Anda di halaman 1dari 22

BUDAYA MUTU

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kebijakan dan Mutu Pendidikan

DOSEN PENGAMPU

DR. E. KOSMAJADI, M. MPd

Makalah ini disusun oleh kelompok 1 :

1. MUKHLIS
2. RUDI
3. SOFWAN
4. ANTONI
5. DEDE LUTHFI

PROGRAM PASCASARJANA (S2)


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS MAJALENGKA
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat karunia, rahmat, dan

hidayah-Nya penyusunan makalah yang berjudul (Budaya Mutu) ini dapat selesai dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan arahan dari (dosen mata kuliah

Kebijakan dan Mutu Pendidikan ) serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan

makalah ini:

1. Bapak Dr. E. KOSMAJADI, M.MPd yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan

masukan

2. Teman-teman kelompok 1 yang selalu memberikan motivasi dan inovasi tentang penyusunan

makalah ini.

3. Pihak-pihak yang telah memberikan dukungan dalam bentuk apapun

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi penulis maupun para pembaca. Penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna penyusunan makalah yang lebih sempurna

ke depannya.

Indramayu, Nopember 2021

Penyusun

ii
DARTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................................................................ii

Daftar isi .............................................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................................ 3

1. Pengertian Budayadan Budaya Mutu.......................................................................................3

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................................7

BAB IV PENUTUP...........................................................................................................................17

A. Kesimpulan.............................................................................................................................17
B. Rekomendasi..........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persoalan budaya dan karakter bangsa kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Sorotan itu
mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara,
dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa, para pemuka masyarakat, para
ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai persoalan budaya dan
karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional.
Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,
perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan
sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai
kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang,
peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat. Alternatif lain yang banyak
dikemukakan untuk mengatasi, paling tidak mengurangi, masalah budaya dan karakter bangsa yang
dibicarakan itu adalah pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif
karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang
bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa
dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya
dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam
waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat. Kualitas
pendidikan di Indonesia saat ini telah menjadi perhatian dari berbagai kalangan, tidak hanya pada
kalangan pendidikan, tetapi juga masyarakat. Mereka menginginkan munculnya perubahan dalam
hal usaha meningkatkan kualitas pendidikan. Fakta menunjukkan bahwa kualitas pendidikan kita
belum sebagaimana diharapkan. Tuntutan terhadap peningkatan kualitas pendidikan semakin
meningkat.
Hal ini dikarenakan adanya (1) kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (2) persaingan
global yang semakin ketat, dan (3) kesadaran masyarakat (orang tua siswa) akan pendidikan yang
berkualitas semakin tinggi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi pada akhir-akhir
ini telah membawa dampak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, sehingga
permasalahan dapat dipecahkan dengan mengupayakan penguasaan serta peningkatan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanpa penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, seseorang kurang
bisa mengantisipasi perubahan-perubahan dalam kehidupan sehari-hari dan tidak mampu mengatasi
persoalan-persoalan hidup yang selalu berkembang dengan pesat. Persaingan global dalam era pasar
bebas, menyebabkan adanya kompetisi yang sangat ketat. Untuk dapat berpartisipasi dalam
persaingan global tersebut, seseorang dituntut memiliki kemampuan yang lebih/berkualitas, yaitu
1
memiliki kecakapan berkomunikasi, memiliki kemampuan menjalin kerjasama, memiliki
keterampilan atau skill tertentu, individu yang ulet, disiplin, beretos kerja yang tinggi, pandai
menangkap peluang, dan memiliki semangat untuk maju. Budaya sekolah merupakan faktor yang
paling penting dalam membentuk siswa menjadi manusia yang penuh optimis, berani, tampil,
berperilaku kooperatif, dan kecakapan personal dan akademik. Sekolah-sekolah yang memiliki
keunggulan atau keberhasilan pendidikan tertentu biasanya dapat dilihat dari beberapa variabel
yang mempengaruhinya seperti perolehan nilai dan kondisi fisik, akan tetapi kurang memperhatikan
hal lain yang tidak tampak yang justru lebih berpengaruh terhadap kinerja individu dan organisasi
itu sendiri yang mencakup nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya, dan norma perilaku
yang disebut sebagai the human side of organization (sisi/aspek manusia dan organisasi). Para
kepala sekolah, guru, warga sekolah, stakeholder sekolah atau yang terkait termasuk pengawas, dan
pengelola/pembina pendidikan perlu dibekali pemahaman konsep yang benar tentang budaya
organisasi, budaya mutu sekolah dan pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik atau
unggul. Dengan memiliki pemahaman konsep yang baik para kepala sekolah dan guru selaku
pelaksana penyelenggara pendidikan yang didukung oleh warga sekolah, stakeholder sekolah atau
yang terkait lainnya akan dapat mengembangkan budaya mutu sekolah dalam rangka
pengembangan sekolah yang unggul, termasuk pengawas, dan pengelola/pembina pendidikan akan
dapat membinanya dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu, pengembangan budaya mutu sekolah
merupakan hal yang sangat penting dan berpengaruh dalam membentuk profesionalitas insan
pendidikan yang berkarakter dan berbasis budaya.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan pengembangan budaya mutu sekoloah ?
2. Bagaimana proses pengembangan budaya mutu di sekolah ?
3. Langkah apa saja yang harus dilakukan oleh Insan Pendidikan untuk pengembangan budaya mutu
sekolah ?
4. Bagaimana Wujud budaya mutu sekolah unggul, berakhlak dan berprestasi ?

2
BAB II
LANDASAN TEORI

1.Pengertian Budaya dan Budaya Mutu

Secara umum Kuntjaraningrat(2000:1) mendifinisikan budaya adalah total pikiran, karya, dan
hasil karya manusia yangtidakberakar pada nalurinya. Lebih lanjut dijelaskan difinisi budaya
tersebut mengandung unsur (1) sistim religi; (2) sistem organisasi kemasyarakatan;(3) sistem
pengetahuan;(4) bahasa;(5) kesenian;(6) sistem mata pencaharian hidup;(7) sistem teknologi
danperalatan. Penulis mencoba mensederhanakan bahwa budaya terbangun atas dasar polapikir,
polarasa, dan pola karya.Terkait dengan organisasi, masing-masing organisasi mempunyai budaya
yang berbeda-beda tergantung dari nilai dan tradisi yang dipunyai. Perbedaan budaya di organisasi
akan terlihat dari perilaku karyawannya dalam bekerja, harapan organisasi dan masing-masing
karyawan dan perilaku normatif yang bagaimana yang disepakati organisasi dalam melaksanakan
pekerjaan mereka. Dalam konteks MMT,Goetsch & Davis (1994: 121)mend ifinisikan “A quality
culture is an organizational value system that results in an environment that is conducive to the
establishment and continual improvement of quality”. Kira-kira artinya sebuah budaya mutu adalah
sebuah sistem nilai organisasi yang menghasilkan sebuah lingkungan yang kondusif untuk
mendirikan dan meningkatan mutu secara berkelanjutan. Ahli manajemen mutu lainnya Shaskin
dan Keisser (1994: 73) mendifinikan budaya mutu adalah“the set of shared values and beliefs -
makes sure that adaptive change aims at fulfilling customers’ desires”.Maknanya adalahsejumlah
nilaidankeyakinan yg dimiliki bersama–yang memastikan bahwa penyesuaian perubahan bertujuan
untuk mememenuhi keinginanparapelanggan. Menurut Goetsh dan Davis (1994, 122), mengenali
karakteristik budaya mutu di suatu organisasi sebenarnya lebih mudah dari pada mendifinisikannya.
Organisasi yang telah tumbuh budaya mutunya, terlepas apapun produk/jasa yang dihasilkan,
mereka mempunyai karakteristik yang universal.

