Anda di halaman 1dari 7

PEMETAAN TUGAS GURU MATA PELAJARAN DALAM PELAYANAN BIMBINGAN

DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDKAN FORMAL

Deskripsi Singkat

Pada bab berikut ini akan membahas materi pembelajaran tentang tugas guru mata pelajaran di
jenjang, sekolah dasar, sekolah menengah, Dengan demikian diharapkan guru mata pelajaran
dapat berperan dan melaksanakan tugasnya dalam membantu program bimbingan dan konseling.

Capaian Pembelajaran

Setelah mempelajari bab ini mahasiswa diharapkan dapat memahami tugas guru mata pelajaran
dalam membantu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal

MATERI

Siswa sebagai fokus sasaran layanan bimbingan dan konseling yang berada pada jalur
pendidikan formal terbagi dalam beberapa jenjang, yakni tingkat taman kanak-kanak, sekolah
dasar, dan sekolah menengah. Masing-masing jenjang memiliki perbedaan rentang usia yang
akan mempengaruhi karakteristik dan perbedaan kebutuhan (Depdiknas, 2007). Selain
memberikan layanan dalam jalur pendidikan formal, bimbingan dan konseling juga memberikan
layanan dalam jalur pendidikan non formal. Salah satu bentuk layanan bimbingan dan konseling
dalam jalur pendidikan non formal adalah menangani anak-anak berkebutuhan khusus.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, bahwa kegiatan membimbing siswa
bukan hanya menjadi tanggungjawab guru BK semata. Lebih dari itu, guru mata pelajaran juga
memiliki peran dan tugas dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling. Berikut akan
dijelaskan mengenai tugas guru mata pelajaran untuk jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar,
sekolah menengah, dan anak berkebutuhan khusus.

A. Tugas Guru Mata Pelajaran dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Taman
Kanak-Kanak

Mariyana (2015) mengungkapkan bahwa proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK)


menekankan pada segi perkembangan berbagai potensi, pembentukan sikap dan perilaku yang
diharapkan, serta pengembangan pengetahuan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan anak
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk menghadapi tugas-tugas
perkembangan belajar selanjutnya yang menekankan pada penguasaan pengetahuan dan
keterampilan akademik.

Konsep pembelajaran di TK seperti ini sangat sejalan dengan konsep bimbingan yang sangat
peduli dengan perkembangan anak secara menyeluruh. Pada dasarnya bimbingan merupakan
suatu upaya untuk memfasilitasi perkembangan siswa agar mampu mencapai taraf
perkembangan yang optimal. Melalui bimbingan, siswa diharapkan dapat menjalani fase-fase
perkembangannya dengan baik serta dapat mengembangkan dan mewujudkan berbagai potensi
serta kemampuan yang dimilikinya secara optimal. Melalui dukungan adanya lingkungan belajar
yang kondusif untuk menciptakan pembelajaran di TK yang bernuansa bimbingan, diharapkan
lingkungan belajar yang diciptakan tersebut dapat menstimulasi anak untuk belajar sambil
bermain dengan menyenangkan (Solehudin, 2003).

Berdasarkan pada ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa guru yang mengajar di TK perlu
menciptakan suasana yang kondusif agar proses dan hasil belajar dapat berjalan dengan optimal.
Menurut Syaodih (2003) peran guru TK bukan hanya sebagai pendidik dan pelatih saja, tetapi
juga sebagai pembimbing. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, guru yang mengajar
di TK perlu menguasai beberapa kemampuan sebagai berikut.

1. Mampu menemukan atau menandai berbagai permasalahan atau kecenderungan adanya


masalah yang dihadapi anak TK;

2. Mampu menemukan berbagai faktor atau latar belakang yang mungkin menjadi penyebab
terjadinya hambatan atau masalah yang dialami anak TK;

3. Mampu memilih cara penyelesaian masalah atau hambatan yang dihadapi anak TK;

4. Mampu menciptakan lingkungan kondusif bagi tumbuh kembang anak TK;

5. Mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan orang tua dalam upaya membantu
menyelesaikan masalah yang dihadapi anak TK;

6. Mampu menjalin kerjasama dengan komunitas lain dalam lingkungan TK seperti: dokter,
psikolog dan jabatan lainnya serta masyarakat sekitar lingkungan anak TK.

