Anda di halaman 1dari 19

INTEGRASI-INTERKONEKSI ILMU

A. LANDASAN INTEGRASI-INTERKONEKSI
ILMU
1. Landasan Teologis
Pendidikan modern memang mengembangkan disiplin
ilmu dengan spesialisasi secara ketat, sehingga
keterpaduan antar disiplin keilmuan mejadi hilang dan
berimplikasi pada terbentukya perbedaan sikap
dikalangan umat islam secara tajam terhadap kedua
kelompok ilmu. Ilmu-ilmu agama disikapi dan
diperlakukan sebagai ilmu Allah yang bersifat sacral
dan wajib untuk dipelajari. Sebaliknya, kelompok ilmu
umum, baik ilmu kealaman maupun social dianggap
ilmu manusia yang dianggap tidak wajib untuk
dipelajari.
2. Landasan Sosiologis
Secara sosiologis masyarakat Indonesia terdiri dari
beragam suku bangsa,budaya dan agama. Keragaman
ini sering kali melahirkan berbagai konflik yang
mengancam integrasi bangsa. Secara teologis
normatif tidak ada agama maupun budaya manapun
yang membenarkan perilaku agresif terhadap orang
lain, bahkan menekankan hidup rukun dan damai.
Akan tetapi kerukunan dan kedamaian yang
didambakan terancam oleh pandangan yang selalu
merasa paling benar( truth claim) yang pada
gilirannya memunculkan prasangka-prasangka social
terhadap kelompok lain
3. Landasan Psikologis
Paradigma integrasi-interkoneksi ilmu
dimaksudkan untuk memahami dan membaca
kehidupan manusia yang kompleks secara
padu dan holistic. Pembacaan holistic tersebut
dirangkum dalam tiga level atau dalam bahasa
teologis dapat dikatakan secara simplistic
sebagai iman, ilmu da amal. Secara psikologis,
paradigma ini memiliki urgensi yang sangat
besar. Iman berkait dengan keyakinan, ilmu
berkait dengan kognisi dan pengetahuan, dan
amal berkait dengan praksis dan realitas
keseharian.
B. KERANGKA DASAR INTEGRASI-
INTERKONEKSI ILMU

Pada dasarnya, Islam mengembangkan ilmu


yang bersifat universal dan tidak mengenal
dikotomi antara ilmu agama, ilmu sosial-
humaniora dan ilmu alam. Suatu ilmu secara
epistimologis dikatakan sebagai ilmu keislaman
ketika ilmu tersebut sesuai dengan nilai dan etika
islam. Ilmu yang berangkat dari nilai dan etika
islam pada dasarnya bersifat objektif.
Dalam kajian ilmu keislaman, Al-Qur’an dan As-Sunah
sebagai kajian utama. Ilmu pada lapisan ke dua dan
seterusnya, satu sama lain saling berinteraksi, saling
memperbincangkan, dan saling menghargai atau
mempertimbangkan secara sensitif terhadap kehadiran
ilmu lainnya. Dari gambar tampak jelas bahwa sudah
tidak dikenal lagi istilah dikotomi.

Meskipun al-Qur’an dan al-Sunah sebagai sentralnya,


namun cara memperoleh kebenaran tidak hanya dari al-
Quran dan al-Sunah, tetapi dibutuhkan ilmu
pengetahuan lain (ilmu sosial-humaniora dan ilmu
sains).
C. RANAH INTERGRASI-INTERKONEKSI ILMU

1. Ranah Filosofis
Abad pertengahan dan abad modern / Renaissance
memiliki perbedaan dengan era sekarang. Dunia
pengetahuan pada abad pertengahan diwarnai dengan
dominasi agama atas rasio. Penalaran rasional
dikembangkan dalam batas-batas dogma keagamaan.
Implikasi dari dominasi semacam ini dapat dilihat di
Eropa, seperti hegemoni kebenaran Gereja dalam segala
aspek kehidupan termasuk dunia ilmu.
2. Ranah Materi
Integrasi-interkoneksi pada ranah materi
merupakan suatu proses bagaimana
mengintegrasikan nilai-nilai kebenaran universal
umumnya dan keislaman khususnya ke dalam
pengajaran mata kuliah umum seperti filsafat,
antropologi, sosiologi, hukum, politik, psikologi
dan lain sebagainya dan sebaliknya ilmu-ilmu
umum ke dalam kajian-kajian keagamaan dan
keislaman.
Implementasi integrasi-interkoneksi pada
ranah materi ada 3 model, yaitu:
a. Model pengintegrasian ke dalam paket kurikulum.
Misalnya dalam waktu 8 semester mahasiswa harus
menyelesaikan bobot studi sebanyak 142 SKS dengan
komposisi 50% ilmu-ilmu keislaman dan keagamaan
dan 50% sisanya adalah ilmu umum.
Jadi hanya sekedar menyandingkan mata kuliah-mata
kuliah yang mewakili ilmu-ilmu keislaman atau
keagamaan dan yang mewakili ilmu- ilmu umum.
b. Model penamaan mata kuliah yang menunjukkan
hubungan antara 2 disiplin ilmu umum dan keislaman.

Model ini menuntut setiap mata kuliah mencantumkan


kata islam, seperti ekonomi islam, politik islam, sosiologi
islam, antropologi islam, sastra islam, pendidikan islam,
filsafat islam, dll sebagai refleksi dari suatu integrasi
keilmuan yang dilakukan.
c. Model pengintegrasian ke dalam tema-tema mata kuliah.

