Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ISU SOSIAL PENDIDIKAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas presentasi mata kuliah


Manajemen Sumber Daya Manusia

Dosen Pengampu
Nur fitriatin,S.Ag,M.Ed

Disusun Oleh:
Nefi Imroatul Hasanah (06010323015)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis limpahkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul
Permasalahan Sosial Kependidikan di Indonesia dengan baik.

Untuk menyelesaikan makalah ini penulis mendapatkan bantuan dan


kerjasama dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
terimakasih kepada :

1. Ibu Nur fitriatin,S.Ag,M.Ed selaku dosen pengampu.


2. Teman-teman Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan
dan kelemahan baik dalam isi maupun sistematikanya. Hal ini disebabkan oleh
keterbatasan pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh sebab itu penulis berharap
kepada berbagai pihak untuk memberikan saran dan kritik yang membangun demi
perbaikan makalah ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat,
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Terimakasih.

Surabaya, 28 Agustus 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER........................................................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat dan Definisi Pendidikan .............................................................................


B. Permasalahan Pendidikan di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya ................
C. Kualitas Pendidikan Indonesia Saat ini dan Penyebab Rendahnya Mutu
Pendidikan di Indonesia...........................................................................................
D. Pengaruh dari Perkembangan IPTEK, Pertumbuhan Penduduk, dan Aspirasi
Masyarakat Terhadap Perkembangan Masalah Pendidikan
....................................
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.............................................................................................................
B. Saran............................................................................ ...........................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia saat ini memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama pembangunan,
untuk memenuhi hal tersebut, pendidikan memiliki peranan yang sangat
penting. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, dijelaskan
bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk di sekolah harus
diselenggarakan dengan sistematis. Pendidikan mempunyai tugas
menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk pembangunan. Langkah
pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman.
Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang
sebagiannya sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Pendidikan selalu
dihadapkan pada masalah-masalah baru. Masalah yang dihadapi dunia
pendidikan itu demikian luas, pertama karena sifat sasarannya yaitu manusia,
kedua karena usaha pendidikan sangat menentukan masa depan yang tidak
dapat diketahui oleh manusia.
Pembangunan pendidikan yang kita rasakan hingga saat ini tentu sudah
sangat baik, dibandingkan dengan dulu saat sebelum merdeka. Bangsa kita
Indonesia sudah mengalami banyak perubahan baik secara mental maupun
sarana, media dan intfratruktur. Tetapi tentu jika kita membandingkannya
dengan negara-negara Se-ASEAN, yang kita saksikan masih ketinggalan jauh
oleh mereka. Oleh karena itu, upaya yang efektif perlu adanya penanganan
yang lebih serius lagi terhadap dunia pendidikan kita di Indonesia. Pertama-
tama dimulai dari upaya untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM)
yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya
bukanlah suatu pekerjaan yang relatif ringan. Hal ini di sebabkan dunia
pendidikan kita masih menghadapi berbagai masalah internal yang cukup
mendasar dan bersifat kompleks. Kita masih menghadapi sejumlah masalah
yang sifatnya berantai sejak jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan

4
tinggi. Rendahnya kualitas pada jenjang sekolah dasar sangat penting untuk
segera diatasi karena sangat berpengaruh terhadap pendidikan selanjutnya
Oleh karena itu, untuk mengetahui permasalahan kependidikan di
Indonesia seperti penyebab rendahnya pendidikan di Indonesia, masalah
efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran. Maka dari itu, penulis
membuat sebuah makalah dengan judul Permasalahan Sosial Kependidikan
di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa hakikat dan definisi pendidikan ?
2. Apa saja permasalahan pendidikan di Indonesia dan upaya
penanggulangannya ?
3. Bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dan apa
penyebabnya ?
4. Bagaimana pengaruh dari perkembangan iptek, pertumbuhan penduduk,
dan aspirasi masyarakat terhadap perkembangan masalah pendidikan ?

C. TUJUAN
1. Mengetahui hakikat dan definisi pendidikan.
2. Mengetahui permasalahan pendidikan di Indonesia dan upaya
penanggulangannya.
3. Mengetahui kualitas pendidikan di Indonesia saat ini dan penyebab
rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
4. Mengetahui pengaruh dari perkembangan iptek, pertumbuhan penduduk,
dan aspirasi masyarakat terhadap perkembangan masalah pendidikan.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAKIKAT DAN DEFINISI PENDIDIKAN


