budaya baru yang positif
dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen kunci
berkebinekaan global adalah mengenal dan menghargai budaya,
kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama,
dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
c) Gotong-royong
Pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong royong, yaitu kemampuan
pelajar Pancasila untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama
dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar,
mudah dan ringan. Elemen kunci gotong royong adalah kolaborasi,
kepedulian, dan berbagi.
d) Mandiri
Pelajar Indonesia adalah pelajar mandiri, yaitu pelajar Pancasila yang
bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci
mandiri adalah kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dan regulasi
diri.

e) BernalarKritis
Pelajar yang bernalar kritis adalah pelajar Pancasila yang mampu secara
objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif,
membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis
informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya.

10
Elemen kunci bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi
dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi
pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil keputusan.
f) Kreatif
Pelajar yang kreatif adalah pelajar Pancasila yang mampu memodifikasi
dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan
berdampak.

3. Hal-hal positif yang telah dipelajari dari pemikiran KHD pada budaya
daerah
a. Pendidikan itu adalah benih-benih kebudayaan yang dapat mengantarkan
murid pada budi pekerti (olah cipta, olah rasa, olah karsa dan olahraga) yang
luhur serta kebijaksanaan.
Pemikiran positif ini dapat dilihat pada budaya di daerah kami yang
terdapat di sekolah yaitu:
 menerapkan 5S (senyum, sapa, salam, sopan santun)
 berdoa bersama
 Imtak baca Quran
 Menyanyikan lagu wajib Nasional
 Litrasi 15 Menit sebelum dimulai pembelajaran
 Kebersihan dan kesiapan kelas
 Budaya buat Kontrak/kesepakatan belajar diawal pertemuan pertama
 Langkah-Langkah Penerapan 5R (5S) di Tempat Praktik: Ringkas
(Memilah barang yang diperlukan & yang tidak diperlukan), Rapi
(Menata/mengurutkan peralatan/barang berdasarkan alur proses kerja),
Resik (Membersihkan tempat kerja dari semua kotoran, debu dan
sampah), Rawat (Mempertahankan 3 kondisi di atas dari waktu ke
waktu), Rajin.
 Melestarikan budaya lokal membuat video lagu daerah
 Pada Hari2 tertentu berbusana pakaian daerah
 Pentas seni diambil dari berberbagai daerah

11
Budaya-budaya positif yang sudah menjadi budaya wajib di sekolah adalah
mampu mengarahkan peserta didik untuk melakukan olah cipta, olah rasa,
olah karsa dan olah raga menuju murid yang bahagia dan bijaksana.

b. Pendidikan itu adalah taman bermain (kodrat anak adalah bermain).


Pemikiran ini dapat dilihat pada konteks budaya di daerah Ogan
Komering Ulu Timur dimana murid cenderung suka bermain baik
melakukan permainan tradisional dan atau permainan berbasis digital.
Potensi ini dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran yaitu
pembelajaran berbasis permainan.
c. Trilogi Pendidikan. Pemikiran positif dari Ki Hadjar Dewantara yang
dikenal dengan Trilogi Pendidikan, yaitu: Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing
Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani. Trilogi ini berusaha
diterapkan oleh pendidik/rekan sejawat dalam proses pembelajaran.
Pendidik berusaha memberikan teladan yang baik jika berada di depan,
memberikan semangat Ketika berada di tengah dan memberikan dorongan
Ketika berada di belakang.

Budaya daerah yang ada di kabupaten OKU Timur yaitu

Kesenian dan Adat Istiadat serta kebudayaan penduduk Asli OKU TIMUR
masih kental dengan kebiasaan turun temurun dari nenek moyang mereka
sebagai salah satu contoh adat perkawinan di Kab.OKU TIMUR terdapat
empat jenis perkawinan :

1. Perkawinan rasan tuha angkat gawi;


2. Perkawinan rasan tuha takat padang;
3. Perkawinan sibambang (kawin lari);
4. Perkawinan ngakuk anak (mengambil anak).

Serta beberapa jenis tarian yang dikenal akrab oleh penduduk OKU TIMUR
antara lain :

12
1. Tari Minur (Diperagakan oleh kaum wanita yang sudah menikah);
2. Tari Sabai (Diperagakan oleh pria dan wanita maknanya untuk
kegembiraan).

Pemberian Gelar atau Adok (Julukan) di daerah komering diberikan menurut


kedudukannya di masyarakat :

1. Kedudukan Bangsawan (bila dia laki-laki diberi gelar yakni DALOM untuk
anak cucu tua);
2. MANGKU untuk anak laki-laki di bawah DALOM;
3. MENTERI untuk anak laki-laki di bawah MANGKU;
4. PRABU untuk anak tua – cucung tua;
5. RADEN untuk dibawah PRABU-adiknya;
6. RATU untuk gelar dibawah RADEN;
7. BUNGSU untuk anak paling akhir.

4. Sepakati satu hal positif dari pemikiran KHD yang akan diterapkan di
kelas/sekolah Anda?
   
Hal positif yang akan diterapkan di sekolah, adalah Membuat dan
menyusun Kesepakatan/ Kontrak Belajar dikalas diawal dan Akhir jamnya
membuat refleksi. Kami memilih Membuat dan menyusun Kesepakatan/
Kontrak Belajar dikalas diawal dan Akhir jamnya membuat refleksi karena
merupakan salah satu pemikiran KHD tentang merdeka belajar.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Budaya-budaya positif yang sudah menjadi budaya wajib di sekolah adalah


mampu mengarahkan peserta didik untuk melakukan olah cipta, olah rasa, olah

13
karsa dan olah raga menuju murid yang bahagia dan bijaksana. Selain itu ada juga
budaya-budaya positif dari pemikiran KHD yang ada di daerah kabupaten OKU
Timur terdiri dari 3 macam yaitu adat perkawinan, tarian dan pemberian gelaran
atau adok.

B. Saran
Diharapkan dapat memberikan gambaran tentang kebudayaan yang ada di
daerah kabupaten OKU Timur. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan kita tentang desain kerangka pemikiran KHD yang sesuai
dengan Budaya didaerah OKU Timur untuk membangun dunia pendidikan yang
berkembang dan maju.

DAFTAR PUSTAKA

Depertemen pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Indonesia, Jakarta:Pusat


Bahasa.

14
Harahap, Hah. dan Bambang Sokawati Dewantara, Ki Hadjar Dewantara dan
Kawan-kawan, Ditangkap, Dipenjara, dan Diasingkan, Jakarta: Gunung Agung,
1980.
http://www.okutimurkab.go.id/budaya-daerah Salemba Empat
Ki Hariyadi, Ki Hadjar Dewantara sebagai Pendidik, Budayawan, Pemimpin
Rakyat, dalam Buku Ki Hadjar Dewantara dalam Pandangan Para Cantrik dan
Mantriknya, Yogyakarta: MLPTS, 1989.

15

Anda mungkin juga menyukai