Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN SEBAGAI PELESTARIAN NILAI


DAN PERUBAHAN SOSIAL
Mata Kuliah Pengantar Filsafat Ilmu Pendidikan
Dosen Pengampu Sarwandi, M.Pd.T

Disusun Oleh :

1. ELIFATA ZEBUA NPM: 21210007


2. ASIRELI TELAUMBANUA NPM: 21210008
3. HIASINTA HELTI LAIA NPM: 21210017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BUDI DARMA
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Filsafat Ilmu Pendidikan, dengan judul: “Pendidiakn
Sebagai Pelestarian Nilai dan Perubahan Sosial”.

Kami mengetahui bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dan juga kami sangat berterima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah ini
yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak untuk dapat kami pedomani dalam pembuatan karya-karya ilmiah dimasa yang akan
datang. Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah
wawasan kita mengenai ilmu filsafat pendidikan khusunya pelestarian nilai dan perubahan
sosial.

Medan, 25 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 2


A. Pengetian Pendidikan ...................................................................................... 2
B. Pendidikan Sebagai Pelestarian Nilai ............................................................. 2
C. Pengertian Perubahan Sosial ........................................................................... 5
D. Pendidikan Sebagai Agen Perubahan Sosial ................................................... 5
E. Paradigma Pendidikan .................................................................................... 6
F. Pengembangan Nilai baru dalam Paradigma Pendidikan Nasional
Ke depan ......................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 15


A. Kesimpulan ..................................................................................................... 15
B. Saran ............................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman modern ini, manusia tak lepas dari unsur pendidikan. Pendidikan dinilai
sebagai pengembangan aspek pengetahuan manusia untuk dikehidupannya sehari-hari.
Bukan hanya aspek pengetahuan, pendidikan juga berfungsi sebagai pelestarian nilai-
nilai/norma yang sudah ada sejak zaman nenek moyang.
Semakin berkembangnya kecerdasan manusia dari masa ke masa, perubahan social-
nya semakin pesat dengan pengaruh perkembangan IPTEK tanpa ada pertimbangan norma-
norma yang ada. Maka dari itu perlu adanya pemilahan-pemilahan agar tidak ada
kecenderungan salah persepsi.
Lalu, bagaimana pendidikan dapat melestarikan nilai-nilai yang ada? Apasaja yang
dapat mempengaruhi perubahan-perubahan social seiring dengan berkembangnya
kecerdasan manusia yang semakin hari semakin pesat, Lalu, apa saja pengembangan nilai
baru dalam Paradigma Pendidikan Nasional Ke depan?
Dari subjek-subjek pertanyaan tersebut, kami akan mencoba membahasnya dalam
makalah kami yang berjudul “Pendidikan Sebagai Pelstarian Nilai dan Perubahan Sosial”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan?
2. Apa makna pendidikan sebagai pelestarian nilai?
3. Apa pengertian dari perubahan sosial?
4. Bagaimana Pengembangan nilai pendidikan nasional di masa depan?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui arti pendidikan.
2. Mengetahui makna pendidikan sebagai pelestarian nilai.
3. Mengetahui arti dari perubahan sosial.
4. Mengetahui paradigma nilai dari pendidikan nasional di masa depan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam arti luas adalah seluruh proses hidup dan kehidupan manusia itu
adalah proses pendidikan. Segala pengalaman sepanjang hidupnya memberikan pengaruh
pendidikan baginya.
Pendidikan dalam arti sempit yaitu pendidikan hanya mempunyai fungsi terbatas
yaitu memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup kepada generasi yang sedang tumbuh,
yang dalam praktiknya identik dengan pendidikan formal di sekolah dalam situasi dan
kondisi serta lingkungan yang serba terkontrol.
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan
kemanusiaannya, dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta
dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar menjadi manusia yang sadar dan
bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia sesuai dengan hakikat dan
ciri-ciri kemanusiaannya. Pendidikan berarti usaha yang disengaja dan terencana untuk
merealisasikan ide-ide itu untuk menjadi kenyataan dalam tindakan, tingkah laku
pembinaan kepribadian. Pendidikan juga berarti suatu aktifitas sosial yang memungkinkan
masyarakat tetap ada dan berkembang.
Pendidikan adalah sebagai proses rekayasa sosial (Social Reengenering Process)
sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut - kembangkan
peradaban, artinya pendidikan selain berperan besar dalam mendorong perkembangan
kemajuan IPTEK, juga tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga dan pelestari nilai tujuan
hidup manusia, yakni sebagai insan yang bukan hanya harus cerdas mengatasi tuntutan
dunia material bagi kebutuhan jasmaniah-ragawi, tetapi juga cemerlang dalam memahami,
mendalami keluruhan makna hidup sebagai makna manusia sebagai spiritual dan sosialisasi.
Kehidupan manusia dalam memenuhi kehidupannya, semata-mata karena memenuhi
kebutuhan hajat dasar, yakni sekedar berupaya melepas diri dari ancaman bencana yang
menghantui keamanan dan kesejahteraan hidup oleh karena perubahan lingkungan. Oleh
karena itu, ditengah kemelut dunia dan krisis panjang kehidupan, sebagai anak bangsa yang
mempunyai nilai leluhur harus membaca catatan sejarahnya.

