Semester/SKS : 3E/3SKS
Disusun oleh:
Kelompok 9
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena dengan rahmat
dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Nilai
dan Moral ini yang berjudul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI
DALAM PEMBELAJARAN” dengan tepat waktu. Tanpa bantuan-Nya
tidak mungkin makalah ini berada di tangan para pembaca. Tak lupa kami
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dosen Edi Siswanto, S.Pd., M.Pd. dan Bapak Dosen Dr.
Darsono, M.Pd. yang sudah memberi bimbingan dalam
menyelesaikan makalah ini.
2. Rekan-rekan yang sudah memberikan masukan, kritik, dan saran.
3. Orang tua yang sudah memberikan semangat.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................. 4
PEMBAHASAN .................................................................................................. 4
Penilaian akhir dilakuakn oleh pengajar dengan memerhatikan skor yang dimiliki
oleh siswa .......................................................................................................... 32
BAB III.............................................................................................................. 34
PENUTUP ......................................................................................................... 34
iii
Kesimpulan........................................................................................................ 34
Saran ................................................................................................................. 34
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
memelihara nilai-nilai itu sendiri. Bagi nilai seseorang itu dikategorikan
buruk maka dengan pendidikan bisa nilai itu menjadi baik.
Rumusan masalah
2
Tujuan penulisan
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Keluarga dan sekolah akhir-akhir ini pada umumnya tidak dapat
berperan sepenuhnya dalam pembinaan moral sehingga pembinaan moral
saat ini (di lembaga formal, nonformal, dan informal) merupakan sesuatu
yang tidak bisa ditawar lagi.
Nilai yang paling mendasar adalah nilai yang membuat kita hidup,
yaitu nilai kehidupan (living values). Dalam filsafat aksiologi, nilai
memiliki dua aliran utama, yaitu objektivisme dan subjektivisme. Aliran
objektivisme memandang bahwa nilai ada dengan sendirinya, tanpa
manusia menilainya sekalipun. Nilai ada dan melekat pada benda atau
materi. Adapun aliran subjektivisme memandang bahwa nilai ada karena
manusia menilainya.
5
Berdasarkan aspek yuridis tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan nilai adalah nilai pendidikan, dengan nilai kehidupan lebih
bermakna. Dengan demikian, pendidikan nilai di Indonesia meliputi :
Sumber daya manusia dalam hal ini peserta didik berkaitan erat dengan
pendidikan karena di mana ada manusia, di sana ada pendidikan.
6
pengajaran dan pelatihan. Definisi tersebut merupakan definisi pendidikan
dalam arti sempit sebab hanya dibatasi pada pengajaran dan pelatihan.
Artinya, proses pendidikan terjadi dari orang dewasa terhadap orang yang
belum dewasa.
7
keterampilan yang perlu dimiliki oleh setiap warga negara yang
menjunjung demokrasi.
8
Untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu “memanusiawikan manusia”
pada dasarnya diperlukan keseimbangan perkembangan pendidikan yang
meliputi aspek kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
9
2. Arah Pembelajaran Pendidikan Nilai
10
Kini program pendidikan nilai seolah-olah tercerai dari induknya.
Program pendidikan nilai dianggap mata pelajaran khusus yang ber-
singgungan dengan agama, sosial, filsafat, atau humaniora. Pada tataran
praksisnya, transformasi nilai-nilai moral dari pendidik kepada peserta
didik harus berdasarkan rujukan yang jelas, teruji, dan dapat diper-
tanggungjawabkan. Rujukan nilai moral tersebut tidak cukup berdasarkan
nilai-nilai moral kemasyarakatan (nilai-nilai insaniah), tetapi harus
memerhatikan pula nilai-nilai dunia metafisika atau nilai-nilai
transendental, yang dalam istilah Immanuel Kant dikenal dengan istilah
“ilusi transenden” (a transcendental illution). Nilai-nilai transendental
tersebut dalam konteks agama kita, yakni sumber ajaran Islam berupa
nilai-nilai ilahiah.
Fungsi dan peran agama (perbandingan dengan ilmu), antara lain sebagai
berikut :
11
pikiran pemiliknya. f. Selalu menenangkan jiwa
pemiliknya yang tulus.
12
Ada beberapa pendekatan dalam proses pengalihan nilai (transfer of
values) dari pendidik kepada peserta didik, antara lain sebagai berikut.