Istilah pendidikan dan bentukan-bentukannya dalam Amirin, dkk (2015:
1) dalam Bahasa Indonesia saat ini mulai agak carut-marut. Untuk menyebut
guru digunakan istilah pendidik, sementara orang lainnya yang berkecimpung
secara langsung dalam dunia pendidikan (laboran, pustakawan, sekolah,
pengembang media pendidikan, administrator pendidikan, dll). Untuk
menyebut orang yang melakukan kegiatan belajar, selain istilah murid atau
siswa dan mahasiswa, pada mulanya digunakan istilah anak didik, kemudian
subjek didik, dan selanjutnya disebut peserta didik. Bahkan sekarang
dimunculkan pula istilah pebelajar (orang yang melakukan kegiatan belajar).
Untuk kegiatan didik-mendidik (pengajaran atau perkuliahan) dalam
Amirin, dkk (2015: 1) pada mulanya digunakan istilah kegiatan belajar
mengajar (KBM) atau proses belajar mengakar (PBM). Sekarang digunakan
istilah pembelajaran. Orang yang melakukan kegiatan dimaksud sendiri
masih disebut pengajar (konkritnya guru atau dosen), belum lazim
menggantinya dengan pembelajar (sebagai “mitra” pebelajar). Dengan tidak
bermaksud menambah carur marut istilah “kependidikan” (yang berkaitan
dengan kegiatan atau proses didik-mendidik), dalam buku ini akan digunakan
beberapaistilah yang “belum Lazim” tetapi jauh lebih pas dengan hakikatnya
masing-masing, satu diantaranya adalah didik-mendidik (pengganti istilah
belajar-mengajar).
Pendidikan dalam Sugihartono, dkk (2015: 3) berasal dari dari kata
didik, mendidik berartimemelihara dan membentuk latihan. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1991) pendidikan diartikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang dan sekelompok orang dalam usaha
mendewasakan menusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut
Poerbakawatja dan Harahap dalam Muhibbin Syah (2001) dalam
Sugihartono, dkk (2015: 3) mengatakan bahwa pendidikan merupakan usaha
secara sengaja dar orang dewasa untuk meningkatkan kedewasaan yang selalu

6
diartikan sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab terhadap segala
perbuatannya.
Dari definisi-definisi tersebut dalam Sugihartono, dkk (2015: 3-4) dapat
disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara
sadar dan sengaja untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu
maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan.

B. PERMASALAHAN PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN UPAYA


PENANGGULANGANNYA
Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap bidang pendidikan dalam
Anonim (2015) akan menyadari bahwa dunia pendidikan kita sampai saat ini
masih mengalami “sakit”. Dunia pendidikan yang “sakit” ini disebabkan
karena pendidikan yang seharusnya membuat manusia menjadi manusia,
tetapi dalam kenyataannya seringkali tidak begitu. Seringkali
pendidikan tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung
direduksi oleh sistem pendidikan yang ada. Berdasarkan sudut pandang
sosiologi interaksi dalam bidang pendidikan seharusnya menguntungkan satu
sama lain baik pendidik dengan pendidik, pendidik dengan murid, maupun
murid dengan murid.
Menurut Anonim (2015) masalah pertama adalah bahwa pendidikan,
khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia robot”. Kami katakan
demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat sebelah, dengan
kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan keutuhan,
kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar
yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang
terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika
orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan,
menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir
ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru
kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-

7
gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Dan
“siap pakai” di sini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan
dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi.
Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini
manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri.
Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga
produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu
yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan
antusias oleh banyak lembaga pendidikan.
Masalah kedua adalah sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke
bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik
dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistempendidikan ini
sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap
manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi
mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi
pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang
diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan
dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan,
pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja
yang disampaikan guru (Anonim, 2015).
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek.
Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para
murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikangaya bank pengetahuan
merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap
dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai
pengetahuan apa-apa (Anonim, 2015).
Yang ketiga, dari model pendidikan yang demikian maka manusia yang
dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan
bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang
adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak
belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-
akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Bukankah kita telah sama-