Apabila guru TK memperhatikan karakteristik siswa dan perkembangan belajarnya, diharapkan


siswa merasa nyaman berada di lingkungan yang kondusif untuk belajar dan bermain. Lebih
lanjut Bredekamp dan Rosergrant dalam Solehudin (2003) menegaskan bahwa anak akan belajar
dengan baik dan bermakna bila: (1) anak merasa aman secara psikologis serta kebutuhan-
kebutuhan fisiknya terpenuhi; (2) anak mengkonstruksi pengetahuan; (3) anak belajar melalui
interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak lainnya; (4) kegiatan belajar anak merefleksikan
suatu lingkaran yang tak pernah putus yang mulai dengan kesadaran kemudian beralih ke
ekplorasi, pencarian, dan akhirnya ke penggunaan; (5) anak belajar melalui bermain; (6) minat
dan kebutuhan anak untuk mengetahui ; dan (7) unsur variasi individual anak diperhatikan. Oleh
karena itu, guru yang mengajar di TK perlu menguasai dan menerapkan sejumlah kompetensi
yang telah disebutkan sehingga dapat membimbing siswa pada jenjang pendidikan TK dengan
baik.

Kartadinata dan Dantes (1997), dan Natawidjaja (1988) menjelaskan bahwa pembelajaran di
jenjang TK yang memuat unsur bimbingan dicirikan dengan beberapa hal sebagai berikut; (1)
memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan sedang berkembang; (2) mengakui siswa
sebagai individu yang bermartabat dan berkemampuan; (3) terarah ke pengembangan segenap
aspek perkembangan siswa secara menyeluruh dan optimal; dan (4) disertai dengan berbagai
sikap guru yang positif dan mendukung aktualisasi berbagai minat, potensi, dan kapabilitas
murid sesuai dengan norma-norma kehidupan yang dianut. Oleh karena itu, guru yang mengajar
di TK bertanggungjawab bukan hanya pada pencapaian siswa secara kognitif saja, tetapi juga
aspek-aspek yang lain secara komprehensif. Terlebih lagi, tingkat keamanan dan kenyamanan
siswa selama proses belajar juga menjadi faktor yang diprioritaskan.

Guru professional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain; memiliki
kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi kemampuan berkomunikasi
dengan siswanya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen
tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus.
Kebutuhan pengembangan diri siswa di Taman Kanak-kanak nyaris sepenuhnya ditangani oleh
guru kelas yang sesuai dengan konteks tugas dan ekspektasi kinerjanya, menggunakan spektrum
karakteristik perkembangan siswa sebagai konteks permainan yang memfasilitasi perkembangan
kepribadian siswa secara utuh.

Namun begitu, konselor juga dapat berperan serta secara produktif di jenjang Taman Kanak-
kanak sebagai Konselor Kunjung (Roving Counselor) yang diangkat pada tiap gugus sekolah
untuk membantu guru dalam menyusun program bimbingan yang terpadu dengan proses
pembelajaran, dan mengatasi perilaku mengganggu (disruptive behavior) anak sesuai keperluan,
yang salah pendekatannya adalah Direct Behavioral Consultation.

B. Tugas Guru Mata Pelajaran dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Dasar

Khabibah (2017) melakukan penelitian berkaitan dengan peran guru mata pelajaran dalam
melaksanakan BK di SD Muhammadiyah 13 Surakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
guru mata pelajaran memiliki peran sebagai pelaksana bimbingan di jenjang sekolah dasar.
Beberapa hal yang menunjukkan peran guru mata pelajaran sebagai pelaksana bimbingan jenjang
sekolah dasar meliputi: (1) guru mata pelajaran memahami semua karakteristik dan kemampuan
masing-masing, (2) guru mata pelajaran mengajarkan kemampuan bertingkah laku dan
berhubungan sosial, (3) guru mata pelajaran selalu membantu siswa dalam menyelesaikan
permasalahan atau kesulitan yang mereka hadapi, dan (4) guru mata pelajaran membantu siswa
dalam mengembangkan disiplin belajar.