Sepuluh Karakteristik Budaya Mutu di Suatu Organisasi 1 Perilaku cocok dengan slogan 2 Selalua
da survey keinginan pelanggan dan digunakan untuk peningkatan mutu3 Staf dilibatkan dan
diberdayakan 4 Pekerjaan dilakukan dalam tim 5 Pimpinan puncak komit dan terlibat langsung
(tidak mendelegasikan) 6 Sumber daya yang cukup selalu tersedia dimana dan kapan saja
dibutuhkan 7 Diklat tersedia untuksemua level pekerja 8 Sistim penghargaan dan promosi berdasar
pada kontribusinya terhadap Sistim penghargaan dan promosi berdasar padakontribusinya terhadap
peningkatan mutu 9 Teman sejawat diperlakukan sebagaipelanggan internal 10 Pemasok
diperlakukan sebagaipartner.

3
Secara singkat masing-masing 10 karakteristik di atas dapat dijelaskan sebagai berikut. 1)
Perilaku cocok denganslogan, maknanya pada institusi dimana budaya mutunya sudah tumbah baik,
maka perilaku pimpinan dan seluruh staf dan karyawannya sesuai denganmotto, slogan, dan
semboyan yang dirumuskan dan dipampang atau ada di institusi tersebut. Ini artinya,
slogan,motto,dan semboyan telah menginternal, menjadi pegangan, panduan, dan petunjuk dalam
setiap perilaku pimpinan dan warga institusi tersebut. Ada institusi mempunyaimotto:Kami
kerjakan Sekarang tidak Besok; “Leading in Character University”; Siap menuju World Class
University. Untuk mengetahui apakah budaya mutu sudah tumbuh di institusi tersebut maka dapat
dilakukan survey dengan responden internal dan eksternal institusi apakah mottotersebut sudah
tercermin dalam kesehariannya.2) Selalu ada survey keinginan pelanggan dan digunakan untuk
peningkatan mutu, maknanya institusi menyadari dan komitmen fokus pada pelanggan. Untuk itu
institusi selalu ada survey rutin yang dilakukan untuk memperolah masukan dari pelanggan. Hasil
survey dianalisis dan dipakai sebagai basis dalam perumusan program peningkatan mutu
produk/jasa yang dapat memenuhi bahkan melampaui harapan pelanggan/klien.3) Staf dilibatkan
dan diberdayakan, maknanya staf dan karyawan diajakserta menentukan kebijakan dan difasilitasi
untuk meningkat kapabilitasnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi produksi atau jasa
yang dihasilkan yang muaranya memenuhi atau melampaui harapan pelanggan.4) Pekerjaan
dilakukan dalamtim, maknanya semua program diupayakan dilakukan oleh tim. Secara garis besar
ada dua jenis tim dalam manajemen mutu, yaitu tim yang anggotanya lintas keahlian untuk tujuan
jangka pendek dan sering disebut gugus kendali project (quality control project-QCP). Masa kerja
tim ini selesai manakala target proyek telah tercapai. Tim kedua adalah timyang anggotanya terdiri
dari mereka yang satu profesi untuk peningkatan profesi mereka. Masa kerja tim ini menenrus
selamanya sesuai keberadaan profesi mereka. Tim ini sering disebut dengan gugus kendali mutu
(Quality Control Circle-QCC).5) Pimpinan puncak komit dan terlibat langsung (tidak
mendelegasikan). Pada budaya mutu yang sudah tumbuh pimpinan puncak langsung terlibat dengan
staf dan karyawan (tentu dengan porsi tertentu). Tidak seperti instansi yang konvensional pada
umumnya pinpinan puncak mendelegasikan atau mewakilkan stafnya sehingga pimpinan tidak
dapat menghayati dinamika kelompok. Pemimpin juga mempunyai komitmen terhadap
pengambilan kebijakan dan program yang sesuai nilai-nilai MMT termasuk pendanaan yang
diperlukan.6) Resourceyg“cukup”selalu tersedia dimanadankapan saja dibutuhkan. Seperti pada
umumnya organisasi, organisasi di bidang pendidikan pembangunan fisik mendominasi alokasi
anggaran sehingga pengembangan SDM sering kurang memperoleh porsi yang memadai. Kualitas
SDM memegang peranvital dalam sistem manajemen mutu. Pengadaan fasilitas fisik perlu
dibarengi dengan peningkatan mutu SDM nya. Perlu paradigma mengedepankan peningkatan mutu
SDM baru dibarengi dengan fasilitas fisik yang memadai.7) Diklat tersedia untuksemua
4
levelpekerja.Menyambung butir 6 diatas, peran SDM dalam peningkatan mutu sangat vital tidak
hanya staf dan manajer (Dinas Pendidikan, pengawas) tetapi juga pekerja garis depan (guru dan staf
sekolah). Jenis diklat yang disediakan seharusnya mencakup materi pengembangan 8)Sistim
penghargaan dan promosi berdasar padakontribusinya terhadap peningkatan mutu. Penghargaan
diberikan kepada tim karena pekerjaan selalu diupayakan dikerjakan oleh tim dan penghargaan ini
harus adil sesuaiprinsip kesamaan hak (equality).9) Teman sejawat diperlakukan sebagai“pelanggan
internal”. Sejalan dengan cara pandang kontemporer terhadap pemasok dan pelangganyang
dijelaskan di Bab IV bahwa pelanggan tidak hanya mencakup pelanggan eksternal tetapi
jugapelanggan interna,l yaitu teman sejawat dalam organisasi. Hal ini diperlukan sesuai falsafah
MMT bahwa setiap individu dalam organisasi harus memuaskan semua pelanggan, maka kalau
teman sejawat sebagi pelanggan iapun harus dipuaskan. Dalam konteks sekolah, maka bagi guru
pelanggan eksternal utama adalah siswa, namun guru harus memperlakukan staf pengajaran dan
sesama guru dan juga kepala sekolah adalah pelanggan/klien internal mereka.10) Pemasok
diperlakukan sebagaipartner.Pada institusi dimana budaya mutu belum tumbuh maka pemsasok
tidak diperlakukan sebagai partner. Pemasok tidak diperhitungkan akan mempengaruhi mutu
produk/jasa yang dihasilkan. Dalam konteks manajemen total maka pemasok harus diperhitungkan
sebagai partner karena akan berkontribusi terhadap mutu produk/jasa yang dihasilkan. Pemasok
dalam konteks sekolah dapat mencakup antara lain, sekolah jenjang dibawahnya untuk suplai siswa
dan lembaga pendidik tenaga kependidikan untuk suplai guru dan kepala sekolah. 2. Menggerakan
Perubahan Budaya Menurut Goetsch dan Davis (1994, 124) mengimplementasikan MMT tanpa
menyiapkan budaya mutu adalah mengundang kegagalan. Organisasi yang masih menggunakan
budaya konvensional dalam memanaj jalannya organisasi tidak akan berhasil dalam menerapkan
manajemenmutunya. Implementasi MMT memerlukan budaya mutu baik yang mendahului atau
bersama-sama penerapan manajemen mutunya dengan rasional sebagai berikut. 1) Perubahan
budaya tidak dapat terjadi dalam situasi pertentangan. Pendekatan sistem menejemen mutu terpadu
dalam melakukan kegiatan keseharian bisnis dapat jadi total berbeda dengan pendekatan
menejemen tradisional yang umumnya dilakukan. Seorang direktur yang terbiasa bekerja di ruang
terpisah, sendiri, tertutup di ruang yang nyaman akan cenderung menolakMMT yang
mengedepankan pelibatan dan pemberdayaan staf. Karyawan yang terbiasa berkompetisi dengan
sesama karyawan untuk mendapatkan insentif atau promosi jabatan akan menolak MMT yang
mengedepankan kerjasama yang simbiose dan kerjatim. Situasi seperti itu akan menyuburkan
persaingan dan ini akan sangat menyulitkan perubahan walaupun sudah dijelaskan nilai tambah dari
perubahan tersebut. Perubahan budaya akan sulit meskipun merekamenghendakinya.
2)Implementasi MMT memerlukan waktu. Kinerja istitusi diawal masa penerapan MMT akan
mengalami penurunan, setelah itu bila institusi konsisten melaksanakannya maka sedikit demi
5
sedikit kinerja akan mengalami peningkatan. Jadi dalam penerapan MMT peningkatan kinerja
institusi umumnya tidak terjadi dalam jangkawaktu yang pendek. Saat itu perlu disampaikan kepada
kelompok penentang untuk tidak terkena sindrom kegagalan-“it wouldn’t work syndrome”. 3)
Mengganti masa lalu dapat jadi sangat sulit. Karyawan yang sudah bekerja di institusi selama
puluhan tahunt entu sudah sering melihat pergantian kebijakan manajemen yang silih berganti.
Mempromosikan MMT akan menghadapi sikap karyawan yang serupa. Sikap karyawan tersebut
adalah bagian dari kebuyaan. Masa lalu merupakan bagian dari budaya institusi, ini dapat jadi
menjadi hal yang sangat sulit diatasi. Di bidang pendidikan sering kita alami ganti menteri ganti
kurikulum. Ini situasi yang sama dan pimpinan perlu meyakinkan kelomok penolak bahwa
perubahan akan membawa kebaikan, bila tidak akibatnya perubahan akan sulit terjadi. 3.
Menyiapkan Pondasi Bangunan Budaya Mutu Mendirikan budaya mutu seperti mendirikan sebuah
bangunan. Pertama, kita harus membuat pondasinya. Menurut Scholtes dalam Goetsch dan Davis
pondasi budaya mutu adalah membangun pemahaman tentang“hukum” perubahan organisasi”.
Hukum-hukum perubahan tersebut adalah mencakup empat hal berikut. 1) Pahamibudaya
sebelumnyasebelum budaya yang sekarang ada Budaya organisasi tidak begitu saja ada. Seseorang
telah merumuskan kebijakan sehingga organisasi saat ini mampu bersaing dan eksis. Seseorang
telah mengawali dengan tradisi yang dapt jadi sekarang menjadi sebuah penghambat perubahan.
Jaman dan situasi telah berubah, namun jangan terlalu cepat mengkritik. Kebijakan, tradisi, dan
aspek lainnya yang telahmembentuk budaya yang ada saat ini bias jadi sudah tidak cocok lagi
dengan jamannya, namun hal tersebut tentunya dulu dikreasi dengan alasan yang rasional saat itu.
Pelajari sejarahnya sebelum mencoba memodifikasi atau menggantinya.2) Jangan
marah/menyalahkan sistem yg ada, perbaiki sistem tersebut Meniadakan budaya lalu tidak sama
dengan menumbuhkan budaya baru. Untuk itu, pelajari budaya yang ada, apa yang salah, mengapa,
dan bagaimana merubahnya atau menggantinya.3) Bersiap-siap mendengarkan dan mengobservasi
Warga organisasi adalah pelaku utama dalam budaya tersebut termasuk pelaku perubahan.
Konsekuensinya, warga dapat mudah frustasi dan bersikap masa bodoh. Untuk perlu perhatian
terhadap sikap warga dan sistem yang ada di organisasi . Dengarkan apa yang dikatakan warga dan
observasi apa yang tidak dikatakan. Warga yang mendengarkan cenderung mendukung
perubahan.4) Libatkan semua orang yg terkena dampak perubahan Budaya Mutu Pada umumnya
orang memang tidak menyukai perubahan dan itu adalah normal. Perubahan sering kali sulit
meskipun orang tersebut ingin berubah. Perubahan juga sulit terjadi bila dengan pemaksaan
terhadap individu pelaku perubahan. Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melibatkan
pelaku perubahan dalam merancang dan mengimplementasikan perubahan. Beri kesempatan kepada
mereka untuk menyatakan pendapat dan kekhawatirannya.