Saat ini sumber kegelisahan dan penyakit orang modern berawal dari
pengetahuan yang satu tercerai dari pengetahuan yang lain. Ilmu tercerai
dari moral, ilmu tercerai dari seni, moral tercerai dari seni, dan seterusnya.
Pengetahuan yang tidak utuh akan menghasilkan manusia yang tidak utuh
pula. Untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan metode khusus agar
tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
13
2. Metode Pembelajaran Nilai di Sekolah
14
3. Strategi dan Teknik Pembelajaran Pendidikan Nilai di Sekolah yang
Efektif
15
Di samping itu, untuk mewujudkan masyarakat sekolah yang beradab,
berbudi, dan menjunjung tinggi nilai, harus didukung oleh budaya
lingkungan (sekolah) yang berbasis nilai.
Teknik atau cara untuk mewujudkan budaya sekolah berbasis nilai melalui
tahapan berikut.
16
Untuk membangun sekolah berbasis nilai yang kondusif, diperlukan
sarana prasarana pendukung, antara lain sebagai berikut.
a. Adanya pembekalan untuk meningkatkan kualitas guru, adanya
kesamaan visi dan misi dalam merealisasikan pendidikan.
b. Pada tataran praksisnya harus ada komitmen bersama yang
terumuskan secara jelas, sederhana, dan operasional. Di samping
itu, bentuk komitmen juga dapat dievaluasi untuk melahirkan
komitmen baru yang lebih sesuai dengan lingkungan sekolah.
c. Memiliki orientasi khusus, yaitu terbentuknya budaya sekolah
berbasis nilai, setiap orang yang ada di lingkungan sekolah mampu
menghayati nilai-nilai kehidupan, terciptanya pola kehidupan di
lingkungan sekolah yang berkualitas.
d. Adanya tindak lanjut sebagai langkah untuk: (1) menciptakan
pembaharuan dan peneguhan; (2) menjaring keterlibatan orangtua
dan masyarakat, agar orang yang berada di luar sekolah pun
mempunyai rasa memiliki (sense of belonging); (3) membentuk
bimbingan yang berkelanjutan; (4) menjalin komunikasi yang
positif; (5) membentuk up date soft skill dan keterampilan hidup.
17
Evaluasi pada ranah/domain kognitif berkaitan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri atas pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
dan analisis. Pendidik mengevaluasi peserta didiknya yang mencakup
pengetahuan, pemahaman, dan analisis mereka terhadap materi
pelajaran.
18
dan konkret. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di
antaranya: mengubah, menghitung, mendemonstrasikan,
mengungkapkan, mengerjakan dengan teliti, menjalankan,
memanipulasikan, menghubungkan, menunjukkan,
memecahkan, dan menggunakan.
19
sedemikian rupa sehingga peserta didik mampu
mengembangkan kriteria atau patokan untuk mengevaluasi
sesuatu. Kata kerja operasional yang dapat digunakan di
antaranya: menilai, membandingkan, memper-tentangkan,
mengkritik, membeda-bedakan, mempertimbangkan kebenaran,
menyokong, menafsirkan, dan menduga.
20
satu cara. Penekanannya pada kemauan peserta didik untuk
menjawab secara sukarela, membaca tanpa ditugaskan. Kata
kerja operasional yang dapat digunakan di antaranya:
menjawab, membantu, memper-memberi nama, menunjukkan,
mempraktikkan, me-ngemukakan, membaca, melaporkan,
menuliskan, memberi tahu, dan mendiskusikan.
21
Misalnya, senang pada pelajaran dimaknai positif, sedangkan
kecemasan dimaknai negatif. Jika intensitas dan arah perasaan ditinjau
bersama-sama, karakteristik afektif berada dalam skala yang kontinum.
Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari
perasaan. Jika kecemasan merupakan karakteristik afektif yang
ditinjau, ada beberapa kemungkinan target. Peserta didik mungkin
bereaksi terhadap sekolah, matematika, situasi sosial, atau
pembelajaran. Setiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan.
Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang, tetapi kadang-
kadang tidak diketahui. Peserta didik sering merasa cemas jika
menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa
target kecemasannya adalah tes.
