Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PRESENTASI

MODEL KAJIAN
INTEGRATIF-
INTERKONEKTIF
Kelompok 4
1. Aznidawati
2. Reno Saputra
3. Firman Hadi Chandra
PENDAHULUAN
KATA PENGANTAR
Seperti ditulis sebelumnya sejumlah ilmuwan menawarkan model kajian yang mengintegrasikan
ilmu umum (hasil observasi, demonstratif) dan ilmu agama (teks nash). Nama untuk menyebut tawaran
ini juga macam-macam, dan salah satunya disebut studi integratif-interkonektif. Studi Islam dengan
pendekatan integratif-interkonektif belum menemukan bentuknya yang baku. meskipun tawaran ini telah
lama mengorbit dengan segala varian dan bentuknya. Tetapi usaha ke arah pengembangan teori ini perlu
dilakukan secara serius, berkelanjutan dan saling mendukung, bukan mencari-cari kekurangannya.
Sebab dengan bantuan berbagai ilmu dalam studi Islam terbukti dapat memberikan pemahaman dan
formulasi baru, bahkan lebih komprehensif apabila dibandingkan dengan model pemahaman dan konsep
sebelumnya, yakni pendekatan normatif murni. Dalam konteks ini maka istilah yang muncul boleh juga
menyebutnya dengan pendekatan non-Islamic studies atau studi interdisipliner atau multidisipliner atau
transdisipliner. Karena itu, definisi integrasi dan interkoneksipun belum menemukan konsep yang baku,
melainkan masih dalam proses pembentukan konsep ke arah yang lebih sempurna.
PEMBAHASAN
DALAM KAMUS PUSAT BAHASA INDONESIA,
INTEGRATIF BERARTI YANG BERSIFAT INTEGRASI.

Sedangkan integrasi sendiri diartikan sebagai


penyatuan hingga menjadi kesatuan yang utuh atau
bulat.

Sementara interkonektif yang bersifat interkoneksi


dapat diartikan sebagai suatu keterhubungan atau
hubungan satu sama lain.
Dalam konteks keilmuan, integrasi yang dimaksud adalah adanya
hubungan atau sinkronisasi antar bidang keilmuan yang ada. Bangunan ilmu
pengetahuan merupakan satu-kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa
saling menyapa dengan bidang keilmuan yang lain. Sementara interkoneksi
menghendaki adanya intersection (persinggungan) antar bidang keilmuan
tersebut. Dengan kata lain, mempelajari satu bidang ilmu tertentu dengan tetap
melihat keilmuan lain itulah yang disebut integrasi. Sedangkan melihat saling-
keterkaitan antara ilmu satu dengan yang lain adalah interkoneksi.
DEFINISI LAIN MENURUT