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. Tugas dan Tanggung Jawab


Dalam organisasi pendidikan yang menjadi pemimpin pendidikan adalah kepala sekolah.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah memiliki sejumlah tugas dan tanggung jawab yang
cukup berat. Untuk bisa menjalankan fungsinya secara optimal, kepala sekolah perlu menerapkan
gaya kepemimpinan yang tepat. Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugasnya ,dibantu dan
bekerjasama dengan PKS ( Pembantu Kepala Sekolah), Guru dan karyawan di sekolah seperti Tata
Usaha dan petugas K3. Peranan utama kepemimpinan kepala sekolah tersebut, nampak pada
pernyataan-pernyataan yang dikemukakan para ahli kepemimpinan. Knezevich yang dikutip
Indrafachrudi (1983) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sumber energi utama
ketercapaian tujuan suatu organisasi. Di sisi lain, Owens (1991) juga menegaskan bahwa kualitas
kepemimpinan merupakan sarana utama untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu, agar kepala
sekolah bisa melaksanakan tugasnya secara efektif, mutlak harus bisa menerapkan kepemimpinan
yang baik. Sekolah-sekolah yang memiliki keunggulan atau keberhasilan pendidikan oleh Owens,
(1995: 81) lebih dipengaruhi dari kinerja individu dan organisasi itu sendiri yang mencakup nilai-
nilai (values), keyakinan (beliefs), budaya, dan norma perilaku yang disebut sebagai the human side
of organization (sisi/aspek manusia dan organisasi). Hal tersebut sesuai apa yang telah dilakukan
oleh Frymier dan kawankawan (1984) dalam melakukan penelitian One Hundred Good Schools,
yang dalam penelitiannya mereka menyimpulkan bahwa iklim atau atmosphere sekolah, seperti
hubungan interpersonal, lingkungan belajar yang kondusif, lingkungan yang menyenangkan, moral
dan spirit sekolah berkorelasi secara positif dan signifikan dengan kepribadian dan prestasi
akademik lulusan. Dengan demikian, budaya sekolah dapat dikatakan bermutu bilamana
memungkinkan bertumbuhkembangnya sekolah dalam mencapai suatu keberhasilan pendidikan.
Budaya mutu sekolah adalah keseluruhan latar fisik, lingkungan, suasana, rasa, sifat, dan iklim
sekolah secara produktif mampu memeberikan pengalaman dan bertumbuhkembangnya sekolah
untuk mencapai keberhasilan pendidikan berdasarkan spirit dan nilai-nilai yang dianut oleh sekolah.
Dalam hal ini, Depdiknas (2000) telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu sekolah sebagai
berikut: (1) informasi kualitas untuk perbaikan, bukan untuk mengontrol, (2) kewenangan harus
sebatas tanggungjawab, (3) hasil diikuti rewards atau punishment, (4) kolaborasi, sinergi, bukan
persaingan sebagai dasar kerjasama, (5) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, (6)
atmorfir keadilan, (7) imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan (8) warga sekolah merasa
memiliki sekolah. Sedangkan Peter dan Waterman (Hanson, 1996) menemukan nilai-nilai budaya
yang secara konsisten dilaksanakan di sekolah yang baik, yaitu mutu dan pelayanan merupakan hal
yang harus diutamakan, selalu berupaya menjadi yang terbaik, mem-berikan perhatian penuh pada
7
hal-hal yang nampak kecil, tidak membuat jarak dengan klien, melakukan sesuatu sebaik mungkin,
bekerja melalui orang (bukan sekedar bekerjasama atau memerintahnya), memacu inovasi, dan
toleransi terhadap usaha yang berhasil. Pengembangan budaya mutu sekolah merupakan tugas dan
tanggung jawab kepala sekolah, selaku pemimpin pendidikan. Namun demikian, pengembangan
budaya mutu sekolah mempersyaratkan adanya partisipasi seluruh personil sekolah dan stakeholder,
termasuk orang tua siswa, dan oleh karena itu, secara manajerial pengembangan budaya mutu
sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah, sedangkan secara operasional sehari-hari menjadi
tugas seluruh personil sekolah dan stakeholder terkait.