8
sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-
hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus
terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang
sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi,
sosial, budaya bahkan politik internasional. Bukan bermaksud anti-Barat
kalau hal ini penulis kemukakan. Melainkan justru hendak mengajak kita
semua untuk melihat kenyataan ini sebagai sebuah tantangan bagi
dunia pendidikan kita (Anonim, 2015).
Menurut Junida (2016) Rendahnya pemerataan kesempatan belajar
(equity) disertai banyaknya peserta didik yang putus sekolah, serta banyaknya
lulusan yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal
ini identik dengan ciri-ciri kemiskinan. Rendahnya mutu akademik terutama
penguasaan ilmu pengetahuan alam (IPA), matematika, serta bahasa terutama
bahasa inggris padahal penguasaan materi tersebut merupakan kunci dalam
menguasai dan mengembangkan iptek. Selain itu, endahnya efisiensi internal
karena lamanya masa studi melampaui waktu standar yang sudah ditentukan.
Rendahnya juga efisiensi eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan
relevansi pendidikan, yang menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga
terdidik yang cenderung terus meningkat. Secara empiris kecenderungan
meningkatnya pengangguran tenaga terdidik disebabkan oleh perkembangan
dunia usaha yang masih di dominasi oleh pengusaha besar yang jumlahnya
terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi (padat modal dan padat
teknologi). Dengan demikian pertambahan kebutuhan akan tenaga kerja jauh
lebuh kecil dibandingkan pertambahan jumlah lulusan lembaga pendidikan.
Terjadi kecenderungan menurunnya akhlak dan moral yang
menyebabkan lunturnya tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial, seperti
terjadinya tawuran pelajar dan kenakalan remaja. Dalam hal ini pendidikan
agama menjadi sangat penting menjadi landasan akhlak dan moral serta budi
pekerti yang luhur perlu diberikan kepada peserta didik sejak dini. Dengan
demikian, hal itu akan menjadi landasan yang kuat bagi kekokohan moral dan
etika setelah terjun ke masyarakat. Berbagai masalah diatas erat kaitanya
dengan kendala seperti keadaan geografis, demografis, serta sosio-ekonomi

9
besarnya jumlah penduduk yang tersebar diseluruh wilayah geografis
Indinesia cukup luas. Kemiskinan juga merupakan salah satu kendala yang
memiliki hubungan erat dengan masalah pendidikan. Rendahnya mutu kinerja
sistem pendidikan tidak hanya disebabkan oleh adanya kelemahan
menejemen pendidikan tingkat mikro lembaga pendidikan, tetapi karena juga
menejemen pendidikan pada tingkat makro seperti rendahnya efisiensi dan
efektivitas pengolahan sistem pendidikan. Sistem dan dan tata kehidupan
masyarakat tidak kondusif yang turut menentukan rendahnya mutu sistem
pendidikan disekolah yang ada gilirannya menyebabkan rendahnya mutu
peserta didik dan lulusannya. Kebijaksanaan dan progran yang ditujukan
untuk mengatasi berbagai permasalahan di atas, harus di rumuskan secara
spesifik karena fenomena dan penyebab timbulnya masalah juga berbeda-
beda di seluruh wilayah Indonesia (Junida, 2016).
Sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sosial
budaya dan masyarakat sebagai supra sistem. Pembanguan sistem pendidikan
tidak mempunyai arti apa-apa jika tidak singkron dengan pembanguanan
nasional. Kaitan yang erat antara bidang pendidikan sebagai sistem dengan
sistem sosial budaya sebagai supra sistem tersebut, dimana sistem pendidikan
menjadi bagiannya, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
permasalahan intern sistem pendidikan itu menjadi sangat kompleks. Artinya
suatu permasalahan intern dalam sistem pendidikan selalu ada kaitan dengan
masalah-masalah di luar sistem pendidikan itu sendiri. Misalnya masalah
mutu hasil belajar suatu sekolah tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial
budaya dan ekonomi masyarakat disekitarnya, dari mana murid-murid
sekolah tersebut berasal, serta masih banyak lagi faktor-faktor lainnya diluar
sistem persekolahan yang berkaitan dengan mutu hasil belajar tersebut
(Junida, 2016).

C. KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA SAAT INI DAN


PENYEBAB RENDAHNYA MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA

10
Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI) dalam Musyaddad (2013, 51-52) yang dirilis pada
tanggal 5 Oktober 2009 Indonesia berada pada kategori Pembangunan
Manusia Menengah dengan Indeks IPM 0,734, dan berada di urutan ke-111
dari 180 negara. Posisi ini kalah jauh dari negara tetangga kita, Malaysia,
yang berada pada kategori Pembangunan Manusia Tinggi dengan indeks IPM
0,829, dan berada pada urutan ke-66. IPM merupakan pengukuran
perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup
untuk semua negara seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan
apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara
terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi
terhadap kualitas hidup.
Terlihat jelas bagaimana kondisi pendidikan bangsa kita dewasa ini. Pada
kenyataanya pendidikan belum sepenuhnya memberikan pencerahan kepada
masyarakat melalui nilai dan manfaat pendidikan itu sendiri. Rendahnya
kualitas lulusan merupakan salah satu bukti bahwa pendidikan di Indonesia
belum secara optimal dikembangkan. Relevansi pendidikan dalam hal
substansi dengan kebutuhan masyarakat dinilai masih rendah. Parahnya lagi,
pendidikan menjadi kawasan politisasi dari para pejabat. Semakin
tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain,
harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya
masalah pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran
praktek pendidikan kita (Musyaddad (2013, 51-52).
Berdasarkn konsep sejarah, dunia pendidikan dapat mengalami kemajuan
dan kemunduran pada waktu tertentu dengan berbagai sebab akibat yang ada.
Dunia pendidikan di Indonesia saat ini menurut Yuhandono (2016) masih
memiliki beberapa kendala yang berkaitan dengan mutu pendidikan.
Beberapa diantaranya adalah jumlah guru yang belum merata, keterbatasan
akses pada pendidikan, serta kualitas guru itu sendiri yang dinilai masih
kurang. Terbatasnya akses pendidikan di Indonesia, terlebih di daerah
mengakibatkan meningkatnya arus urbanisasi dengan tujuan untuk
mendapatkan akses ilmu yang lebih baik di perkotaan.