ABDURRAHMAN ASSEGAF
Abdurrahman Assegaf secara sederhana mengartikan integratif
adalah terpadu, dan interkoneksi adalah terkait. Jika dihubungkan dengan
paradigma keilmuan maka antara ilmu agama ataupun umum harus
dipelajari secara terpadu dan terkait. Paradigma keilmuan integratif bukan
berarti melebur berbagai ilmu menjadi satu bentuk, melainkan karakter,
corak, dan hakikat antara ilmu tersebut terpadu dalam kesatuan dimensi
material-spiritual, akal wahyu, ilmu umum, ilmu agama, jasmani-rohani,
dan dunia-akhirat. Sedangkan interkonektif adalah keterkaitan satu
pengetahuan dengan pengetahuan lain akibat dari adanya hubungan yang
saling mempengaruhi.
Demikian juga implementasi kajian integrasi-interkoneksi muncul
berbagai tawaran. Dalam bidang social work misalny disebutkan muncul
bentuk integrasi antara pekerjaan sosial dengan agama. Artinya, orang
yang melakukan pekerjaan sosial hendaknya dilandasi oleh nilai-nilai
agama. Tetapi model kajian dan/atau tindakan ini boleh juga disebut
pekerjaan sosial yang berbasis agama bukan integrasi pekerjaan sosial
dengan agama Demikian seterusnya dengan tawaran lain dalam berbagai
bidang.
Adapun ilmu yang hendak diintegrasikan muncul dalam beberapa
bentuk, dan diantaranya adalah:
1. antara normat (agama) dan saintifik
2. antara burhani, bayani dan irfani
3. antara 'ilm, nash, falsafah
4. antara ilmu agama, sosial sain natural sain, humaniora
5. antara intelektual, emosional spiritual
6. antara 'alim dan arif
7. antara normatif dan empiris.
Demikian juga beberapa ilmuan mengemukakan bentuk-bentuk integrasi dan
interkoneksi sebagai berikut :
1. Fazlur Rahman; ajaran normatif islam dengan historis islam disamping itu juga
berusaha memadukan teologi, hukum dan etika
2. Louay safi; textual inference dan social inference
3. Muh Natsir; ilmu agama dan ilmu umum
4. Harun Nasution; tradisionalis dan rasionalis
5. Mukti Ali; Doctriner Cum Scientific
6. Kuntowijoys; strukturalisme dan transcendental
7. Mulyadi Kartanegara; metafisik dan fisik
8. Amin Abdullah; normativitas dan historisitas menuju integratif interkonektif.
LEVEL DAN MODEL
HUBUNGAN ANTAR ILMU
Salah satu konsep yang menawarkan implementasi integrasi
interkoneksi dalam studi Islam dapat dilakukan minimal dalam empat
tingkatan (level), dan boleh dikatakan konsep ini yang disosialisasikan di
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, baik bagi dosen maupun mahasiswa
adalah sebagai berikut :
1. level filosofis
Pada level filosofis, implementasi integrasi-interkoneksi berupa
penyadaran eksistensial bahwa suatu disiplin ilmu selau bergantung pada
disiplin dan ilmu lain.
2. Level materi
Pada level materi, integrasi-interkoneksi merupakan proses
pengintegrasian nilai-nilai kebenaran universal dan kebenaran keislaman ke
dalam pengajaran mata kuliah.
3. Level metodologi
Pada level metodologi, pengembangan paradigma keilmuwan integratif-
interkonektif dapat dilakukan dengan menerapkan metodologi keilmuwan islam
pada keilmuwan umum, begitu juga sebaliknya
4. Level starategi
Pada level strategi, implementasi paradigma keilmuwan integratif-
intrerkonektif dilakukan dalam pembelajran
Adapun hubungan antar ilmu (integratif-interkonektif).
Terdapat 6 (enam) model sebagai berikut :
1. Similarisasi
Similarisasi, yang dimaknai sebagai satu usaha menyamakan
konsep-konsep ilmu umum dengan konsep-konsep ilmu Islam
2. Paralelisasi
Paralelisasi, yang melihat paralelisasi antara konsep ilmu umum
dengan ilmu Islam karena ada kemiripan konotasi
tanpa menyamakan keduanya.
3. Komplementasi
komplementasi, yang dimaknai sebagai usaha agar terjadi saling
mengisi dan saling memperkuat antara ilmu umum dan ilmu Islam, dengan
tetap mempertahankan eksistensi masing- masing.
4. Komparasi
Komparasi, yang berarti membandingkan konsep/ teori ilmu umum
dengan konsep/teori ilmu Islam mengenai gejala-gejala yang sama.
5. Induktivikasi
Induktivikasi, yang berarti asumsi-asumsi dasar dari teori-teori ilmu
umum yang didukung oleh temuan-temuan proses empirik dilanjutkan
pemikirannya secara teoretis ke arah pemikiran metafisik/ghaib, kemudian
dihubungkan dengan prinsip-prinsip ilmu agama (Islam) mengenai hal
tersebut.
6. Verifikasi
verifikasi, yang bermaksud mengungkapkan hasil- hasil
penelitian ilmu umum yang menunjang dan membuktikan
kebenaran-kebenaran ilmu Islam.
Pendapat lain tentang model hubungan antar ilmu (integrative-interkonektif) ada 3 (tiga)
model sebagai berikut :
1. Informatif → berarti satu disiplin ilmu perlu diperkaya dengan informasi yang dimiliki
disiplin ilmu lain, sehingga dengan pengayaan tersebut membuat wawasan bertambah
luas. Misalnya Islam normatif perlu diperkaya dengan teori ilmu sosial yang bersifat
historis, demikian sebaliknya.
2. Konfirmatif→ bahwa untuk membangun teori studi Islam perlu diperkuat dan
diperkokoh oleh disiplin ilmu lain. Misalnya, teori tujuan penetapan syari'ah (maqasid al-
syari'ah), yang lima dikonfirmasi dengan teori kebutuhan dasar manusia oleh Abraham
Maslow yang membagi kebutuhan pokok manusia menjadi 5 (lima), yakni: (1). physiology
(fisiologi), (2). safety (keamanan), (3). love and belongingness (cinta dan rasa memiliki),
(4), esteem (penghormatan), dan (5). self-actualization (aktualisasi diri).
3. Korektif→ saling koreksi antara penemuan di bidang kajian
Islam dengan bidang ilmu lainnya. Dengan demikian
perkembangan disiplin ilmu akan semakin dinamis.
KEGUNAAN ATAU MANFAAT MODEL KAJIAN
INTEGRATIF-INTERKONEKTIF DI STUDI ISLAM