B. Pendidikan Sebagai Pelestarian Nilai


Nilai merupakan prinsip-prinsip sosial, tujuan-tujuan atau standar yang dipakai dan
diterima individu, kelas, kelompok hingga masyarakat. Menurut Drijarkara nilai merupakan

2
3
hakikat sesuatu yang menyebabkan hal itu pantas dikerjakan manusia. Nilai erat kaitannya
dengan kebaikan, meski keduanya memang tak sama, bahwa sesuatu yang baik tak selalu
bernilai tinggi bagi seseorang atau sebaliknya. Nilai mengandung aspek teoritis yang
berkaitan dengan pemaknaan terhadap sesuatu secara hakiki dan praktis. Nilai berkaitan
dengan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Dan pada hakikatnya nilai itu tetap.
Menurut Plato jika manusia tau apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, maka mereka
tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan moral. Menurut Kant, kita harus
memperlakukan orang lain sebagai tujuan bukan sebagai alat. Hukum moral menyatakan
bahwa tiap manusia harus selalu melakukan sesuatu yang oleh semua manusia tindakan
tersebut wajib dilakukan dimanapun. Misalnya suatu kewajiban bagi manusia untuk berlaku
jujur, adil, ikhlas, kasih sayang, pemaaf sesama manusia. Oleh karena itu semua merupakan
kebaikan universal. Manusia memiliki nilai dan harkat kemanusiaan yang tak terbatas
sebagai makhluk manusia. Menurut objektivisme nilai itu berdiri sendiri, namun bergantung
dan berhubungan dengan pengalaman manusia. Pendidikan memiliki nilai objektif, karena
tanpa dinilai oleh manusia pun pendidikan secara inhern adalah baik. Pendidikan yang baik
sebagai nilai bagi manusia atau sebaliknya.
Apa yang dilestarikan dari nilai oleh pendidikan? Nilai itu perwujudan dari hal-hal
yang baik menurut manusia. Hal-hal yang baik itu diantaranya nilai-nilai moral, etika dan
budi pekerti, hati nurani, rasa ketaqwaan, dan lain-lain. Hal-hal yang dikatakan nilai itu
harus ditanamkan kepada generasi muda dalam proses pendidikan. Tujuannya adalah
supaya generasi muda mempertahankan dan menjaga nilai-nilai luhur yang berfungsi
sebagai kerukunan dimasyarakat.
Kaitan pendidikan dengan pelestarian nilai yaitu pendidikan berperan besar dalam
menanamkan nilai-nilai kepada generasi muda untuk melestarikan, memurnikan dan
mengidealkan kebiasaan masyarakat yang ada.
Pendidikan sebagai kata kuncinya harus dapat ditempatkan dan dimaknai sesuai
dengan cita-cita luhur kemanusiaan, yakni pendidikan yang berorientasi maju pada
penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi di satu sisi, dan tujuan hidup mulia sebagai umat
manusia dalam konteks bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan dalam makna
dasarnya sebagai upaya memanusiakan manusia dalam konteks universal, dan secara
nasional mesti berarti juga sebagai upaya meng-Indonesiakan segenap anak bangsa
Indonesia, selain tetap melestarikan nilai-nilai etniknya sendiri.
Secara konseptual dan kontekstual harus menjadi program yang utuh, fungsional
dalam rangka pembentukan karakter manusia Indonesia yang tetap memelihara nilai-
4
nilainya, yang bukan hanya cerdas dan terampil tapi juga berjiwa sehat dan berakhlak mulia.
Artinya pendidikan secara keseluruhan mampu pada masing-masing subtansi disiplin
keilmuan sendiri harus dapat mengaktualisasikan dan mengartikulasikan capaian nilai
dalam konstruks pemahaman (mental) dan perilaku diri (moral) yang diharapkan oleh cita
dan citra luhur (kultural) masyarakat dan bangsanya.
Keterkaitan antara konsep nilai, etika moral termasuk norma dan pendidikan
memetakan hubungan dan kedudukan yang tak terpisahkan, dimana konsep nilai menjadi
kerangka dasar bagi kajian moral, atau moral menjadi subtansi penting yang menempati
posisi sentral di dalam kerangka nilai, dan norma sebagai kumpulan aturan yang
keberadaannya menjadi petunjuk kemana sebuah pendidikan atau moral akan ditunjukan.
Maka moral adalah sebagai salah satu bagian dari strukturnilai, yakni termasuk dalam
cabang etika. Etika dan moral dibentuk oleh kesepakatan atas keyakinan yang mengikatnya,
yang berfungsi menjadi pedoman ekspresi nilai dan aktualisasi moral masyarakat di dalam
sebuah lingkungan budaya pendudukungnya. Etika juga sebagai materi tentang menghadapi
dan mengatasi masalah ditinjau dari berbagai alternative dan berbagai sistem nilai sebagai
bentuk prefrensi, pedoman untuk bertindak.
Moral secara harfilah berasal dari kata Mores atau Mosyang berarti adat istiadat,
kebiasaan atau cara hidup. Sedangkan dalam bahasa Yunani disebut Ethos yaitu suatu
kebiasaan, adat istiadat. Dengan latar belakang yang sama asal-usulnya, kedua istilah
tersebut yakni moral dan etika kerap menjadi sinonim dalam percakapan keseharian. Namun
para ahli membedakan konteksmya, dimana moral menekankan kepada perbuatan atau
tingkah laku manusia sedangkan etika menekankan kepada tata cara atau suatu ketentuan
yang harus diikuti atau dipedomani dalam melakukan suatu tindakan. Dengan demikian,
moral lebih dimaksudkan kepada perbuatan praksis manusia sedangkan etika dilahirkan
sebagai aturan atau norma yang memeberikan perintah moral untuk dijalankan oleh setiap
anggota komunitas pendukung sebuah sistem budaya dan peradaban.
Maka, pendidikan mengambil peran yakni cara-cara atau alat dan sistem bagi tujuan
peningkatan dan pengembangan kebudayaan yang di dalamnya telah merupakan
pengejawan tahan upaya penanaman dan pengembangan nilai-nilai yang dalam makna luas
tersebut. Dengan demikian, pendidikan secara umum dan pendidikan secara khususnya,
menduduki peran sentral dan strategis dari hajat pembangunan / pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya, baik dalam skala nasional hingga dalam dimensi yang lebih
luas/universal.
5
C. Pengertian Perubahan Sosial
Mengapa terjadi perubahan? Perubahan terjadi karena kebosanan (Hirschman,
Horton dan Hunt.1980). selain kebosanan, perubahan terjadi karena sifat dasar manusia
yang tak pernah puas dengan apa yang harus dimilikinya dan selalu berinovasi untuk
perubahan-perubahan yang menjadi kebutuhannya yang semakin meningkat seiring
berjalannya waktu.
Perubahan sosial menurut para ahli :
1. Menurut Perubahan Sosial Pembangunan
Perubahan sosial dapat mengakibatkan disorganisasi yaitu cara-cara yang lama atau
tradisional akan hilang dan tidak digunakan, kemudian cara-cara yang baru akan
berkembang tanpa menghilangkan nilai-nilai yang ada.
2. Menurut Soemardjan 1981
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan pada lembaga masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai sosial, sikap dan pola tingkah laku
antara kelompok dalam masyarakat.
3. Menurut Davis 1960
Perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi
masyarakat.
4. Menurut Laver 1989
Perubahan sosial sebagai perubahan yang terjadi dalam struktur sosial dan apa yang
dimaksud dengan struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial.
5. Menurut Cohen 1983
Perubahan sosial adalah setiap perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat atau
perubahan dalam organisasi sosial masyarakat.
Jadi kesimpulannya adalah perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada
struktur dan fungsi dalam sistem sosial, termasuk aspek kebudayaan seperti norma,
kebiasaan, kepercayaan, tradisi sikap, dan pola tingkah laku dalam masyarakat tanpa
meninggalkan nilai-nilai yang ada sejak zaman nenek moyang.