11
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di
Indonesia yaitu (Anonim, 2015) :
 Faktor internal, meliputi jajaran dunia pendidikan baik itu Departemen
Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah, dan juga sekolah yang
berada di garis depan. Dalam hal ini, interfensi dari pihak-pihak yang
terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu terjaga
dengan baik.
 Faktor eksternal, adalah masyarakat pada umumnya. Dimana, masyarakat
merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari
adanya pendidikan yaitu sebagai objek daripendidikan.
Pendidikan di Indonesia sangatlah rendah jika dibandingkan dengan
negara-negara lain. Kini kualitas pendidikan di Indonesia semakin
memburuk. Hal tersebut bisa dilihat dari kualitas guru, sarana belajar, dan
murid-muridnya. Guru-guru sekarang banyak sekali guru-guru yang hanya
sebatas mengajar, kecuali bagi guru-guru lama yang yang sudah berdedikasi
di dunia pendidikan. Gaji guru menjadi permasalahan saat ini, banyak sekali
guru yang resign mengajar dan lebih menjadi buruh pabrik hal ini karena gaji
guru yang begitu rendah. Selain staf pengajar, masalah sarana belajar perlu
diperhatikan agar proses belajar mengajar lebih berkuallitas.
Menurut Anonim penyebab rendahya mutu pendidikan di Indonesia, diantaranya
(Anonim, 2016) :
1. Efektifitas Pendidikan di Indonesia Sangat Rendah
Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah
kurangnya efektifnya pendidikan di Indonesia. Misalnya tidak adanya
sasaran ketika mengajar sehingga mengakibatkan peserta didik tidak
memiliki gambaran yang jelas mengenai proses pendidikannya.
Masyarakat masih beranggapan bahwa pendidikan atau sekolah yang
lebih tinggi modal utama untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan yang
diambil tidak sesuai bakat dan minat murid, dan masih banyak staf
pengajar yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Hal tersebut
menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan.
2. Efisiensi Pendidikan Di Indonesia

12
Masalah efisiensi pendidikan di Indonesia yang sering terjadi yaitu
mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses
pengajaran, dan kualitas staf pengajar. Di Indonesia mahalnya biaya
pendidikan masih sempat dikeluhkan oleh sebagian masyarakat,
walaupun harga pendidikan di Indonesia relative rendah dibandingkan
negara-negara lain.
3. Standardisasi Pendidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan di Undonesia diukur oleh standard dan kompetensi,
salah satunya Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP). kadang
kala standardisasi dan kompetensi ini memiliki bahaya yang tersembunyi
yaitu seperti hanya memikirkan bagaimana caranya agar mencapai
standar pendidikan saja, sehingga lupa akan pendidikan efektif dan dapat
digunakan. Sayang sekali hal ini menjadi pendidikan seperti kehilangan
makna dikarenakan terlalu menuntun standar kompetensi

D. PENGARUH DARI PERKEMBANGAN IPTEK, PERTUMBUHAN


PENDUDUK, DAN ASPIRASI MASYARAKAT TERHADAP
PERKEMBANGAN MASALAH PENDIDIKAN

Permasalahan pokok pendidikan sebagaimana telah di atas merupakan


masalah pembangunan mikro, yaitu masalah-masalah yang berlangsung di
dalam sistem pendidikan sendiri. Masalah mikro tersebut berkaitan dengan
masalah makro pembangunan, yaitu masalah di luar system pendidikan,
sehingga juga harus diperhatikan di dalam memecahkan masalah mikro
pendidikan. Masalah makro ini berupa antara lain masalah perkembangan
internasoinal, masalah demografi, masalah politik, ekonomi, dan sosial
budaya, serta masalah perkembangan regional.
Uraian selanjutnya akan mengemukakan masalah-masalah makro yang
merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya masalah
pendidikan, yaitu (Mardijah, dkk, 2012: 9-14) :
1. Perkembangan IPTEK dan seni
a. Perkembangan IPTEK