B. Tahapan Pelaksanaan
Proses pengembangan budaya mutu sekolah dapat dilakukan melalui tiga tataran, yaitu (1)
pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai; (2) pengembangan pada tataran teknis; dan (3)
pengembangan pada tataran sosial. Pada tataran pertama, proses pengembangan budaya mutu
sekolah dapat dimulai dengan pengembangan pada tataran spirit dan nilai-nilai, yaitu dengan cara
mengidentifikasi berbagai spirit dan nilai-nilai kualitas kehidupan sekolah yang dianut sekolah,
misalnya spirit dan nilai-nilai disiplin, spirit dan nilai-nilai tanggung jawab, spirit dan nilai-nilai
kebersamaan, spirit dan nilai-nilai keterbukaan, spirit dan nilainilai kejujuran, spirit dan nilai-nilai
semangat hidup, Spirit dan nilai-nilai sosial dan menghargai orang lain, serta persatuan dan
kesatuan (Torrington & Weightman, dalam Preedy, 1993). Oleh karena itu, tidak ada
pengembangan budaya mutu sekolah secara sistematik tanpa identifikasi berbagai spirit dan nilai-
nilai yang dapat dijadikan landasan. Dalam rangka pengembangan budaya mutu sekolah ada tiga
langkah yang harus ditempuh oleh kepala sekolah, yaitu: 1. Identifikasi spirit dan nilai-nilai sebagai
sumber budaya mutu sekolah, yang dilakukan bersama dengan seluruh stakholder, dan ditetapkan
sebagai sebuah kebijakan resmi sekolah dalam bentuk surat keputusan kepala sekolah. 2.
Sosialisasi secara kontinyu spirit dan nilai-nilai kepada seluruh stakholder, baik melalui pertemuan-
pertemuan, majalah sekolah, buku penghubung sekolah, majalah dinding sekolah, diperagakan pada
dinding kelas, maupun dalam bentuk surat edaran. 3. Kepala sekolah selalu menumbuhkan
komitmen seluruh stakeholder agar memegang teguh spirit dan nilai-nilai yang telah ditetapkan
bersama.
Pada tataran kedua, adalah pengembangan tataran teknis. Pengembangan pada tataran teknis
tersebut dilakukan setelah kepala sekolah bersama stakeholder telah berhasil mengidentifikasi spirit
dan nilai-nilai, yaitu dengan cara mengembangan berbagai prosedur kerja manajemen (management
work procedures), sarana manajemen (management toolkit), dan kebiasaan kerja (management
work habits) berbasis sekolah yang betul-betul merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang akan
dibudayakan di sekolah. Dalam rangka pengembangan tataran teknis budaya mutu sekolah dapat
8
ditempuh oleh kepala sekolah melalui langkah-langkah sebagai berikut: 1. Kepala sekolah bersama
seluruh stakeholder terkait mengevaluasi sejauh mana keseluruhan komponen sistem sekolah,
seperti struktur organisasi sekolah, deskripsi tugas sekolah, sistem dan posedur kerja sekolah,
kebijakan dan aturanaturan sekolah, tatatertib sekolah, hubungan formal maupun informal, telah
merefleksikan spirit dan nilai-nilai dasar yang sangat fungsional bagi tumbuh dan berkembangnya
sekolah. 2. Selanjutnya, kepala sekolah dengan stakeholder terkait mengembangkan berbagai
kebijakan teknis pada setiap komponen sistem yang betul-betul merefleksikan spirit dan nilai-nilai
dasar yang sangat fungsional bagi tumbuh dan berkembangnya sekolah. Bagi komponen sistem
sekolah yang telah merefleksikan spirit dan nilai-nilai yang sangat fungsional bagi tumbuh dan
berkembangnya sekolah sebaiknya tetap dipertahankan dan diimplementasikan, dan bilamana tidak
hendaknya terlebih dahulu dilakukan berbagai perubahan dan pembaharuan seperlunya, dan setelah
itu kepala sekolah selaku manajer sekolah berkewenangan untuk segera membuat berbagai
kebijakan teknis. Sedangkan pada tataran ketiga adalah pengembangan tataran sosial.
Pengembangan tataran sosial dalam konteks pengembangan kultur sekolah adalah proses
implementasi dan institusionalisasi sehingga menjadi sebagai suatu kebiasaan (work habits) di
sekolah dan di luar sekolah. Tahap Pengembangan Budaya Mutu Sekolah .

C. Tahap-tahap pengembangan Kegiatan dalam pengembangan budaya mutu sekolah


Merumuskan tujuan pengembangan yang dijiwai spirit dan nilai-nilai & Penetapan kebijakan
• mencapai keefektifan pendidikan di sekolah • melalui tim khusus • melibatkan semua warga
sekolah • kebijakan yang bersifat mikro/operasional • penetapan kebijakan-kebijakan
pengembangan budaya mutu berdasarkan kesepakatan bersama Sosialisasi & implementasi • kepada
semua warga sekolah • orang tua siswa • melalui ditempel pada papan pengumuman • surat • edaran
• dilakukan komunikasi secara terbuka (untuk dan agar dimengerti, dipahami, disetujui, diikuti
dan dapat diterima sebagai kebijakan atau aturan sekolah) • Dilaksanakan bersama-sama dengan
baik Evaluasi & follow up • dilakukan evaluasi bersama • melalui rapat rutin sekolah • pertemuan-
pertemuan dengan wali siswa, • perbaikan sebagai tindak lanjut
Identifikasi Spirit Dan Nilai-Nilai Sebagai Sumberdaya Mutu Sekolah Unggul, Berakhlak dan
Berprestasi Spirit dan nilai-nilai yang dijadikan sebagai sumber budaya mutu pada sekolah unggul,
Berakhlak dan Berprestasi antara lain: (1) spirit dan nilai-nilai perjuangan, (2) spirit dan nilai-nilai
ibadah, (3) spirit dan nilai-nilai amanah, (4) spirit dan nilai-nilai kebersamaan, (5) spirit dan nilai-
nilai disiplin, (6) spirit dan nilai-nilai profesionalisme, dan (7) spirit dan nilai-nilai menjaga
eksistensi sekolah. Spirit dan nilai-nilai tersebut, dijadikan landasan dan sumber oleh sekolah ini
yang tercermin dalam setiap kegiatan, dalam mengambil keputusan, sikap dan perilaku warga