D. Pendidikan Sebagai Agen Perubahan Sosial


George S. Counts mengemukakan bahwa pendidikan akan betul-betul berperan
apabila sekolah menjadi pusat pembangunan masyarakat yang baru secara keseluruhan,
membasmi kemelaratan, peperangan, dan kesukuan. Masyarakat yang menderita kesulitan
ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantangan bagi pendidikan
untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi sosial. Tujuan
6
pendidikan yaitu menumbuhkan kesadaran terdidik yang berkaitan dengan masalah-
masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi manusia dalam skala global dan
memberi keterampilan kepada mereka untuk memiliki kemampuan untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut. Tujuan akhir pendidikan adalah terciptanya masyarakat baru
yaitu suatu masyarakat global yang saling ketergantungan.
Teori pendidikan rekonstruksionisme oleh Brameld (Kneller,1971) yaitu bahwa
pendidikan harus dilaksanakan dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan
mengisi nilai-nilai dasar budaya kita dan selaras dengan yang mendasari kekuatan-kekuatan
ekonomi dan sosial masyarakat modern. Sekarang peradaban menghadapi kemungkinan
penghancuran diri. Pendidikan harus mensponsori perubahan yang benar dalam nurani
manusia. Maka kekuatan teknologi yang sangat hebat harus dimanfaatkan untuk
membangun umat manusia bukan menghancurkannya.