22
Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa
Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran bahasa Inggris dibandingkan dengan sebelum mengikuti
pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Oleh
sebab itu, pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik
terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2) Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah disposisi yang terorganisasi
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh
objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan
perhatian atau pencapaian. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan
hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang
memiliki intensitas tinggi.
23
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang
diberikan pendidik;
h. menjadi bahan pertimbangan menentukan program sekolah;
i. meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
3) Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan
individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target,
arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif
yang lain. Target konsep diri biasanya orang, tetapi dapat pula institusi
seperti sekolah. Arah konsep diri dapat positif atau negatif.
Intensitasnya dapat dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu
mulai dari rendah sampai tinggi.
24
f. Dapat digunakan untuk acuan menyusun bahan ajar dan
mengetahui standar input peserta didik.
g. Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti
pembelajaran.
h. Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
i. Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
j. Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
k. Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
l. Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap
peserta didik.
m. Mempermudah pendidik untuk melaksanakan remedial,
hasilnya dapat untuk introspeksi pembelajaran yang dilakukan.
n. Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
o. Peserta didik mampu menilai dirinya.
p. Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
q. Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.
4) Nilai
Rokeach (1968) mengemukakan bahwa nilai merupakan suatu
keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap
baik dan yang dianggap buruk. Selanjutnya, dijelaskan bahwa sikap
mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek
spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.
Target nilai cenderung menjadi ide. Target nilai dapat pula berupa
sesuatu, seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat
negatif. Selanjutnya, intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah
bergantung pada situasi dan nilai yang diacu.
25
Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973: 7), yaitu
nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh
individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan.
5) Moral
Piaget dan Kohlberg sering membahas perkembangan moral anak.
Akan tetapi, Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara
judgement moral dan tindakan moral. Ia hanya mempelajari prinsip
moral seseorang melalui penafsiran respons verbal terhadap dilema
hipotetikal atau dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya
seseorang bertindak.
26
b. Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai,
misalnya moral dan artistik.
c. Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang
mendapatkan perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
d. Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa negara yang
demokratis memberikan kebebasan yang bertanggung jawab secara
maksimal kepada semua orang.
27
Contoh kegiatan belajar :
- Menaati peraturan;
- Mengerjakan tugas;
- Mengungkapkan perasaan;
- Menanggapi pendapat;
- Meminta maaf atas
kesalahan;
- Mendamaikan orang yang
bertengkar;
- Menunjukkan empati;
- Menulis puisi;
- Melakukan renungan;
- Melakukan introspeksi.
28
membaca novel.
29
Evaluasi dalam bentuk ranah psikomotor mencakup gerakan
refleks, keterampilan gerakan dasar, dan kemampuan perseptual.
Secara faktual, bentuk penilaian pendidikan saat ini masih belum
seimbang dalam pola mengembangkan potensi peserta didik. Penilaian
terhadap peserta didik hanya ditinjau dari satu aspek, yaitu aspek
kognitif. Hal itu terbukti dengan adanya standar kelulusan yang
diberlakukan pada Ujian Nasional (UN) yang hanya tertuju pada aspek
kognitif.
30
Dilihat dari cara berpikir, kemampuan berpikir tingkat tinggi dibagi
menjadi dua, yaitu kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir
kreatif. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan
memberikan rasionalisasi terhadap sesuatu dan mampu memberikan
penilaian terhadap sesuatu tersebut. Adapun kemampuan berpikir
kreatif adalah kemampuan melakukan generalisasi dengan
menggabungkan, mengubah, atau mengulang kembali keberadaan ide-
ide tersebut.
a. Penilaian Kognitif
31
b. Penilaian Afektif
No Nama Mengemukakan Kerja Disiplin Skor Nilai
Pendapat Sama
c. Penilaian Psikomotor
No Kelompok Identifikasi Hasil Jumlah Nilai
Masalah Pengamatan Skor
32
kritis. Aktivitas seperti ini sering disebut sebagai kemampuan
membaca atau kemampuan kognisi.
b. Ranah afektif berhubungan dengan sikap dan minat/motivasi
siswa untuk membaca. Misalnya, sikap positif terhadap
kegiatan membaca atau sebaliknya, gemar membaca, malas
membaca, dan lain-lain.
c. Ranah psikomotor berkaitan dengan aktivitas fisik peserta didik
ketika melakukan kegiatan berhitung.
33
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
35