13
Terdapat hubungan yang erat antara pendidikan dengan iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi). Ilmu pengetahuan merupakan
hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam
semesta, dan teknologi, adalah penerapan yang direncanankan dari
ilmu pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat.
Sebagai contoh betapa eratnya hubungan antara pendidikan
dengan iptek itu, misalnya seiring suatu teknologi baru yang
digunakan dalam suatu proses produksi menimbulkan kondisi
ekonomi social baru lantaran perubahan persyaratan kerja, dan
mungkin juga penguraian jumlah tenaga kerja atau jam kerja,
kebutuhanbahan-bahan baru, sistem pelayanan baru, sampai kepada
berkembangnya gaya hidup baru, kondisi tersuebut minimal dapat
mempengaruhi perubahan isi pendidikan dan metodenya, bahkan
mungkin rumusan baru tunjangan pendidikan, otomatis juga sarana
juga sarana penunjangnya seperti searana laboratorium dan
ketenangan. Semua perubahan tersebut tentu membawa masalah
dalam skala nasional yang tidak sedikit memakan biaya. Hal ini
disinggung dalam butir 3 masalah efisiensi pendidikan tentang
perubahan kurikulum.
Contoh di atas memberikan gambaran pengaruh tidak langsung
iptek terhadap sistem pendidikan. Di samping pengaruh tidak
langsung, juga banyak pengaruh yang langsung terhadap sistem
pendidikan dalam bentuk berbagai macam inovasi atau pembaruan
dengan aksentuasi tujuan yang bermacam-macam pula. Ada yang
bertujuan untuk mengatasi kekurangan gurudan gedung sekolah
seperti system pamong dan SMP terbuka, pengadaan guru relatif
cepat seperti dengan program diploma, pengadaan guru dan
perlindungan terhadap profesi guru seperti program akta mengajar.
Selain itu diadakan juga program menghemat waktu belajar (RIT:
Reduce Instructional Time), memperluas jangkauan peserta didik
denga biaya relatif murah seperti sistem belajar jarak jauh (BIJ),
efektifitas proses belajar dan kualitas hasil seperti CBSA dengan

14
pemanfaatan tenaga non-guru antara lain konselor, teknisi sumber
belajar,dan lain-lain.
Hampir setiap inovasi mengundang masalah. Pertama, karena
belum ada jaminan bahwa inovasi itu pasti membawa hasil. Kita
sudah banyak mendapatkan pengalamandalam hal ini. Kedua, orang
merasa ragu dan gusar jika menghadapi hal baru. Umumnya lebih
suka mengerjakan hal-hal yang sudah menjadi kebiasaan rutin dan
ragu menerima hal baru yang belum dikenal.
Masalahnya adalah bagaimana cara memperkenalkan suartu
inovasi agar orang menerimanya. Setiap inovasi mengandung dua
aspek yaitu aspek konsepsional (memuat ide, cita-cita, dan prinsip-
prinsip) dan aspek struktur operasional (teknik pelaksanaannya).
Kepada masyarakat sasaran perlu diperkenalkan aspek
konsepsionalnya sehingga memahami tujuan dan manfaatnya serta
motif yang mendasarinya.
Lazimnya suatu inovasi baru disebarluaskan setelah lebih dahulu
diujicobakan dalam ruang lingkup terbatas. Masalah pertama muncul
pada tahap uji coba, karena biasanya memerlukan biaya (contoh
PPSP: Proyek Perintis Sekolah Pembangunan pada 8 IKIP sekitar
tahun 80-an).
Selanjutnya masalah muncul pada tahap penyebarluasan
pelaksanaan hasil uji coba (diseminasi). Pada tahap ini masalah
mencakup banyak hal. Seperti dana, penyediaan prasarana dan
sarana, ketenagaan, kurikulum beserta perangkat penunjangnya, dan
seterusnya yang merupakan faktor –faktor yang dapat menimbulkan
masalah. Bahkan jika seandainya suatu inovasi berhasil, mungkin
saja menimbulkan masalah baru, misalnya antara lajn kurang
cermatnya rancangan yang dibuat. Contoh program diploma yang
berhasil dan dapat memproduksi tenaga baru yang diharapkan, tetapi
berakibat alumni S1 tidak terangkat karena ketiadaan jatah.
b. Perkembangan seni