E. Paradigma Pendidikan
Sebelum membahas paradigma pendidikan, mari kita bahas masalah-masalah
pendidikan nasional.
Kebijakan Pendidikan Nasional masih dikelola dengan pendekatan yang masih
positivism. Dibeberapa kajian masih bersifat makro, masalah pendidikan akan selalu
memunculkan parameter dalam bentuk arus murid, angka partisipan untuk jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Angka kelulusan angka drop out, pencapaian rata-rata NEM, dan lain-
lain. Masalah-masalah pendidikan dalam komunitas pendidikan akhirnya terkesan teknis,
sehingga penyelesaiannya sangat tergantung kepada treatmen mekanis yang diberikan.
Misal masalah peningkatan mutu pendidkan, akan selalu mendapat bantuan sarana pelatihan
para guru, penambahan dan perbaikan alat-alat sekolah, dan lain-lain. Masalah-masalah
pendidikan jarang dicermati dalam lembaga-lembaga pemerintahan maupun lembaga-
lembaga masyarakat dalam upaya peningkatan kegunaan pendidikan. Masalah-masalah
pendidikan tampaknya tak pernah diteliti sebagai kekuatan ideologi sosial yang dimiliki
oleh kekuatan besar dalam masyarakat. Karena proses pendidikan tak pernah disadari
sebagai kekuatan yang selalu dimanfaatkan oleh banyak kepentingan secara tumpang tindih.
Perubahan sosial sebagaimana tampak kecenderungannya dari masa ke masa, dapat
terjadi seperti gejala liar fenomena alam lainnya, dimana manusia sebagai mahluk alamiah
dihadapkan pada berbagai tuntutan hidup seiring perubahan alam, dan sejarah sosialnya.
Faktanya berlangsungnya eksploitasi manusia oleh manusia hingga bangsa atas bangsa lain
dan kecenderungan umum manusia memanfaatkan sumber daya alam secara semena-mena.
7
Adalah sejarah nyata yang tak dapat dibantah dan karenanya terus berlangsung sampai entah
kapan.
Perubahan sosial yang terjadi didorong kemajuan kecerdasan dalam menemukan
IPTEK telah mengantarkan perubahan spektakuler dalam cara hidup. Terjadinya perubahan
tersebut yang berlangsung kemudian secara masal dapat diterima sebagai bagian dari
kemajuan pendidikan. Karena pengembangan IPTEK pada awalnya merupakan hasil riset
di universitas, meskipun kemudian riset universitas menjadi jauh ketinggalan oleh
kompetisi bisnis yang dikembangkan dunia korporasi. Pendidikan, setidaknya punya peran
dalam menstransformasikan dasar-dasar dan hasil temuan IPTEK ke tangan manusia secara
lebih masal. Tetapi, pendidikan menjadi instrumentasi tak berjiwa ketika dibuat dan
dikembangkan oleh kepentingan teknis manusia dalam mengusasi hajat hidup sebagaimana
pantasnya dilakukan oleh kanak-kanak. Akibatnya perubahan sosial yang terjadi lebih
memberikan akses negatif, dan menjauhkan dari tujuan mulia hidup sebagai umat manusia.
Jika dari sejarah panjang kita mengenal hanya kekalahan semata di mata dunia hingga kini.
Pendidikan adalah investasi untuk menggapai kemenangan masa depan. Mengabaikan
pendidikan, sama artinya dengan membiarkan diri bangsa ini tidak tahu bagaimana
menghadapi hari depannya, dan itu adalah sebesar-besarnya kejahatan terhadap
kemanusiaan dan anak bangsanya sendiri.
Untuk menggapai perubahan yang diharapkan bagi suatu bangsa, pembangunan
pendidikan menjadi kata kuncinya. Menurut Kuntowijoyo (1997) terdapat tiga tahapan
berkenaan dengan perubahan masyarakat, yaitu:
Pertama tahap masyarakat ganda, yakni ketika terpaksa ada pemilahan antara
masyarakat madani (civil society) dengan masyarakat politik (political society) atau antara
masyarakat dengan negara. Karena ada pemilihan ini, maka dapat terjadi negara tidak
memberikan layanan dan perlindungan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Kedua tahap masyarakat tunggal, yaitu ketika masyarakat madani sudah berhasil dibangun,
dan ketiga, tahap masyarakat etis (ethical society) yang merupakan tahap akhir dari
perkebambangan tersebut”(Jalal & Supriadi, 2001:42)
Secara teoritik masyarakat terbentuk oleh karena kesadaran, sedangkan negara oleh
kepentingan, kesadaran masyarakat dan kepentingan negara, jika dibentangkan kembali di
atas nilai-nilai yang telah disepakati, sebagaimana tertuang dalam dasar dan tujuan negara
yang sesungguhnya merefleksikan keluhuran cita-cita, kultur masyarakat dan bangsa ini
yang notabene kuat beragama Islam. Tidak harus dapat kendala yang berarti dalam meneliti
pembangunan ke arah perubahan yang di cita-citakan. Untuk itu, masyarakat dan negara
sebagai konstruksi kelembagaannya dipersyaratkan mampu membangun hubungan
8
sinergik, melalui kiprah bersama membawa anak bangsa dan nasib masa depannya, kecuali
dengan pendidikan tak ada jalan lainnya. Karena perubahan yang kita harapkan adalah
perubahan kearah peningkatan mutu kehidupan, bukan perubahan tak terkendali yang tidak
kita inginkan seperti krisis dan bencana. Perubahan kearah peningkatan mutu hanya
mungkin dicapai jika bangsa ini mampu belajar secara cerdas menyikapi tuntutan yang
selalu ada. Itu semua mustahil dicapai tanpa pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan dan perubahan sosial merupakan suatu kesatuan
yang tak dapat dipisahkan. Dimana pendidikan selalu ada dalam masyarakat pada tingkat
sederhana sekalipun. Dimana ada dua individu atau lebih secara kontinyu membuat saling
berinteraksi yang menetap sebagai sebuah community, pendidikan terlahir dengan
sendirinya, pertama tentu saja sebagai bagian dari naluri, namun selajutnya tantangan hidup
manusia yang terus berkembang telah, memberikan pengalaman pembelajaran mulai dari
penemuan empirik hingga hasil kemampuan refleksi kekuatan akal dan pikirannya.
Selanjutnya sebagai salah satu hasil perkembangan yaitu yang berjalan terus menerus, hasil
pendidikan mendorong terjadinya perubahan sosial, selain perubahan sosial itu sendiri
dilahirkan oleh pengalaman buruk kolektif yang dilakukan oleh kecenderungan banyak
orang didalam masyarakat.