9
sekolah, pola-pola manajemen yang dilakukan, dan lain sebagainya. Spirit dan nilai-nilai budaya
mutu mewarnai dan nampak dalam penyelenggaraan

D. Faktor – Faktor Pendukung

Banyak hal yang menjadi Faktor- Faktor pendukung untuk pengembangan budaya mutu
sekolah untuk mewujudkan sekolah unggul, Berakhlak dan berprestasi. Penyelenggaraan
pendidikan di sekolah unggul, Berakhlak dan berprestasi dikelompokkan menjadi dua faktor organ,
yaitu (1) Faktor organ pengelola yang mempunyai tugas dan wewenang bersifat makro, yang
meliputi rekrutmen tenaga, pengembangan makro sekolah, pembangunan gedung/pengadaan barang
skala besar dan (2) sekolah sebagai organ pelaksana pendidikan yang mempunyai tugas dan
wewenang yang bersifat mikro/operasional. Dengan demikian semua kebijakan operasional harus
mengacu pada kebijakan makro yang telah ditetapkan oleh organ pengelola dan merupakan garis
instruktif. Sekolah sebagai pelaksana operasional, dalam penyelenggaraannya dipimpin oleh
seorang kepala sekolah yang dibantu oleh guru dan tenaga tata usaha. Pembagian tugas diantara
kepala sekolah, guru, dan tenaga tata uhasa selalu dilakukan evaluasi keefektifannya, sehingga pola-
pola manajemen yang dilakukan secara dinamis disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
riil di sekolah. Garis instruktif kepala sekolah secara langsung kepada unsur akademik, unsur
administratif, dan unsur penunjang dan garis koordinatif dengan BP3/komite sekolah/forum orang
tua siswa. Sedang garis koordinatif diantara ketuga unsur tersebut dalam rangka keefektifan
penyelenggaraan sekolah.