15
Kesenian merupakan aktivitas berkreasi manusia, secara
individual ataupun kelompok yang mengahasilkan sesuatu yang
indah. Berkesenian menjadi kebutuhan hidup manusia. Melalui
kesenian manusia dapat menyalurkan dorongan berkreasi (mencipta)
yang bersifat orisinil (bukan tiruan) dan dorongan spontanitas dalam
menemukan keindahan. Seni membutuhkan pengembangan.
Dilihat dari segi tujuan pendidikan yaitu terbentuknya manusia
seutuhnya, aktivitas kesenian mempunyai andil yang besar karena
dapat mengisi pengembangan dominan afektif khususnya emosi
yang positif dan konstruktif serta keterampilan di samping kognitif
yang sudah digarap melalui program/bidang studi yang lain.
Dilihat dari segi lapangan kerja, dewasa ini dunia seni dengan
segenap cabangnya telah mengalami perkembangan pesat dan
semakin mendapat tempat dalam kehidupan masyarakat. Dengan
memperhatikan alasan-alasan di atas maka sudah seyogianya jika
dunia seni dikembangkan melalui sistem pendidikan secara
terstruktur dan terprogram. Pengembangan kualitas seni secara
terprogram menuntut tersedianya sarana pendidikan tersendiri di
samping program-program yang lain dalam sistem pendidikan. Di
sinilah timbulnya masalah pendidikan kesenian yang mempunyai
fungsi begitu penting tetapi di sekolah-sekolah saat ini menduduki
kelas dua. Pendidikan kesenian baru terlayani setelah program studi
yang lain terpenuhi pelayanannya. Itulah sebabnya mengapa
kesenian tidak termasuk Ebtsnas, di samping juga sulit
menyediaakan tenaga pendidiknya. Lagipula sarana penunjang
umumnya tidak tersedia secara memadai karena mahal.
2. Laju Pertumbuhan Penduduk
Masalah kependudukan dan kependidikan bersumber pada 2 hal, yaitu :
a. Pertambahan penduduk.
Menurut Emil Salim (Conny R. Semiawan, 1991: 18) gambaran
pertambahan penduduk adalah sebagai berikut: dari sekarang hingga
abad XXI, terus menerus bahan pendudukan akan terjadi

16
pertambahan jumlah penduduk meskipun gerakan KB berhasil.
Sebabnya karena tingkat kematian menurun lebih cepat yaitu sebesar
4,5% dari turunnya tingkat kelahiran, yaitu sebesar 3,5%. Hal
tersebut juga mengakibatkan berubahnya susunan umur penduduk.
Tentang pertumbuhan penduduk itu Bank Dunia memperkirakan
gambaran seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Dengan berkembangnya jumlah penduduk, maka penyedian
prasarana dan sarana pendidikan beserta komponen penunjang
pembangunan nasional menjadi bertambah. Pertambahan penduduk
yang dibarengi dengan meningkatnya usia rata-rata dan penurunan
angka kematian, mengakibatkan berubahnya struktur kependudukan,
yaitu proporsi penduduk usia sekolah dasar menurun, sedangkan
proporsi penduduk usia sekolah lanjutan, angkatan kerja, dan
penduduk usia tua meningkat berkat kemajuan bidang gizi dan
kesehatan. Dengan demikian terjadi pergeseran permintaan akan
fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih
meningkat dibanding dengan permintaaan akan fasilitas sekolah
dasar. Sebagai akibat lanjutan, permintaan untuk lanjut ke perguruan
tinggi juga meningkat, khusus untuk penduduk usia tua yang yang
jumlahnya meningkat perlu disediakan pendidikan nonformal.
b. Penyebaran penduduk
Penyebaran penduduk di seluruh pelosok tanah air tidak merata.
Ada daerah yang padat penduduk, terutama di kota-kota besar dan
daerah yang penduduknya jarang yaitu di daerah pedalaman
khususnya di daerah terpencil yang berlokasi di pegunungan dan di
pulau-pulau. Sebaran penduduk seperti digambarkan itu
menimbulkan kesultan dalam penyediaan sarana pendidikan. Sebagai
contoh adalah dibangunnya SD kecil untuk melayani kebutuhan
akanpendidikan di daerah terpencil pada pelita V, di samping SD
regular. Belum lagi kesulitan dalam hal penyediaan dan penempatan
guru. Disamping sebaran penduduk seperti digambarkan itu
denganpola yang statis (di kota padat, di desa jarang) juga perlu