Model ini menuntut setiap pengajaran mata kuliah


keislaman dan keagamaan harus diinjeksikan teori-teori
keilmuan umum terkait sebagai wujud interkoneksi
antara keduanya, dan sebaliknya dalam setiap pengajaran
mata kuliah ilmu-ilmu umum harus diberikan wacana-
wacana teoritik keislaman dan keagamaan sebagaimana
terkandung dalam ilmu-ilmu keislaman sebagai wujud
interkoneksi antar keduanya, tanpa embel-embel nama
Islam pada mata kuliah yang bersangkutan.
3. Ranah Metodologi
ada dua metodologi yang digunakan dalam proses
pengilmuan islam, yaitu integralisasi dan objektifikasi.
Pertama integralisasi adalah pengintegrasian kekayaan
keilmuan manusia dengan wahyu.
Kedua, objektifikasi adalah, menjadikan pengilmuan
islam sebagai rahmat untuk semua orang. Ilmu
integralistik adalah ilmu yang menyatukan (bukan
sekedar menggabungkan) wahyu Tuhan dan temuan
pikiran manusia.
Metodologi yang dimaksud dalam integrasi dan interkoneksi
ialah metodologi yang digunakan dalam pengembangan ilmu
yang bersangkutan. Setiap ilmu memiliki metodologi
penelitian yang khas disamping metodologi penelitian umum
yang biasa digunakan, misalnya ilmu psikologi mempunyai
metodologi khas yang digunakan seperti introspeksi,
ekstrospeksi dan retrospeksi dan metode umum yang
digunakan seperti kuisioner, wawancara dan observasi.
Tidak sebatas metodologi yang digunakan, di sini yang
dimaksud dengan metodologi juga bisa dalam pengertian yang
lebih luas yang berupa pendekatan. Misalnya dalam psikologi
dikenal beberapa pendekatan seperti fenomenologis,
kontemplatif, dan normatif
4. Ranah Strategi
Ranah strategi yang dimaksud di sini ialah ranah
persiapan atau praksis dari proses pembelajaran keilmuan
integrative-interkonektif. Dalam konteks ini, setidaknya
kualitas keilmuan serta keterampilan mengajar dosen
menjadi kunci keberhasilan perkuliahan berbasis paradigm
interkonektif.
Intinya, seorang dosen atau guru yang akan mengintegrasi
dan menginterkoneksikan dua ilmu harus menguasai ilmu
yang bersangkutan terlebih dahulu. Kelemahan seorang
dosen yang masih awam mengenai ilmu yang akan
diintegrasikan dapat disiasati dengan menerapkan model
pembelajaran team teaching.
D. AKSIOLOGI SAINS DAN ILMU
Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada
komponen-komponen yang meliputi tiang penyangga
bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Aksiologi meliputi nilai-nilai (values) yang
bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap
kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai
dalam kehidupan yang menjelajahi berbagai kawasan,
seperti kawasan simbolik atau kawasan fisik material.
Lebih dari itu, nilai-nilai juga ditunjukkan oleh
aksiologi ini sebagai suatu condition sine quanon yang
wajib dipatuhi dalam kegiatan, baik dalam melakukan
penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu
nilai merupakan sesuatu kenyataan yang pada umumnya
tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan yang lain. Atau dapat
dikatakan sebaliknya bahwa kenyataan lain merupakan
pembawa nilai seperti halnya suatu benda dapat menjadi
pembawa warna merah atau warna lainnya. nilai-nilai moral
tidak tersembunyi di balik tindakantindakan yang pada dirinya
bersifat baik, tetapi di balik tindakan-tindakan yang menyimpan
atau mewujudkan nilai-nilai lain secara benar. Ditegaskan pula
bahwa nilai-nilai itu sungguh merupakan kenyataan yang benar-
benar ada, bukan hanya yang dianggap ada. Karena nilai itu
benar-benar ada, walaupun tersembunyi di balik kenyataan lain,
tidak berarti sama sekali tidak tergantung pada kenyataan
kenyataan lain karena meskipun kenyataan-kenyataan lain yang
membawa nilainilai itu berubah dari waktu ke waktu, nilai-nilai
itu sendiri bersifat mutlak dan tidak berubah.
E. SUMBER NILAI SAINS DAN AGAMA
Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolut, yang
eksistensinya tidak mengalami perubahan walaupun
interpretasinya dimungkinkan mengalami perubahan sesuai
dengan konteks zaman, keadaan, dan tempat. Sumber nilai
absolut dalam Al-Qur’an adalah nilai Ilahi dan tugas manusia
untuk menginterpretasikan nilai-nilai itu. Dengan interpretasi
tersebut, manusia akan mampu menghadapi ajaran agama yang
dianut. Lebih lanjut ia mengatakan konseptualisasi pendidikan
Islami bertolak dari “bahwa telah Aku (Allah) sempurnakan
agamamu” maka nash adalah sumber kebenaran, kebajikan
dan rahmat bagi umat manusia
Al-Qur’an itu memang diperuntukkan bagi umat manusia
dan eksistensi pandangan Al-Qur’an senantiasa mengacu
kepada dunia ini yang porsinya sama dengan kehidupan
akhirat. Secara garis besar tujuan pokok diturunkannya
Al-Qur’an adalah, (1) sebagai petunjuk akidah (2)
petunjuk syari’ah (3) petunjuk akhlak. Bahkan Al-Qur’an
mengilhami tiga pokok aspek ilmu pengetahuan, yaitu (1)
aspek etik termasuk aspek-aspek perseptual dalam ilmu
pengetahuan (2) aspek historik dan psikologis (3) aspek
observatif dan eksperimental.

Anda mungkin juga menyukai