Penyelenggaraan pendidikan sekolah unggul, berakhlak dan berprestasi tersebut di atas dapat
berjalan dengan baik, dikarenakan (1) adanya pembagian yang jelas dan tegas (tidak tumpang
tindih), (2) adanya garis koordinasi dan garis instruksi yang jelas dan fungsional, (3) adanya pola-
pola manajemen yang dilakukan secara dinamis disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan
riil di sekolah. Dengan penyelenggaraan yang didasari ketiga tersebut di atas, pelaksanakan tugas-
tugas pendidikan di sekolah dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien.
Wujud Budaya Mutu Sekolah Unggul, Berakhlak dan Berprestasi Sebenarnya budaya organisasi
muncul dalam dua dimensi, yaitu dimensi yang tidak tampak (intangiable) dan dimensi yang
tampak (tangiable), sebagaimana yang dikemukakan Calldwell dan Spinks (1993) bahwa dimensi
yang tidak tampak yaitu meliputi: spirit/nilainilai, keyakinan, dan ideologi dan dimensi yang
tampak, meliputi: kalimat, baik tertulis maupun lisan yang digunakan, perilaku yang ditampilkan,
bangunan, fasilitas, serta benda yang digunakan di sekolah. 1. Visi dan misi sekolah Visi dan misi
sekolah unggul tercermin budaya mutu yang nampak pada: (1) kegiatan dan praktek-praktek,
pembiasaan-pembiasaan, kegiatan-kegiatan ilimiah, pembiasaan bersikap dengan guru, orang tua,
10
dan teman, (2) program kunjungan ke tempat-tempat bersejarah, masjid-masjid, museum, candi, ke
instansi pemerintah (wali kota, DPRD); dan pementasan budaya-budaya Indonesia & budaya Islami
yang dikemas dengan metode project based learning (PBL), dan (3) penggunaan strategi
pembelajaran antar kelas yang berbeda-beda: pembelajaran di luar kelas, pembelajaran melalui
pengamatan, praktek di laboratorium, pembelajaran dengan diskusi kelompok pembelajaran,
menggunakan metode pembelajaran CTL, PBL, bilingual, pembelajaran berbasis ITC, dan lain
sebagainya. Visi dan misi sekolah unggul nampak dijadikan sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan Visi dan misi sekolah dijadikan pedoman oleh setiap guru dalam melaksanakan
pembelajaran di kelas maupun kegiatan-kegiatan sekolah lainnya, termasuk orang tua siswa dalam
mengarahkan dan bimbingan di rumah. Karena visi dan misi sekolah ini dianggap sebagai salah satu
budaya mutu sekolah yang merupakan perpaduan nilainilai, keyakinan, asumsi, pemahaman, dan
harapan-harapan yang diyakini oleh warga sekolah atau kelompok serta dijadikan sebagai pedoman
bagi perilaku dan pemecahan masalah yang dihadapi (Hodge & Anthony, 1988). Kalau dilihat dari
segi keefektifan visi dan misi sekolah yang dapat mengarahkan semua warga sekolah dalam
melaksanakan tugas-tugasnya di sekolah sehingga dapat menumbuhkan adanya interaksi yang dari
semua warga sekolah untuk mencapai cita-cita yang terkandung dalam visi dan misi sekolah
tersebut, hal ini sesuai apa yang dikemukakan DeRoche (1987), beberapa ciri budaya organisasi
yang efektif antara lain: (1) adanya dukungan bagi interaksi social, (2) dukungan bagi kegiatan-
kegiatan intelektual atau belajar, dan (3) komitmen yang kuat terhadap visi dan misi organisasi. 2.
Struktur Organisasi dan Deskripsi Tugas Penyelenggaraan pendidikan di sekolah unggul
dikelompokkan menjadi dua organ, yaitu (1) organ pengelola yang mempunyai tugas dan
wewenang bersifat makro, yang meliputi rekrutmen tenaga, pengembangan makro sekolah,
pembangunan gedung/pengadaan barang skala besar dan (2) sekolah sebagai organ pelaksana
pendidikan yang mempunyai tugas dan wewenang yang bersifat mikro/operasional. Dengan
demikian semua kebijakan operasional harus mengacu pada kebijakan makro yang telah ditetapkan
oleh organ pengelola dan merupakan garis instruktif. Sekolah sebagai pelaksana operasional,
dalam penyelenggaraannya dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang dibantu oleh guru dan
tenaga tata usaha. Pembagian tugas diantara kepala sekolah, guru, dan tenaga tata uhasa selalu
dilakukan evaluasi keefektifannya, sehingga pola-pola manajemen yang dilakukan secara dinamis
disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan riil di sekolah. Garis instruktif kepala sekolah
secara langsung kepada unsur akademik, unsur administratif, dan unsur penunjang dan garis
koordinatif dengan BP3/komite sekolah/forum orang tua siswa. Sedang garis koordinatif diantara
ketuga unsur tersebut dalam rangka keefektifan penyelenggaraan sekolah. 3. Sistem dan Prosedur
Kerja Sistem dan prosedur kerja di sekolah unggul,Berakhlak dan Berprestasi adalah: (1) sistem dan
prosedur yang bersifat makro ditetapkan oleh organ pengelola sebagai pedoman umum pelaksanaan
11
operasional di sekolah, meliputi: sistem dan prosedur rekrutmen tenaga baru, sistem pembinaan
kepangkatan, ketentuan cuti, peraturan disiplin kepegawaian, sistem seleksi penerimaan siswa baru,
penetapan kurikulum dan lain sebagainya yang bersifat makro, (2) sistem dan prosedur yang
bersifat operasional ditetapkan oleh sekolah dalam rangka mempertegas, memperjelas, dan meng-
konkritkan kebijakan makro, meliputi: sistem reward bagi siswa dan guru, upaya meningkatkan
profesional dengan sistem pengumpulan media yang dibuat sendiri oleh guru, penyiapan rancangan
pembelajaran dengan baik, melakukan pembinaan, pengiriman dan mengikutkan guru/pegawai
dalam kegiatan pelatihan/diklat/ lokakarya baik yang diselenggarakan oleh organ pengelola sekolah
maupun pihak luar, dan lain sebagainya. Budaya mutu tersebut di atas, selaras dengan rumusan
Depdiknas (2000) tentang elemen budaya mutu sekolah khususnya pada elemen yang ketiga dan
keempat, yaitu ”hasil diikuti rewards atau punishment” dan ”kolaborasi, sinergi, bukan persaingan
se-bagai dasar kerjasama”. Disamping itu, berarti sekolah ini telah memiliki budaya akademik yang
kuat dan komunitas sekolah selalu menciptakan cara-cara yang inovatif, yang merupakan
diantaranya ciri-ciri yang dimiliki oleh sekolah unggul (Suyanto dalam Elfahmi, 2006). 4.
Kebijakan dan Aturan Sekolah Kebijakan dan aturan sekolah unggul adalah sebagai strategi dalam
mencapai tujuan sekolah yaitu dalam rangka peningkatan mutu dan keefektifan sekolah. Pembuatan
kebijakan dan aturan sekolah dibuat dengan melibatkan semua unsur sekolah. Pembuatan kebijakan
dan aturan sekolah tersebut dapat dikategorikan menjadi 3 yaitu: (1) pembuatan kebijakan dan
aturan sekolah ditetapkan oleh pimpinan sekolah pada hal-hal yang sudah jelas dan memang
menjadi kewenangan seorang kepala sekolah untuk mengambil suatu keputusan, dan meskipun
terlebih dahulu meminta pendapat dari warga sekolah, (2) kebijakan yang bersifat krusial digodok
melalui tim khusus yang diberi wewenang oleh sekolah kemudian dilakukan sosialisasi sebelum
ditetapkan oleh sekolah, misalnya: masalah kedisiplinan, PBM, pelayanan kepada siswa, dan lain
sebagainya dan (3) kebijakan dan aturan sekolah yang bersifat teknis, misalnya: peringatan hari
besar nasional dan Islam, teknis layanan makan siang, kunjungan wisata dan lain sebagainya dapat
muncul dari warga sekolah, sekolah mengkaji, menyetujui dan menetapkannya. Disamping hal
tersebut di atas, kebijakan mengenai kebiasaan-kebiasaan dalam sehari-hari di bahas melalui
kesepakatan semua warga sekolah. Hal ini dilakukan dibuat dalam rangka peningkatan mutu atau
keefektifan sekolah, sebab dengan pelibatan dan partisipasi semua unsur sekolah (warga sekolah)
akan tumbuh rasa memiliki dan menjadi milik bersama. Kebijakan dan aturan sekolah unggul dapat
dilihat pada Tabel dibawah ini. Kebijakan dan aturan sekolah unggul, Berakhlak dan Berprestasi
Sifat/tipe Proses Hasil Kebijakan untuk mempertegas, memperjelas kebijakan makro
yayasan/lembaga kebijakan ditetapkan oleh kepala sekolah terlebih dahulu meminta pendapat dari
warga sekolah Hal-hal yang secara jelas dan tegas menjadi kewenangan kepala sekolah Kebijakan
khusus dibentuk tim khusus dan disosialisasikan sebelum disahkan oleh kepala sekolah • masalah
12
kedisplinan • PBM • pelayanan kepada siswa • dan lain-lain kebijakan teknis dapat muncul dari
waga sekolah, sekolah mengkaji, menyetujui dan selanjutnya menetapkannya • teknis PHBI/N •
teknis layanan makan siang • kunjungan wisata/BLA • dan lain-lain kebijakan mengenai
kultur/kebiasaankebiasaan berdasarkan kesepakatan • kegiatan SANLAT • bersalaman • menyapa •
mengucapkan salam • dan lain-lain
Wujud budaya mutu sekolah Dengan demikian budaya mutu sekolah yang nampak dalam
pengambilan suatu kebijakan sekolah adalah (1) mengarah pada peningkatan mutu dan keefektifan
sekolah, (2) melibatkan semua warga sekolah sehingga menumbuhkan rasa memiliki yang tinggi
karena terakomodirnya masukan-masukan, dan menjadi harapan semua staf, dan (3) keputusan
melalui kesepakatan dan demokratis. Ketiga wujud budaya mutu sekolah tersebut, kalau dikaji lebih
mendalam merupakan kriteria-kriteria yang digunakan sebagai pedoman untuk melihat apakah
sekolah itu efektif atau tidak, sekolah itu unggul atau tidak sebagaimana yang telah dikemukakan
oleh Danim (2006) tepatnya pada kriteria 7, 8, dan 9, yang masing-masing kriteria tersebut adalah
pembuatan keputusan secara demokratis dan akuntabilitas, menciptakan rasa aman, sifat saling
menghormati, dan mengakomodasikan lingkungan secara efektif serta mempunyai harapan yang
tinggi kepada semua staf. 5. Tata Tertib Sekolah Tata tertib sekolah dapat dibagi menjadi dua, yaitu
tata tertib untuk guru, pegawai, dan warga sekolah dan tata tertib sekolah khusus untuk siswa, yang
mengatur akan keteraturan sekolah. Tata tertib sekolah berisi kewajiban yang harus dilaksanakan,
larangan yang harus dihindari, dan sanksi yang akan diberikan bagi yang melanggar kewajiban dan
melakukan larangan sekolah. Tata tertib sekolah unggul dirasakan sudah baik dan mapan, karena
dirasakan tidak memberatkan, proses pembuatan melalui dibentuknya tim khusus atau melibatkan
pihak-pihak warga sekolah yang tidak hanya pimpinan saja, tata tertib diterapkan tidak kaku dan
bersifat reward. Disamping itu tata tertib yang dibuat tidak hanya mengatur ketentuan umum tetapi
juga ada tata tertib yang mengatur ketentuan khusus.Budaya mutu nampak pada tata tertib sekolah
unggul dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tata tertib sekolah unggul, Berakhlak dan Berprestasi
Tata tertib siswa/ Guru Budaya mutu yang nampak • kewajiban yang harus dilaksanakan oleh siswa
• larangan yang harus dihindari oleh siswa • sanksi yang akan diberikan kepada siswa bagi yang
melanggar kewajiban dan melakukan larangan sekolah. • kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
guru/pegawai • larangan yang harus dihindari oleh guru/pegawai • sanksi yang akan diberikan
kepada guru/pegawai bagi yang melanggar kewajiban dan melakukan larangan sekolah. •
Melaksanakan 10 Indikator Budaya Berakhlak dan Berprestasi • Disusun oleh tim tertib & tim
khusus (tim work yang solid) • melibatkan warga sekolah, tidak hanya pimpinan saja • diterapkan
tidak kaku • dirasakan tidak memberatkan • mengedepankan reward dari pada hukuman • dapat
diterima dan dirasakan dengan baik • melibatkan warga sekolah, tidak hanya pimpinan saja •