17
diperhitungkan adanya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota
(urbanisasi) yang terus menerus terjadi. Peristiwa ini menimbulkan
pola yang dinamis dan labil yang lebih menyulitkan perncanaan
penyediaan sarana pendidikan. Pola yang labil ini juga merusak pola
pasaran kerja yang seharusnya menjadi acuan dalam pengadaan
tenaga kerja.
3. Aspirasi masyarakat
Dalam dua darsa warsa terakhir ini aspirasi masyarakat dalam
banyak hal meningkat, khususnya aspirasi terhadap pendidikan hidup
yang sehat, aspirasi terhadap pekerjaan, kesemuanya ini mempengaruhi
peningkatan aspirasi terhadap pendidikan. Orang mulai melihat bahwa
untuk dapat hidup yang lebih layak dan sehat harus ada pekerjaan tetap
yang menopang, dan pendidikan memberi jaminan untuk memperoleh
pekerjaan yang layak dan menetap itu. Pendidikan dianggap memberikan
jaminan bagi peningkatan taraf hidup dan pendakian ditangga social.
Sebagai akibat dari meningkatnya aspirasi terhadap pendidikan maka
orang tua mendorong anaknya untuk bersekolah, agar nantinya anak-
anaknya memperoleh pekerjaan yang lebih baik daripada orang tuanya
sendiri. Dorongan yang kuat ini juga terdapat pada anak-anak sendiri.
Mereka (orang tua dan anak-anak) merasa susah jika mendapat rintangan
dalam bersekolah dan melanjutkan studi. Mungkin ini dapat dipandang
sebagai indicator tentang betapa besarnya aspirasi orang tua dan anak
terhadap pendidikan itu.
Apa akibat yang timbul dari perubahan social tersebut? Gejala yang
timbul ialah membanjirnya pelamar pada sekolah-sekolah. Arus pelajar
menjadi meningkat. Di kota-kota, di samping pendidikan formal mulai
bermunculan beraneka ragam pendidikan nonformal. Beberapa hal yang
tidak dikehendaki antara lain ialah seleksi penerimaan siswa pada
berbagai jenis dan jenjang pendidikan menjadi kurang objektif, jumlah
murid dan siswa perkelas melebihi yang semestinya, jumlah kelas setiap
sekolah membengkak, diadakannya kesempatan belajar bergilir pagi dan
sore dengan penguranganjam belajar, kekurangan sarana belajar,

18
kekurangan guru, dan seterusnya. Dampak langsung dan tidak langsung
dari kondisi sebagaimana digambarkan itu ialah terjadinya penurunan
kadar efektifitas. Dengan kata lain, massalisasi pendidikan menghambat
upaya pemecahan masalah mutu pendidikan. Massalisasi pendidikan
ibarat perusahaan konveksi pakaian yang hanya melayani tiga macam
ukuran (large, medium, small). Kebutuhan individual yang khusus tidak
terlayani. Namun demikian tidaklah berarti bahwa aspirasi terhadap
pendidikan harus diredam, justru sebaliknya harus tetap dibangkitkan dan
ditingkatkan, utamanya pada masyarakat yang belum maju dan
masyarakat di daerah terpencil, sebab aspirasi menjadi motor penggerak
roda kemajuan.
4. Keterbelakangan budaya dan sarana kehidupan
Keterbelakangan budaya adalah suatu istilah yang diberikan oleh
sekelompok masyarakat (yang menganggap dirinya sudah maju) kepada
masyarakat lain pendukung suatu budaya. Bagi masyarakat pendukung
budaya, kebudayaanya pasti dipandang sebagai sesuatu yang bernilai dan
baik. Terlepas dari kenyataan apakah kebudayaannya tersebut tradisional
atau sudah ketinggalan zaman. Karena itu penilaian dari masyarakat luar
ini dianggap subjektif. Semestinya masyarakat luar itu bukan harus
menilainya melainkan hanya melihat bagaimana kesesuaian kebudayaan
tersebut dengan tuntutan zaman. Jika sesuai dikatakan maju dan jika
tidak sesuai lalu dikatakan terbelakang.
Sesungguhnya tidak ada kebudayaan yang secara mutlak statis,
apalagi mandeg, tidak mengalami perubahan. Sekurang-kurangnya
bagian unsur-unsurnya berubah. Berubahnya unsur-unsur kebudayaan
tersebut tidak selalu bersamaan satu dengan yang lain. Ada unsur yang
lebih cepat dan ada yang lambat laun brubah, namu yang jelas terjadinya
perubahan tidak pernah terhenti sepanjang masa, bahkan meskipun
perubahan yang baru itu kea rah negative.apalagi pada abad ke-20 ini,
dimana perkembangan iptek demikian pesat dan merambah ke seluruh
bidang kehidupan.