F. Pengembangan Nilai baru dalam Paradigma Pendidikan Nasional Ke depan


Sungguhpun pengembangan nilai dalam pendidikan sejak lalu telah dirumuskan
dengan sebaik-baiknya, kemudian dikuatkan oleh keputusan politik menjadi landasan
yuridis, serta direstui bersama menjadi komitmen moral bangsa. Nilai-nilai yang kita yakini
bersama, bukanlah sebagai antipasi ke depan, dan tiadaklah tentu berharap.
Menyongsong laju perjuangan ke depan, bagi setiap diri atau kelompok manusia
atau lebih besar lagi sebagai satuan bangsa tetap diperlukan banyak hal selain tenaga
(sumberdaya). Dalam beberapa tahun terakhir selalu menempatkan indeks mutu bangsa
ini beberapa digit dibawah peringkat negara tetangga. Terhadap laporan tidak
menggembirakan tersebut masih jadi pertanda baik, jika menumbuhkan sedikit rasa gundah
pada setiap diri kita, sebab jika tidak, dapat dicemaskan jangan-jangan benar adanya bahwa
kita tengah kehilangan nasionalisme. Jika ini yang terjadi, bangsa ini harus menyadari
tengah berada pada krisis paling mendasar, yakni krisis nilai. Karena itu, reformasi yang
menjadi pilihan jaman ini harus memulai menata kembali kedudukan nilai dalam strategi
pembangunan nasional kita, tetapi bukan nilainya itu sendiri. Sebab nilai dasar keyakinan
kita sebagai sebuah bangsa, yakni Pancasila telah final sejak awal pendirian negara. Tetapi
9
model implementasi, aktualisasi dan artikulasinya dimungkinkan diperbaharui seiring
pergeseran jaman dan perkembangan yang terus berubah.
Untuk itu, kembali membangun kesadaran kebangsaan tidaklah merupakan
langkah mundur, karena itu telah dicetuskan Bung Karno pada awal kemerdekaan
kemunduran justru terjadi ketika kebijakan pembangunan bangsa ini mengejar pertumbuhan
ekonomi semata, anak bangsanya mabuk produk teknologi tinggi sehingga besar menjadi
pasar konsumsi. Maka nilai yang menjadi acuannya bukan lagi etos menjaga harga diri,
melainkan segala cara yang memudahkan urusan dan perkara. Membangun kembali
karakter bangsa sungguh tidak semudah merumuskan kata-kata. Tetapi memulai mencari
dasar-dasarnya paling tidak lelah dan dapat terus dilakukan, seperti diwacanakan dalam
konferensi pendidikan Indonesia di jakarta (1999), yang dilanjutkan dalam diskusi
Kelompok Kerja Pembaharuan Pendidikan di Bappenas ( jalal,2001).
Dari wacana pertemuan para ahli tersebut terangkat kembali sejumlah konsep nilai,
mulai dari nilai dasar pada konstruk nilai yang dapat dipandang baru dalam arti
aktualisasinya bagi perilaku kolektif kita sebagaik sebuah bangsa.
Berikut ini, dapat dipetikan deskripsi nilai dalam format pencarian kembali nilai
pendidikan nasional untuk Indonesia masa depan Nilai-nilai yang dimaksud adalah :
1) Nilai-Nilai Dasar (Basic Values)
a) Nilai dalam Sumber Legal
Sejak bangsa Indonesia memploklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17
agustus 1945 dan menetapkan nilai-nilai yang menjadi keyakinan masyarakat dan
juga berfungsi menjadi sumber legal. Nilai-nilai yang ditampilkan merupakan nilai-
nilai ideal : Pancasila, dan juga nilai-nilai praktis (practical values) seperti
pengakuan hak warganegara untuk memperoleh suatu pendidikan, hak
mendapatkan perlindungan bagi yang terlantar dan jompo , serta dengan
mengangkat Bhinneka Tunggal Ika para pemimpin memilih konsep politik budaya
pluralisme yang men-dahului zamannya.
b) Nilai-nilai Inti(Core Values)
Nilai Inti bagi bangsa kita saat ini secara universal haruslah pandangan yang
dilandasi dengan keyakinan untuk menjadi dasar perbuatan yang membebaskan dari
segala ketergantungan. Ini adalah sebuah realitas bahwa setiap orang sejak lahir
hingga dewasa ada dalam hubungan saling bergantung, antara manusia dengan
manusia, manusia dengan kelompok sebagai makhluk sosial dan juga antara
manusia dengan lingkungannya. Kelebihan dari sifat manusia itu sendiri yaitu dapat
berkembang utuk mengurangi sifat ketergantungan. Proses pendidikan berfungsi