13
diterapkan tidak kaku • dirasakan tidak memberatkan • sudah baik dan mapan • dapat diterima dan
dirasakan dengan baik • Implementasi 10 indikator Budaya Berakhlak dan Berprestasi
6. Fasilitas Sekolah Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah unggul adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas sekolah cukup lengkap dan memadahi untuk menunjang proses pembelajaran yang baik
termasuk pemberian pengalaman belajar bagi siswa. Sarana prasarana dan fasilitas sekolah yang
dimiliki antara lain: gedung yang representatif, ruang kelas yang luas dan representatif,
laboratorium IPA, laboratorium bahasa, laboratorium komputer, pusat sumber belajar,
perpustakaan sekolah, tempat ibadah sebagai pusat pengembangan dan pusat kegiatan ibadah siswa,
halaman dan lapangan olah raga dan lain sebagainya. Dalam rangka optimalisasi dalam menunjang
keefektifan pembelajaran usahausaha yang dilakukan oleh sekolah adalam melakukan perawatan
dan pemanfaatan fasilitas sekolah seefektif dan efisien mungkin, yang teknisnya diatur mekanisme
pemakaian yang diatur oleh masing-masing koordinator laboratorium atau koordinator unit, sedang
sekolah akan melakukan pemantauan, dan melakukan evaluasi keefektifan pemanfaatan fasilitas
sekolah tersebut.
Fasilitas sekolah dan budaya mutu sekolah unggul, Berakhlak dan Berprestasi Fasilitas yang
dimiliki Kondisi riil Budaya mutu yang nampak • gedung sekolah yg luas/ cukup • ruang kelas
yang luas dan representatif • laboratorium IPA • laboratorium bahasa • laboratorium komputer •
pusat sumber belajar • perpustakaan sekolah • tempat ibadah sebagai pusat pengembangan dan
pusat kegiatan ibadah siswa • halaman dan lapangan olah raga dan lain sebagainya. cukup lengkap
dan memadahi untuk menunjang proses pembelajaran yang baik termasuk pemberian pengalaman
belajar bagi siswa • Usaha-usaha optimalisasi • Usaha perawatan dan pemanfaatan fasilitas sekolah
seefektif dan efisien mungkin • adanya mekanisme pemakaian yang diatur oleh masing-masing
koordinator laboratorium atau koordinator unit • pemantauan dan evaluasi keefektifan oleh
sekolah. Dengan demikian budaya mutu yang nampak pada pemberdayaan fasilitas sekolah adalah
adanya usaha-usaha optimalisasi, usaha perawatan dan pemanfaatan keefektifan dan efisiensi,
adanya mekanisme pemakaian yang baik, dan adanya pemantauan dan evaluasi oleh pimpinan
sekolah. Dengan budaya mutu tersebut keefektifan penyelenggaraan pendidikan di sekolah,
misalnya siswa-siswa lebih nyaman belajar di sekolah, suasana belajar yang menyenangkan,
memudahkan belajar dan mengerjakan tugas bagi siswa, dan lain sebagainya, dan oleh Lezotte
(1983) sekolah ini dapat dikategorikan sebagai sekolah yang unggul. Dapat dikatakan sebagai
sekolah yang unggul itu karena memiliki karakteristik-karakteristik, antara lain: lingkungan sekolah
yang aman dan tertib, iklim serta harapan yang tinggi, kesempatan untuk belajar dan mengerjakan
tugas bagi siswa, dan lain sebagainya.
7. Suasana dan Hubungan Formal maupun Informal Suasana dan hubungan formal dan informal
dibangun dalam rangka memperlancar dan memperkokoh komitmen dari semua warga sekolah, dan
14
sekolah sangat memperhatikan hubungan tersebut dengan wali siswa. Suasana kondusif yang
dibangun tersebut melalui: (a) adanya komunikasi pimpinan dengan guru/warga sekolah dan
melalui koordinasi yang kontinyu, (b) pemberian pengakuan bagi yang berprestasi oleh sekolah, (c)
tidak diatur hubungan yang kaku tetapi saling menghormati dan akrab, dan (d) suasana yang
dibangun oleh sekolah adalah suasana maju, kreatif, inovatif, berbuat yang terbaik, tuntutan kerja
keras, koordinasi yang baik, mempunyai struktur kepegawaian yang jelas, hubungan antar individu
dan antara bawahan pimpinan baik, serta perhatian secara individu siswa oleh guru; (e) meskipun
demikian tetap diterapkan mekanisme yang jelas bagi warga sekolah yang melakukan pelanggaran
sekolah. Budaya mutu sekolah unggul nampak pada suasana dan hubungan formal maupun
informal Budaya mutu sekolah unggul, Berakhlak dan Berprestasi Suasana yang dibangun
Budaya mutu yang nampak pada suasana dan hubungan formal dan informal Suasana dan hubungan
formal dan hubungan informal dibangun dalam rangka memperlancar dan memperkokoh komitmen
dari semua warga sekolah termasuk orang tua siswa • komunikasi melalui koordinasi yang
kontinyu • pengakuan bagi yang berprestasi • tidak diatur hubungan yang kaku • saling
menghormati • akrab • tidak takut • anjang sana • suasana maju, kreatif, inovatif • berbuat yang
terbaik • tuntutan kerja keras • koordinasi yang baik • mempunyai struktur kepegawaian yang jelas
• hubungan antar individu dan antara bawahan pimpinan baik • perhatian secara individu siswa
oleh guru • tetap diterapkan mekanisme yang jelas bagi warga sekolah yang melakukan pelanggaran
sekolah. 8. Sikap & Perilaku Kepala Sekolah, Guru dan Tenaga Kependidikan Lainnya Sikap dan
perilaku kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya pada sekolah unggul dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) acuan, yaitu: (1) sikap dan perilaku mengacu pada tuntunan agama
dan norma-norma umum, yaitu bersikap adil, bertegur sapa, penyambutan siswa dipintu gerbang
sekolah oleh guru, bersalaman, memberi salam, berdo’a sebelum dan selesai beraktifitas di sekolah,
saling menghormati, (2) sikap dan perilaku yang dibangun memberikan motivasi dan berprestasi,
selalu belajar dari pengalaman, selalu melakukan evaluasi dan selalu memperbaiki untuk mencapai
yang terbaik, (3) sikap dan perilaku dalam memberikan keteladanan dan jiwa sosial bagi siswa,
yaitu sopan santun, ramah, senyum, memberikan layanan yang terbaik, sabar, bersodaqoh, dan lain-
lain. Budaya mutu sekolah unggul nampak pada sikap dan perilaku.
Acuan sikap dan perilaku Budaya mutu Acuan sikap dan perilaku Budaya mutu nampak pada sikap
dan perilaku ` Sikap dan perilaku mengacu pada tuntunan agama dan norma-norma umum •
bersikap adil • bertegur sapa • penyambutan siswa di pintu gerbang sekolah oleh guru • bersalaman
• memberi salam • berdo’a sebelum dan selesai beraktifitas di sekolah • saling menghormati Sikap
dan perilaku yang dibangun memberikan motivasi dan berprestasi • selalu belajar dari pengalaman •
selalu melakukan evaluasi • dan selalu memperbaiki untuk mencapai yang terbaik Sikap dan
perilaku dalam memberikan keteladanan dan jiwa sosial bagi siswa • sopan santun • ramah •
15
senyum • memberikan layanan yang terbaik • sabar • bersodaqoh, dan lain-lain Indikator-indikator
budaya mutu yang tampak pada sikap dan perilaku tersebut di atas nampaknya selaras dengan apa
yang telah dikemukakan oleh Hasan (2006) tentang syarat ketiga kelembagaan pendidikan islam
yang efektif yaitu membentuk lingkungan pendidikan yang kondusif yang mampu menciptakan
iklim dan kultur sekolah yang Islami (school climate and school culture) yang memberikan suasana
damai, bersih, tertib, aman, indah dan penuh kekeluargaan, lingkungan yang memberikan
kebebasan peserta didik untuk berekspresi, mengembangkan minat dan bakatnya, berinteraksi sosial
dengan sehat dan saling menghormati, dalam atmosfir yang mencitrakan suasana religius, etis, dan
humanis. Acuan sikap dan budaya mutu dalam pelaksanaannya tentu saja harus mencerminkan nilai
– nilai budaya dan karakter bangsa.