Penelitian serupa dilakukan oleh Arifin (2013) yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru
adalah membantu dan memberi semangat kepada para siswa, khususnya bagi siswa sekolah dasar
yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan melalui bimbingan belajar. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Samisih (2014) di mana peran guru
sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar-mengajar adalah berikut: (1)
menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan
bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian, (2)
mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat,
dan pembawaannya, (3) mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik,
(4) menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih
baik, dan (5) membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan
minatnya.

Lebih lanjut Fitri (2015) menjelaskan bahwa selain mengajar, guru mata pelajaran pada jenjang
sekolah dasar memiliki tugas untuk membimbing siswa. Kesulitan-kesulitan belajar yang dialami
siswa dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam menyajikan materi pembelajaran. Siswa akan
lebih mudah menerima dan memahami ketika mereka melakukan proses pembelajaran secara
kinestetik yaitu mempraktikkan secara langsung atau riil. Gagasan ini mengacu pada karateristik
siswa sekolah dasar yang berada pada tahap operasional (Piaget, dalam Izzaty, dkk., 2008).
Dengan demikian, guru mata pelajaran perlu untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik dan tahap perkembangan siswa. Apabila guru mata pelajaran dapat
merancang kegiatan pembelajaran sedemikian rupa, diharapkan proses dan hasil belajar siswa
menjadi lebih optimal.

Seiring dengan hal tersebut, Desmita (2011) menambahkan bahwa karateristik siswa sekolah
dasar tidak hanya dikembangkan dalam pengembangan dirinya dalam belajar, tetapi juga pada
pengembangan pribadi dan sosialnya. Oleh karena itu penting bagi seorang guru mata pelajaran
untuk mengetahui karateristik siswanya agar tidak mengalami hambatan dalam melaksanakan
program bimbingan di kelas. Tugas pertama guru mata pelajaran dalam membimbing adalah
mengetahui atau mengenal permasalahan belajar siswa. Pekerjaannya di dalam kelas dan
kegiatan bimbingannya tidak akan memperoleh hasil yang memadai jika seorang guru
belum/tidak memahami siswanya. Maka agar proses bimbingan dapat berjalan dengan baik dan
memperoleh hasil yang optimal, guru harus mengenal dan memahami siswa-siswinya terlebih
dahulu (Khabibah, 2017).

Perkembangan bimbingan dan konseling sampai saat ini, di jenjang Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah tidak ditemukan posisi struktural untuk bimbingan dan Konseling. Namun demikian,
sesuai dengan tingkat perkembangan siswa usia Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, kebutuhan
akan pelayanannya bukannya tidak ada, meskipun tentu saja berbeda dari ekspektasi kinerja guru
bimbingan dan konseling di jenjang Sekolah Menengah dan jenjang Perguruan Tinggi.

Dengan kata lain, guru bimbingan dan konseling juga dapat berperanserta secara produktif di
jenjang Sekolah Dasar, sebagai Konselor Kunjung (Roving Counselor) yang diangkat pada setiap
gugus Sekolah/Madrasah, 2 (dua) – 3 (tiga) konselor untuk membantu guru mengatasi perilaku
mengganggu (disruptive behavior) sesuai keperluan, antara lain dengan pendekatan Direct
Behavioral Consultation.

Keadaan di pendidikan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, kita saat ini, secara faktual sangat
membutuhkan kehadiran guru Bimbingan dan Konseling. Namun secara struktural di Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah, tidak tercanangkan. Sehingga penanganan permasalahan siswa
Sekolah/Madrasah ditangani oleh Guru Kelas. Untuk mendapatkan pelayanan bimbingan dan
konseling pada siswa maka sangat dibutuhkan kerjasama antara Guru Kelas dan Guru Bimbingan
dan konseling yang ditugaskan pada gugus-gugus Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dalam
rangka mengoptimalkan perkembangan dan potensi siswa.