10
untuk mendewasakan manusia. jika setiap individu memiliki potensi untuk
menyelesaikan sebuah permasalahan berarti individu tersebut mengurangi
ketergantungan, dan jika kemampuan tersebut dikembangkan maka pendidikan
berhasil mencapai satu kemenangan.
c) Nilai-nilai inti yang ideal (ideal core Values)
Meskipun kemandirian memiliki nilai positif karena bermakna
membebaskan siapa saja dari ketergantungan kepada hal-hal yang seharusnya tidak
perlu jika potensi di dalam dirinya ada. Tetapi itu baru bernilai plus satu, nilai inti
ideal tentu saja mensyaratkan nilai plus lebih dari satu, atau dari sekedar bertahan,
melainkan harus mampu menang dalam menyerang. Itu artinya, memiliki kekuatan
diri untuk membebaskan dari ketergantungan saja tetap akan kalah oleh
kemampuan dalam mengatasi persaingan yang menjadi tuntutan jaman kini dan ke
depan. Sehingga, merujuk pada tuntutan kebutuhan dan tantangan hidup kini dalam
menghadapi persaingan, bukan lagi nilai potensial sekedar bertahan, melainkan
nilai aktual yang dapat mengatasi dan memenangkan persaingan. Dalam kerangka
itu, maka nilai inti ideal yang harus dikembangkan dalam pendidikan nasional,
adalah bukan lain dari nilai keunggulan (excellence), sebagaimana pandangan
pokja dalam petikan di bawah ini :
“Kemandirian bukan merupakan nilai inti yang ideal untuk masa depan,
melainkan merupakan nilai inti yang bersifat antara (intermediate core value). Yang
merupakan nilai inti ideal untuk masa depan adalah keunggulan (excellence).
Dalam proses pendidikan, Noeng Muhadjir menyebutkan “meta motif sukses” atau
“quantum learning” menurut Bobbi De Porter. Intinya adalah usaha untuk menjaga
agar tetap sukses, motivasi untuk terus berprestasi, atau prestasi yang diperoleh
dijadikan energi untuk meraih prestasi yang lebih tinggi lagi, sehingga dapat
mencapai keunggulan.”
d) Nilai-nilai instrumental (instrumental values)
Selain nilai inti dan nilai inti ideal, penting juga memahami kedudukan nilai
instrumental. Nilai instrumental memenuhi maknanya ketika nilai-nilai tersebut
menjalani fungsi sebagai antara. Sebagai contoh, pokja yang menggambarkan
penerapan nilai-nilai tersebut dalam tataran yang beragam, seperti : “ada yang dapat
diterapkan sebagai nilai nilai kehidupan (living values), nilai-nilai praktik (practical
values), kepribadian terpuji atau kebajikan (virtues), dan perilaku terpuji (conduct),
tetapi dapat pula diterapkan pada tataran etiket.” Untuk kepentingan pendidikan
kedudukan nilai instrumental ini dapat berguna dalam membina kepribadian
11
individu dan satuan sosial untuk mendukung nilai inti (kemandirian) dan lebih
lanjut menunjang nilai inti ideal (keunggulan).
Terdapat 8 nilai instrumental, yang disebutkan pokja antara lain, seperti nilai-nilai :
 otonomi (autonomy)
 kemampuan atau kecakapan (ability)
 kesadaran demokrasi
 kreativitas
 kesadaran kebersamaan kompetitif
 estetis
 bijak (wisdom)
 bermoral
Kedelapan nilai-nilai tersebut dalam aktualisasinya satu sama lain diisyaratkan
harus saling berkaitan sehingga bermakna saling bersinergi. Untuk itu pertautan nilai-
nilai tersebut seperti dijelaskan pokja dapat dipetikan dengan meringkas beberapa
bagian di dalamnya, dalam rekonstruksi berikut:
“Terhadap nilai instrumental ke delapan, seiring rasio reformasi atas ketidak
berhasilan bangsa ini membangun moralitas di masa orde lalu (orde baru) pada
tempatnya timbul pertanyaan, dan jawabnya tentu saja bagi kita adalah: bahwa
sepanjang masih memilih kebersamaan dan keberbedaan dan kebersatuan dalam wadah
NKRI, Pancasila bukan saja tetap menempati kedudukannya sebagai Dasar Negara,
tetapi juga masih menjadi acuan moralitas dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara Indonesia. Bahwa jauh pada identitas masing-masing diri kita harus memilih
keteguhan sistem kepercayaan dan tata cara yang berbeda, hal tersebut tidak menjadi
kendala bagi penyatuan bentuk moralitas nasional Indonesia.”
