Disusun oleh :
Kelompok 1
1. Santi Purwanti (221641032)
2. Dzela Putri Priatna (200641101)
3. Siti Haniyah ( 200641019)
Kelas : SD.20A
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Pedagogik yang berjudul ‘‘KONSEP DASAR DAN ILMU
PENDIDIKAN”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermamfaat
bagi kita semua khususnya bagi pembaca sekalian.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan suatu masyarakat sangat bergantung pada kondisi
pendidikan masyarakatnya sebagai potensi pendidikan di wilayah tersebut.
Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang,
keluarga, maupun bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa
banyak ditentukan oleh maju mundurnya pendidikan bangsa itu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar rasional landasan ilmu pendidikan itu ?
2. Bagaimana landasan-landasan yang terdapat pada ilmu pendidikan ?
3. Bagaimanakah penerapan dari berbagai landasan ilmu pendidikan
dalam praktik pendidikan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui penjelasan dari konsep dasar rasional landasan ilmu
pendidikan
2. Mengetahui penjelasan berbagai landasan-landasan ilmu pendidikan
3. Mengetahui penjelasan mengenai penerapan landasan ilmu pendidikan
dalam praktik pendidikan.
4
BAB II
2003) menjelaskan istilah Pedagogy atau pendidikan dalam dua hal, yang
pertama pendidikan adalah seni, praktek, atau profesi pengajaran. Kedua,
pendidikan adalah ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan
dengan prinsip-prinsip dan metode mengajar, pengawasan dan
pembimbingan peserta didik. Kegiatan mendidik diartikan sebagai upaya
membantu seseorang untuk menguasai aneka pengetahuan, ketrampilan,
sikap, nilai yang diwarisi dari keluarga dan masyarakat (Arif Rohman,
2011:5).
Dalam rangka menghadapi era disrupsi abad 21 dan revolusi industri
4.0 seorang pendidik dituntut untuk mampu beradaptasi menghadapi
perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuam yang luar biasa sehingga
diperlukan pendidik yang mampu bersaing bukan hanya kepandaian tetapi
kreativitas dan kecerdasan bertindak. Guru yang kompeten adalah guru
yang menguasai softskill atau pandai berteori saja, melainkan juga
kecakapan hardskill. Adanya keseimbangan kompetensi tersebut
menjadikan guru sebagai agen perubahan mampu menyelesaikan masalah
pendidikan atau pembelajaran yang dihadapi sebagai dampak kemajuan
zaman. Pendidik yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah
pendidik yang profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan
memiliki kompetensi-kompetensi antara lain kompetensi profesional,
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial yang
berkualitas dan seimbang antara softskill dan hardskill.
asumsi yang bersifat umum tentang pendidikan yang harus dipilih dan
diangkat oleh tenaga kependidikan sehingga menjadi cara pandang dan
bersikap dalam rangka melaksanakan tugasnya
Landasan adalah fondasi atau dasar tempat berpijaknya sesuatu.
Sedangkan landasan pendidikan adalah asumsi- asumsi yang menjadi dasar
pijakan atau titik tolak dalam pelaksanaan pendidikan dan atau studi
pendidikan. Adapun penjelasan mengenai landasan-landasan pendidikan
yakni:
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pendidikan adalah pandangan-pandangan yang
bersumber dari filsafat pendidikan mengenai hakikat manusia, hakikat
ilmu, nilai serta perilaku yang dinilai baik dan dijalankan setiap lembaga
pendidikan. Filosofis artinya berdasarkan filsafat pendidikan (Umar &
Sulo 2010: 97).
Dalam pendidikan yang menjadi pokok utama adalah manusia,
maka landasan filosofis pendidikan adalah untuk menjawab apa
sebenarnya hakikat manusia. Berdasarkan sudut pandang pedagogik,
sebagaimana dikemukakan oleh M.J Langeveld (1980) pendidikan
berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak atau
orang yang belum dewasa dalam suatu lingkungan. Anak atau orang
yang belum dewasa adalah sebagai sesuatu “kemungkinan” yang pada
dasarnya baik. Menurut Langeveld dalam perjalanannya manusia bisa
menjadi baik atau tidak baik, sehingga pendidikanlah yang memiliki
andil untuk menjadikannya baik.
Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang
bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam rangka praktek
pendidikan dan atau studi pendidikan. Landasan filosofis bersumber
dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut
keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai,
hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
Ditinjau dari sudut pandang filsafat, kualitas ilmu pengetahuan pada
umumnya tersusun atas tiga lapis, yaitu lapisan abstrak, potensi-teoritis,
7
YME dan potensi untuk berbuat baik, potensi untuk mampu berpikir
(cipta), potensi berperasaan (rasa), potensi berkehendak (karsa), dan
memiliki potensi untuk berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia
memiliki aspek individualitas, sosialitas, moralitas, keberbudayaan, dan
keberagaman. Implikasinya maka manusia itu berinteraksi atau
berkomunikasi, memiliki historisitas, dan dinamika.
Agar manusia mampu menjadi khalifah yang baik maka
memerlukan pendidikan. Pendidikan harus berfungsi memanusiakan
manusia. Pendidikan adalah humanisasi, sebagai humanisasi,
pendidikan hendaknya dilaksanakan untuk membantu perealisasian atau
pengembangan berbagai potensi manusia yaitu potensi untuk mampu
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berbuat baik, hidup sehat,
potensi cipta, rasa, karsa dan karya. Semua itu harus dikembangkan
secara menyeluruh dan terintegrasi dalam konteks kehidupan
keberagamaan, moralitas, individualitas, sosial dan kultural.
Dalam landasan religius, anak merupakan amanah sekaligus karunia
Tuhan YME, yang harus dijaga dan dibina karena dalam dirinya melekat
harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung
tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang
termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan konvensi Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) tentang hak-hak anak. Anak memerlukan
pendidikan akhlak yang baik dalam proses tumbuh kembangnya.
Jamaluddin (2012) memaparkan bahwa peran orangtua sangat penting
dalam membentuk kepribadian anak pada masa yang akan datang.
Dalam rangka pencapaian pendidikan, setiap agama berupaya untuk
melakukan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan
seimbang, karena dengan terbinanya seluruh potensi manusia secara
sempurna diharapkan ia dapat melakukan fungsi pengabdian sebagai
khalifah di muka bumi. Potensi-potensi yang harus dibina meliputi
seluruh potensi yang dimiliki, yaitu potensi spiritual, kecerdasan,
perasaan dan kepekaan. Potensi-potensi tersebut merupakan kekayaan
dalam diri manusia yang berharga. Untuk itu, diperlukan pendidikan
20
BAB III
PEMBAHASAN
Dalam hal ini pendidikan juga demikian. Hasil studi Political and
Economical Risk Consultancy (PERC) pada tahun 2001, mendudukan Indonesia di
urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Dalam hal ini, seperti Malaysia, Singapura,
Brunei, Thailand, Filipina dan sebagainya, tingkat atau kualitas dari pendidikannya
masih berada di atas Indonesia. Yang artinya bahwa kondisi pendidikan di
Indonesia tidak saja terpuruk di tingkat dunia saja melainkan pada tingkat asiapun
pendidikan di Indonesia tidak bisa berbuat banyak karena hanya menempati posisi
ke-12 dari 12 negara atau berada pada urutan terakhir. Fakta ini memang merupakan
25
sesuatu yang perlu adanya perhatian bukan hanya perhatian pemerintah melainkan
perhatian dari setiap individu warga negara. Sudah lebih dari setengah abad
perjalanan negri ini masih dikatakan tertinggal. Dimana negara-negara lain sudah
menikmati hasil-hasil SDM sebagai produk sistem pendidikan yang bermutu.
Sedangkan di Indonesia masih sibuk dengan mewawancarai akan seperti apa
pendidikan yang bermutu itu.
BAB IV
(Made, 1997)Kesimpulan :