C. Tugas Guru Mata Pelajaran dalam Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Menengah

Menurut Soetoe (1971) di antara tugas guru mata pelajaran dalam bimbingan adalah: (1) Bekerja
sama dengan administrator sekolah dan guru BK dalam mengembangkan bimbingan; (2)
Mengadakan studi yang mendalam tentang bimbingan dan juga tentang siswa; (3)
Mengembangkan suasana psikologis dalam memberikan kesempatan perkembangan siswa
dengan sebaik-baiknya.

Lebih lanjut Prayitno (2003) mengungkapkan peran, tugas dan tanggung jawab guru mata
pelajaran dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling pada jenjang sekolah menengah adalah:
(1) membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa, (2)
membantu guru BK mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan
konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut, (3) mengalihtangankan siswa
yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru BK, dan (4) menerima siswa
alih tangan dari guru BK, yaitu siswa yang menuntut guru BK memerlukan pelayanan
pengajar/latihan khusus (seperti pengajaran/latihan perbaikan, program pengayaan).

Gagasan tersebut diperkuat oleh peraturan Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2007 yang
menjelaskan bahwa pengampu mata pelajaran dan/atau praktikum, guru dalam pelayanan
bimbingan dan konseling memiliki peran sebagai berikut.
1. Membantu guru BK mengidentifikasi siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling, serta membantu pengumpulan data tentang siswa.

2. Mereferal siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru BK.

3. Menerima siswa alih tangan dari guru BK, yaitu siswa yang menurut guru BK
memerlukan pelayanan khusus seperti layanan remidial/program pengayaan.

4. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan


bimbingan dan konseling untuk mengikuti layanan yang dimaksudkan.

5. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi


kasus, atau kunjungan rumah.

6. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan


bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.

Di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pelayanan
bimbingan dan konseling lebih difokuskan kepada upaya membantu siswa mengokohkan pilihan
dan pengembangan karir sejalan dengan bidang jurusan dan vokasinya yang menjadi pilihannya.
Bimbingan karir (membangun soft skills) dan bimbingan vokasional (membangun hard skills)
harus dikembangkan sinergis, dan untuk itu diperlukan kolaborasi produktif antara Guru
Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dan Guru Keterampilan Vokasional.

Secara kelembagaan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah sudah


terstruktur. Sehingga secara formal Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) pelayanan bimbingan dan konseling menjadi bagian program sekolah. Dengan
demikian penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling dapat terlaksana secara optimum
dalam mengoptimalkan siswa-siswanya dibutuhkan kerjasama yang searah dan selaras antara
Guru Bimbingan dan Konseling dengan Guru Mata Pelajaran dan Guru Keterampilan
Vokasional.

PETANYAAN DAN TUGAS

1. Selain mendidik, melatih, dan mengajar, guru mata pelajaran juga bertugas membimbing
siswa. Mengapa demikian?

2. Apa yang akan terjadi apabila tugas membimbing dilimpahkan kepada guru BK tanpa
adanya campur tangan pihak lain, termasuk guru mata pelajaran?

3. Setelah belajar mengenai tugas guru mata pelajaran pada jenjang di Sekolah Menengah,
uraikan apa saja tugas-tugas tersebut!
4. Menurut pendapat Saudara, apakah guru BK wajib ada pada setiap jenjang sekolah pada
jalur pendidikan formal? Bagaimana jika tidak ada guru BK di jenjang sekolah dasar?

5. Apabila di jenjang sekolah menengah tidak ada guru BK, bolehkah semua tugas
pembimbingan diambil alih oleh guru mata pelajaran? Mengapa demikian, jelaskan jawaban
Saudara!

Anda mungkin juga menyukai