Selanjutnya, berdasarkan delapan watak (otonomi, kecakapan, demokratis,
kreatif, kompetitif, estetis, bijak, dan bermoral) tersebut, diharapkan dapat ditumbuhkan
lebih lanjut tiga nilai instrumental lainnya, yaitu harkat (dignity), martabat (pride), dan
keunggulan (excellence). Dengan demikian, nilai inti (kemandirian) dikembangkan
yang isinya mencakup sebelas nilai instrumental dengan substansi lima living values
Pancasila untuk menuju keunggulan. Pada era global, keunggulan hendaknya
mengimplisitkan makna ‘mampu bersaing’
2) Nilai-nilai aktual dalam perilaku
Ke delapan hingga sebelas nilai-nilai instrumental tersebut di atas
dikembangkan untuk menjadi acuan konseptual dalam memberi arah pada kiprah
pendidikan baik secara makro hingga tataran mikro di lapangan persekolahan / lembaga
12
pendidikan. Selanjutnya konstruksi konsep nilai-nilai tersebut harus diproyeksikan pada
dimensi aktual dalam wujud perilaku hingga menjadi kepribadian setiap manusia
Indonesia sebagai individu warga negara atau warga masyarakat baik pada tataran lokal,
nasional hingga global.
Sesuai dengan nilai-nilai dasar yang menjadi rujukannya, maka wujud perilaku
dan kepribadian yang diharapkan terbentuk melalui proses pendidikan multy system di
dalam dinamika pembangunan nasional kita ke depan, diharapkan mengkristal pada
standar tata-laku ideal, yang oleh Pokja disebut sebagai ‘perilaku terpuji’ (Conduct) dan
kepribadian terpuji (Virtues).
a) Perilaku Terpuji (Conduct)
Sebagai bangsa yang terbingkai dalam kebinekaan namun tetap tersatukan
sepanjang sejarah hingga kini, setiap diri kita sebagai anak (suku) bangsa telah
memiliki, mewarisi perilaku dan kepribadian terpuji yang dapat terus
dikembangkan, dimodifikasi, dikompilasi, dipadukan selain harus diakui ada
sebagian di dalamnya jenis dan sifat perilaku dan kepribadian yang seharusnya
sudah ditanggalkan. Hal tersebut, dikemukakan oleh Pokja bahwa: “keunggulan
perilaku dan kepribadian terpuji masing-masing suku, budaya daerah, dan agama
dapat dikompilasi menjadi perilaku dan kepribadian unggul bangsa Indonesia.
Dengan sejumlah modifikasi, baik dalam makna antar budaya maupun dalam
makna antar era atau zaman, dapat dibangun keunggulan terpuji”. Dalam kerangka
itu, pokja mengangkat sebuah contoh, misalnya “kerja keras” yang kita miliki
tersebut memberi sumbangan yang efektif dalam membangun keunggulan bangsa.
Sebagai contoh, Pokja mengilustrasikan sebuah gambaran sebagai berikut:
Perilaku kerja keras merupakan perilaku terpuji. Kerja keras yang
materialistik perlu dimodifikasi menjadi kerja keras yang lebih menghargai harkat
martabat manusia. Hasrat belajar tidak cukup dengan belajar saja, tetapi perlu
dilengkapi dengan visi tentang belajar yang lebih strategis bagi masa depan.
Kebebasan mengemukakan pendapat dan kebebasan memilih masa depan perlu
dilandaskan pada pengakuan kebebasan dan otoritas orang lain untuk berbuat sama,
dan kesemuanya dalam konteks berperilaku yang jujur dan adil. Dalam konteks
reformasi sekarang ini, pengakuan akan otoritas yang perlu dikembangkan adalah
pengakuan otoritas yang dibangun dari akar rumput (grass root), bukan otoritas
ambisi atasan.
13
b) Kepribadian terpuji (Virtues)
Demikian pula dalam ujud kepriadian terpuji, ketika kecenderungan
perilaku menjadi ciri individu atau satuan etnik tertentu. Sebagai anak bangsa yang
besar kita telah saling mengenal karakteristik positif dan boleh dimasukkan ke
dalam jenis kepribadian terpuji sekaligus tidak terpuji pada sisi lainnya. Sebagai
contoh, keberanian dan keteguhan sifat dan sikap pribadi/etnik tertentu dalam
membela, mempertahankan kehormatan diri, merupakan kepribadian terpuji di satu
sisi tetapi juga bermuatan tidak terpuji kasus-kasus yang jarang terjadi dalam
mempertahankan tradisi Carok. Selengkapnya dalam membangun kepribadian
nasional terpuji, kita dapat mengembangkannya agar menjadi kecenderungan