19
Khususnya dengan munculnya penemuan-penemuan baru di bidang
telekomunikasi/televise dan transportasi yang menimbulkan revolusi
informasi yang menembus batas-batas antarnegara dan bangsa
danmembuat bumi menjadi terasa kecil yang dikenal dengan era
globalisasi, maka mudah terjadi pertukaran kebudayaan antarbangsa. Jika
terjadi pertautan antara unsur kebudayaan baru dari luar dengan unsur
kebudayaan lama yang lambat berubah maka terjadilah apa yang disebut
kesenjangan kebudayaan (cultural lag).
Perubahan kebudayaan terjadi karena adanya penemuan baru dari
luar maupun dari dalam lingkungan masyarakat sendiri. Kebudayaan
baru itu baik bersifat material seperti peralatan-peralatan pertanian,
rumah tangga, transportasi, telekomunikasi, dan yang bersifat
nonmaterial seperti paham atau konsep baru tentang keluarga berencana,
budaya menabung, penghargaan terhadap waktu, dan lain-lain.
Keterbelakangan budaya terjadi karena:
 Letak geografis tempat tinggal suatu masyarakat (misalnya
terpencil).
 Penolakan masyarakat terhadap datangnya unsure budaya baru
karena tidak dipahami atau karena dikhawatirkan akan merusak
sendi masyarakat.
 Ketidakampuan masyarakat secara ekonomis menyangkut unsur
kebudayaan tersebut.
Sehubungan dengan faktor penyebab terjadinya keterbelakangan budaya
umumnya dialami oleh:
 Masyaakat daerah terpencil.
 Masyarakat yang tidak mampu secara ekonomis.
 Masyarakat yang kurang terdidik.
Yang menjadi masalah ialah bahwa kelompok masyarakat yang
terbelakang kebudayaanya tidak ikut berperan serta dalam pembangunan,
sebab mereka kurang memiliki dorongan untuk maju. Jadi inti
permasalahannya ialah menyadarkan mereka akan ketertinggalannya, dan
bagaimana cara menyediakan sarana kehidupan, dan bagaimana sistem

20
pendidikan dapat melibatkan mereka. Bukankah pendidikan mempunyai
misi sebagai transformasi budaya (dalam hal ini adalah kebudayaan
nasional). Sebab system pendidikan yang tangguh adalah yang bertumpu
pada kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional selalu berkembang
dengan bertumpu pada intinya sehingga tidak pernah ketinggalan zaman.
Jika sistem pendidikan dapat menggapai masyarakat terbelakang
kebudayaannya berarti melibatkan mereka untuk berperan serta dalam
pembangunan.

21
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan sengaja
untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun
kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Permasalahan pendidikan di Indonesia yaitu menghasilkan
“manusia robot”, sistem pendidikan yang top-down, model pendidikan yang
demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk
memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap
zamannya, rendahnya pemerataan kesempatan belajar (equity), menurunnya
akhlak dan moral, serta sistem pendidikan menjadi bagian tak terpisahkan
dari kehidupan sosial budaya dan masyarakat sebagai supra system. Kualitas
pendidikan di Indonesia sangat rendah. Faktor yang mempengaruhi
kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia adalah faktor internal dan
eksternal. Faktor lain yaitu efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah,
standardisasi pendidikan di Indonesia, perkembangan iptek dan seni, laju
pertumbuhan penduduk, aspirasi masyarakat, dan keterbelakangan budaya
dan sarana kehidupan

B. SARAN
Sebaiknya perubahan sistem pendidikan nasional harus terus dilakukan
agar pendidikan di Indonesia memiliki kualitas yang lebih baik mengingat
kemajuan Indonesia sangat ditentukan oleh pendidikan. Dengan
meningkatnya kualitas pendidikan, ini akan meningkatkan pula sumber daya
manusia yang memiliki kualitas baik juga sehingga mampu bersaing secara
sehat dengan negara-negara lain.

22
DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M, dkk. 2015. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.


Anonim. 2015. Makalah Permasalahan Pendidikan di Indonesia. Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2016 di www.teoripendidikan.com
Anonim. 2016. Makalah tentang Rendahnya Pendidikan di Indonesia. Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2016 di www.sarungpreneur.com
Junida, Dwi Surti. 2016. Masalah Pendidikan di Indonesia Part 2. Diakses pada
tanggal 23 Oktober 2016 di www.anak.ependidikan.com
Mardijah, dkk. 2012. Makalah Permasalahan Pendidikan. Diakses pada tanggal 23
Oktober 2016 di www.academiaedu.com
Musyaddad, Kholid. 2013. Problematika Pendidikan di Indonesia. Jurnal : Edu-Bio,
Vol. 4, 51-57.
Sugihartono, dkk. 2015. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Yuhandono, Insan. 2016. Makalah tentang Pendidikan. Diakses pada tanggal 23
Oktober 2016 di www.masukuniversitas.com

23

Anda mungkin juga menyukai