16
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas , maka diperoleh kesimpulan bahwa para kepala sekolah, guru, warga
sekolah, stakeholder sekolah atau yang terkait termasuk pengawas, dan pengelola/pembina
pendidikan perlu dibekali pemahaman konsep yang benar tentang budaya organisasi, budaya mutu
sekolah dan pengembangannya, serta konsep sekolah yang baik atau unggul, serta pemahaman
konsep budaya berakhlak dan berprestasi. Dengan memiliki pemahaman konsep yang baik para
kepala sekolah dan guru selaku pelaksana penyelenggara pendidikan yang didukung oleh warga
sekolah, stakeholder sekolah atau yang terkait lainnya akan dapat mengembangkan budaya mutu
sekolah dalam rangka pengembangan sekolah yang unggul, berakhlak dan berprestasi termasuk
pengawas, dan pengelola/pembina pendidikan akan dapat membinanya dengan efektif dan efisien.
Sebagai gambaran yang dapat membantu kita dalam melihat wujud budaya mutu sekolah
unggul,Berakhlak dan Berprestasi yang tercermin di sekolah, misalnya yang nampak pada: (a) Visi
dan misi sekolah tercermin dalam program atau kegiatan sekolah, dan strategi pembelajaran
yang diterapkan (b) Struktur organisasi dan deskripsi tugas sekolah tercermin dengan pembagian
tugas yang jelas, garis instruktif dan koordinatif yang fungsional, (c) Sistem dan prosedur kerja
sekolah tercermin dengan sistem reward bagi siswa dan guru, dan upaya-upaya peningkatan
profesional guru, (d) Kebijakan dan aturan sekolah tercermin dalam proses pengambilan kebijakan
atau keputusan sekolah yang melibatkan warga sekolah, (e) Tata tertib sekolah tercermin
dalam proses pembuatan tata tertib sekolah melalui team work yang solid, implementasi yang
mengedepankan reward, dapat diterima dan dirasakan oleh warga sekolah dengan baik, (f)
Penampilan fisik (fasilitas) sekolah tercermin dengan usaha-usaha optimalisasi pemanfaatan
fasilitas sekolah, perawatan, pemantauan dan evaluasi, (g) Suasana dan hubungan formal dan
informal tercermin dengan komunikasi melalui kooodinasi yang kontinyu, pengakuan bagi yang
berprestasi, suasana saling menghormati, akrab, suasana maju, kreatif, inovatif, hubungan antar
individu dan antara bawahan pimpinan yang baik, perhatian secara individu siswa oleh guru,
serta pemberian tindakan yang jelas bagi warga sekolah yang melakukan pelanggaran di
sekolah, dan (h) Budaya mutu pada sekolah unggul yang nampak pada sikap dan perilaku kepala
sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya adalah tercermin dengan sikap dan perilaku dan
norma-norma umum (bersikap adil, bertegur sapa, memberi salam, bersalaman, berdo’a sebelum
dan selesai beraktifitas di sekolah, dan saling menghormati), sikap-sikap motivasi dan
berprestasi, sikap keteladanan dan berjiwa sosial. (i ) Implementasi karakter budaya bangsa
pada seluruh Civitas Akademika/ Insan pendidikan harus tercermin dalam tingkah laku, ucapan dan
seluruh program yang dilaksanakan.
17
B. Rekomendasi
Upaya untuk mewujudkan sekolah unggul, berakhlak dan berprestasi banyak hal yang bisa
dilakukan , salah satunya adalah dengan Pengembangan budaya mutu sekolah . Hal ini merupakan
tugas dan tanggung jawab kepala sekolah, selaku pemimpin pendidikan. Namun demikian,
pengembangan budaya mutu sekolah mempersyaratkan adanya partisipasi seluruh personil sekolah
dan stakeholder, termasuk orang tua siswa, oleh karena itu, secara manajerial pengembangan
budaya mutu sekolah menjadi tanggung jawab kepala sekolah, sedangkan secara operasional sehari-
hari menjadi tugas seluruh personil sekolah dan stakeholder terkait. Sehingga haruslah dipahami
dan direalisasikan, bahwa kerjasama yang baik civitas akademika / warga sekolah sangat penting
dan akan menjadi tolak ukur keberhasilan dan tercapainya suatu tujuan. Spirit dan nilai-nilai yang
dijadikan sebagai sumber budaya mutu pada sekolah unggul, berakhlak dan berprestasi antara lain:
(1) spirit dan nilai-nilai perjuangan, (2) spirit dan nilai-nilai ibadah, (3) spirit dan nilai-nilai
amanah, (4) spirit dan nilainilai kebersamaan, (5) spirit dan nilai-nilai disiplin, (6) spirit dan nilai-
nilai profesionalisme, dan (7) spirit dan nilai-nilai menjaga eksistensi sekolah. Haruslah dijadikan
landasan dan sumber oleh sekolah , yang tercermin dalam setiap kegiatan, dalam mengambil
keputusan, sikap dan perilaku warga sekolah, pola-pola manajemen yang dilakukan, dan lain
sebagainya. Spirit dan nilai-nilai budaya mutu serta implementasi nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa akan mewarnai dan nampak dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Para kepala
sekolah dan guru selaku pelaksana penyelenggara pendidikan yang didukung oleh warga sekolah,
stakeholder sekolah atau yang terkait lainnya dalam mengembangkan budaya mutu sekolah,
haruslah dilaksanakan secara sistematis melalui tahap-tahap pengembangan, yaitu: (a) Tahap
perumusan tujuan pengembangan yang dijiwai spirit dan nilai-nilai yang dilanjutkan dengan
penetapan kebijakan, (b) Tahap sosialisasi dan implementasi, dan (c) Tahap evaluasi dan follow
up.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sutarto Hp. 2015. Manajemen Mutu Terpadu. Yogyakarta: UNY Press

Bafadal, I. 2002. Akselerasi Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar. Artikel diterbitkan di
Jurnal FIP Universitas Negeri Malang.

Caldweel. B.J. & J.M. Spinks. 1993. Leading the Self Managing School. London, Washington: The
Falmer Press.

Danim, S. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah: dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.

Owens, R.G. 1995. Organizational Behavior In Education. Boston: Allyn and Bacon.
Robbins, S.P. 2003. Perilaku Organsasi. Edisi Indonesia. Jakarta: pt. Indeks Kelompok Gramedia.
Sonhadji, K.H. A. 1991. Birokrasi Hubungan Manusia dan Budaya dalam Organisasi. Malang:
PPS IKIP Malang.

Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 1.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah, Direktorat Pendidikan menengah Umum.

19

Anda mungkin juga menyukai