perilaku yang telah menjadi ciri dan sifat kepribadian nasional. Untuk ilustrasi ini
selengkapnya dapat petikan ilustrasi pokja sebagai berikut:
“bahwa sejumlah etnik memiliki kepribadian spontan dan dendam, etnik
lain memiliki kepribadian tertutup dan dendam, dan etnik lain lagi memiliki
kepribadian spontan, tanpa dendam. Budaya nasional kita hendaknya mampu
mengompilasikan kepribadian spontan, terbuka dan tanpa dendam , yang dimiliki
sejumlah etnik, dan mengeliminasi budaya kepribadian tertutup dan pendendam
yang dimiliki oleh sejumlahetnik lainnya. Sejumlah sub-kultur memiliki sifat
berani mengambil risiko, sedangkan subkultur lain mementingkan kepastian yang
aman. Kepribadian dalam dinamika masa depan memerlukan kepribadian subkultur
yang memiliki sifat berani mengambil risiko. Kepribadian kompetitif dan sportif
yang materialistik perlu ditingkatkan menjadi kompetisi yang lebih meningkatkan
harkat martabat manusia termasuk kompetisi dalam berbuat kebajikan.”
Salah satu upaya kebajikan dalam kompetisi adalah membantu yang lemah agar
dapat mencapai standar minimal untuk ikut berkompetisi dan mengondisikan agar
yang kuat tidak semakin memperlemah yang lemah. Kelompok-kelompok yang
lemah dalam makna ekonomi, politik, social dan budaya atau lemah dalam makan
lainnya perlu diperlakukan dengan cara yang berbeda (dalam arti positif) dengan
pemberian perlakuan khusus agar mereka mampu berkompetisi. Jadi perlu adanya
tindakan afirmatif, yakni akan bantuan perlindungan Negara yang konstruktif dan
adil bagi warganya. Selanjutnya, disiplin diri merupakan kepribadian terpuji untuk
mencapai sukses. Sukses materialistikditingkatkan menjadi sukses material yang
menjaga harkat martabat diri. Hemat dalam konteks berfikir materialistic perlu
dimodifikasi menjadi hemat sumberdaya alam untuk pelestarian lingkungan,
meningkatkan kemampuan nilai tambah sumber daya alam untuk meningkatkan
14
kesejahteraan bersama. Kepribadian yang menyukai konflik, perang, dan
semacamnya yang memboroskan berbagai sumber daya alam alam dan tiadanya
visi dalam perkembangan sumber daya manusia, perlu diubah menjadi kepribadian
yang sadarpada tingkatan mutu harkat dan martabat manusia dalam hidup yang
penuh harmoni.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan adalah sebagai proses rekayasa sosial (Social Reengenering Process)
sejatinya merupakan instrumentasi budaya dalam melanjut-kembangkan peradaban, artinya
pendidikan selain berperan besar dalam mendorong perkembangan kemajuan IPTEK, juga
tetap pada fungsi dasarnya sebagai penjaga dan pelestari nilai tujuan hidup manusia.
Perubahan sosial yang terjadi didorong kemajuan kecerdasan dalam menemukan IPTEK
telah mengantarkan perubahan spektakuler dalam cara hidup. Terjadinya perubahan
tersebut yang berlangsung kemudian secara masal dapat diterima sebagai bagian dari
kemajuan pendidikan. Untuk peradigma perkembangan nilai baru dalam dunia pendidikan
nasional di masa depan haruslah mencakup nilai-nilai yakni nilai dasar, nilai inti dan nilai
instrumental.

B. Saran
Nilai harus dilestarikan kepada generasi penerus melalui media pendidikan, dan
diharapkan perubahan social generasi penerus tidak meninggalkan nilai/norma-norma yang
berlaku di masyarakat.

15
DAFTAR PUSTAKA

Widyaprimaswari. 2014. Artikel “Pendidikan Sebagai Pelestarian Nilai dan Perubahan


Sosial”. http://widyaprismaswari.blogspot.com/2014/07/pendidikan-sebagai-pelestarian-
nilai.html?m=1/ 23 Mei 2022.

Eviayunita. 2016. Artikel “Pendidikan Sebagai Pelestarian Nilai dan Perubahan Sosial”.
https://eviayunita.wordpress.com/2016/12/25/pendidikan-sebagai-pelestarian-nilai-dan-
perubahan-sosial/. 23 Mei 2022.

Agroedupolitan. 2017. Artikel “Pendidikan Antara Pelestarain Nilai dan Perubahan Sosial”.
https://agroedupolitan.blogspot.com/2017/07/pendidikan-antara-pelestarian-nilai-
dan.html?m=1. 23 Mei 2022

16

Anda mungkin juga menyukai