Pendekatan integrasi-interkoneksi dibutuhkan supaya tidak ada


pemisah antar ilmu atau dikotomis. Karena, setiap bidang keilmuan
membutuhkan bidang keilmuan lainnya untuk saling melengkapi.
Seperti halnya ilmu agama yang membutuhkan ilmu lain untuk
memahaminya, karena ilmu dan agama saling terkait dan melengkapi.
Mengatasi perbedaan-perbedaan di antara berbagai suku bangsa. Islam
menjadi identitas yang mengatasi batas-batas geografis, sentimen etnis,
identitas kesukuan, adat istiadat dan tradisi lokal lain.
Dan juga integrasi ilmu penting karena dengan menggabungkan berbagai
ilmu tersebut, tidak ada lagi dikotomi ilmu yang dikaji maupun yang dikaji oleh
para sarjana muslim. ilmu menjadikan kita sebagai manusia yang berpendidikan
dan mengikuti perkembangan zaman. Dengan demikian, integrasi iman dan ilmu
ini sangat diperlukan agar kehidupan duniawi saat ini maupun kehidupan akhirat
yang akan datang bisa berjalan dengan seimbang.
PENUTUP
KSEIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat di simpulkan bahwa pemisahan pendidikan agama dan
pendidikan umum menjadi permasalahan yang cukup serius dalam pendidikan Indonesia. Untuk
mengatasi masalah tersebut, solusi yang dianggap cukup tepat adalah dengan mengubah
paradigma dikotomi dengan paradigma pendidikan integratif-interkonektif. Paradigma pendidikan
integratif-interkonektif berupaya untuk mendudukkan semua ilmu dalam posisi yang sama satu
sistem, sehingga antara ilmu agama dan ilmu lain bisa saling melengkapi. Menurut Wadhaif al-
Muta'allim semua ilmu, apapun itu, pada hakikatnya berasal dari Allah Swt. Maka, dikotomi
antara ilmu agama dan umum tidak dibenarkan. Ilmu apa saja, diturunkan oleh Allah dengan
urgensi dan fungsi masing-masing yang saling terhubung dan terkait satu sama lain. Dalam
mencari ilmu, pelajar tidak boleh membeda-bedakan antara ilmu satu dengan ilmu lain. Semua
ilmu harus diambil dari wadah mana saja ia bisa ditemukan. Mempelajari agama tidak bisa
mengabaikan ilmu lain, yaitu ilmu lisan dan ilmu kehidupan. Ilmu agama sebagai poros utama
harus berjalan bersama-sama dan bergandengan dengan ilmu lisan dan ilmu kehidupan.
THANK YOU
for
WATCHING

Anda mungkin juga menyukai